Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Kayu

Kayu adalah sumber bahan baku yang paling banyak digunakan dan tersedia

cukup melimpah di alam. Kayu merupakan sumber serat utama untuk pembuatan

pulp dan kertas, disamping non kayu. Hampir 93% kebutuhan serat virgin dunia

diperoleh dari kayu tersebut. Dalam ilmu botani, kayu digolongkan menjadi dua

bagian besar, gymnosperma yang biasa disebut kayu daun jarum (softwood) dan

angiosperma yang disebut kayu daun lebar (hardwood) (Smook,1992). Perbedaan

yang paling penting dari kedua jenis kayu tersebut terletak pada panjang seratnya,

dimana kayu jarum memiliki panjang serat 1-1,5 mm dan diameter 22μm,

sedangkan kayu jarum memiliki panjang serat rata-rata 3-5mm dengan diameter

serat 4,0μm. Softwood mempunyai ciri berdaun tidak sempurna dengan daun

menyerupai bentuk jarum, tidak bertangkai, tidak memiliki helai dan urat daun,

contohnya : Pinus, Aghatis dan Cemara. Hardwood memiliki daun yang sempurna

dengan bentuk daun bulat sampai lonjong, mempunyai tangkai, helai dan urat

daun, contohnya : Acacia, Eucalyptus dan Albizia.

7
Para ahli pembuat kertas umumya menjadikan pulp kayu untuk menyempurnakan

formasi dari kertas yang akan dibuat. Kayu daun memiliki kelebihan yaitu serat

yang pendek yang akan memberikan formasi kertas yang lebih baik daripada pulp

kayu jarum. Kayu tersusun atas sel-sel yang memanjang, kebanyakan diantaranya

berorientasi dalam arah longitudional batang. Mereka dihubungkan satu dengan

lainnya melalui pintu-pintu yang dinyatakan sebagai noktah. Sel-sel ini bentuknya

bervariasi tergantung pada fungsinya, memberikan kekuatan mekanik yang

diperlukan oleh pohon, dan juga melakukan fungsi pengangkut cairan maupun

penyimpan persediaan cadangan makanan.

Selama periode prasejarah dan sesudahnya kayu tidak hanya digunakan untuk

bahan bangunan tetapi semakin penting sebagai bahan mentah kimia untuk

pembuatan arang, ter, dan getah, serta kalium. Produk paling penting dari

pengolahan kayu secara kimia adalah pulp. Dalam tahun 1980 pulp yang

dihasilkan seluruh dunia mencapai 123 ton. Dalam periode yang sama konsumsi

total kertas dan karton adalah 170 ton dan dari jumlah tersebut lebih dari 25%

dihasilkan dari kertas bekas, hal ini menunjukkan bahwa daur ulang merupakan

faktor yang sangat penting dalam penggunaan bahan mentah secara ekonomis.

Persoalan ekonomi dan lingkungan merupakan sebab adanya perubahan proses

pembuatan pulp dan pengelantangannya.

Kimia kayu dan komponen-komponennya tidak dapat dipisahkan dari strukturnya.

Kayu tidak hanya merupakan senyawa kimia, jaringan anatominya atau bahan

tetapi merupakan gabungan ketiganya. Sepanjang menyangkut komponen kimia

8
kayu, maka perlu dibedakan antara komponen-komponen makromolekul utama

dinding sel selulosa, poliosa ( hemiselulosa) dan lignin yang terdapat pada semua

kayu dan komponen-komponen minor dengan berat molekul kecil ( ekstraktif dan

zat-zat mineral) yang biasanya berkaitan dengan jenis kayu tertentu dalam jenis

dan jumlahnya. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan poliosa pada kayu

lunak dan kayu keras, sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam

pada semua kayu.

