Anda di halaman 1dari 23

KONDISI TANAH PADA DAERAH HABITUS POHON DAN HABITUS HERBA DI

HUTAN BABAKAN SILIWANGI

LAPORAN PRAKTIKUM

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi Umum
Dosen Pengampu :
Drs. H. Yusuf Hilmi A, M.Sc.
Drs. Amprasto, M.Si.
Hj. Tina Safaria N, S.Si., M.Si.
Rini Sholihat, M.Si.

disusun oleh:
oleh:
Biologi C 2015
Kelompok 4
Anggi Istiqomah 1507488
Cipta Adi N 1504609
Deannisa Fajriaty 1500444
Indri Berliani 1500864
Muhammad Naufal N. 1503433
Sabrina Nurdina 1501554

PROGRAM STUDI BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018
A. Judul
Kondisi Tanah pada Daerah Habitus Pohon dan Hbitus Herba di Hutan
Babakan Siliwangi

B. Latar Belakang
Babakan Siliwangi terletak di kecamatan Coblong kota Bandung.
Hutan berbentuk tapal kuda yang saat ini dikenal sebagai Babakan Siliwangi
dulunya dikenal dengan hutan Lebak Gede. Lokasinya berbatasan dengan
jalan Siliwangi dan jalan Taman Sari. Di dalam kawasan ini berdiri Sasana
Budaya Ganesa (Sabuga), Sarana Olahraga (Sorga), dan lahan terbuka yang
masih ditumbuhi pepohonan rindang. Kawasan di Babakan Siliwangi
merupakan salah satu dari kawasan lindung ruang terbuka hijau (RTH) di
kota Bandung yang memiliki kurang lebih 3.8 Ha.
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang atau jalur tempat
tumbuh tanaman, baik secara alamiah maupun yang sengaja ditanam yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka. Salah satu jenis ruang terbuka hijau
adalah hutan kota. Hutan kota adalah pepohonan yang berdiri sendiri atau
berkelompok atau vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yang pada
dasarnya memberikan dua manfaat pokok bagi masyarakat dan
lingkungannya, yaitu manfaat konservasi dan manfaat estetika. Pada hutan
Babakan Siliwangi terdapat beberapa vegetasi habitus yang berbeda
dominansi vegetasi habitusnya yaitu habitus pohon dan habitus herba. Maka
penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai perbandingan kondisi tanah
pada daerah vegetasi habitus yang berbeda di Babakan Siliwangi yaitu pada
daerah yang vegetasi habitus pohon dan pada daerah vegetasi habitus herba.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana Kondisi Tanah pada Daerah Habitus Pohon dan Habitus Herba
di Hutan Babakan Siliwangi ?
D. Tujuan
Untuk mengetahui Kondisi Tanah pada Daerah Habitus Pohon dan Habitus
Herba di Hutan Babakan Siliwangi
E. Hipotesis
1. Bagaimana perbandingan suhu tanah di daerah vegetasi berhabitus
pohon dengan berhabitus herba di Hutan Babakan Siliwangi?
2. Bagaimana perbandingan pH tanah di daerah vegetasi berhabitus
pohon dengan berhabitus herba di Hutan Babakan Siliwangi?
3. Bagaimana perbandingan kelembaban tanah di daerah vegetasi
berhabitus pohon dengan berhabitus herba di Hutan Babakan
Siliwangi?
4. Bagaimana perbandingan kadar oksigen tanah di daerah vegetasi
berhabitus pohon dengan berhabitus herba di Hutan Babakan
Siliwangi?
5. Bagaimana perbandingan materi organik tanah (MOT) di daerah
vegetasi berhabitus pohon dengan berhabitus herba di Hutan
Babakan Siliwangi?
F. Pertanyaan Penelitian
1. Suhu tanah di daerah berhabitus pohon lebih tinggi dari pada di
daerah berhabitus herba di Hutan Babakan Siliwangi.
2. pH tanah di daerah berhabitus pohon lebih tinggi (basa) dari pada di
daerah berhabitus herba di Hutan Babakan Siliwangi.
3. Kelembapan tanah di daerah berhabitus pohon lebih rendah dari
pada di daerah berhabitus herba di Hutan Babakan Siliwangi.
4. Kadar oksigen tanah di daerah vegetasi berhabitus pohon lebih
rendah dari pada di daerah berhabitus herba di Hutan Babakan
Siliwangi.
5. Materi organik tanah (MOT) di daerah vegetasi berhabitus pohon
lebih tinggi dari pada di daerah berhabitus herba di Hutan Babakan
Siliwangi.
G. Dasar Teori
1. Kawasan Hutan Babakan Siliwangi
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Peraturan Pemerintah
