BASAH
GAMBUT)
Disusun Oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala
lupa penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
materinya.
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Banjarbaru, 2022
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
A. Kesimpulan 13
B. Saran 14
Daftar Pustaka 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan gambut dunia mencakup total luas 420 juta Ha dan yang termasuk
gambut tropika mencapai 30-45 juta Ha. Di Indonesia sebaran gambut tropika
mencapai luas sekitar 14,9 juta Ha (Agus dan Subiksa, 2009 dalam Putri, 2017).
Dengan Luas pulau Kalimantan seluas 4.778.004 Ha atau 32,06% dan papua
seluas 3.690.921 Ha atau 24,76 %, serta Pulau Sumatera 6.436.649 Ha atau 43,
material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang
tinggal di area gambut (Fahmudin et al, 2016). Pemanfaatan lahan gambut oleh
dikelola dan dibudidayakan dengan baik dan bijak lahan gambut dapat
memberikan hasil tanaman yang baik bahkan dapat mencapai produktivitas yang
tidak kalah dengan tanah mineral. Seperti pemanfaatan lahan gambut di Pulau
1
Kalimantan, yang telah memanfaatkan lahan gambut untuk komoditas
degradasi kesuburan tanah, sifat fisika dan biologi tanah (Maftuah et al.2011)
B. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
kondisi asam, dan kondisi anaerobic lahan basah. Gambut terdiri dari bahan
organic yang sebagian terurai secara bebas dengan kmposisi lebih besar dari
50% karbon. Gambut terdiri dari lumut Sphagnum, batang dan akar rumput-
rumputan sisa-sisa hewan, sisa-sisa tanaman, buah dan serbuk sari. Tidak seperti
ekosistem lainnya, tanaman/hewan yang mati dilahan gambut tetap berada dalam
tahun. Ini terjadi karena kondisi air yang selalu mengenang, dimana terjadi
hal ini memerlukan waktu sekitar 10 tahun untuk membentuk 1cm gambut.
Tanah gambut mempunyai sifat beragam karena perbedaan bahan asal, proses
di daerah rawa, danau maupun cekungan yang didukung oleh curah hujan yang
intensif diikuti dengan penurunan aktivitas jasad renik perombak bahan organik
(Rieley et al. 1996). Gambut yang terbentuk di daerah rawa belakang sungai
terisi oleh limpasan air sungai yang membawa bahan erosi dari hulunya,
3
sehingga timbunan gambut bercampur dengan bahan mineral disebut gambut
pembentukan biomassa dengan dukungan nutrisi terlarut, air, udara, dan radiasi
matahari. Proses translokasi merupakan pemindahan bahan oleh gerakan air dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan oleh gerakan angin
(udara) akibat perbedaan tekanan. Akibat proses pembentukan biomasa dari sisa
Rieley dan Setiadi 1997). Page et al. (2002) dengan menggunakan teknik radio
10,0 m. Gambut dengan kedalaman 0,5-1,0 m berumur 140 tahun dan gambut
Kalimantan Barat yang terletak di dasar kubah diperkirakan sekitar 4.300 tahun
Tengah yang berada pada kedalaman 1,0 m sekitar 6.230 tahun, dan yang
4
Gambut mempunyai karakteristik yang unik dan memiliki multifungsi
seperti pengatur tata air, pengendali banjir, sebagai habitat (tempat hidup) aneka
ragam jenis makhluk hidup dan sebagai gudang penyimpan karbon, sehingga
pembentukannya.
Survey Staff 2010), berkaitan dengan sifat kimia, fisika, dan biologi.
KTK, kadar abu, asam organik, dan pirit, dan jenis stratum yang berada di
bawah lapisan gambut. Sifat fisik meliputi daya simpan air, laju subsidensi,
porositas tanah, dan berat isi. Jenis dan populasi mikroorganisme merupakan
5
dengan ketebalan 100 cm, mempunyai potensi cadangan karbon sebanyak 400-
Lahan gambut dipengaruhi oleh faktir alam dan lokasi dimana tanah tersebut
berada. Di Indonesia sendiri, tanah gambut bisa dibagi menjadi 4 jenis lahan
50cm sampai dengan 100cm. tanah yang masih dangkal terbentuk dalam
Lahan gambut sedang memiliki ketebalan tanah mulai dari 100 hingga
200cm. Pada tingkat ini, tanah gambut terbentuk dalam waktu mulai dari
Lahan gambut dakam memiliki ketebalan tanah mulai dari 200 hingga
dari 10 tahun
6
Lahan gambut sangat dalam memiliki ketebalan tanah lebih dari 300cm.