2.2. Jenis – jenis Kayu

Tabel 2.1 Komposisi Typical Chemical antara Hardwood dan Softwood

Komponen Softwood Hardwood


Selulosa 42 ± 2% 42 ± 2%
Hemiselulosa 27 ± 2% 30 ± 5%
Lignin 27 ± 2% 20 ± 4%
Ekstraktif 3 ± 2% 5 ± 3%

Jenis kayu yang banyak digunakan dalam pembuatan pulp adalah :

1. Kayu Lunak

Kayu Lunak (softwood) adalah kayu dari tumbuhan konifer contohnya pohon

pinus. Secara khasnya kayu lunak tersusun atas serat-serat yang panjang,

maka kayu lunak merupakan bahan baku kelas prima pada pembuatan kertas

yang kuat. (Sjostrom E,1995).

2. Kayu Keras

9
Kayu keras (hardwood), adalah kayu dari tumbuhan yang menggugurkan

daunnya setiap tahun. Kayu yang dibentuk oleh jenis pohon kayu keras sangat

berbeda dengan yang dibentuk oleh jenis-jenis kayu lunak. Kayu keras

tersusun atau jenis-jenis sel yang sangat berbeda dengan variasi proporsi yang

luas dan karenanya sering menjadi unik dan bahkan memiliki gambaran kayu

yang sangat indah. Karena gambaran unik yang banyak dimiliki oleh spesis-

spesis kayu keras tersebut banyak digunakan untuk perabot rumah tangga,

panil, dan tujuan-tujuan dekoratid yang lain. ( Haygreen,J.G)

PT. RAPP sendiri menggunakan kayu pepohonan yang bersumber baik dari

lahan milik pemerintah yang dikelola perusahaan ataupun lahan milik PT.

RAPP sendiri yang dikelola oleh perusahaan (Riau Fiber). Pada proses

pembuatan pulp PT. RAPP menggunakan kayu Acacia ( Acacia Mangium

dan Acacia Crassicarpa ).

Gambar 2.1 Acacia Mangium dan Acacia Crasiscarpa Tampak Samping

10
Gambar 2.3 Penampang Melintang Acacia Mangium (Kiri) dan Acacia

Crassicarpa (Kanan)

2.3. Komponen Kimia Kayu

Pengetahuan tentang komponen kimia didalam kayu mempunyai arti penting

karena dapat menentukan sifat dan kegunaan sesuatu jenis kayu. Dari sifat kimia

dapat diduga ketahanan kayu terhadap serangan makhluk perusak kayu. Selain itu

dengan menyimak komponen kimia dan serat kayu, dapat direncanakan tindakan-

tindakan teknologi dalam rangka memperbaiki sifat-sifat dan kualitas produk,

dapat pula menentukan sifat pengerjaan dan pengolahan kayu, sehingga didapat

hasil maksimal. Komponen kimia kayu sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh

faktor tempat tumbuh, iklim dan letaknya didalam batang atau cabang

(Dumanauw, 2001).

Komponen kimia kayu dibedakan antara komponen-komponen makromolekul

sebagai penyusun sel selulosa, poliosa (hemiselolusa), lignin dan komponen-

komponen minor dengan berat molekul rendah (ekstraktif dan zat-zat mineral)

yang terletak pada rongga sel. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan

11
hemiselulosa berbeda antara softwood dan hardwood. Pada proses pembuatan

pulp diinginkan sebanyak mungkin selulosa dan hemiselulosa yang tertinggal,

sebaliknya lignin dan bahan ekstraktif lainnya sebisa mungkin dipisahkan dari

serat pulp yang dihasilkan.

2.3.1. Selulosa

Selulosa adalah polimer lurus tanpa cabang dari β-glukopiranosa yang

berikatan secara 1,4 β-glukosidik yang merupakan homopolisakarida. Sering

kali derajat polimerisasi dari selulosa sangat tinggi berkisar 10.000-15.000,

ini membuat selulosa menjadi polisakarida yang terpanjang (Ek. Monica,

2009). Secara fisik selulosa berupa padatan putih yang terdapat dalam bentuk

kristalin dan amorf. Daerah yang kristalin akan lebih tahan terhadap serangan

kimia, pada proses pulping, daerah amorf merupakan daerah yang penting

(Biermann, 1996). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding

sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi

sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Saha, 2004)