Tentang Hutan Kota, Pasal 1 Ayat 1). Babakan Siliwangi atau yang
dikenal dengan sebutan ‘BAKSIL’ merupakan salah satu hutan yang
berada dalam wilayah kota Bandung yang dikelola sedemikian rupa
oleh pemerintah. Oleh karena itu Babakan Siliwangi termasuk dalam
kategori Hutan Kota.
Hutan Babakan Siliwangi terletak di Kelurahan Babakan
Siliwangi, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Lokasinya
berbatasan langsung dengan jalan Siliwangi dan jalan Taman Sari.
Lokasi ini tidak jauh dari pusat Kota Bandung, membuat Hutan
Babakan Siliwangi menjadi ruang terbuka hijau yang mudah
dijangkau oleh masyarakat. Keberadaan Hutan Babakan Siliwangi
menjadi salah satu paru-paru kota, sekaligus destinasi wisata bagi
masyarakat. Hutan Babakam Siliwangi memiliki luas 3,8 hektar
yang di dalamnya berisi berbagai macam jenis tumbuhan dan satwa.
Menurut Peraturan Pemerintah Tentang Hutan Kota (2002),
hutan kota memiliki fungsi sebagai daerah resapan air, memperbaiki
dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, menciptakan
keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, dan mendukung
pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Hutan kota
merupakan bagian penting bagi kehidupan bermasyarakat di
Indonesia, termasuk di Bandung.
2. Edafik Tanah
Tanah merupakan suatu benda alam yang terdapat
dipermukaan kulit bumi, yang tersusun atas bahan0bahan mineral
sebagai hasil dari pelapukan batuan, dan bahan-bahan organik
sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan, yang
merupakan medium atau tempat tumbuh bagi tanaman. (Yuliprianto,
2010)
Faktor edafik (tanah) merupakan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
atau faktor-faktor yang bergantung pada keadaan tanah, kandungan
air, serta organisme yang hidup di dalamya. Sifat fisik dan kemia
tanah yang cukup penting adalah: 24 tekstur, struktur, kesuburan,
nutrient, mineral, pH, tempat akar, air, aerasi,materi organik dan
temperatur.
a. Suhu Tanah
Suhu tanah memiliki pengaruh besar pada jalannya
seluruh proses penting yang ada di seluruh bentang alam
(Lehnert, 2014). Suhu tanah terutama dipengaruhi oleh
fraksi volume zat padat, cair dan gas. Oleh karena itu, untuk
penentuan suhu tanah, porosita tanah sangatlah penting (Lu
et al. 2007). Suhu tanah juga dipengaruhi oleh komposisi
fraksi padat - jenis mineral, ukuran konstituen tanah dan
jumlah zat organik.
Faktor lain yang mempengaruhi konduktivitas termal
tanah adalah kandungan garam dalam larutan tanah. Dengan
meningkatnya kandungan garam dalam larutan tanah maka
konduktivitas tanah menurun. Kandungan garam
mengurangi suhu paling banyak di tanah berpasir dan paling
tidak di tanah liat (Noborio dan McInnes 1993). Suhu tanah
dapat bervariasi bergantung kepada keberadaan tanah dan
faktor iklim. Suhu tanah yang rendah dapat mempengaruhi
penyerapan air dari pertumbuhan tumbuhan. Jika suhu tanah
rendah, kecil kemungkinan terjadi transpirasi, dan dapat
mengakibatkan tumbuhan mengalami dehidrasi atau
kekurangan air.
b. pH Tanah
Tanah yang subur memiliki kadar pH yang netral
atau berkisar antara 6,5-7,5. Hal ini berpengaruh pada
ketersediaannya berbagai unsur di dalam tanah. Pada kondisi
tanah dengan pH netral maka tumbuhan akan lebih mudah
menyerap unsur hara dan menjaga keseimbangan
mikroorganisme yang terdapat dalam tanah. Apabila tanah
terlalu asam maka perlu dilakukannya proses pengapuran
agar pH-nya mendekati kondisi normal. Apabila tanah
memiliki kadar pH terlalu basa maka perlu pemberian sulfur
atau belerang yang biasanya terdapat pada pupuk ZA untuk
menetralkan pH-nya. (Farming, 2017).
c. Kelembaban Tanah
Kelembaban tanah adalah air yang mengisi sebagian
atau seluruh pori – pori tanah yang berada di atas water table
(Jamulya dan Suratman, 1993). kelembaban tanah sangat
dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui
