TINJAUAN PUSTAKA
Nama faloak merupakan nama lokal yang diberikan oleh masyarakat NTT,
khususnya Timor untuk pohon S. comosa. Sterculia comosa Wallich
teridentifikasi berdasarkan SK No. 1135/IPH.1.02/If.8/IX/2010 tentang Hasil
Identifikasi/Determinasi Tumbuhan oleh Herbarium Bogoriense Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor Tahun 2010 (Lampiran 1). Tantra (1976)
melaporkan bahwa S. comosa memiliki beberapa nama lokal, seperti bangilan
(Manado), bingiladu (Gorontalo), kalimana olimana (Tobelo), kaita (Pulau Sula di
Maluku), lahea (Pulau Mangas), kayu pani (Pulau Buru), susulangit (Pulau
Seram). Zipcodezoo (2010), menjelaskan bahwa S. comosa merupakan flora
berbentuk pohon yang termasuk family Sterculiaceae dan secara taksonomi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Sterculia
Spesies : Sterculia comosa Wallich.
Faloak tersebar di Indonesia dan Filipina (Tantra 1976). Di Indonesia,
faloak terdapat di Sulawesi dan Maluku, sedangkan di NTT, khususnya di Timor,
sebaran pohon faloak belum terdata dengan baik berdasarkan hasil penelusuran
referensi yang berkaitan dengan flora Indonesia dan hasil penelusuran Koleksi
Herbarium Bagian Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor Indonesia.
Zipcodezoo (2010) menjelaskan secara umum bahwa genus Sterculia tumbuh
melimpah di daerah tropis Asia dengan jumlah yang telah diidentifikasi sebanyak
26 spesies dari ± 100 – 150 spesies secara umum yang tumbuh di daerah tropis
dan subtropis. Dari 26 spesies yang terdapat di Asia tersebut, 14 spesies
21
a b
Gambar 1. Tumbuhan faloak (Sterculia comosa Wallich) di Kupang - NTT
a. Tempat tumbuh, daun, dan buah mentah pohon faloak
b. Pohon faloak setelah kulit diambil sebagai obat, buah matang.
22
Zat Ekstraktif
Sjostrom (1993) menjelaskan bahwa zat ekstraktif merupakan salah satu
unsur penyusun kayu. Zat ekstraktif dapat diekstraksi dengan menggunakan
pelarut organik seperti etanol, aseton, atau diklorometan. Walker (2006)
menyatakan bahwa zat ekstraktif merupakan komponen pengisi rongga sel kayu
yang dapat diekstrak dari kayu dengan menggunakan pelarut polar maupun non
polar. Kandungan dan komposisi zat ekstraktif dalam kayu berbeda-beda sesuai
posisinya di dalam pohon. Secara umum, kandungan zat ekstraktif di dalam kayu
berkisar antara 1% sampai dengan 20% (Stenius 2000). Perbedaan ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh (Sjostrom 1993).
Zat ekstraktif secara umum dapat digolongkan ke dalam tiga subgolongan,
yaitu senyawa alifatik (lilin dan lemak), senyawa terpena dan terpenoid, dan
senyawa fenolik (Sjostrom 1993, Frederique 2009, Fengel dan Wegener 1995).
1. Alifatik (Aliphatic Compounds)
Kelompok senyawa alifatik merupakan kelompok senyawa yang
mendominasi resin parenkhim (Sjostrom 1993). Selanjutnya disebutkan
bahwa alkana dan alkohol tergolong bagian yang terkecil jumlahnya
dibandingkan dengan arachinol (C20), behenol (C22), dan lignocerol (C24).
Hasil berbeda disampaikan Frederique (2009), bahwa kelompok lilin, lemak
dan turunannya terdiri dari asam lemak, trigliserida, gliserida, alkohol
berlemak, sterol, dan steril ester.
2. Terpena dan Terpenoid (Terpenes and Terpenoids Compounds)
Terpena merupakan hidrokarbon murni sedangkan terpenoid
mengandung gugus-gugus fungsional, seperti OH, C=O, COOH, dan lain-lain
(Fengel dan Wegener 1995). Kelompok senyawa terpena dan terpenoid
merupakan kelompok senyawa yang terdapat dalam oleoresin (Sjostrom
1993). Kelompok senyawa terpena dan terpenoid terdiri dari limonena, pinena,
dan asam resin (Frederique 2009). Cole (2010) lebih rinci menjelaskan
bahwa kelompok senyawa terpenoid terdiri dari monoterpena (C10) mencakup
α-pinena, β-pinena, dan limonena ; diterpena (C20) mencakup asam abeitik dan
asam pimarik ; triterpena (C30) yang salah satunya adalah senyawa betulin.