Selulosa mengandung gugus hidroksil (OH-) disepanjang rantainya yang

menyebabkan secara keseluruhan selulosa bermuatan negatif. Ditinjau dari

sturkturnya, selulosan mmpunyai kelarutan yang besar dalam air karena

banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan

hidrogen dengan air. Akan tetapi kenyataanya tidak demikian, dan selulosa

bukan hanya tidak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya

ialah kekuatan rantai dan tingginya gaya antar rantai akibat ikatan hidrogen

12
antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang

menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa (Daulay, 2009;)

Ikatan hidrogen ini menyebabkan selulosa bisa terdapat dalam ukuran besar

dan memiliki sifat kekuatan tarik yang tinggi (Azhary dan Dodi, 2010)

Polisakarida yang berantai panjang yang tersusun dari unit glukosa dalam

bentuk piranosa yang berhubungan satu sama lainnya melalui ikatan 1,4-β-

glukosidik disebut selulosa. Selulosa merupakan komponen kimia kayu

terpenting sebagai bahan baku pulp dan kertas, dan pentosan kira-kira 40-

50% dari total komponen kimia kayu secara keseluruhan (Rydholm, 1967;

Purnawan, 2014).

Berat molekul selulosa berkisar antara 250.000-1.000.000 atau lebih dan pada

umumnya tiap molekul terdiri dari 1.500 satuan glukosa. Rantai selulosa

terdiri dari gugus OH pada tiap rantainya sehingga secara keseluruhan

selulosa bermuatan negatif. Pembentukan ikatan hidrogen dapat terjadi

dikarenakan OH dapat mengikat air (H-OH) atau gugus O lain pada rantai

selulosa. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang banyak memegang peranan

penting dalam pembuatan kertas (Whistler dan Teng, 1970; Tiberg, dkk.,

2001)

Selama proses pemasakan selulosa akan terdegradasi oleh larutan alkali. Dua

aksi utama yang terjadi selama proses pemasakan yaitu reaksi peeling yang

terjadi pada suhu di atas 70°C dan reaksi stopping yang terjadi pada suhu di

atas 150°C (M. Donald dan Franklin, 1969) reaksi peeling merupakan reaksi

13
pengelupasan rantai selulosa (peeling of) sehingga kualitas serat selulosa

menurun dan rendemen yang dihasilkan semakin rendah (Kartikawati, 2013).

Penggunaan terbesar selulosa yang berupa serat kayu dalam industri kertas

dan produk turunan kertas lainnya. Selulosa merupakan polimer yang

ditemukan di dalam dinding sel tumbuhan seperti kayu, dahan, dan daun yang

menyebabkan struktur-struktur tersebut menjadi kuat. Selulosa merupakan

komponen penting dari kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

kertas. Sifat-sifat bahan yang mengandung selulosa berhubungan dengan

derajat polimerisasi molekul selulosa. Berkurangnya berat molekul dibawah

tingkat tertentu akan menyebabkan berkurangnya ketangguhan. Serat selulosa

menunjukkan sejumlah sifat yang memenuhi kebutuhan pembuatan kertas.

Kesetimbangan terbaik sifat-sifat pembuatan kertas terjadi ketika kebanyakan

lignin tersisih dari serat. Ketangguhan serat terutama ditentukan oleh bahan

mentah dan proses yang digunakan dalam pembuatan pulp.

Gambar 2.4. Struktur selulosa

2.3.2. Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah heteropolisakarida yang berantai lurus dan bercabang

dan memiliki derajat polimerisasi antara 100-200 (Ek. Monica, 2009).

14
Hemiselulosa adalah kelas dari polimer gula yang termasuk diantaranya

gugus gula 6 atom seperti manosa, galaktosa, glukosa, dan 4-O-metil-asam

D-glukuronik dan 5 karbon xylosa dan arabinosa. Rantai hemiselulosa lebih

pendek dibandingkan rantai selulosa. Molekul hemiselulosa mudah menyerap

air, bersifat plastis dan mempunyai permukaan kontak antar molekul yang

lebih luas. Hemiselulosa merupakan senyawa jenis polisakarida yang terdapat

pada semua jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan mudah terhidrolisi oleh

asam mineral menjadi gula dan senyawa lain (Purnawan, 2014).