permukaan tanah, transpirasi dan perkolasi. Kelembaban
tanah merupakan salah satu variabel kunci pada perubahan
dari air dan energi panas di antara permukaan dan atmosfer
melalui evaporasi dan transpirasi. Dari seluruh air hujan di
daerah tropis, sekitar 75 % persen dari air hujan tersebut
masuk ke dalam tanah dalam bentuk kelembaban tanah, pada
tanah tidak jenuh dan sebagai air tanah pada tanah jenuh atau
tanah berbatu. Komponen tanah yang mempengaruhi
kelembaban tanah permukaan adalah ketersedian air di
dalam tanah tersebut. Ketersediaan air di dalam tanah
tergantung pada kemampuan tanah menahan air, ini juga
akan mempengaruhi kelembaban tanah permukaan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelembaban
tanah permukaan adalah tekstur tanah, struktur tanah,
kandungan bahan organik, dan kedalaman solum tanah.
Kelembaban tanah yang rendah dapat menurunkan
mikroorganisme yang berada di dalam tanah itu sendiri serta
mempengaruhi proses kimiawi dan aktivitas
mikroorganisme dalam merombak unsur hara dalam tanah.
Kelembaban tanah juga mempengaruhi pelapukan tanah
dimana terjadi ketika hidrogen dalam larutan tanah bereaksi
dengan mineral-mineral dalam tanah yang menyebabkan
terlepasnya unsur-unsur hara (Mahmuddin, 2009).
d. Aerasi Tanah
Tingkat aerasi bergantung pada volume dan
kontinuitas pori-pori terisi udara dalam tanah. Hal ini
mempengaruhi kadar O2 maupun CO2 dalam tanah.
Pertukaran gas dalam tanah dengan atmosfer difasilitasi oleh
faktor aliran masa dan difusi. Status aerasi tanah dapat
dicirikan dalam tiga cara yaitu kandungan O2 dan gas lainnya
dalam atmosfer tanah, kecepatan difusi O2, dan potensial
reduksi-oksidasi atau redox (Lukman, 2012).
Jumlah O2 di dalam tanah ditentukan oleh banyaknya pori
berisi udara dan proporsi dari pori tersebut yang terisi O2.
Kedua parameter tersebut saling berhubungan, apabila
jumlah pori berisi udara terbatas, maka banyaknya O2 yang
sedikit dalam ruang tersebut akan cepat dikonsumsi oleh
akar tanaman, dan mikrobia tanah, serta CO2 dilepaskan.
Kandungan O2 akan berkurang berkurang apabila kandungan
CO2 meningkat. Kandungan CO2 dalam udara tanah larut
dalam air tanah membentuk asam karbonat (H2CO3). Asam
ini secara umum berguna, khususnya dalam hubungannya
dengan pH dan kelarutan mineral-mineral tanah.
e. Materi Organik Tanah (MOT)
Materi organik tanah didefenisikan sebagai semua
bahan organik di dalam tanah baik yang telah mati maupun
yang masih hidup, yang dapat terdiri dari sisa tanaman
berupa serasah, biomasa mikroba dan humus. Materi organik
tanah merupakan kombinasi yang terdiri dari berbagai
komponen seperti komponen yang berasal dari binatang dan
tumbuhan. Dengan ditemukannya perbedaan vegetasi
penyusun pada tanah akan menunjukkan perbedaan tingkat
ketersediaan materi organik tanah. Dengan adanya bahan
organik pada tanah diharapkan dapat meningkatkan serapan
hara tanaman dan kehidupan biologi tanah (Zulfadli, 2012).
Semakin luas kanopi yang menutup tanah maka semakin
tinggi eksistensi dan peran cacing tanah terhadap unsur hara
N dan C tanah (Dwiastuti, 2014). Kandungan bahan organik
tanah meningkat dengan meningkatnya dekomposisi sampai
pada level/batas yang ditentukan oleh temperatur. Penelitian
Franszmeir (1985) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
setiap kenaikan rata-rata suhu tanah tahunan 10 °C diikuti
penurunan kandungan bahan organik sekitar 1/3 sampai 1/2,
apabila semua faktor yang lain tetap. Makin hangat
temperatur tanah akan semakin cepat dekomposisi oleh
mikroorganisme dan akan semakin rendah kandungan bahan
organik tanah yang bersangkutan.
H. Alat dan Bahan
a. Alat
Tabel 3.1 Alat yang digunakan dalam penelitian faktor edafik
No. Nama Alat Jumlah
1. Soil Corer 1 unit
2. Soil Tester 1 unit
3. Thermometer 1 unit
4. Meteran gulung 1 unit
5. Sieve 1 unit
6. Kertas saring 18 lembar
7. Pipet 3 unit

