Anda di halaman 1dari 7

Tugas Ilmu Kayu

MAKALAH ZAT EKSTRAKTIF

Dibuat oleh :

Nama : Al Amin
NIM : M11 114 529
Kelas : Ilmu Kayu Kurikulum Lama

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu tidak hanya merupakan senyawa kimia, atau jaringan anatomi, atau bahan
tetapi merupakan gabungan dari ketiganya. Kesemuanya ini merupakan hasil hubungan
yang erat dari komponen-komponen kimia yang membentuk unsur-unsur ultra struktur,
yang kemudian bergabung menjadi suatu sistem yang berderajat tinggi yang membentuk
dinding sel yang akhirnya membentuk jaringan kayu. (Fengel.D, 1995)

Komponen kimia kayu sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh faktor tempat
tumbuh, iklim dan letaknya di dalam batang atau cabang. Pada komponen kimia kayu
terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat eksraktif masing-masing sangat
dbutuhkan oleh tumbuhan.

Zat ekstraktif adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti: eter, alcohol,
bensin dan air. Jumlah zat ekstraktif rata-rata 3 – 8%, dari berat kayu karing tanur.
Termasuk di dalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula, pati dan zat
warna. Zat ekstraktif tidak merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam
rongga sel.
BAB II
PEMBAHASAN

Zat Ekstraktif

Sjostrom (1993) menjelaskan bahwa zat ekstraktif merupakan salah satu unsur
penyusun kayu. Zat ekstraktif dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut organik
seperti etanol, aseton, atau diklorometan. Walker (2006) menyatakan bahwa zat ekstraktif
merupakan komponen pengisi rongga sel kayu yang dapat diekstrak dari kayu dengan
menggunakan pelarut polar maupun non polar. Kandungan dan komposisi zat ekstraktif
dalam kayu berbeda-beda sesuai posisinya di dalam pohon. Secara umum, kandungan zat
ekstraktif di dalam kayu berkisar antara 1% sampai dengan 20% (Stenius 2000). Perbedaan
ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh (Sjostrom 1993).

Zat ekstraktif secara umum dapat digolongkan ke dalam tiga subgolongan, yaitu
senyawa alifatik (lilin dan lemak), senyawa terpena dan terpenoid, dan senyawa fenolik
(Sjostrom 1993, Frederique 2009, Fengel dan Wegener 1995).

1. Alifatik (Aliphatic Compounds)

Kelompok senyawa alifatik merupakan kelompok senyawa yang mendominasi


resin parenkhim (Sjostrom 1993). Selanjutnya disebutkan bahwa alkana dan alkohol
tergolong bagian yang terkecil jumlahnya dibandingkan dengan arachinol (C20), behenol
(C22), dan lignocerol (C24). Hasil berbeda disampaikan Frederique (2009), bahwa
kelompok lilin, lemak dan turunannya terdiri dari asam lemak, trigliserida, gliserida,
alkohol berlemak, sterol, dan steril ester.

2. Terpena dan Terpenoid (Terpenes and Terpenoids Compounds)

Terpena merupakan hidrokarbon murni sedangkan terpenoid mengandung gugus-


gugus fungsional, seperti OH, C=O, COOH, dan lain-lain (Fengel dan Wegener 1995).
Kelompok senyawa terpena dan terpenoid merupakan kelompok senyawa yang terdapat
dalam oleoresin (Sjostrom 1993). Kelompok senyawa terpena dan terpenoid terdiri dari
limonena, pinena, dan asam resin (Frederique 2009). Cole (2010) lebih rinci menjelaskan
bahwa kelompok senyawa terpenoid terdiri dari monoterpena (C10) mencakup α-pinena,
β-pinena, dan limonena ; diterpena (C20) mencakup asam abeitik dan asam pimarik ;
triterpena (C30) yang salah satunya adalah senyawa betulin.
3. Fenol (Phenolic Compounds)

Senyawa fenol merupakan kelompok senyawa yang menjelaskan bahwa akumulasi


dari senyawa fenol dalam kayu teras adalah salah satu penciri dari kayu teras (Sjostrom
1993). Kelompok senyawa fenol terdiri dari senyawa fenol sederhana yang mencakup
asam gallat dan vanilin; stilbena yang salah satunya adalah pinosylvin; flavonoid yang
salah satunya adalah taxifolin; dan lignan yang salah satunya adalah pinoresinol(Sjostrom
1993, Frederique 2009).

Zat Ekstraktif Sebagai Obat

Sjostrom (1981) menjelaskan bahwa substansi fenol terkandung di dalam teras


kayu (heartwood) dan kulit kayu, dan hanya sedikit terdapat dalam kayu gubal (sapwood).
Fenol memiliki sifat anticendawan (fungisida) sehingga sangat efektif melindungi kayu
untuk melawan serangan cendawan.

