Anda di halaman 1dari 3

Tugas Sifat Fungsional Bioproduk

Nama : Yuda Muhammad Ramdhani


NIM : 11918038
Teknologi Pasca Panen

A. Pengertian dan Fungsi Zat Ekstraktif

Dinding sel kayu tersusun oleh tiga unsur utama yaitu selulosa, hemiselulosa
dan lignin, yang semuanya merupakan polimer. Selain ketiga komponen utama
tersebut terdapat pula sejumlah unsur atau bahan yang disebut ekstraktif.

Zat ekstraktif merupakan komponen kayu yang bukan merupakan komponen


struktural, yang hampir semuanya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dan
berbobot molekul rendah (Sjostrom 1995). Zat ekstraktif kayu digolongkan menjadi 3
sub golongan yaitu senyawa alifatik (terutama lemak dan lilin), terpena dan terpenoid,
serta senyawa fenolik (Achmadi 1990). Variasi kandungan ekstraktif pada kayu dari
3% sampai 30%. Bahan bahan ini pada kayu dapat memberi pengaruh pada kerapatan.
Secara umum kekuatan dan kekakuan kayu meningkat seiring dengan naiknya
kerapatan (Haygreen dan Bowyer 1996). Ekstraktif kayu meliputi sejumlah besar
senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut
polar dan non polar. Dalam arti sempit ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang
larut dalam pelarut organik (Fengel dan Wegener 1983).

Senyawa kimia berbobot molekul rendah diklasifikasikan menjadi dua yaitu


bahan organik dan anorganik. Bahan organik biasa disebut ekstraktif dan bahan
anorganik biasa disebut abu (Fengel dan Wegener 1983). Komponen utama abu kayu
adalah kalsium, kalium dan magnesium. Dalam banyak kayu, jumlah Ca hingga 50%
atau lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg masing-masing menduduki
tempat kedua dan ketiga, diikuti Mn, Na, P dan Cl (Ellis 1962 dalam Fengel dan
Wegener 1983). Kayu tropika banyak yang menonjol karena persentase silikonnya
yang tinggi dibandingkan dengan kayu asal daerah sub tropika dimana dapat melebihi
kandungan kalsium dalam spesies tertentu (Hillis, de Silva 1979 dalam Fengel dan
Wegener 1983). Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) kandungan silika berpengaruh
terhadap sifat pengolahan kayu utuh karena kandungan silika lebih dari 0,3 % dapat
menumpulkan alat-alat pertukangan. Kandungan silika melebihi 0,5 % relatif umum
terdapat pada kayu-kayu teras tropika. Pada sejumlah jenis kayu tropika kandungan
ini mungkin lebih dari 2 %.
Komponen ini memiliki nilai yang penting karena menyebabkan kayu tahan
terhadap serangan jamur dan serangga, memberi bau, rasa dan warna pada kayu.Hillis
(1987) menyatakan bahwa zat ekstraktif pada pohon di daerah tropis dan subtropis
lebih banyak dari pada pohon di daerah sedang (temperate). Jumlah kadar zat
ekstraktif pada hardwood (kayu daun lebar) lebih banyak
dibandingkan softwood (kayu daun jarum). Riset terhadap 480 sampel Pinus
echinata yang hidup pada kondisi dan umur berbeda menunjukkan bahwa umur
mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam jumlah ekstraktif. Hal yang
mempengaruhi kandungan zat ekstraktif dalam kayu diantaranya umur, tempat
tumbuh, genetik, posisi dalam pohon, jenis pelarut yang digunakan dan kecepatan
pertumbuhan.
Ekstraksi kayu meliputi suatu proses pemisahan dua zat atau lebih dengan
menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Ekstraksi pelarut dapat dilakukan
dengan pelarut yang berbeda seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana atau
campuran dari pelarut-pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tannin, dan
senyawa berwarna merupakan senyawa-senyawa yang paling penting yang dapat
diekstraksi dengan pelarut. Komponen utama dari bagian kayu yang dapat larut dalam
air terdiri atas karbohidrat, protein dan garam-garam an-organik (Fengel & Wegener
1995).