Selama proses pemasakan sejumlah tempat dan struktur dari bermacam-

macam hemiselulosa berubah. Hemiselulosa bersifat higroskopis dan larut

dalam larutan alkali encer sehingga mudah dipisahkan dari selulosa. Hidrolisa

hemiselulosa dalam asam menjadi komponen-komponen monomernya lebih

mudah dibandingkan dengan selulosa (Sjostrom, 1995; Purnawan, 2014).

Menurut Gandini dan Pasquni (2012) kandungan hemiselulosa dapat

meningkatkan kekuatan lembaran melalui peningkatan jumlah gugus

karboksil dan retensi air. Oedijono (1991) dalam Daditama (2003)

menegaskan bahwa hemiselulosa mempunyai sifat mudah membengkak kalau

terkena air karena sifat hidrofil dan keadaan yang membantu proses

penggilingan. Oleh karena itu, dalam batas-batas tertentu adanya

hemiselulosa justru dikehendaki di dalam pulp untuk kertas sehingga

pembentuk lembaran yang meudah larut dalam pelarut alkil dan lebih mudah

dihidrolisis dengan asam.

15
Ada berbagai jenis hemiselulosa spesies kayu yang berbeda memiliki

hemiselulosa dengan komposisi yang berbeda. Hardwood lebih banyak

memiliki xylan, softwood lebih banyak memiliki glukosa. Tipe selulosa juga

bervariasi tergantung letak hemiselulosa dan struktur kayu.

Rantai hemiselulosa lebih pendek dari rantai selulosa. Hemiselulosa memliki

DP lebih kecil yaitu 300. Hemiselulosa adalah polimer bercabang, atau tidak

linear. Selama pembuatan pulp, hemiselulosa bereaksi lebih cepat

dibandingkan selulosa. Hemiselulosa (bersama selulosa yang terdegradasi)

berdasarkan DP dapat dibedakan:

a. Beta selulosa: DP antara 15 – 90

b. Gamma selulosa: DP < 15

16
Gambar 2.5. Monosakarida dari Hemiselulosa

2.3.3. Lignin

Lignin merupakan polimer kompleks yang terdiri dari unit-unit fenilpropana

dan berbentuk amorf (tidak beraturan) serta berstruktur tiga dimensi. Ada 3

monomer penyusun lignin yaitu coniferyl alcohol, sinopyl alcohol, p-

coumaryl alcohol. Kayu daun mengandung coniferyl alcohol (50-75%) dan

sinapyl alcohol (25-50%). Sedangkan di kayu jarum hanya mengandung

coniferyl alcohol. Kandungan lignin terbesar terdapat pada bagian middle

lamella. (Biermann, 1996; J. Fromm, 2003; M. Christiernin, 2006). Sehingga

kayu daun memiliki kandungan lignin yang lebih bervariasi dari pada kayu

jarum (Sixta, 2006).

Rumus molekul lignin belum dapat diketahui secara pasti, dari hasil analisa

ternyata unsur lignin dalam kayu daun terdiri dari karbon sekitar 59-60% dan

hidrogen 33-34%. Monomer dari jenis kayu jarum dan kayu daun sangatlah

berbeda dimana lignin dari kayu jarum hanya terdiri dari unit guaiacyl

sedangkan kayu daun terdiri dari campuran satuan syringil dan guaiacyl.

Lignin atau lignen adalah kompleks senyawa kimia yang paling sering berasal

dari kayu, dan merupakan bagian integral dari sekunder dinding sel dari

tanaman dan beberapa alga. Istilah ini diperkenalkan tahun 1819 oleh de

Candolle dan berasal dari bahasa latin kata “Lignum”, yang berarti kayu. Ini

17
adalah salah satu yang paling berlimpah polimer organik di bumi, melebihi

hanya dengan selulosa, menggunakan 30% dari non-fosil karbon organik dan

merupakan dari seperempat hingga sepertiga dari berat kering kayu.

