Anda di halaman 1dari 9

KIMIA KAYU

Kelompok 4

Hanif Kusuma E24160032


Prilia Nastiti E24160033
Zaki Luqman E24160034
Marini Dwi Lestari E24160035
Taufik Imron E24160036
Nisa Nadila E24160037
Eko Budi Santoso E24160038
Ayu Rizkia R E24160039
AnggieFitriana L E24160041
Rahmi Mauladdini E24160042

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir Wasrin Syafii, M.Agr

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Kami mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Harapan Kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Kerena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman Kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu Kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Bogor, 30 September 2017

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1

Bab II Pembahasan 2

Bab III Penutup 5

3.1 Simpulan 5
3.2 Saran 5

Daftar Pustaka 6

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Achmadi (1990), selain selulosa, hemiselulosa dan lignin, komponen


kimia lainnya yang terdapat dalam kayu adalah substansi yang biasa disebut dengan
zat ekstraktif. Zat ekstraktif biasanya berada di dalam pori-pori dan dinding sel
tanaman berkayu dalam jumlah yang sedikit. Zat ekstraktif tersebut tidak semuanya
bisa larut dalam pelerut kimia, hal ini disebabkan karena adanya struktur lain dalam
zat ekstraktif tersebut seperti mineral atau getah yang mempunyai derajat kondensasi
yang tinggi. Zat ekstraktif yang umumnya mempunyai gugus alkohol dan berikatan
dengan lignin, kadang dapat diekstraksi dengan pelarut netral. Zat ekstraktif
umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti eter, alkohol, bensin dan
air. Persentase zat ekstraktif ini rata-rata 3-8% dari berat kayu kering tanur. Termasuk
di dalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula pati dan zat warna.
Zat ekstraktif ini merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga
sel. Dalam arti yang sempit, zat ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut
dalam pelarut organik dan dalam pengertian ini, nama zat ekstraktif digunakan dalam
analisis kayu (Fengel dan Wegener 1995). Zat Ekstraktif mengandung senyawa-
senyawa tunggal tipe lipofil dan hidrofil dalam jumlah yang besar. Ekstraktif dapat
dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya
terbentuk dari senyawa-senyawaekstraseluler dengan berat molekul rendah (Sjostrom
1998)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang disebut dengan Zat Ekstraktif
2. Apa yang dimaksud dengan Metabolit Primer
3. Apa yang dimaksud dengan Metabolit Sekunder
4. Keuntungan adanya Zat Ekstraktif dalam kayu
5. Kerugian adanya zat ekstraktif dalam kayu

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Zat Ekstraktif
2. Mengetahui maksud dari Metabolit Primer
3. Mengetahui maksud dari Metabolit Sekunder
4. Mengetahui keuntungan adanya Zat Ekstraktif dalam kayu
5. Mengetahui kerugian adanya Zat Ekstraktif dalam kayu

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apa yang disebut dengan Zat Ekstraktif

Ekstraktif merupakan produk akhir dari proses metabolisme dalam pohon hidup.
Istilah zat ekstraktif dalam arti sempit merupakan senyawa kimia yang terdapat di
dalam sel-sel tumbuhan dan bukan merupakan penyusun utama dinding sel, yang
dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar (Fengel dan
Wegener 1995).

Ekstraktif dapat dibagi dalam dua kategori yaitu metabolit primer dan metabolit
sekunder. Menurut Sjostrom (1998), secara kimiawi ekstraktif kayu dapat
digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu komponen-komponen alifatik (alkohol
lemak, asam lemak, lemak, lilin, suberin), terpen dan terpenoid, dan fenolik (fenolik
sederhana, lignan, stilben, flavonoid). Selain komponen tersebut, ekstraktif kayu juga
terdiri dari komponen-komponen seperti cyclitol, tropolone, dan asam amino, alkana,
protein, monosakarida dan turunannya (Cole 2009).

Meskipun ada kesamaan keberadaan ekstraktif kayu di dalam famili, ada


perbedaan yang jelas dalam komposisi bahkan di antara spesies-spesies kayu yang
sangat dekat. Zat ekstraktif ini menempati tempat-tempat morfologi tertentu dalam
struktur pohon, seperti fenol dan terpenoid terdapat terutama di dalam kayu teras dan
di dalam kulit (Sjostrom 1998).

2.2 Apa yang dimaksud dengan Metabolit Primer

Dalam kulit kayu terdapat metabolit primer dan metabolit sekunder sebagai
komponen mayor disamping unsur hara yang merupakan komponen minor sehingga
dalam ekstraksi selulosa tidak akan didapat kadar abu dengan jumlah yang besar.
Selulosa merupakan bahan dasar penyusun tumbuhan yang merupakan metabolit
primer.

Metabolit primer adalah suatu metabolit atau molekul produk


akhir atau produk antara dalam proses metabolisme makhluk hidup,
yang fungsinya sangat esensial bagi kelangs ungan hidup organisme
tersebut, serta terbentuk secara intraseluler. Contohnya a d a l a h p r o t e i n ,
lemak, karbohi drat, dan DNA pada umumn ya met abolit primer
t i d a k diproduksi berlebihan. Pada sebagian besar mikroorganisme.

2
produksi metabolit yang berlebihan dapat menghambat pertumbuhan, dan
kadang-kadang dapat mematikan mikroorganisme tersebut. Proses metabolisme untuk
membentuk metabolit primer disebut metabolisme primer (Dewick, 1999).

