Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum Perekatan Kayu

“ Uji Kenampakan dan Keasaman Perekat “


&
Uji Kadar Padatan Perekat ( Solid Content ) dan Waktu Gelatinasi

Oleh :

Ahmad Syawali Arya Wahyuddin – G101116300/2016

Diana Rupmana – G1011161175/2016

Endah Intan Permatasari – G1011161210/2016

Muhammad Nur Sidik - G1011161174/2016

Palguna Wiranata - G1011161078/2016


Ulvatur Rochmawati Nauli – G1011161066/2016

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga laporan praktikum perekatan kayu yang berjudul “ Uji Kenampakan
dan Keasaman Perekat & Uji Kadar Padatan Perekat ( Solid Content ) dan Waktu
Gelatinasi” dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Laporan praktikum perekatan
kayu ini kami tulis untuk memenuhi tugas praktikum perekatan kayu. Adapun maksud dan
tujuan dari penulisan laporan perekatan kayu ini, untuk mengembangkan dan meningkatkan
ilmu pengetahuan tentang materi yang sedang penulis pelajari.
Dalam penyusunan laporan perekatan kayu ini, penulis mendapat banyak bantuan,
masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini, tak lupa penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Thamrin Usman, DEA selaku Rektor Universitas Tanjungpura.

2. Dr. Ir.H. Gusti Hardiansyah, M.Sc, QAM selaku Dekan Fakultas Kehutanan
Universitas Tanjungpura.

3. Ir. H. Erianto. MP selaku Wakil Dekan III Fakultas Fahutan Universitas Tanjungpura
yang senantiasa memberikan support kepada kami.

4. Yeni selaku Dosen Pembimbing dalam praktikum perekatan kayu

5. Bery Hidayat selaku asisten dosen pada praktikum perekatan kayu.

6. Orang tua penulis yang senantiasa memberikan doa dan restunya.

7. Rekan rekan yang membantu memberikan kritik yang bersifat membangun.

Penulis sadar bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun guna memberikan manfaat demi kesempurnaan laporan
praktikum ini.

Pontianak,30 Oktober 2018


Penulis

DAFTAR ISI

ii
COVER…………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………….
DAFTAR ISI………………………
DAFTAR GAMBAR……………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………
a. Latar Belakang……………………………………………….
b. Tujuan Praktikum……………………………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….....
BAB III METODE PRAKTIKUM……………………………………
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………

BAB V PENUTUP…………………………………………………...
a. Kesimpulan……………………………………………………
b. Saran…………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………...
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