23
2. Flavanoid
Flavonoid merupakan kelompok besar yang terdiri dari flavon, flavanon,
dan isoflavon. Flavonoid yang telah teridentifikasi berupa krisin, taksifolin,
pinosembrin, pinobanksin, pinostrobin, dan katekin (Fengel dan Wegener
1995). Tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan
tradisional karena memiliki berbagai efek terhadap macam-macam organisme,
antara lain mengobati gangguan fungsi hati karena memiliki aktivitas
antioksidan, antihipertensi, antimutagen, menurunkan agregasi keping darah
(lempengelet) sehingga dapat mengurangi pembekuan darah, dan dapat
menghambat pendarahan (Robinson 1991).
3. Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan
busa jika dikocok dalam air (Robinson 1991). Beberapa saponin bekerja
sebagai antimikroba (Hasan et al. 2010). Beberapa tahun terakhir ini, saponin
tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan
dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis
hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson 1991).
Saponin dibedakan atas dua jenis, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan
glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal
(Cheeke 2011, dan Robinson 1991). Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan
etanol, tetapi tidak larut dalam eter (Robinson 1991).
4. Steroid dan Triterpenoid
Triterpena merupakan senyawa yang mempunyai struktur sterana dan
merupakan steroid. Senyawa utama dari triterpena siklik adalah skualena
asiklik dan serrafenediol dalam jumlah yang sangat kecil. Komponen utama
kelompok steroid dalam kayu pada umumnya mengandung β–sitosterol,
sedangkan kampesterol, sitosterol, sitostanol, sikloartenol dan sitrostadienol
merupakan senyawa yang jumlahnya tergolong kecil (Fengel dan Wegener
1995)
Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30
asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang agak rumit dan
kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Senyawa-senyawa
25
ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi, terkenal karena
rasanya yang pahit (misalnya limonen, suatu senyawa pahit yang larut dalam
lemak dan terdapat dalam buah jeruk), umumnya sukar dicirikan karena tak ada
kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-
Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat). Sampai saat ini yang diketahui
tersebar luas adalah triterpena pentasiklik α-amirin dan β-amirin serta asam
turunannya, yaitu asam urosilat, asam oleanolat. Senyawa ini terdapat dalam
lapisan malam daun dan dalam buah, seperti apel dan peer dan mungkin
berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba
(Harborne 1987).
Steroid tumbuhan mempunyai satu atau dua atom karbon tambahan selain
rantai samping delapan karbon yang terdapat dalam lanosterol yang juga
terdapat dalam banyak steroid. Senyawa-senyawa seperti asam kolanat,
kolekalsiferol, 1,25-dihidroksivitamin D, hormon serangga ekdison dan
ekdisteron ini berperan sebagai pelindung jika ditemukan di tanaman. Salah
satu senyawa yang dimiliki tumbuhan adalah kukurbitasin yang merupakan
glikosida triterpenoid dengan kerangka karbon lanosterol. Senyawa ini tidak
hanya bekerja menolak beberapa serangga, tetapi juga menarik beberapa
serangga lain (Robinson 1991).
Etnobotani Faloak
Pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan faloak sebagai obat secara
tradisional merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman secara turun
temurun dari nenek moyang mereka. Bagian yang dimanfaatkan adalah kulit
pohon bagian dalam, dengan tahapan sebagai berikut:
1. Kulit pohon faloak diperoleh dengan cara dikupas dari batang pohon hidup.
Kemudian kulit paling luar atau kulit mati atau biasa disebut ritidoma
dipisahkan dari kulit bagian dalam yang akan dimanfaatkan.
2. Kulit pohon bagian dalam tersebut dicuci dengan air, kemudian direbus
hingga air rebusan menunjukkan warna merah pekat.
3. Air rebusan digunakan dengan cara diminum untuk menyembuhkan berbagai
penyakit dalam, antara lain dapat menyembuhkan penyakit tifus, maag, liver
26
polifenol yang diperoleh dari kulit pohon, dan komponen kimia utama polifenol
dari Sterculia parviflora yang dihasilkan dari buah matang.
Kajian terbaru yang dilakukan terhadap beberapa spesies dari family
Sterculiaceae ini diketahui mengandung alkaloid dari biji, seperti Sterculia
javanica R.Br.,(sekarang menjadi Sterculia cordata Bl.), dan Sterculia blumei G.
Don. (sekarang Sterculia coccinea Jack var. coccinea. Penelitian lain yang telah
dilaporkan oleh Katade et al. (2006) bahwa zat ekstraktif biji Sterculia guttata
bersifat larvicidal terhadap Aedes aegypti dan Culex quinquefascilatus karena
mengandung alkaloid. Shamsundar dan Paramjyothi (2010) melaporkan bahwa
berdasarkan uji fitokimia zat ekstraktif biji Sterculia foetida mengandung
alkaloid, flavonoid, saponin sebagai komponen kimia utama yang bermanfaat
dalam bidang farmasi. Vital et al. (2010) menemukan zat ekstraktif daun Sterculia
foetida bersifat antimikroba karena mengandung senyawa utama alkaloid dan
tannin.
.
