Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN

STUDI POLA PENGGUNAAN OBAT MOOD STABILIZER PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN BIPOLAR DI RUMAH SAKIT JIWA X

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu :Apt.Rifani Bhakti Natari,Ph.D

Disusun Oleh :

1. Euryke Novalisa Situngkir 2048201076


2. Najla Yesi Oktavia 2048201077
3. Bettya Untari 2048201113
4. Desma Silvia Irmadayanti 2048201089
5. Dzakiah Adilla Putri 2048201095
6. Zakiah Ulfa 2048201097
7. Ribka Pangaribuan 2048201098

PRODI FARMASI

STIKES HARAPAN IBU JAMBI

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunia-Nya tim peneliti dapat menyelesaikan Proposal Penelitian
yang berjudul: “STUDI POLA PENGGUNAAN OBAT MOOD STABILIZER
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN BIPOLAR DI RUMAH SAKIT JIWA
X”.

Proposal Penelitian ini disusun sebagai salah satu bentuk


pertanggungjawaban atas kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Tim Penulis di
STIKES Harapan Ibu Jambi.

Proposal Penelitian ini kami buat dengan menggunakan bahasa yang


sederhana supaya dapat dimengerti oleh pembacanya. Proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Penulis tak lupa menyampaikan permohonan
maaf jika dalam penulisan Proposal Penelitian ini terdapat kekeliruan dan
kekurangan.

Demikian, dan terima kasih.

Jambi, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 Gambaran umum.......................................................................................3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................3
2.3 Etiologi......................................................................................................4
2.4 Klasifikasi Bipolar.....................................................................................5
2.5 Gejala Klinik dan Penegakan Diagnosis...................................................5
2.6 Diagnosis Banding....................................................................................7
2.7 Pengobatan................................................................................................9
2.8 Komplikasi................................................................................................9
2.9 Prognosis.................................................................................................10
BAB III..................................................................................................................11
METODOLOGI...................................................................................................11
3.1 Jenis Penelitian........................................................................................11
3.2 Populasi dan Sampel...............................................................................11
3.3 Pengumpulan data...................................................................................11
3.4 Pengolahan Data......................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari


kesehatan, jika kesehatan jiwa terganggu maka akan berdampak pada
aktivitas seseorang. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa akan
menjadikan dirinya tidak dapat berfikir secara logis. Hal tersebut dapat
mengganggu dan menimbulkan masalah pribadi pada diri sendiri dan orang
lain. Salah satu penyakit gangguan jiwa yang terbanyak adalah gangguan
bipolar.(Octariani et al., 2021)
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan
perubahan suasana hati (mood), pikiran, energi dan perilaku yang dramatis
dari suasana perasaan serta energi dan aktivitas yang meningkat (mania atau
hipomania) di suatu waktu menjadi penurunan mood serta pengurangan
energi dan aktivitas (depresi) di waktu yang lain. Gangguan bipolar
dikarakterisasikan oleh adanya fluktuasi mood yang ekstrim dari euforia
menjadi depresi berat, dan diperantarai oleh periode mood yang normal
(eutimik).(Wardani, 2021)
Bipolar adalah masalah yang serius dengan prevalensi 3%. Hal tersebut
ditandai dengan angka kekambuhan tinggi dan seringkali komorbid dengan
gangguan psikiatri, seperti gangguan cemas, penyalahgunaan atau
ketergantungan zat, gangguan makan dan gangguan somatik seperti sakit
kepala, hipertensi, obesitas, diabetes lainnya.(Furi, 2014)
Rentang usia penderita bipolar sangat bervariasi. Mulai mengidap pada
masa kanak-kanak sampai 50 tahun, dengan rata-rata sekitar 21 tahun usia 16-
25 tahun.(Agustin, 2020)
Penggunaan obat mood stabilizer yang paling banyak digunakan pada
pasien rawat inap dan rawat jalan pada Rumah Sakit Jiwa x adalah kombinasi
2 dan 3 obat. Jenis obat yang paling sering digunakan adalah risperidone dan
asam valproate. Mood stabilizers atau antimania merupakan kelompok obat