FOTO UJI KENAMPAKAN PEREKAT


FOTO UJI KEASAMAN PEREKAT
UJI KADAR PADATAN PEREKAT ( SOLID CONTENT )
UJI WAKTU GELATINASI

BAB I
PENDAHULUAN

iv
1.1 Latar Belakang
Kayu merupakan hasil hutan yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai
dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak dapat ditiru oleh
bahan-bahan lain. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian,
memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu. Sifat-sifat ini penting sekali dalam
industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan sifat tersebut tidak saja dapat dipilih
jenis kayu yang tepat serta jenis penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat
dipilih kemungkinan penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan
terlalu mahal atau sulit didapat secara berkesinambungan. Kayu merupakan biomaterial
yang komponen utamanya adalah lignoselulosa. Terdapat bahan yang disebut sebagai zat
ekstraktif pada kayu karena dapat diekstrak dengan bantuan pelarut baik polar maupun
nonpolar tanpa merusak struktur selulosa/lignin dalam kayu (Fengel dan Wegener, 1995).
Beberapa macam zat ekstraktif dalam kayu adalah tannin, polifenol, bahan pewarna,
minyak atsiri, lemak, resin, wax, gum, dan pati. Kandungan zat ekstraktif dalam kayu
mulai kurang dari 1% hingga lebih dari 30%, tergantung pada beberapa faktor yaitu
kondisi pertumbuhan pohon dan musim pada saat pohon dibalak (Donegan et al., 2007).
Beberapa dekade terakhir ini terjadinya degradasi hutan dan deforestasi
mengakibatkan penurunan pasokan kayu solid yang berkualitas dari hutan. Sehingga
perlu ada teknologi pemanfaatan kayu dimensi kecil sebagai bahan kayu konstruksi. Salah
satu teknologi yang bisa digunakan adalah kayu laminasi. Balok laminasi (glued
laminated wood) merupakan suatu balok atau tiang yang dibuat dari beberapa lapisan
kayu dengan tebal masing-masing lapisan biasanya antara 2,5-5 cm direkat satu dengan
yang lainnya sehingga semua lapisan mempunyai arah serat sama dengan sumbu
memanjang ( Brown, 2001).
Perekatan didefinisikan sebagai keadaan dimana permukaan disatukan oleh gaya
antar permukaan yang terdiri dari gaya valensi (aksi saling kunci). Perekat berfungsi
sebagai penggabung antar dua substrat yang direkat, kekuatan perekatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti sifat perekatnya sendiri dan kompatibilitas atau kesesuaian antara
bahan yang direkat dengan bahan perekat (Prayitno, 1996).
Perekat dan perekatan semakin besar peranannya dalam industri pengolahan kayu
dengan diproduksinya berbagai produk kayu komposit atau produk perekatan kayu yang
dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan berupa kayu. Produk-
produk seperti kayu lapis, LVL, bare core, papan blok, papan partikel, dan papan
sambung tidak bisa lepas dari kebutuhan perekat. Perekat yang digunakan sebagian besar
v
masih impor dengan harga relatif tinggi terutama perekat berbasis resorsinol. Berbagai
upaya untuk memperoleh bahan perekat yang murah dan ramah lingkungan terus
dilakukan.
Proses perekatan berkaitan dengan teknik perekatan dan pengempaan dari produk
perekatan. Produk hasil perekatan digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan produk,
jenis perekat dan jenis sirekat.
Papan partikel senantiasa menggunakan perekat dalam pembuatannya. Perekat
sintetis yang bersifat termoseting seperti Urea Formaldehid, Melamin Formaldehid dan
Phenol Formaldehid sangat umum dipakai. Selain sebagai perekat, khususnya Melamin
Formaldehid banyak digunakan untuk membuat peralatan rumah tangga seperti piring,
mangkok dan cangkir. Krisis energi mendorong untuk mendapatkan perekat kayu dari
sumber daya terbarukan, yaitu dari bahan-bahan berlignoselulosa seperti kenaf (Masri,
2005).

1.2 Tujuan Praktikum


a) Untuk mengetahui kenampakan dan keasaman perekat
b) Untuk mengetahui kadar padatan perekat ( solid content ) dan waktu gelatinasi

BAB II

vi
TINJAUAN PUSTAKA
Urea formaldehida merupakan salah satu jenis perekat yang banyak dipakai dalam
industri kayu lapis di Indonesia. Perekat ini dibuat tidak dalam bentuk siap pakai,
melainkan harus dilakukan pencampuran terlebih dahulu dengan ekstender dan pengeras.
Bahan tambahan yang banyak digunakan adalah tepung terigu industri, yang sebagaimana
diketahui bahan bakunya berupa gandum dan masih diimpor. Bahan lain yang dapat
dipakai sebagai ekstender adalah tepung tapioka, tepung gaplek dan tepung sagu yang
banyak terdapat di Indonesia. Penelitian mengenai ekstender sudah banyak dilakukan,
misalnya tapioka (Sumadiwangsa, 1955).
Jenis urea formaldehyde (UF) dapat dikerjakan untuk proses perekatan panas
(±100 0C ) atau dingin (±30 0C) . Proses panas lebih umum digunakan pada pemakaian
non struktural seperti industri kayu lapis, proses dingin lebih sesuai untuk keperluan
struktural mengingat ketebalan atau dimensi elemen yang direkatan. Penggunaan perekat
jenis ini perlu kontrol keasaman dan harus ditambahkan bahan pengisi (filler) agar
mengisi pori bahan yang direkat namun ketebalan garis perekatan harus dikontrol untuk
tidak lebih dari 0,1 mm agar terhindar retak. Perekat UF juga mempunyai kelemahan
terhadap air, suhu dan kelemahan ekstrim sehingga lebih cocok digunakan untuk struktur
terlindung (Prayitno, 1996).

