Kelompok 4
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir Wasrin Syafii, M.Agr
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Kami mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
Bab II Pembahasan 2
3.1 Simpulan 5
3.2 Saran 5
Daftar Pustaka 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Zat Ekstraktif
2. Mengetahui maksud dari Metabolit Primer
3. Mengetahui maksud dari Metabolit Sekunder
4. Mengetahui keuntungan adanya Zat Ekstraktif dalam kayu
5. Mengetahui kerugian adanya Zat Ekstraktif dalam kayu
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ekstraktif merupakan produk akhir dari proses metabolisme dalam pohon hidup.
Istilah zat ekstraktif dalam arti sempit merupakan senyawa kimia yang terdapat di
dalam sel-sel tumbuhan dan bukan merupakan penyusun utama dinding sel, yang
dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar (Fengel dan
Wegener 1995).
Ekstraktif dapat dibagi dalam dua kategori yaitu metabolit primer dan metabolit
sekunder. Menurut Sjostrom (1998), secara kimiawi ekstraktif kayu dapat
digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu komponen-komponen alifatik (alkohol
lemak, asam lemak, lemak, lilin, suberin), terpen dan terpenoid, dan fenolik (fenolik
sederhana, lignan, stilben, flavonoid). Selain komponen tersebut, ekstraktif kayu juga
terdiri dari komponen-komponen seperti cyclitol, tropolone, dan asam amino, alkana,
protein, monosakarida dan turunannya (Cole 2009).
Dalam kulit kayu terdapat metabolit primer dan metabolit sekunder sebagai
komponen mayor disamping unsur hara yang merupakan komponen minor sehingga
dalam ekstraksi selulosa tidak akan didapat kadar abu dengan jumlah yang besar.
Selulosa merupakan bahan dasar penyusun tumbuhan yang merupakan metabolit
primer.
2
produksi metabolit yang berlebihan dapat menghambat pertumbuhan, dan
kadang-kadang dapat mematikan mikroorganisme tersebut. Proses metabolisme untuk
membentuk metabolit primer disebut metabolisme primer (Dewick, 1999).
Metabolit primer terdapat pada semua jenis tanaman, struktur kimianya relatif
sederhana dan tidak berbeda secara taksonomi. Sedangkan metabolit sekunder
terdapat pada tanaman tertentu saja, komposisinya lebih komplek daripada metabolit
primer dan berbeda secara taksonomi. Metabolit sekunder dalam pohon meliputi
berbagai senyawa, seperti flavonoid, terpena, fenol, alkaloid, sterol, lilin, lemak,
tanin, gula, gum, suberin, asam resin, dan karotenoid. Konsentrasi metabolit ini
bervariasi antar spesies, antar jaringan (konsentrasi tertinggi berada di kulit, kayu
teras, akar, pangkal percabangan dan jaringan luka), antar pohon dalam spesies yang
sama dan antar musim.
Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh tanaman sebagai respon
terhadap rangsangan dari luar. Salah satu jenis metabolit sekunder adalah antioksidan.
Tingkat produksi antioksidan sebagai metabolit sekundermerupakan fungsi genetik,
lingkungan, dan kesehatan tanaman. Kehadiran senyawa antioksidan sangat
bermanfaat bagi kesehatan manusia, dan saat ini para ahli pangan banyak melakukan
penelitian untuk mencari antioksidan alami. Contohnya, Penentuan kapasitas
antioksidan pada Caulerpa racemosa dapat meningkatkan nilai manfaat dari rumput
laut ini. Namun hingga saat ini pengkajian antioksidan pada rumput laut Caulerpa
racemosa sangat terbatas (Fithriani 2009)
Menurut Brandt dan Molgaard (2001) metabolit sekunder adalah berbagai grup
alami yang memproduksi senyawa kimiawi, yang tidak secara nyata memiliki fungsi
primer di dalam pertumbuhan sel tanaman. Metabolit sekunder disintesis oleh
tanaman sebagai respon terhadap rangsangan dari luar dan seringkali memerankan
fungsi pengaturan didalam aliran reaksi fisiologis dan reaksi metabolik terhadap stres,
serangan hama atau pengganggu. Menurut Benbrook (2005) ada hubungan antara
tingkat stres tanaman dan produksi metabolit sekunder, termasuk polifenol dan
antioksidan. Ada substansi yang disetujui oleh ahli fatologi, fisiologi dan entomologi
bahwa :
a. Secara relatif lebih banyak antioksidan sebagai metabolit sekunder yang diproduksi
oleh tanaman sebagai respon terhadap tekanan atau stres biotik dan abiotik.
b. Tingkat produksi antioksidan sebagai metabolit sekunder merupakan fungsi
genetik, metode bertani atau lingkungan dan kesehatan tanaman. Salah satu hal yang
3
penting dari metabolit sekunder adalah banyak metabolit sekunder merupakan
antioksidan (Benbrook 2005).
1. Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu
Zat ekstraktif memiliki peranan dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat
keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu, dapat digunakan untuk mengenal
sesuatu jenis kayu, dapat digunakan sebagai bahan industri, dapat menyulitkan dalam
pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan
4
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Ekstraktif merupakan produk akhir dari proses metabolisme dalam pohon hidup.
Istilah zat ekstraktif dalam arti sempit merupakan senyawa kimia yang terdapat di
dalam sel-sel tumbuhan dan bukan merupakan penyusun utama dinding sel, yang
dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar (Fengel dan
Wegener 1995).
Keuntungan adanya zat ekstraktif kayu antara lain; dapat mempengaruhi sifat
keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu,dapat digunakan untuk mengenal
sesuatu jenis kayu,dapat digunakan sebagai bahan industri. Sedangkan kerugian
adanya zat ekstraktif kayu antara lain zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan
ketahanan terhadap pelapukan kayu serta dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan
mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber-sumber yang dapat dipertanggung jawabkan
5
DAFTAR PUSTAKA
Benbrook CM. 2005. Elevating Antioxidant Levels in Food through Organic Farming
and Food Processing. New York : Organic Center State of Science.
Brandt K, Molgaard JP. 2001. Organic agriculture: Does it enhance or reduce the
nutritional value of plant foods. Journal of Science Food Agricultural 81:
924-931.