b. Bahan
Tabel 3.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian faktor edafik

No. Nama Bahan Jumlah

1. Sampel tanah habitus pohon Secukupnya


2. Sampel tanah habitus herba Secukupnya
3. Aquades 400 ml
4. K2Cr2O7 60 ml
5. H2SO4 120 ml
6. H3PO4 60 ml
7. NaF 1,2 gr
8. Dipheniylamine 8 ml
9. Ferrous Solution 48 ml
10. K3Fe(N)6 0,5% 3 ml
11. KCNS 10% 3 ml
I. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian
deskriptif dimana tidak ada bentuk perlakuan atau manipulasi
terhadap objek penelitian. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain kemudian
memaparkan hasilnya secara lugas dan apa adanya menggambarkan
suatu keadaan pada objek penelitian (Arikunto, 2000).
b. Waktu Pelaksanaan
Hari, tanggal : Kamis, 8 Maret 2018
Waktu : 10.00 – 13.30 WIB
Tempat : Hutan Babakan Siliwangi, Jalan Taman Sari No. 73.
Coblong, Kota Bandung.
c. Metode dan Teknik Sampling
1. Teknik Sampling
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
tanah pada daerah yang memiliki vegetasi habitus pohon dan
daerah yang memiliki vegetasi habitus herba. Teknik
sampling yang digunakan yaitu Stratified Random Sampling,
dimana kedua area vegetasi merupakan dua area yang
heterogen.

2. Penentuan Titik Sampling Tanah dengan Vegetasi Habitus


Pohon
Area 1 merupakan area dengan tanah bervegetasi
habitus pohon. Luas area sampling yang kami tentukan
adalah 10 x 10 m. Kemudian area sampling tadi dibagi ke
dalam 16 kuadran dengan luas masing-masing kuadran 2,5 x
2,5 m. Tiga titik sampling yang diambil dipilih secara
random melalui pengundian.
Gambar 2.1 Penentuan Titik Sampling Tanah dengan
Vegetasi Habitus Pohon (Ket: Luas area 100 m2, Jumlah
Kuadran 3 titik dengan luas masing-masing kuadran 2,5 x
2,5 m).

Gambar 2.2 Area Sampling Tanah dengan Vegetasi


Habitus Pohon. (Dokumentasi Kelompok, 2018).
Gambar 2.3 Titik Sampling Tanah dengan Vegetasi
Habitus Pohon. (Dokumentasi Kelompok, 2018).