Lignin merupakan bagian terbesar dari selulosa dan merupakan senyawa

aromatik. Penyerapan sinar (warna) oleh pulp terutama berkaitan dengan

komponen ligninnya. Untuk mencapai derajat keputihan yang tinggi, lignin

tersisa harus dihilangkan dari pulp, dibebaskan dari gugus yang menyerap

sinar kuat sesempurna mungkin. Lignin akan mengikat serat selulosa yang

kecil menjadi serat-serat panjang. Lignin tidak akan larut dalam larutan asam

tetapi mudah larut dalam alkali encer dan mudah diserang oleh zat-zat oksida

lainnya.

Lignin atau zat kayu adalah salah satu zat komponen penyusun tumbuhan.

Komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda bergantung jenisnya. Lignin

terutama terakumulasi pada batang tumbuhan berbentuk pohon dan semak.

Pada batang, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun

lainnya, sehingga suatu pohon biasa berdiri tegak (seperti semen pada sebuah

batang beton). Berbeda dengan selulosa yang terbentuk dari gugus

karbohidrat, struktur kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama.

Gugus aromatik ditemukan pada lignin, yang saling dihubungkan dengan

rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Proses pirolisis lignin

menghasilkan senyawa kimia aromatis berupa fenol, terutama kresol. Lignin

terdapat diantara sel-sel agar tetap bersama. Keberadaan lignin dalam dinding

18
sel sangat erat hubungannya dengan selulosa yang berfungsi untuk

memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam memperkecil perubahan

dimensi sehubungan dengan perubahan air kayu dan mengurangi degradasi

terhadap selulosa.

Pulp akan mempunyai sifat fisik yang baik apabila kandungan lignin sedikit

mungkin karena sifat lignin yang kaku, rapuh, dan hidrofobik. Lignin dapat

mengurangi aktifitas selulosa atau hemiselulosa dalam pembentukan ikatan

antar serat dan dapat menurunkan derajat putih pada pulp. Sebenarnya sifat

lignin sendiri tidak berwarna. Namun, pada proses pemasakan lignin bereaksi

dengan senyawa kimia lain membentuk ikatan kromofor sehingga

menghasilkan warna.

19
Gambar 2.6. Struktur Lignin

Sifat fisik dan kekuatan dari pulp dan kertas akan lebih baik apabila

kandungan lignin didalamnya sedikit. Hal ini disebabkan karena lignin

bersifat menolak air (hidrophobik) dan kaku sehingga mempersulit dalam

proses penggilingan. Banyaknya kandungan lignin juga berpengaruh pada

konsumsi bahan kimia dalam pemasakan dan pemutihan. Kappa number

merupakan salah satu indikator untuk mengetahui banyaknya lignin yang

masih tersisa dalam pulp. Selain itu, akan menyebabkan lembaran bersifat

kaku dan dapat mengurangi aktivitas selulosa dan hemiselulosa dalam

pembentukan ikatan antar serat sehingga menghasilkan ikatan antar serat

yang rendah, memperlambat penggilingan, kerapatan dan kekuatan yang

20
rendah serta menyebabkan pulp berwarna lebih gelap (Panshin dan Zeuw,

1980, A.H. Muhammad, 2015). Pulp akan mempunyai sifat fisik atau

kekuatan yang baik apabila mengandung sedikit lignin (Surest, 2010).

2.3.4. Ekstraktif

Ekstraktif adalah senyawa kimia dengan berat molekul rendah yang dapat

larut dalam air dan pelarut organik. Ekstraktif merupakan zat pengisi rongga

sel dan merupakan kumpulan banyak zat seperti gula, pectin, zat warna kayu,

asam-asam, minyak-minya, lemak dan sebagainya (Kasmudjo, 2010; Mody

Lempang, 2017). Ekstraktif dapat larut dalam methanol, toluena, benzena,

dan larutan netral lainnya. Ekstraktif yang terkandung dalam kayu kira-kira 1-

5% terhadap berat kering kayu. Sebagian ekstraktif dihilangkan pada proses

pemasakan, sedangkan sisanya dalam pulp sering dianggap sebagai pitch atau

resin (Kocurek, 1989; Sixta, 2006).