Perekat kayu merupakan campuran dari beberapa komponen yang secara kimia
aktif bersifat interen dan bervariasi dalam proporsi terhadap perekat dasar. Fungsi
formulasi perekat adalah untuk mengetahui mutu dan kualitas campuran untuk membantu
proses penyiapan perekat campuran. Ada beberapa hal yang bisa dilihat dari kualitas
perekat campuran adalah kemurnian dasar dari base, tingkat ekstensi (kadar jumlah
ekstender yang diberikan terhadap resin, karena makin tinggi ekstensi makin rendah
kualitasnya) dan resin solid perekat campuran. Selain hal tersebut, ada empat hal yang
juga berkaitan dengan karakteristik perekat, yakni proses pematangan (hardening
mechanism), percepatan pematangan (speed of solidification), tahap pematangan (stage of
solidification) dan sifat-sifat solid atau solid properties (Rinawati, 2002).

Komposisi perekat meliputi; base/ binder yaitu substan yang menjadi tulang
punggung dari perekat film dan karakteristik adhesi dan perekat cair, digunakan bagi

vii
nama perekat. Contoh Phenol Formaldehide (PF) untuk kayu lapis. Solvent/ larutan, yaitu
cairan yang diperlukan untuk melarutkan sistem cair dari semua komponen untuk aplikasi
sirekat. Dipakai sampai tingkat kekentalan tertentu, selain bahan tambahan tersebut diatas
ada juga thinners, catalist, filler, ekstender, fortifiers serta carier Berdasarkan unsur kimia
utama perekat dibagi menjadi dua kategori yaitu perekat alami yang berasal dari
tumbuhan dan hewan serta sintetis. Perekat yang berasal dari tumbuhan berupa pati dan
turunannya serta dapat berupa getah-getahan yang dikeluarkan oleh tumbuhan tersebut
yang berupa albumin dan material lain. Perekat sintetis meliputi termoplastik resin dan
termotesting resin (Tsoumis, 1991).

Phenol Formaldehid merupakan resin sintetis yang pertama kali digunakan secara
komersial baik dalam industri plastik maupun cat (surface coating). Phenol Formaldehid
dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara phenol dan formaldehid. Reaksi terjadi antara
phenol pada posisi ortho maupun para dengan formaldehid untuk membentuk rantai yang
crosslinking dan pada akhirnya akan membentuk jaringan tiga dimensi (Hesse, 1991).

Berdasarkan perbandingan mol reaktan dan jenis katalis yang digunakan, resin
phenol formaldehid dibagi menjadi 2 jenis yaitu novolak dan resol. Resol merupakan
hasil reaksi antara phenol dengan formaldehid ekses oleh adanya katalis basa. Jenis
katalis basa yang sering digunakan adalah natrium hidroksida dan ammonium hidroksida
pada pH = 8-11. Produk phenol formaldehid yang dihasilkan dengan katalis natrium
hidroksida akan mempunyai sifat larut dalam air dan apabila katalis yang digunakan
ammonium hidroksida akan memberikan sifat tidak larut dalam air yang dikarenakan
terbentuk bis dan tris hydroksylbenzylamin (Martin, 1956).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