3. Penentuan Titik Sampling Tanah dengan Vegetasi Habitus


Herba
Area 2 merupakan area dengan tanah dengan
vegetasi habitus herba. Luas area sampling yang kami
tentukan adalah 5 x 5 m. Kemudian area sampling telah
dibagi ke dalam 16 kuadran dengan luas masing-masing
kuadran 1,25 x 1,25 m. Tiga titik sampling yang diambil
dipilih secara random melalui pengundian.

Gambar 2.4 Penentuan Titik Sampling Tanah dengan


Vegetasi Habitus Herba (Ket: Luas area 25 m 2, Jumlah
Kuadran 3 titik dengan luas masing-masing kuadran 1,25 x
1,25 m).
Gambar 2.5 Area Sampling Tanah dengan Vegetasi
Habitus Herba. (Dokumentasi Kelompok, 2018).

Gambar 2.6 Titik Sampling Tanah dengan Vegetasi


Habitus Herba. (Dokumentasi Kelompok, 2018).

J. Langkah Kerja
a. Pengukuran Faktor Abiotik Fisik
1. pH Tanah
Ditentukan titik lokasi
Ditentukan kuadran pengambilan sampel,
dari setiap stasiun yang kemudian soil tester
diamati ditancapkan pada
tanah

Hasil dari pengamatan


Pergerakan jarum
dicatat dan
diamati
didokumentasikan.

Diagram 1 Langkah Kerja Pengukuran pH Tanah

2. Kelembaban Tanah

Ditentukan titik lokasi


Ditentukan kuadran pengambilan sampel,
dari setiap stasiun yang kemudian soil tester
diamati ditancapkan pada
tanah

Tombol putih ditekan


Hasil dari pengamatan
lalu pergerakan jarum
dicatat dan
diamati setelah
didokumentasikan.
beberapa saat

Diagram 2 Langkah Kerja Pengukuran Kelembaban Tanah


3. Temperatur Tanah
Ditentukan titik lokasi
Ditentukan kuadran dari pengambilan sampel,
setiap stasiun yang kemudian soil
diamati termometer ditancapkan
pada tanah

Hasil dari pengamatan


Diamati peregerakan air
dicatat dan
raksa dalam temperatur
didokumentasikan.

Diagram 3 Langkah Kerja Pengukuran Temperatur Tanah

4. Kadar Aerasi Tanah


Ditentukan titik lokasi
pengambilan sampel,
Ditentukan kuadran dari
kemudian ambil sampel
setiap stasiun yang
tanah dari kedalaman
diamati
10, 20, dan 30 cm
dengan soil corer

Kertas saring ditetesi HCl Tanah dari setiap


2 tetes lalu ditutup kedalaman diletakkan di
dengan bagian lipatan atas kertas saring yang
kertas saring sudah dilipat dua

KCN diteteskan pada


Hasil dari perubahan
satu sisi kertas saring
warna dicatat dan
dan K3Fe(N)6 pada sisi
didokumentasikan.
lainnya

Diagram 4 Langkah Kerja Pengukuran Kadar Aerasi


Tanah

b. Pengukuran Faktor Abiotik Kimiawi


1. Pengukuran MOT (Materi Organik Tanah)

Tanah dengan kedalaman 30


cm diambil dengan soil corere
kemudian dikeringkan dan Tanah paling halus diambil dan
dipisahkan berdasarkan ditimbang sebanyak 0,05 gr
ukuran partikelnya dengan
sieve

Setelah itu tambahkan Tanah dimasukkan ke dalam


aquades sampai volumenya tabung Erlenmeyer,
200 ml, lalu tambahkan 5 ml ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 dan
H3PO4 , 1,2 gr NaF, diaduk 10 ml H2SO4 lalu diaduk selama
kembali dan tambahkan 2 1 menit dan didiamkan selama
tetes indikator diphenylamine 30 menit

Larutan diambil sebanyak 50


ml ke dalam tabung
Erlenmeyer, kemudian Hasil penghitungan dicatat
dititrasi dengan kemudian diolah dan
Ferroamonium sulfat, dihitung diinterpretasikan mengenai
berapa tetes Ferroamonium maksud dari hasil
sulfat yang dipakai sampai penghitungan tersebut.
larutan berubah menjadi
berwarna hijau

