Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kita kepada Allah SWT karena
atas Kuasa dan Limpahan Rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dan kami sajikan guna memenuhi tugas mata kuliah Karakteristik Dan Dinamika
Lahan Basah dan Gambut. Juga kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang baik secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu terselesaikan
nya makalah ini. Serta tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada ibu dosen
pengampu Dr. Rossie Wiedya Nusantara, SP, M.Si yang telah membantu dan
mengarahkan dalam penyusunan makalah ini.
Kelompok I
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 2 Latar Belakang
Lahan gambut merupakan salah satu tipe lahan basah yang unik.
Sayangnya walaupun memiliki potensi besar dalam mendukung kehidupan
manusia dan kestabilan iklim global, lahan gambut seringkali dianggap dan
diposisikan sebagai lahan marjinal dan kurang berguna, karena miskin akan unsur
hara. Penilaian tersebut tidak sepenuhnya benar, karena para ahli dapat
menunjukkan bahwa gambut juga ternyata memiliki fungsi dan manfaat lain yang
nilainya dalam jangka panjang memiliki keuntungan yang diperoleh dari kegiatan
pertanian. Bahkan, gambut juga sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
pertanian jika saja dilaksanakan dengan prinsip-prinsip ekologi yang benar serta
sejalan dengan karakteristik gambut itu sendiri.
Lahan gambut juga lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik
(C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun
tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna
karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan
gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah
cekungan yang drainasenya buruk.
2
Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tropika terbesar di
dunia. Walaupun tidak seluruh lahan ini bisa dikembangkan, tetapi diperkirakan
masih mungkin untuk dimanfaatkan seluas 5,6 juta ha. Hutan rawa gambut tropika
merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaannya di
Indonesia karena mendapat tekanan dari berbagai aktivitas manusia.
1. 2 Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu :
1. Pengertian lahan gambut
2. Proses pembentukan lahan gambut
1. 2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian lahan gambut, terutama di Indonesia.
2. Mengetahui serta memahami proses secara detail pembentukan lahan
gambut.
BAB II
3
PEMBAHASAN
Gambut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanah yang lunak
dan basah terdiri atas lumut dan bahan tanaman lain yang membusuk (biasanya
terbentuk di daerah rawa atau danau yang dangkal). Tanah ini merupakan tanah
yang mudah terbakar, menghasilkan lebih banyak asap dan emisi karbon
dibandingkan dengan jenis tanah yang lain. Lahan gambut yang telah mengering
akan mengalami pelepasan senyawa oksidasi FeS (pirit) yang bersifat racun.
4
Lahan Gambut termasuk kawasan yang unsur pembentuk tanahnya
sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu lama
(sumber: Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang : Pengelolaan Kawasan
Lindung). Sebagai catatan tambahan, lahan gambut memiliki kemampuan
menyimpan karbon (carbon stock) yang lebih tinggi daripada lahan mineral
karena karakteristik morfologi tanahnya. Kandungan karbon di bawah permukaan
lahan gambut dapat mencapai sebesar antara 300-6.000 ton C per hektar. Semakin
dalam gambut, semakin tinggi juga jumlah karbon yang dapat disimpan. Lahan
gambut di Sumatera dan Kalimantan cenderung lebih dalam dibandingkan dengan
di Papua, (BAPPENAS, 2010).
5
Pembentukan gambut tropika, dapat dipahami sebagai hasil proses
transformasi dan translokasi. Proses transformasi yaitu proses pembentukan
biomassa dengan dukungan nutrisi terlarut, air, udara, dan radiasi matahari. Proses
translokasi yaitu pemindahan bahan oleh gerakan air dari tempat yang lebih tinggi
ke tempat yang lebih rendah dan gerakan angin (udara) yang disebabkan oleh
adanya perbedaan tekanan. Akibat proses pembentukan biomassa dari sisa
tumbuhan setempat lebih cepat dibandingkan dengan proses penguraian, maka
terbentuklah lapisan bahan organik yang semakin tebal yang disebut tanah
gambut. Pembentukan gambut pada dasarnya akibat terjadinya kondisi tumpat
(jenuh) air yang disebut paludifikasi. Laju pembentukan tanah gambut sangat
lambat dan berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya yang dipengaruhi
oleh banyak faktor utamanya lingkungan setempat meliputi, yaitu :
Proses pembentukan di atas boleh jadi tidak jauh berbeda antara daerah
tropika dengan beriklim sedang (temperate). Namun dari sisi bahan atau
tumbuhan penyusun gambutnya sangat berbeda. Penyusun gambut tropika terdiri
atas tumbuhan berkayu atau pohon yang kaya kandungan selulosa dan lignin,
sedangkan gambut beriklim sedang terdiri atas tanaman air (sphagnum) yang
6
kandungan selulosa dan ligninnya rendah. Kedua, regenerasi gambut tropika lebih
lambat dibandingkan pertumbuhan gambut beriklim sedang. Oleh karena itu,
gambut beriklim sedang cocok dipanen dan digunakan untuk bahan bakar
(energi), sebaliknya gambut tropika karena kadar kayunya tinggi menjadi kendala
dalam proses pengekstrakan untuk menjadi bahan bakar (biofuel). Pemanenan
gambut untuk penyediaan bahan bakar non minyak pernah direncanakan dalam
rangka mengatasi dan memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa pada tahun
1980-an dan kelangkaan bahan bakar minyak dan gas alam pada tahun 1990-an
(Euroconsult, 1984; Noor, 2010).