viii
3.a Uji Kenampakan dan Keasaman Perekat

a) Alat
- Gelas Piala / Beaker Glass
- Batang Pengaduk
- Indikator PH/PH Meter
- Tisu
b) Bahan
- Urea Formaldehid Murni ( UF )
- Phenol Formaldehid ( PF )
c) Prosedur Praktikum
1. Uji Kenampakan
- Persiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
- Bersihkan, lalu keringkan gelas piala dan batang pengaduk menggunakan tisu
- Masukan perekat ke dalam gelas piala sebanyak 40 ml
- Aduk perekat dengan menggunakan batang pengaduk
- Amati warna, aroma, bentuk/tekstur, serta ada tidaknya butiran padat, debu
dan benda lain yang merugikan atau mengganggu proses perekatan
2. Uji Keasaman
- Persiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
- Bersihkan, lalu keringkan gelas piala dan batang pengaduk menggunakan tisu
- Masukan perekat ke dalam gelas piala
- Celupkan indicator pH ke dalam perekat cair yang berada di dalam gelas piala
- Amati perubahan warna pada indicator pH
- Bandingkan warna pada indicator pH tersebut dengan standar pH yang
terdapat pada kemasan indicator dan tetapkan nilai pH

3.b Uji Kadar Padatan Perekatan ( Solid Content ) dan Waktu Gelatinasi

a. Alat
- Timbangan Analitik
- Oven
- Desikator
- Tabung Reaksi
- Penangas Air

ix
- Stop Watch (HP)
- Gelas Piala/ Beaker Glass
- Penjepit Tabung Reaksi
- Alumunium Foil
b. Bahan
- Urea Formaldehid Murni ( UF )
- Phenol Formaldehid ( PF )
- Ammonium Clorida 1%
c. Prosedur Praktikum
1. Uji Kadar Padatan ( Solid Content )
- Persiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
- Bentuklah alumunium foil seperti gelas kecil sebanyak 6 buah
- Timbanglah perekat sebanyak + 1.5 g ( W1) dan masukan kedalam alumunium
foil yang telah diketahui beratnya
- Masukkan kedalam oven dengan suhu 105+20C selama 3 jam
- Masukkan kedalam desikator hingga mencapai suhu kamar lalu timbanglah
dengan teliti
- Ulangi langkah keempat dan kelima hingga diperoleh berat konstan ( W2 )
- Kadar padatan perekat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

W2
S( %)= x 100
W1
2. Uji Waktu Gelatinasi
- Persiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
- Masukkan perekat setinggi 2 jari ke dalam tabung reaksi
- Tambahkan 8 tetes NH4CL 1% kedalam tabung reaksi
- Panaskan tabung reaksi tersebut didalam gelas piala yang telah diisi air dan
diletakan di atas penangas air dengan suhu 1000C dengan posisi permukaan
perekat berada 2 cm dibawah permukaan air
- Amati waktu yang dibutuhkan perekat tersebut untuk berubah wujud menjadi gel (
gelatinasi ) dengan cara memiringkan tabung reaksi
- Perekat yang sudah tergelatinasi ditandai dengan tidak mengalirnya perekat ketika
tabung reaksi dimiringkan

BAB IV

x
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.a Uji Kenampakan dan Keasaman Perekat

a. Uji Kenampakan Perekat

1. Uji Kenampakan Perekat Urea Formaldehid (UF)


 Warna : Putih seperti susu
 Aroma : Sedikit menyengat dan mirip campuran alkohol dan santan
 Bentuk : Cair dan betekstur kental
 Kotoran : Tidak terdapat kotoran
2. Uji Kenampakan Perekat Phenol Formaldehid (PF)
 Warna : Maroon kecoklatan
 Aroma : Menyengat, dan mirip rifanol
 Bentuk : Cair dan bertekstur kental
 Kotoran : Tidak terdapat kotoran

b. Uji Keasaman Perekat

1. Uji Keasaman Perekat Urea Formaldehid (UF)


Perbandingan warna antara indicator pH dengan standar pH yang terdapat pada
kemasan indicator menunjukkan nilai pH 8, yang berarti perekat ini merupakan basa
lemah.
2. Uji Keasaman Perekat Phenol Formaldehid (PF)
Perbandingan warna antara indicator pH dengan standar pH yang terdapat pada
kemasan indicator menunjukkan nilai pH 12, yang berarti perekat ini merupakan
basa kuat.