Bakteri
Pelczar dan Chan (2008) mendefenisikan bakteri sebagai mikroorganisme
prokariotik uniselular, berkembangbiak dengan membelah diri dan tidak
mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel-selnya
berbentuk bulat (kokus), batang (basilus), atau spiral (spirilium). Ukurannya
beragam dengan diameter antara 0,5 sampai dengan 1,0 µm dan panjangnya
antara 1,5 sampai dengan 2,5 µm.
Klasifikasi bakteri negatif Gram dan positif Gram didasari oleh struktur
dinding sel (Thiel 1999), yakni dinding sel bakteri negatif Gram memiliki
beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar, sedangkan dinding sel pada
bakteri positif Gram tersusun atas berlapis-lapis peptidoglikan. Lapisan terluar
dinding sel pun berbeda-beda (Hunt 2010). Lapisan terluar dinding sel bakteri
negatif Gram adalah membran luar dengan lapisan terluar lebih tipis, sedangkan
bagian terluar dari bakteri positif Gram adalah peptidoglikan dengan lapisan
terluar lebih tebal dari bakteri negatif Gram (Pelczar dan Chan 2008; Fox 2010).
Sifat patogen dari kedua kelompok bakteri ini juga menunjukan perbedaan dengan
28
2) Salmonella typhii
Secara umum, Salmonella sebenarnya hanya satu spesies dari
Salmonella (Salmonella enterica). Namun, lebih dari 2000 tipe akhirnya dapat
digambarkan dengan menggunakan antibodi yang tepat. Beberapa jenis yang
umumnya terkait dengan penyakit manusia diantaranya S. enteritidis, S.
cholerae-suis dan S. typhi. Salmonellosis disebabkan oleh berbagai serotipe
dan S. enteritidis merupakan jenis yang paling banyak menimbulkan
salmonellosis pada manusia. Bakteri ini biasanya ditularkan melalui tempat air
minum atau dari sumber air atau makanan yang tercemar. Infeksi biasanya
muncul sebagai gastroenteritis dengan gejala sakit berupa mual, muntah dan
buang air besar secara terus-menerus (Fox A 2009).
3) Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri anaerob fakultatif positif
Gram dan merupakan salah satu penyebab infeksi oportunistik yang sering
dijumpai pada pasien, baik di rumah sakit maupun di masyarakat. Makanan
yang tercemar S.aureus akan menghasilkan enterotoksin (Fox A 2009).
Enterotoksin yang dihasilkan oleh S. aureus adalah staphylococcal
enterotoxins, yaitu enterotoksin yang diproduksi oleh S. aureus yang
menyebabkan keracunan makanan ketika mengkonsumsi makanan yang
tercemar S.aureus (Loir 2003). Gejala sakit yang biasanya terlihat berupa
mual, muntah, diare (yang menyebabkan dehidrasi) dan sakit perut. Di
samping itu toxic shock syndrome memiliki sifat-sifat superantigen dari S.
aureus, mengakibatkan produksi sitokin, kebocoran pembuluh darah dan
toksikitas sel (Fox A 2010).
4) Bacillus cereus
Dua spesies Bacillus penyebab penyakit pada manusia adalah B.
anthracis dan B. cereus. Bacillus cereus adalah bakteri positif Gram aerob
berbentuk spora relatif mirip dengan B. anthracis. Bakteri ini menyebabkan
keracunan makanan, dan gangguan pada mata seperti keratitis parah,
30
5) Streptococcus agalactiae
Fox A (2010) menjelaskan bahwa Streptococcus adalah bakteri gram-
positif anaerob fakultatif, berbentuk seperti rantai (kadang-kadang
berpasangan) dan merupakan katalase-negatif. Streptococcus dapat
diklasifikasikan berdasarkan sifat hemolitiknya, yaitu Streptococcus hemolitik
α, Streptococcus hemolitik β dan Streptococcus non-hemolitik (Kim 2011).
Streptococcus agalactiae merupakan salah satu bakteri yang tergolong
Streptococcus hemolitik β. Streptococcus agalactiae adalah bakteri yang
menyebabkan meningitis neonatal, septicaemia dan pneumonia. Streptococcus
hemolitik β menyebabkan pecahnya sel darah merah. Struktur sel S.
agalactiae mengandung gen yang menampilkan ragam ekstraseluler, seperti
polisakarida dan protein yang berfungsi untuk menghindari sistem pertahanan
inang (Glaser et al. 2002). Rubinstein et al. (2011) melaporkan bahwa 995
isolat S. agalactiae yang telah diisolasi selama kurun waktu 2002–2008,
sebanyak 46,8% isolat diperoleh dari vagina, 30,7% diperoleh dari pembalut,
15,2% diperoleh dari air seni (urine), 1,6% diperoleh dari darah, dan 5,7%
diperoleh dari bagian-bagian lain. Sebanyak 7,8% S. agalactiae tahan terhadap
erythromycin.
Cendawan
Candida albicans