Metabolit primer terdapat pada semua jenis tanaman, struktur kimianya relatif
sederhana dan tidak berbeda secara taksonomi. Sedangkan metabolit sekunder
terdapat pada tanaman tertentu saja, komposisinya lebih komplek daripada metabolit
primer dan berbeda secara taksonomi. Metabolit sekunder dalam pohon meliputi
berbagai senyawa, seperti flavonoid, terpena, fenol, alkaloid, sterol, lilin, lemak,
tanin, gula, gum, suberin, asam resin, dan karotenoid. Konsentrasi metabolit ini
bervariasi antar spesies, antar jaringan (konsentrasi tertinggi berada di kulit, kayu
teras, akar, pangkal percabangan dan jaringan luka), antar pohon dalam spesies yang
sama dan antar musim.

2.3 Apa yang dimaksud dengan Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh tanaman sebagai respon
terhadap rangsangan dari luar. Salah satu jenis metabolit sekunder adalah antioksidan.
Tingkat produksi antioksidan sebagai metabolit sekundermerupakan fungsi genetik,
lingkungan, dan kesehatan tanaman. Kehadiran senyawa antioksidan sangat
bermanfaat bagi kesehatan manusia, dan saat ini para ahli pangan banyak melakukan
penelitian untuk mencari antioksidan alami. Contohnya, Penentuan kapasitas
antioksidan pada Caulerpa racemosa dapat meningkatkan nilai manfaat dari rumput
laut ini. Namun hingga saat ini pengkajian antioksidan pada rumput laut Caulerpa
racemosa sangat terbatas (Fithriani 2009)

Menurut Brandt dan Molgaard (2001) metabolit sekunder adalah berbagai grup
alami yang memproduksi senyawa kimiawi, yang tidak secara nyata memiliki fungsi
primer di dalam pertumbuhan sel tanaman. Metabolit sekunder disintesis oleh
tanaman sebagai respon terhadap rangsangan dari luar dan seringkali memerankan
fungsi pengaturan didalam aliran reaksi fisiologis dan reaksi metabolik terhadap stres,
serangan hama atau pengganggu. Menurut Benbrook (2005) ada hubungan antara
tingkat stres tanaman dan produksi metabolit sekunder, termasuk polifenol dan
antioksidan. Ada substansi yang disetujui oleh ahli fatologi, fisiologi dan entomologi
bahwa :
a. Secara relatif lebih banyak antioksidan sebagai metabolit sekunder yang diproduksi
oleh tanaman sebagai respon terhadap tekanan atau stres biotik dan abiotik.
b. Tingkat produksi antioksidan sebagai metabolit sekunder merupakan fungsi
genetik, metode bertani atau lingkungan dan kesehatan tanaman. Salah satu hal yang

3
penting dari metabolit sekunder adalah banyak metabolit sekunder merupakan
antioksidan (Benbrook 2005).

2.4 Keuntungan adanya zat ekstraktif dalam kayu

1. Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu

2. Dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu

3. Dapat digunakan sebagai bahan industri

Zat ekstraktif memiliki peranan dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat
keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu, dapat digunakan untuk mengenal
sesuatu jenis kayu, dapat digunakan sebagai bahan industri, dapat menyulitkan dalam
pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan

2.5 Kerugian adanya zat ekstraktif dalam kayu

Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap pelapukan


kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat racun daripada
ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan terhadap pelapukan
kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas atau dengan pelarut
organik. Kerugian adanya zat ekstraktif kayu juga dapat menyulitkan dalam
pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.

4
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Ekstraktif merupakan produk akhir dari proses metabolisme dalam pohon hidup.
Istilah zat ekstraktif dalam arti sempit merupakan senyawa kimia yang terdapat di
dalam sel-sel tumbuhan dan bukan merupakan penyusun utama dinding sel, yang
dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar (Fengel dan
Wegener 1995).

Metabolit primer adalah suatu metabolit atau molekul produk akhir


atau produk antara dalam proses metabolisme makhluk hidup, yang
fungsinya sangat esensial bagi kelangs ungan hidup organisme tersebut,
serta terbentuk secara intraseluler. Contohnya a d a l a h p r o t e i n , l e m a k ,
karbohidrat, dan DNA pada umumnya met abolit primer
t i d a k diproduksi berlebihan. Pada sebagian besar mikroorganisme .
Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh tanaman sebagai respon
terhadap rangsangan dari luar. Salah satu jenis metabolit sekunder adalah antioksidan.

Keuntungan adanya zat ekstraktif kayu antara lain; dapat mempengaruhi sifat
keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu,dapat digunakan untuk mengenal
sesuatu jenis kayu,dapat digunakan sebagai bahan industri. Sedangkan kerugian
adanya zat ekstraktif kayu antara lain zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan
ketahanan terhadap pelapukan kayu serta dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan
mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber-sumber yang dapat dipertanggung jawabkan

5
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi S.S. 1990. Kimia Kayu.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat


Jenderal Perguruan Tinggi Pusat Universitas Ilmu Hayat IPB : Bogor (ID)

Benbrook CM. 2005. Elevating Antioxidant Levels in Food through Organic Farming
and Food Processing. New York : Organic Center State of Science.

Brandt K, Molgaard JP. 2001. Organic agriculture: Does it enhance or reduce the
nutritional value of plant foods. Journal of Science Food Agricultural 81:
924-931.

Cole, Alan. 2009. Rule of Engagement Handbook. International Institut of


Humanitarian Law Australia

Dewick, P.M, 1999, Medicinal Natural Products, A Biosynthesis Approach, John


Willey & Sons Ltd, England

Fengel D dan Wegener G. 1995. Kimia Kayu Ultrastruktur Reaksi Kimia.Yogyakarta


(ID).UGM press

Fithriani D. 2009. Potensi Antioksidan Caulerpa racemosa Di Perairan Teluk Hurun


Lampung. [Skripsi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Sjostrom. 1998. Kimia Kayu. Yogyakarta (ID). UGM Press

Anda mungkin juga menyukai