4.b Uji Kadar Padatan Perekatan ( Solid Content ) dan Waktu Gelatinasi

a. Uji Kadar Padatan Perekat ( Solid Content )

1. Uji Kadar Padatan Perekat Urea Formaldehid (UF)

 Sampel A  Sampel B  Sampel C


Diketahui:W1= 1,5076 Diketahui:W1= 1,5045 Diketahui:W1= 1,5237
W2= 0,6916 W2= 0,7347 W2= 0,7118
Ditanya: S(%) ? Ditanya: S(%) ? Ditanya: S(%) ?

xi
W2 W2 W2
Jawab: S(%)= X 100 Jawab: S(%)= X 100 Jawab: S(%)= X 100
W1 W1 W1
S(%)= S(%)= S(%)=

0,6916 0,7347 0,7118


X 100 X 100 X 100
1,5076 1,5045 1,5237
S= 45,8742% S= 48,8335% S= 46,7152%

2. Uji Kadar Padatan Perekat Phenol Formaldehid (PF)


 Sampel A  Sampel B  Sampel C
Diketahui:W1= 1,5190 Diketahui: W1= 1,5475 Diketahui: W1= 1,5341
W2= 0,6339 W2= 0,584 W2= 0,6401
Ditanya: S(%) ? Ditanya: S(%) ? Ditanya: S(%) ?
W2 W2 W2
Jawab: S(%)= X 100 Jawab: S(%)= X 100 Jawab: S(%)= X 100
W1 W1 W1
0,6339 S(%)= S(%)=
S(%)= X 100
1,5190
0,584 0,6401
S= 41,7314% X 100 X 100
1,5475 1,5341
S= 37,7383% S= 41,7248%

b. Uji Waktu Gelatinasi Perekat Urea Formaldehid (UF) dan perekat Phenol
Formaldehid (PF)

Waktu yang dibutuhkan perekat Urea Formaldehid untuk berubah wujud menjadi gel
(gelatinasi) ialah 5 menit 3 detik. Sementara perekat Phenol Formaldehid dinyatakan gagal
pada uji waktu gelatinasi, karena tidak berubah menjadi gel setelah lebih dari 10 menit
dipanaskan dalam air

Pembahasan:

xii
a. Uji kenampakan dan Uji keasaman perekat
Pada uji kenampakan perekat terdapat beberapa persamaan maupun perbedaan antara
kedua perekat. Pada perekat Urea Formaldehid (UF) diperoleh kenampakan warna perekat
yaitu putih yang menyerupai susu. Perekat Urea Formaldehid juga memiliki aroma yang
sedikit menyengat. Bau yang tercium merupakan kombinasiatau campuran antara alkohol
dan santan kelapa. Perekat Urea Formaldehid juga memiliki bentuk cair dan tekstur yang
kental. Selain itu, perekat Urea Formaldehid yang diamati tidak terkontaminasi debu
ataupun kotoran, sehingga tidak menghambat proses perekatan.
Pada uji kenampakan perekat Phenol Formaldehid (PF) diperoleh kenampakan warna
merah yang menyerupai bata atau lebih tepatnya warna merah maroon kecoklatan. Pada
aroma perekat Phenol Formaldehid terdapat perbadaan dengan perekat Urea Formaldehid,
yaitu aroma atau bau perekat Phenol Formaldehid lebih menyengat daripada perekat Urea
Formaldehid. Selain itu, bau yang ditimbulkan oleh Phenol Formaldehid menyerupai
aroma rivanol. Pada bentuk dan tekstur perekat Phenol Formaldehid memiliki persamaan
dengan perekat Urea Formaldehid, yaitu memiliki bentuk yang cair dengan tekstur yang
kental. Perekat Phenol Formaldehid yang diamati juga tidak terkontaminasi debu dan
kotoran sehingga tidak menghambat proses perekatan.
Setelah melakukan uji kenampakan perekat Urea Formaldehid (UF) dan Phenol
Formaldehid (PF), selanjutnya adalah melakukan uji keasaman perekat menggunakan
bantuan kertas lakmus atau pH indikator yang sudah disediakan. Uji Keasaman perekat
bertujuan untuk mengetahui keasaman perekat dan perbedaan pH antara perekat Urea
Formaldehid dan Phenol Formaldehid. Setelah dilakukan uji keasaman, ternyata terdapat
perbedaan antara nilai pH pada perekat Urea Formaldehid dan perekat Phenol
Formaldehid. Setelah diuji dengan pH indikator, didapatkan perekat Urea Formaldehid
bernilai pH 8, artinya yang artinya termasuk kategori basa lemah. Sedangkan perekat
Phenol Formaldehid bernilai pH 12 yang artinya termasuk kategori berarti basa kuat.