1
yang digunakan untuk mengendalikan suasana hati (mood) pada penderita
gangguan bipolar bisa berupa depresi atau episode mania.(Noor et al., 2021)
Rumah Sakit Jiwa x menjadi rujukan untuk pasien dengan gangguan
psikologi, salah satunya gangguan afektif bipolar. Sejauh ini belum pernah
dilakukan penelitian terkait hubungan pemberian terapi pola penggunaan obat
mood stabilizer.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini penting
dilakukan untuk mengetahui hubungan dan keefektifan pola penggunaan obat
mood stabilizer terhadap kemampuan fungsional gangguan bipolar di Rumah
Sakit Jiwa x.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan terdapat rumusan


masalah bagi penderita gangguan bipolar yang usianya bervarasi sehingga
pola penggunaan obat mood stabilizer perlu dipertimbangkan penggunaanya
terhadap pasien rawat inap dan rawat jalan dan bagaimana efek terapisnya.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien bipolar


dan pola penggunaan obat mood stabilizer terapi pasien bipolar rawat inap
dan rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa x.

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang


bermanfaat bagi masyarakat mengenai pola penggunaan obat mood stabilizer
terhadap kemampuan fungsional gangguan bipolar.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran umum

Gangguan bipolar merupakan gangguan mood kronik yang ditandai


dengan adanya episode mania atau hipomania yang muncul secara bergantian
atau bercampur dengan episode depresi. Gangguan bipolar disebut sebagai
depresi manik, gangguan afektif bipolar (bipolar affective disorder) atau
gangguan spektrum bipolar (Vieta, 2013).
Bipolar merupakan suatu penyakit yang sering kambuh tiba-tiba
sehingga membutuhkan pengobatan jangka panjang biasanya dianjurkan dan
diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi awal. (Grande et al., 2013).
Pengobatan gangguan bipolar merupakan tantangan yang sulit
dikarenakan penyakit ini bersifat berulang, episodik dan heterogen (Bauer et
al., 2013). Secara umum, terapi bipolar berfokus pada stabilisasi dengan
tujuan pemulihan gejala mania atau depresi pada pasien sehingga didapatkan
mood yang stabil (eutimik). Fase pemeliharaan bertujuan untuk mencegah
kambuh, mengurangi gejala subthreshold, meningkatkan fungsi sosial,
mengurangi resiko bunuh diri, dan ketidakstabilan mood (Grande et al.,
2013).

2.2 Epidemiologi

Gangguan bipolar I terjadi pada pria dan wanita dengan rata-rata


populasi sebesar 0,4 – 1,6%. Pada gangguan bipolar II lebih umum terjadi
pada wanita dengan populasi sekitar 0,5%. Pada tahun 2012, populasi
penderita gangguan bipolar I dan II di Kanada berturut-turut dengan populasi
sebesar 0,87% dan 0,57%. Populasi ini tidak dibedakan atas jenis kelamin
(McDonald et al., 2015).

3
Populasi pada gangguan bipolar menurun seiring dengan pertambahan
usia dan tingkat pendidikan serta populasinya pada individu yang tidak
bekerja lebih tinggi jika dibandingkan dengan individu yang bekerja. Namun,
populasi gangguan bipolar tidak selalu berkaitan dengan kelamin, ras atau
pendapatan (Merikangas et al., 2011)

2.3 Etiologi

Etiologi atau penyebab pasti gangguan bipolar tidak diketahui, tetapi


diduga merupakan kombinasi dari kecenderungan genetik, perubahan
biologis, dan stressor psikososial.

1) Faktor Biologis
Kembar monozigot 2-4 kali lebih banyak daripada kembar dizigot.
Tingkat kesesuaian untuk kembar identik adalah 70-80%. Lima lokus
genetik telah dilaporkan terkait erat dengan gangguan bipolar, yaitu gen
BDNF, COMT, NRG1, DAOA, dan DISC1. Gen lain yang diduga terlibat
dalam gangguan bipolar adalah SERT, DAT, TPH, dan mtDNA (Sigitova
et al., 2017).
Infeksi prenatal dan perinatal telah dilaporkan berhubungan dengan
timbulnya gangguan bipolar. Paparan rokok selama kehamilan dan stres
selama kehamilan juga merupakan faktor risiko. Namun, bukti hubungan
antara masalah prenatal dan perinatal pada gangguan bipolar relatif lemah.
(Soiza et al., 2018)