Kandungan ekstraktif dari beberapa jenis kayu daun lebih banyak di

bandingkan dengan jenis kayu jarum. Adanya ekstraktif dalam pulp maka

akan menimbulkan kesulitan penetrasi larutan pemasak kedalam serpih dan

mempengaruhi pemakaian alkali aktif serta dapat mempengaruhi rendemen

pulp (Rydolm, 1967; A. Mursito, 2012). Ekstraktif juga berpengaruh dalam

proses pulping, dimana semakin tijnggi kandungan ekstraktif akan semakin

tinggi pula konsumsi bahan kimia yang diperlukan dalam proses pulping serta

dapat menyebabkan pitch-problem yaitu bintik-bintik pada lembaran pulp

yang dihaslikan (Syafii & Siregar, 2006; Mody Lempang, 2017). Ekstraktif

21
juga dapat menyebabkan yellowing pada pulp serta mempengaruhi kekuatan

pulp (Sixta, 2006)

Gambar 2.7. Contoh fatty acid dengan 18 Atom Karbon dalam Kayu

Kayu mengandung ekstraktif dalam jumlah yang sedikit, rata-rata untuk

kayud aun 5 ± 3%, dan untuk kayu jarum 3 ± 2%. Ekstraktif terdiri dari

beberapa komponen utama, seperti asam lemak, asam resin, wax, terpentin

dan senyawa-senyawa fenolik. Ekstraktif sangat mengganggu pada proses

pemasakan karena banyakbahan kimia yang digunakan untuk melarutkan

ekstraktif terlebih dahulu sehingga penggunaan bahan kimia dapat berlebih.

Ekstraktif adalah komponen-komponen yang dapat larut dalam air atau

pelarut organik, seperti di dalam etanol-benzen, eter, aseton, DCM, dan

sebagainya (Smook, 2002).

Ekstraktif dapat menyebabkan masalah pitch pada pembuatan pulp atau

kertas. Pitch adalah kumpulan dari bahan-bahan ekstraktif yang tidak

terlarutkan oleh bahan kimia, sehingga menyebabkan ekstraktif tersebut

mengendap dalam peralatan (screen dan wire), dan juga dapat menimbulkan

noda-noda pada kertas. selain itu juga dapat mempengaruhi proses

22
selanjutnya bila masih ada kandungan ekstraktif seperti timbulnya busa

(foam).

2.3.5. Mineral

Mineral terdiri atas ion-ion logam berupa natrium (Na), kalium (K), dan

kalsium (Ca) yang mengikat anion berupa karbonat (CO 3), phosfat (PO4),

silikat, sulfat (SO4), dan khlorida (Cl). Kayu hanya mengandung jumlah yang

rendah dari komponen-komponen anorganik, diukur sebagai abu setelah

pembakaran sempurna kayu yang jarang melebihi 1% dari berat kering kayu

(Biermann, 1996; Sixta, 2006).

Mineral (senyawa anorganik) dalam kayu biasanya mempunyai kadar kurang

dari 1% dan dalam pulp kadang-kadang senyawa ini masih terkandung, tidak

hanya berasal dari bahan bakunya melainkan juga diperoleh dari bahan kimia,

air dan peralatan yang digunakan. Untuk mengetahui kadar mineral dalam

kayu dilakukan pengabuan, sebagian besar abu terdiri dari garam-garam

karbonat, fosfat, oksalat, sulfat, dan sisanya merupakan senyawa logam

seperti kalsium, tembaga, silika, dan mangan. Kadar abu yang tinggi dalam

kayu khususnya bahan baku kayu dan tidak larut dalam HCL 6M biasanya

banyak mengandung silika. Adanya abu dalam pulp akan mengganggu pada

hasil dan kualitas kertas, sedangkan adanya silika atau silikat yang tinggi

akan mengakibatkan korosi atau pengerakan di dalam digester, menyumbat

alat pipa recovery, dan juga dapat menumpulkan alat-alat pisau (Susi Sugesty,

1991; A. Mursito 2012). Kayu dengan kadar abu yang tinggi akan

23
meninggalkan kandungan abu yang tinggi juga pada produk pulp (Roliadi,

2010).