Walker (2006) menyatakan bahwa zat ekstraktif memiliki berbagai fungsi, antara
lain sebagai antiserangga (antifeedan, seperti anti nyamuk), antioksidan, antivirus,
antibakteri, sitotoksin, dan anticendawan. Hal ini diduga disebabkan oleh berbagai
senyawa yang terkandung dalam zat ekstraktif yang bersifat racun sehingga dapat
mencegah serangan bakteri (bakterisidal), cendawan, serta rayap (Fengel dan Wegener
1995).

Beberapa kelompok senyawa zat ekstraktif yang berfungsi sebagai bahan obat-
obatan diantaranya:

1. Alkaloid

Alkaloid umumnya mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen yang biasanya berada dalam gabungan sebagai bagian dari sistem
siklik (Sastrohamidjojo 1996). Alkaloid seringkali bersifat racun bagi manusia dan
mempunyai aktivitas fisiologik yang menonjol. Alkaloid biasanya tidak berwarna,
seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal dan hanya sedikit yang berupa
cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar. Uji sederhana yang sama sekali tidak
sempurna untuk alkaloida dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah
(Harborne 1987).

2. Flavanoid
Flavonoid merupakan kelompok besar yang terdiri dari flavon, flavanon, dan
isoflavon. Flavonoid yang telah teridentifikasi berupa krisin, taksifolin, pinosembrin,
pinobanksin, pinostrobin, dan katekin (Fengel dan Wegener 1995). Tumbuhan yang
mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional karena memiliki berbagai
efek terhadap macam-macam organisme, antara lain mengobati gangguan fungsi hati
karena memiliki aktivitas antioksidan, antihipertensi, antimutagen, menurunkan agregasi
keping darah (lempengelet) sehingga dapat mengurangi pembekuan darah, dan dapat
menghambat pendarahan (Robinson 1991).

3. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika
dikocok dalam air (Robinson 1991). Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba (Hasan
et al. 2010). Beberapa tahun terakhir ini, saponin tertentu menjadi penting karena dapat
diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan
baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson
1991). Saponin dibedakan atas dua jenis, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal . Kedua jenis saponin
ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter (Robinson 1991).

4. Steroid dan Triterpenoid

Triterpena merupakan senyawa yang mempunyai struktur sterana dan merupakan


steroid. Senyawa utama dari triterpena siklik adalah skualena asiklik dan serrafenediol
dalam jumlah yang sangat kecil. Komponen utama kelompok steroid dalam kayu pada
umumnya mengandung β–sitosterol, sedangkan kampesterol, sitosterol, sitostanol,
sikloartenol dan sitrostadienol merupakan senyawa yang jumlahnya tergolong kecil
(Fengel dan Wegener 1995)

Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam


satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu
skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang agak rumit dan kebanyakan berupa alkohol,
aldehida atau asam karboksilat. Senyawa-senyawa
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Zat eksraktif merupakan komponen non-struktural pada kayu dan kulit tanaman
terutama berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada dinding sel
yang berfungsi sebagai sifat pengawet. Selain itu zat ekstarktif yang berasal dari tumbuhan
juga berperan sebagai antimikroba.

B. Saran

Komponen kimia kayu sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh faktor tempat
tumbuh, iklim dan letaknya di dalam batang atau cabang. Pada komponen kimia kayu
terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat eksraktif masing-masing sangat
dbutuhkan oleh tumbuhan. Maka dari itu komponen kimia kayu ini perlu ada pada
tumbuhan karena dapat memberikan fungsi yang begitu banyak pada tumbuhan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu; Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Sastrohamidjoyo


H dan Prawirohatmojo S, Penerjemah, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Terjemahan dari Wood: Ultrastructure, Reactions.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan
(Cetakan Keempat) Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah: Niksolihin S,
editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari Phytochemical Method.

Hasan SM, Haq AU, Byrd JA, Berhow MA, Cartwrigght AL, Bailey CA. 2010.
Haemolytic and Antimicrobial Activities of Saponin-rich extracts from guar
meal. Elsevier Journal 119:600-605.

Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi (Edisi Keenam) Padmawinata


K., Penerjemah: Sutomo T., Penyunting. Bandung: ITB. Terjemahan dari The
organic constituents of higher plants, 6th edition.

Sjostrom E. 1993. Wood Chemistry: Fundamentals and Aplication. San Diego California:
Academic Press,Inc. Harcourt Brace Jovanovich, Publishers

Walker JCF. 2006. Primary Wood Processing: Principles and Practice. University of
Canterbury, Christchurch, New Zealand. Published by Springer.

Anda mungkin juga menyukai