2) Faktor Psikososial
Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita berada pada risiko
yang lebih tinggi untuk gangguan bipolar II (episode depresi dan
hipomanik). Namun, dalam kasus manik unipolar, kasus bipolar di mana
pasien tidak pernah mengalami episode depresi, laki-laki berada pada
risiko yang lebih tinggi (Phillips ML & David J Kupfer, 2013).
Stresor psikososial dan sistem koping maladaptif juga merupakan
faktor risiko berkembangnya gangguan bipolar, seperti kehilangan

4
pasangan, kehilangan orang tua, kehilangan pekerjaan (job loss), atau
riwayat menjadi korban kekerasan.(Phillips ML & David J Kupfer, 2013)
(Ayano, 2016)
Riwayat trauma atau kekerasan masa kanak-kanak juga merupakan
faktor risiko gangguan bipolar (Soiza et al., 2018). Gangguan bipolar juga
lebih sering terjadi pada mereka yang belum menikah, tidak bercerai, atau
berpisah dari pasanganRiwayat trauma atau kekerasan pada masa kanak-
kanak juga menjadi faktor risiko gangguan bipolar (Phillips ML & David J
Kupfer, 2013) (Octariani et al., 2021).

2.4 Klasifikasi Bipolar

Gangguan bipolar ditandai dengan episode berulang dari suasana hati


dan aktivitas, termasuk perubahan suasana hati dan depresi. Oleh karena itu,
sistem klasifikasi terbaru (ICD-10, DSM-IV) harus mengidentifikasi episode
tunggal dan pola kekambuhan (Katona, C., Cooper, C., & Robertson, 2012)
Episode episode tunggal diklasifikasikan sebagai depresi berat, manik,
hipomanik (lebih ringan) atau campuran (lebih jarang), dimana gambaran
klinis keduanya , baik manik ataupun depresi berat, muncul secara serentak
atau berganti secara cepat. dalam ICD-10, gangguan afektif bipolar
didefenisikan setidaknya dua episode, termasuk setidaknya satu episode
hipomanik atau manik. Pada DSM-IV-TR, pola kekambuhan dapat
diklasifikasikan sebagai gangguan bipolar tipe 1 (dengan satu atau lebih
episode manik atau campuran dan biasanya terdapat satu atau lebih episode
depresi berat), gangguan bipolar tipe 2 (episode depresi berat dan hipomanik
berulang tetapi tidak ada episode manik), dan gangguan siklotimik dengan
Perubahan suasana hati yang lama setidaknya berlangsung 2 tahun, tidak
terkait dengan keadaan eksternal, termasuk episode tunggal dari depresi dan
hipomanik (tetapi tanpa manik) dengan tingkat keparahan yang tidak cukup
untuk memenuhi kriteria diagnosik (Katona, C., Cooper, C., & Robertson,
2012).

5
2.5 Gejala Klinik dan Penegakan Diagnosis

a) Gejala Klinis Gangguan jiwa bipolar :