Dumanauw (1990) menyatakan bahwa zat ekstraktif bukan merupakan bagian


struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Sedangkan Sjöström (1995)
berpendapat bahwa zat ekstraktif tidak tersebar secara merata dalam batang dan
dinding sel serat. Ekstraktif terdapat pada tempat tertentu, sebagai contoh asam dalam
tumbuhan resin banyak terdapat dalam saluran resin dalam kulit kayu, sedangkan
lemak dan lilin banyak terdapat dalam sel parenkim jari-jari baik pada kayu daun
jarum dan kayu daun lebar.

Selanjutnya Fengel dan Wegener (1995), mengemukakan bahwa zat ekstraktif


berpusat pada resin kanal dan sel perenkim jari-jari. Pada lamela tengah juga terdapat
zat ekstraktif dengan kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan interseluler
dan dinding sel trakeid serta libriform.

Zat ekstraktif dapat digunakan untuk mengenali suatu jenis kayu. Jenis kayu yang
berbeda menyebabkan kandungan zat ekstraktif yang berbeda pula, sehingga dapat
dijadikan sebagai alat identifikasi/ pengenalan kayu (Dumanauw, 1982). Sedangkan
menurut Sjostrom (1995) bahwa tipe-tipe ekstraktif yang berbeda adalah perlu untuk
memepertahankan fungsi biologi pohon yang bermacam-macam. Sebagai contoh
lemak merupakan sumber energi sel-sel kayu, sedangkan terpenoid-terpenoid rendah,
asam-asam resin, dan senyawa-senyawa fenol melindungi kayu terhadap kerusakan
secara mikrobiologi atau serangan serangga.

Air ekstrak dari sebagian besar kayu adalah sedikit asam. Kondisi asam dapat
mempercepat proses korosi pada logam (Farmer 1967). Pengujian korosi atau karat
pada baja dalam larutan asam lemah atau yang kurang terionisasi seperti asam asetat,
telah menunjukkan bahwa pH sekitar 4,0-4,3 merupakan batasan bawah dimana
tingkat korosi meningkat dengan cepat (Farmer 1962 dalam Krilov et al. 1988).

Keasaman kayu disebabkan oleh asam organik dan zat-zat polifenol yang
ditemukan dalam jenis kayu tertentu merupakan faktor penting sebagai petunjuk bagi
masalah umum yang terjadi pada korosi logam, khususnya korosi yang terjadi pada
bilah gergaji baja (Krilov et al. 1988).

B. Prospek Potensi Kayu Ekstraktif\

Selain zat ekstraktif pada kayu berfungsi untuk sebagai morfologi atau fisiologi
dari tumbuhan kayu, zat ini juga dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan
manusia. Misalnya bisa dijadikan obat antikanker, antimalaria, dan antidiabetes yang
ini telah dikembangkan oleh salahsatu guru besar dari IPB. Hal ini dikarenakan zat
ekstraktif bersifat bioreaktif

Karena kegunaan inilah dengan memungkinkan dapat diaplikasikan dalam skala


besar. Prospek kedepannya bisa mengembangakan bisnis industri obat berbasis zat
ekstraktif kayu ini. Namun, untuk produksi massal diperlukan kerjasama dengan
lembaga lain yang mempunyai kompetensi dalam pembuatan seperti bio-farmaka,
fakultas farmasi, atau dengan pabrik obat.

Sebenarnya masih banyak yang mungkin untuk diteliti apa saja kegunaan dari zat
ekstraktif ini. Jika memiliki kegunaan yang sangat bermanfaat bagi keperluan
manusia hal ini bisa dikembangkan menjadi bisnis yang menjanjikan.

Daftar Pustaka

Lukmandaru,G. (2009). Pengukuran Kadar Ekstraktif dan Sifat Warna pada Kayu
Teras Jati Doreng. Jurnal Ilmu Kehutanan, 3(2), 67-69.

Lukmandaru,G. (2012). Komposisi Ekstraktif pada Kayu Mangium (Acacia


mangium). J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 10 (2), 150-151

https://berbagibahanilmu.blogspot.com/2015/02/zat-ekstraktif-dalam-ka
yu-kimia-kayu.html

Anda mungkin juga menyukai