2.4. Pulp

Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non-

kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia).

Pulp adalah bahan berupa serat berwarna putih yang diperoleh melalui proses

penyisihan lignin dari biomassa (delignifikasi). Pulp digunakan sebagai bahan

baku untuk pembuatan kertas dan dapat juga dikonversi menjadi senyawa turunan

selulosa termasuk selulosa asetat. Penyisihan lignin dari biomassa dapat dilakukan

dengan berbagai proses yaitu mekanis, semikimia dan kimia (Johanson, 1987;

Smook, 2002).

Pulp diproduksi dari bahan baku yang mengandung selulosa. Proses pembuatan

pulp pada umumnya menggunakan proses kimia, yaitu proses soda, sulfat (kraft),

sulfit, dan organosolv. Hasil penelitian mengenai pembuatan pulp secara kimia

menimbulkan pencemaran yang cukup serius karena hasil samping yang

diproduksi. Polutan atau limbah utama yang dihasilkan adalah komponen gas

yang mengandung senyawa sulfur dan klor yang dihasilkan dari proses kraft atau

sulfit dengan larutan pemasak (Simanjuntak, 1994; Yahya dkk, 2016).

Selulosa dari bahan kayu atau non-kayu masih tercampur dengan bahan lainnya

seperti lignin dan selulosa. Tujuan dari pembuatan pulp adalah mengambil

24
sebanyak-banyaknya serat selulosa (fiber) yang ada dalam kayu dan

menghilangkan kandungan lignin dan ekstraktif. Pulp dibedakan menjadi 2

macam yaitu pulp berserat pendek dan pulp berserat panjang. Pulp berserat

pendek umumnya dihasilkan dari jenis rumput-rumputan dan sisa hasil pertanian,

sedangkan pulp berserat panjang dihasilkan dari tumbuhan kayu.

Menurut Bahri (2015) bahan baku dasar pembuatan pulp adalah selulosa dalam

bentuk serat dan hamper semua tumbuhan yang mengandung serat dapat dipakai

sebagai bahan baku pembuatan pulp. Pulp merupakan hasil pemisahan serat kayu

atau bahkan berserat lain yang mengandung lignoselulosa (Casey, 1980; A.

Morlina 2016). Pembuatan pulp didefinisikan sebagai proses mengubah bahan

baku berselulosa menjadi berserat. Pulp atau yang disebut dengan bubur kertas

merupakan bahan pembuatan kertas. Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang

dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp, yang mengandung

selulosa dan hemiselulosa. Secara umum, prinsip pembuatan pulp merupakan

pemisahan selulosa terhadap impurities bahan-bahan dari senyawa yang

dikandung oleh kayu di antaranya lignin. Adapun karakteristik bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan pulp, yakni:

 Berserat

 Kadar alpa selulosa lebih dari 40%

 Kadar lignin kurang dari 25%

 Kadar air maksimal 10%

 Memiliki kadar abu yang kecil

25
(Harsini dan Susilowati, 2010)

2.5. Proses Pembuatan Pulp

Proses pembuatan pulp terdiri dari proses pemasakan kayu dan pemutihan pulp.

Proses pembuatan pulp pada dasarya adalah proses pemisahan serat dari bahan

baku yang mengandung serat dengan cara mekanis, kimia atau gabungan dari

keduanya. Dalam proses kimia, bahan baku dimasak dalam bejana pemasak

(digester) dan ditambahkan dengan bahan kimia untuk melarutkan komponen

dalam bahan baku yang tidak diinginkan sehingga diperoleh pulp dengan

kandungan selulosa yang tinggi.