b. Uji Kadar Padatan dan Uji Gelatinasi


Pengujian selanjutnya adalah uji kadar padatan pada masing-masing perekat. Perekat
Urea Formaldehid dan perekat Phenol Formaldehid mengujikan masing-masing 3 sampel,.
Untuk mendapatkan nilai kadar padatan atau S(%), dapat menggunakan perbandingan
antara berat awal perekat (W1) dengan berat akhir/konstan perekat (W2) kemudian
dikalikan dengan 100. Berat awal perekat (W1) masing-masing perekat yaitu 1,5 gram.
Setelah dilakukan pengovenan selama beberapa hari, dan dilakukan penimbangan secara
berkala, maka diperolehlah berat akhir/konstan perekat (W2) dari masing-masing perekat.
Pada perekat Urea Formaldehid, didapatkan berat akhir/konstan perekat (W2) sebesar
0,6915 gr pada sampel A, sehingga didapatkanlah kadar padatan atau S(%) pada perekat
UF sampel A sebesar 45,8742%. Pada perekat UF sampel B diperoleh berat akhir/konstan
perekat (W2) sebesar 0,7347 gr, sehingga didapatkan kadar paatan atau S(%) sebesar
48,8335%. Pada perekat UF sampel C diperoleh berat akhir/konstan perekat (W2) sebesar
0,7118 gr, sehingga diperolehlah kadar padatan perekat atau S(%) pada sampel C sebesar
46,7152%. Dapat dilihat pada ketiga sampel pada perekat Urea Formaldehid memiliki

xiii
kadar padatan yang berbeda tipis, tetapi kadar padatan perekat atau S(%) tertinggi terdapat
pada sampel B yaitu sebesar 48,8335%.
Pada perekat Phenol Formaldehid, didapatkan berat akhir/konstan perekat (W2) sebesar
0,6339 gr pada sampel A, sehingga didapatkanlah kadar padatan atau S(%) pada perekat
PF sampel A sebesar 41,7314%. Pada perekat PF sampel B diperoleh berat akhir/konstan
perekat (W2) sebesar 0,584 gr, sehingga didapatkan kadar paatan atau S(%) sebesar
37,7383%. Pada perekat PF sampel C diperoleh berat akhir/konstan perekat (W2) sebesar
0,6401 gr, sehingga diperolehlah kadar padatan perekat atau S(%) pada sampel C sebesar
41,7248%. Dapat dilihat pada ketiga sampel pada perekat Phenol Formaldehid memiliki
kadar padatan perekat atau S(%) tertinggi terdapat pada sampel A yaitu sebesar 41,7314%.
Meninjau dari kadar padatan pada perekat Urea Formaldehid maupun Phenol
Formaldehid yang sudah diperoleh, dapat dilihat beberapa perbedaan yaitu, kadar padatan
pada perekat Urea Formaldehid memiliki rata-rata kadar padatan perekat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar padatan pada Phenol Formaldehid. Diantara keenam sampel (3
sampel Urea Formaldehid dan 3 sampel Phenol Formaldehid) yang telah di timbang,
dioven dan dihitung kadar kepadatannya, dapat diketahui bahwa sampel B yang berisi
perekat Urea Formaldehid lah yang memiliki kadar padatan tertinggi yaitu sebesar
48,8335%. Sedangkan kadar padatan terkecil ialah sampel B yang berisi perekat Phenol
Formaldehid dengan hasil kadar padatan sebesar 37,7383%.
Setelah melakukan uji kadar padatan perekat, selanjutnya adalah pengujian waktu
gelatiniasi, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing perekat untuk berubah
menjadi gel setelah dicampur dengan NH4Cl dan dipanaskan dalam air. Pada uji waktu
gelatinasi perekat Urea Formaldehid, uji gelatinasi dinyatakan berhasil karena perekat
Urea Formaldehid langsung berubah menjadi gel (tidak bergerak) dengan hanya sekali
percobaan. Penambahan bahan yang digunakan adalah 8 tetes NH4Cl dengan konsentrasi
1%. Waktu yang dibutuhkan untuk perekat Urea Formaldehid berubah menjadi gel
(gelatinasi) adalah selama 5 menit 3 detik. Sementara untuk perekat Phenol Formaldehid,
penambahan bahan sama seperti perekat Urea Formaldehid, yaitu menambahkan 8 tetes
NH4Cl dengan konsentrasi 1%. Tetapi pada uji waktu gelatinasi pada perekat Phenol
Formaldehid dinyatakan gagal, karena perekat tidak berubah menjadi gel (gelatinasi)
setelah lebih dari 10 menit dipanaskan dalam air.