Tanah gambut yang sangat dalam bisa terbentuk dalam waktu yang
anaerob sehingga air mutlak harus selalu ada. Di bawah kondisi iklim tropika
basah yang panas dan lembab namun dengan evaporasi yang cukup tinggi
tumpukan bahan organik sedikit demi sedikit yang akhirnya menjadi tebal,
cekungan tersebut terjadi di atas formasi batuan atau lapisan sedimen yang
diendapkan pada berbagai masa geologi yang lalu. Perubahan relief di atas
lapisan sedimen ini sejalan dengan masa regresi pemunduran (retreat) laut
terhadap daratan atau naiknya permukaan daratan dan turunnya permukaan laut.
mengikuti pola landform. Oleh karena itu, dalam klasifikasi landform yang
7
yang terdiri atas Subgrup Gambut Topogen (topogenous peat) dan Gambut
landform yang terbentuk karena bentuk topografi daerah yang cekung sehingga
air yang menggenang tidak mudah hilang dan terbentuk rawa-rawa yang relatif
dalam.
Secara garis besar, penyebaran tanah gambut di Indonesia cukup luas dan
sudah mulai dikenal sejak tahun 1865. Para peneliti dari negeri Belanda dalam
Sumatera terdapat tanah gambut sekitar 1/5 bagian dari luas pulau ini, terutama
Driessen, 1976). Peta sebaran lahan gambut di Indonesia yang paling mutakhir
secara spasial digambarkan dalam bentuk Altas Peta Lahan Gambut Indonesia,
dan Papua adalah 14,9 juta ha. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan
8
E. Pemanfaatan Lahan Gambut
tetapi juga sekaligus sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian
petani. Sebagai media tumbuh, lahan ini telah ratusan tahun dimanfaatkan petani
dan Yuliani 2009, Masganti 2013). Lahan gambut mempunyai berbagai kendala
dan efektif. Salah satu strategi yang diperlukan adalah pemilihan komoditas.
Tidak semua komoditas dapat berkembang baik di lahan gambut dangkal. Secara
menjadi tiga kelompok, yakni (1) tanaman pangan/ palawija, (2) tanaman
seperti padi, jagung, kedelai, jeruk, sayuran, kelapa, karet dan kelapa sawit.
lebih tinggi daripada tanaman pangan, tetapi memerlukan teknik budidaya yang
perakaran yang lebih luas dan dalam. Ketebalan gambut dangkal terbatas,
9
sehingga sangat berbahaya jika perakaran tanaman tahunan menyentuh tanah
lapisan bawah yang mengandung senyawa bersifat toksik. Demikian juga jika
substratum gambut berupa pasir kuarsa yang miskin hara, sehingga perlu input
hara dan pupuk organik yang lebih banyak. Selain itu tanah berpasir mempunyai
daya simpan airn yang rendah, sehingga tidak hanya memerlukan input air yang
lebih banyak, tetapi risiko tanaman mengalami kekeringan atau layu lebih besar.
Oleh karena itu pemanfaatan lahan gambut dangkal hanya untuk budidaya
1. Tanaman Pangan
karena (1) secara tradisional petani telah menguasai teknik budidayanya, (2)
menyerap tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung. Salah satu
10
perakaran tanaman berkembang dengan baik, dan tidak menyebabkan
genangan (kecuali untuk tanaman padi yang pada fase tertentu memerlukan
perkebunan kelapa sawit dan kelapa yang belum menghasilkan dan tanaman
tua atau tanaman yang sudah rusak . Selain ketiga komoditas diatas, ubikayu
intensif, sehingga petani mempunyai waktu luang yang lebih banyak untuk
kegiatan lainnya
2. Tanaman Holtikultura
(1) sistem perakaran yang lebih dangkal, sehingga memerlukan air yang
konsumen setiap hari, dan (3) beberapa jenis hortikultura sayuran dapat
11
dipanen dalam waktu yang lebih singkat. Keberhasilan budidaya tanaman
(Masganti dan Yuliani 2009). Kawasan lain yang juga menjadi sentra
Contoh lainnya tanaman lidah buaya dikembangkan secara baik oleh etnik
kegagalan.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
bahan pangan. Pemanfaatan lahan gambut yang lebih masif untuk memasok
bahan pangan dipicu oleh (1) laju alih fungsi lahan pertanian, (2) pertambahan
35,17% dari total luas lahan gambut Indonesia, tersebar di Pulau Papua
pangan seperti padi, jagung, dan kedelai, tanaman hortikultura seperti nenas,
pisang, pepaya, dan melon, dan tanaman hortikultura sayuran seperti tomat,
pare, mentimun, cabai, kangkung, dan bayam. Kontribusi lahan gambut tipis
13
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Masganti. 2003a. Kajian Upaya Meningkatkan Daya Penyediaan Fosfat dalam Gambut
Masganti dan N. Yuliani. 2009. Arah dan strategi pemanfaatan lahan gambut di Kota
Rina, Y. dan Noorginayuwati. 2007. Persepsi petani tentang lahan gambut dan
15