Tujuan utama dari pembuatan pulp adalah memisahkan selulosa (serat-serat) dari

bahan-bahan lainnya. Pulp secara kimia bertujuan memisahkan serat selulosa dari

bahan baku melalui delignifikasi tanpa terdegradasi karbohidrat.

Ada beberapa metode untuk pembuatan pulp yang merupakan proses pemisahan

selulosa dari senyawa pengikatnya, terutama lignin yaitu secara mekanis,

semikimia dan kimia. Pada proses secara kimia ada beberapa cara tergantung dari

larutan pemasak yang digunakan, yaitu proses sulfit, sulfat (kraft), dan lain-lain.

2.6. Analisa Kualitas Pulp Belum Putih

2.6.1. Kappa Number

Kappa number merupakan pengujian kimia yang diperlakukan terhadap pulp

untuk menentukan tingkat delignifikasi dan kematangan pulp, kekuatan relatif

dari pulp dan kesanggupan untuk diputihkan. Kappa Number didefinisikan

26
sebagai jumlah konsumsi permanganat dalam sampel pulp yang mengandung

lignin yang belum bereaksi. Setelah beberapa waktu, permanganat bereaksi

dengan pulp yang ditentukan dengan metode titrasi. Kappa number kemudian

ditentukan dengan jumlah 0,1 N larutan KMnO 4 yang dikonsumsi oleh 1 gr

pulp dalam waktu 10 menit denga suhu 25°C. Kappa number ini sangat

berguna untuk menentukan kadar lignin dalam pulp. Larutan kimia yang

digunakan, diantaranya KMnO4 berfungsi untuk mengoksidasi lignin dalam

pulp, Kalium Iodida (KI) berfungsi sebagai reduktor, H 2SO4 berfungsi

membuat suasana asam, karena proses oksidasi-reduksi berjalan optimum

dalam suasana asam, Na2S2O3 berfungsi sebagai larutan pentiter (larutan

standar) dan indikator starch 1% berfungsi sebagai indikasi berakhirnya

proses titrasi.

Pengukuran lignin (kappa number) pulp slurry pada proses pulpmaking

merupakan kunci sukses dalam mengoptimumkan proses pembuatan pulp.

Informasi kappa number ini sangat berguna untuk mengontrol parameter

selama proses pemasakan berlangsung seperti faktor H, liquor to wood ratio,

jumlah konsumsi WL, kadar air kayu, efisiensi pencucian, temperatur dan

lain-lain. Di skala industri, telah dipasang sensor kappa number untuk melihat

nilai kappa number. Sebenarnya kappa number on-line mengukur sampel

dengan menggunakan teknik optik berdasarkan absorbsi sinar UV.

Kemampuan lainnya adalah mengukur parameter lain seperti konsistensi,

temperatur dan pH yang dikenali oleh alat dan akan menyalakan alarm jika

hasil yang diinginkan menyimpang dari standar.

27
Kunci untuk memonitor dan kontrol pemasakan dengan menggunakan kappa

number sangat penting untuk mengontrol proses delignifikasi, juga sangat

berguna untuk mengontrol beberapa parameter untuk bleaching. Untuk

digester semakin sering analisa kappa number dilakukan dapat meningkatkan

variasi kappa number hingga level 20% dan menjaga kappa number tetap

dalam target. Ketelitian dari analisa kappa number ini akan membantu

operator digester untuk mengontrol jalannya digester, mulai dari start up,

proses berjalan, penukar material dan sebagainya.

2.6.2. Rendemen

Rendemen mencerminkan jumlah pulp yang dihasilkan dari bahan baku yang

dimasak. Besarnya rendemen yang diperoleh dapat dijadikan sebagai salah

satu kriteria dalam menentukan efektifitas proses pulping yang dilakukan.

Semakin efektif proses, semakin tinggi nilai rendemen.

28

Anda mungkin juga menyukai