BAB V

xiv
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah :

1. Pada uji kenampakan terdapat persamaan dan perbedaan antara perekat Urea
Formaldehid dan Phenol Formaldehid. Persamaan terdapat pada bentuk dan tekstur perekat,
sementara perbedaannya terdapat pada warna dan aroma perekat.

2. Pada uji keasaman diperoleh nilai pH yang berbeda antara perekat Urea Formaldehid
dan Phenol Formaldehid. Kondisi pH pada perekat tergantung dari jenis perekat, campuran
perekat, serta kandungan pada masing-masing perekat.

3. Pada uji kadar padatan perekat diperoleh hasil yang bervariasi antara perekat Urea
Formaldehid dan Phenol Formaldehid. Tetapi secara keseluruhan, perekat Urea Formaldehid
memilii kadar padatan perekat yang lebih tinggi daripada kadar padatan perekat pada Phenol
Formaldehid.

4. Pada uji waktu gelatinasi, perekat Urea Formaldehid dinyatakan berhasil karena dapat
berubah menjadi gel dalam waktu kurang dari 10 menit, yaitu 5 menit 3 detik pada
pemanasan dalam air. Sebaliknya pada perekat Phenol Formaldehid, dinyatakan gagal karena
perekat tidak berubah menjadi gel setelah dipanaskan dalam air lebih dari 10 menit.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah, praktikan harus lebih teliti dan hati-hati dalam
menggunakan serta memindahkan perekat. Karena perekat yang tumpah bisa melekat
diberbagai tempat dan sulit untuk dibersihkan.

DAFTAR PUSTAKA

xv
 http://swestycegibol.blogspot.com/2014/03/jurnal-teknologi-serat-dan-komposit.html
 https://laporan-kimia-analisis.blogspot.com/2016/09/laporan-resmi-praktikum-
polimer-phenol.html
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/948/10E00551.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
 https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/60370/5/BAB%20IV%20Hasil
%20dan%20Pembahasan.pdf
 https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/16897/E03dru.pdf?
sequence=2&isAllowed=y

Lampiran

1. Foto Uji Kenampakan

xvi
A. Uji kenampakan UF

B. Uji kenampakan PF

2. Foto Uji Keasaman


A. Uji Keasaman UF

B. Uji Keasaman PF

3. Foto Uji Kadar Padatan Perekat ( Solid Content )

xvii
4. Foto Uji Waktu Gelatinasi

xviii

Anda mungkin juga menyukai