Proses pengisian bahan mineral atau gambut pada ekosistem rawa sebagai
tahap awal dalam pembentukan tanah gambut dimulai sejak ribuan tahun silam.
Pengisian rawa ini tidak lepas dari pengaruh perubahan iklim global yang terjadi
pada era Pleistosen. Peningkatan suhu akibat perubahan iklim global ini
mengakibatkan sebagian lapisan es di daerah kutub mencair sehingga secara
perlahan menaikkan muka air laut. Selama masa glasial Wurm pada akhir periode
Pleistosen terjadi peningkatan muka air laut antara 3-4 m per seribu tahun
(Blackwelder et al., 1979). Penelitian carbon dating di selat Malaka menunjukkan
bahwa pada periode Holosen sekitar 7.000 tahun lalu, muka air laut meningkat
sampai 20 m selama kurun waktu 4.000 tahun, dan menurun pada 3.000 tahun
yang lalu hingga mencapai kondisi saat ini. Menurut Karama dan Suriadikarta
(1998) tinggi muka air laut pada periode Pleistosen ditaksir berada sekitar 60 m di
bawah muka air laut sekarang. Puncak terjadinya peningkatan muka air laut,
khususnya di lingkungan dataran Asia (sundaland) ditaksir pada 5.500 tahun
silam dengan membentuk garis pantai. Seiring dengan penurunan kembali muka
7
air laut, terjadi pembentukan gambut yang diperkirakan sekitar 6.000 tahun silam.
Gambut Indonesia terbentuk antara 6.800-4.200 tahun silam (Andriesse, 1974).
Gambar 1. menunjukkan proses pembentukan dataran pantai pada sekitar 5.500
tahun silam dan pergeseran (transgesi) garis pantai dan pengisian rawa pada
situasi sekarang.
Penurunan muka air laut atau pergeseran garis pantai yang mengarah lebih
ke laut mendorong terbentuknya daerah-daerah rawa yang mempunyai cekungan
atau danau dan secara berkala mengalami pengisian. Menurut Andriesse (1988)
berdasarkan lingkungan fisik rawa, tanah gambut tropika dibedakan antara :
1) Gambut delta
2) Gambut dataran
3) Gambut lagun-dekat pantai
4) Gambut lebak (small inland valey)
5) Gambut yang terisolasi antara dua bukit, dan
6) Gambut pantai (salin).
Gambar 1. Sketsa terbentuknya dataran pantai pada masa 5.500 silam (atas) dan
pergeseran garis pantai serta pengisian rawa/gambut (bawah)
8
Sumber: van de Meene (1982)
9
pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir
besar, terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut.
Tanaman tertentu masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil
pelapukannya membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan memberntuk
kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung (Gambar 2c). Gambut yang
tumbuh di atas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen, yang
pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen lebih rendah
kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada
pengkayaan mineral.
Laju pembentukan lapisan gambut ini sangat lambat dan berbeda antara
satu tempat dengan tempat lainnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor,
utamanya lingkungan setempat. Perubahan lingkungan setempat umumnya yang
sudah berbeda dari sebelumnya misalnya kerapatan hutan dan jenis vegetasi hutan
yang tumbuh di atasnya mengakibatkan pertumbuhan/pembentukan gambut
terhenti. Menurut Lucas (1982) dan Andriesse (1988) laju pembentukan gambut
tidak lebih dari 3 mm per tahun pada kondisi hutan primer. Laju pembentukan
gambut Barambai, di Kalimantan Selatan hanya 0,05 mm per tahun, sedangkan di
Pontianak, Kalimantan Barat berkisar 0,13 mm per tahun (Neuzil, 1997).
10
topogen (b); pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen (c)
(Driessen dan Dudal, 1989).
BAB III
11
KESIMPULAN
Adapun yang dapat disimpulkan dari sub bab-bab di atas adalah sebagai berikut :
12
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan
Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF), Bogor, Indonesia
Agus, F., K. Hairiah, and A. Mulyani. 2011. Measuring Carbon Stock in Peat Soil:
Practical Guidelines. World Agroforestry Centre-ICRAF SEA Regional
Office and Indonesian Cent.for Agric. Land Resourc. Res. and Dev., Bogor,
Indonesia. 60 P.
Agus, F, I.E. Henson, B.H. Sahardjo, N. Harris, M. van Noordwijk, and T.J.
Killeen. 2013a. Review of emission factors for assessment of CO2 emission
from land use change to oil palm in Southeast Asia. Roundtable on
Sustainable Palm Oil, Kuala Lumpur, Malaysia.
Agus, F., P. Gunarso, B.H. Sahardjo, N. Harris, M. van Noordwijk, and T.J.
Killeen. 2013b. Historical CO2 emissions from land use and land cover
change from the oil palm industry in Indonesia, Malaysia and Papua New
Guinea. Roundtable on Sustainable Palm Oil, Kuala Lumpur, Malaysia.
13
Agus, F. 2009. Cadangan karbon, emisi gas rumah kaca dan konservasi lahan
gambut. Prosiding Seminar Dies Natalis Universitas Brawidjaya ke 46, 31
Januari 2009, Malang.
https://jurnalbumi.com/lahan-gambut/
[http://www.worldagroforestry.org/downloads/publications/PDFs/B16019.PDF]
14