Diagram 5 Langkah Kerja Pengukuran MOT (Materi


Organik Tanah).
K. Hasil Pengamatan
Habitus
No Parameter Kuadran
Pohon Herba
1 21 C 22 C
Suhu (C) 2 21 C 22 C
1
3 21 C 22 C
Rata-rata 21 C 22 C
1 24% 20%
Kelembaban (%) 2 24% 24%
2
3 20% 20%
Rata-rata 22,67% 21,33%
1 6,4 6,5
pH 2 6,4 6,4
3
3 6,6 6,5
Rata-rata 6,47 6,47
4 MOT 10,68% 10,61%

Hasil Uji Signifikansi Kolmogorov-Smirnov pada Daerah Habitus Pohon

Nilai Signifikansi
Daerah
Suhu pH Kelembaban MOT
Habitus
- 0.766 0.766 -
Pohon
Keterangan: signifikansi > 0.05 data terdistribusi normal

Hasil Uji Signifikansi Kolmogorov-Smirnov pada Daerah Habitus Herba

Nilai Signifikansi
Daerah
Suhu pH Kelembaban MOT
Habitus
- 0.766 0.766 -
Herba
Keterangan: signifikansi > 0.05 data terdistribusi normal

Hasil Signifikansi Perbedaan Beberapa Faktor Edafik pada Daerah Habitus Pohon
dengan Daerah Habitus Herba Menggunakan Uji t

Nilai Signifikansi
MOT
Daerah
Suhu pH Kelembaban (Materi Organik
Terlarut)
Habitus
Pohondan
- 1.000 0.519 -
Habitus
Herba
Keterangan:
- < 0.05 artinya terdapat perbedaan secara signifikan
- > 0.05 artinya tidak terdapat perbedaan secara signifikan

L. Pembahasan
Setiap tanah memiliki bahan organik yang mempunyai peranan yang
penting dalam kehidupan dan kesuburan tanah, peranan bahan organik
tersebut antara lain : berperan dalam pelapukan dan proses dekomposisi
mineral tanah, sumber hara tanaman, pembentukan struktur tanah stabil dan
pengaruh langsung pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman di
bawah kondisi tertentu.(Ade, 2011).
Faktor-faktor pembentuk tanah dalam mempengaruhi jenis dan
karakteristik tanah yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan. Kelima
faktor tersebut antara lain : iklim, organisme, bahan induk batuan, topografi,
dan waktu. (Pandu, 2016).
Berdasarkan hasil Uji Independent Test pada aplikasi SPSS di kedua
tempat yaitu daerah habitus pohon dan herba menunjukkan bahwa nilai
signifikansi Lavene’s Test pada suhu, kelembaban dan pH kedua tempat
tersebut menunjukkan angka > 0,05 artinya tidak adanya perbedaan yang
signifikan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor pengambilan tanah pada
kedua tempat tersebut tidak jauh berbeda, kemudian rona lingkungan dari
kedua tempat tersebut hampir mirip yang dilingkupi oleh pohon kanopi
yang sangat rimbun, sehingga suhu, kelembaban dan pH dari kedua tempat
tersebut relatif sama.
Kemudian dapat dilihat dari kelembaban dan suhu pada kedua
daerah tersebut memiliki rentang 21,33% - 22,67% dan memiliki nilai pH
yang berada pada angka 6,47 dimana mengindikasikan bahwa tanah bersifat
asam. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas ekosistem pada kedua lokasi ini
sudah baik.
Dari hasil kadar aerasi tanah pada kedua tempat tersebut memiliki
kecenderungan oksigen yang mencukupi, sehingga ketika ditetesi KCNS
dan K3Fe(CN)6 pada setiap habitus memberikan warna merah yang
menunjukkan kadar oksigen pada tanah tersebut dapat mencukupi. Indikator
munculnya warna merah pada kertas saring dikarenakan banyaknya jumlah
ion positif pada (Fe3+) menyebabkan terjadi ikatan dengan oksigen dan
membentuk H2O.
Kemudian dapat kita lihat bahwa bahan organik tanah memiliki
peran yang sangat penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk
mendukung tumbuhan, sehingga jika kadar bahan organik menurun maka
kemampuan tanah untuk tumbuhan akan menurun. Tanah yang baik
memiliki bahan organik yang tinggi, yaitu sekitar 5% (Suriadi dkk, 2005).
Berdasarkan pengamatan yang telah kita lakukan material organik tanah
(MOT) pada habitus pohon memiliki jumlah presentase 10,68% dan habitus
herba memiliki jumlah presentase 10,61%. Hal ini menunjukkan bahan
organik yang terkandung memiliki nilai yang cukup tinggi.
Pada kedalaman 30 cm, tanah yang diambil adalah lapisan bagian
atas permukaan tanah dimana akumulasi bahan organik akan terkonsentrasi
pada lapisan atas. Kemudian pada lapisan permukaan ini banyak mikroba
yang hidup, sehingga mikroba tersebut dapat menyuburkan tanah dan
membantu penyerapan unsur hara yang terkandung di dalam tanah.
Begitupun tanah yang diambil pada kedua habitus ini dapat meningkatkan
produktifitas pertanian, sehingga tanah pada kedua habitus memiliki nilai
tinggi dalam proses pertukaran pada kationnya. (Suriadi dkk, 2005).

M. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan
bahwasanya kondisi tanah pada habitus pohon dan habitus herba di Hutan
Babakan Siliwangi memiliki kondisi tanah yang relatif sama.

DAFTAR PUSTAKA

Ade. 2011. Faktor-faktor Edafik Tanah pada Tanaman Calliandra sp. [Skripsi].

Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi


Revisi 2010). Jakarta: Rineka Cipta.
Dwiastuti,Sri. 2014 Model Optimal Penggunaan Lahan Berdasar Atas Konsentrasi
Pelepasan CO2 dalam Tanah Menuju Pertanian Berwawasan Lingkungan.
Farming, 2017. Ciri-ciri Tanah subuh yang baik digunakan untuk pertanian.
[Online]. Diakses : https://farming.id/ciri-ciri-tanah-subur-yang-baik-
digunakan-untuk-pertanian/. 19 Maret 2018.
Jamulya dan Woro, Suratman .1993. Pengantar Ilmu Tanah. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada.
Lukman. Djafarudin. 2012. Aerasi Tanah. [Online]. Tersedia di:
http://www.zonageograp.blogspot.com/2011/12/aerasi-tanah.html?m=1
[26 Maret 2016]
Lu, S., Ren, T., Gong, Y., Horton, R. 2007: An improved model for predicting soil
thermal conductivity from water content at room temperature. Soil
Science Society of America Journal 71 (1), 8-14.
Mahmuddin. 2009. Produktivitas Ekosistem Hutan Hujan Tropis. [Online].
Tersedia di:
http://www.mahmuddin.wordpress.com/2009/09/009/produktivitas-
ekosistem-hutan-hujan-tropis/. Diakses pada 26 Maret 2016.

Noborio, K., McInnes, K. J. 1993: Thermal conductivity of salt-affected soils. Soil


Science Society of America Journal 57 (2), 329-334.

Pandu. 2016. Faktor-faktor Pembentukan Tanah. [Online].

Tersedia di http://www.ebiologi.net/2016/02/5-faktor-pembentuk-
tanah.html. Diakses pada 19 Maret 2018.

Suriadi dkk. 2005. Laporan Praktikum Bahan Organik Tanah. [Online].

Tersedia di https://www.scribd.com/document/322178253/laporan-
praktikum-bahan-organik-tanah. Diakses pada 19 Maret 2018.

Yuli Priyanto, Hieronymus. 2010. Pengaruh Frekuensi Turning Terhadap Unsur


Hara Selama Pengomposan Sampah Daun Percobaan Skala Lapangan.
Jurnal : Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Zulfadli., Muyassir, dan Fikrinda. 2012. Sifat Tanah Terkompaksi Akibat
Pemberian Cacing Tanah Dan Bahan Organik. jurnal. Dinas Kehutanan
dan Perkebunan.

Anda mungkin juga menyukai