1. Perubahan suasana hati musiman. Seperti halnya gangguan afektif
musiman, orang dengan gangguan bipolar memiliki suasana hati atau
mood yang berubah seiring musim. Beberapa pasien kemudian
mengalami episode manik atau hipomanik di musim semi dan musim
panas, kemudian transisi ke depresi di musim gugur atau musim dingin.
Pada beberapa pasien dengan gangguan bipolar lainnya, yang terjadi
justru sebaliknya, yaitu depresi musim panas, hipomania, atau mania
musim dingin.
2. Rapid cycling bipolar disorder. Beberapa orang dengan gangguan
bipolar mengalami perubahan suasana hati yang cepat, 4 kali atau lebih
dalam setahun. Namun terkadang, perubahan sensasi terjadi lebih cepat,
dalam beberapa jam.
3. Psikosis. Pada pasien dengan gangguan bipolar yang memiliki gejala
manik atau depresi mayor, gejala psikotik tidak didasarkan pada
pemikiran yang realistis. Gejala mungkin termasuk halusinasi (suara
atau halusinasi) dan delusi (kepercayaan pada hal-hal yang tidak sesuai
dengan kenyataan).
b) Penegakan Diagnosis
American Psychiatric Association telah menerbitkan kriteria untuk
menegakkan diagnose depresi yang tertuang dalam Diagnostic and
Statistical manual of Mental Disorders (DSM).
 Gangguan bipolar tipe I. Setidaknya memiliki satu episode mania atau
satu episode campuran. Karena gejala gangguan bipolar bervariasi dari
orang ke orang, orang dengan gangguan bipolar memungkinkan atau
tidak memungkinkan mengalami depresi berat. Ada beberapa
subkategori, tergantung pada tanda dan gejalanya.
 Gangguan bipolar II. Setidaknya ada 1 episode depresi dan 1 episode
hipomanik (tetapi bukan episode manik atau campuran). Ada beberapa
subkategori, tergantung pada tanda dan gejalanya. Gangguan tipe II

6
memiliki gejala yang mengganggu atau menyebabkan kesulitan dalam
beberapa bidang kehidupan, seperti pekerjaan dan hubungan sosial.
 Gangguan cyclothymic. Pasien akan mengalami beberapa episode
hipomania dan episode depresi, tetapi, tidak pernah mengalami episode
mania (full manic) atau depresi berat (major depression) atau episode
campuran. Pasien akan terdiagnosa cyclothymic disorder ketika
gangguan berlangsung selama lebih dari 2 tahun (1 tahun pada anak-
anak dan remaja). Selama waktu ini, gejalanya tidak hilang setidaknya
selama 2 bulan. Gejala menyebabkan kesulitan dan hambatan dalam
kehidupan mereka yang terkena dampak. Misalnya, masalah dengan
sekolah atau hubungan sosial. (Anta Samsara, 2013)

2.6 Diagnosis Banding

Morbiditas dan mortalitas meningkat pada pasien dengan gangguan


bipolar. Selain percobaan bunuh diri, terutama karena penyakit
kardiovaskular dan diabetes tipe 2. Penyakit somatik yang penting secara
epidemiologis adalah penyakit kardiovaskular, sindrom metabolik, diabetes,
penyakit muskuloskeletal dan migrain. Koeksistensi penyakit psikiatri dan
medis selama awitan atau perjalanan penyakit diagnosis memerlukan
pertimbangan bipolar, yang juga akan berikan pengobatan.(Wardani, 2021)
Berikut adalah faktor resiko dan prediktor yang dapat membantu dalam
mengeksklusi diagnosis banding:
 Riwayat keluarga menderita gangguan bipolar
 Sedih yang mendalam (severe melancholic) atau depresi psikotik saat
masa anak-anak atau remaja
 Onset cepat atau regresi cepat dari depresi
 Tanda-tanda penyakit atipikal atau seasonal
 Gejala subsyndromal hipomanik dalam perjalanan episode depresi
 Perkembangan gejala (hipo)manik dengan pemberian antidepresan atau
psikostimulan
(Wardani, 2021)

7
Berikut adalah table diagnosis banding pada gangguan bipolar :

Anak-anak dan Dewasa


remaja Dewasa dan lansia Lansia
Penyakit Psikiatrik
Gangguan Depresi Unipolar
Afektif Episode singkat depresi yang berulang
Distimia
Gangguan Borderline Borderline
Kepribadian Narsistik
Antisosial
Lainnya ADHD Skizofrenia Dimensia dini
Skizofrenia Episode Skizoaktif
Gangguan Perilaku
Penyakit Somatik
Umum Hiperkortisolisme Penyakit Tiroid
Neurologis Epilepsi Epilepsi
Ensefalomilitis
diseminata
Pilihan Penyakit
Tumor Serebral Frontal
Neurosifilis
Penyebab Farmakologi, Zat Aktif
Antidepresan Antidepresan
Psikostimulan Psikostimulan
(misalnya : Kokain,
Amfetamin dan
Ekstasi)
Antihipertensi (misalnya : ACE Inhibitor)
Antiparkinson
Persiapan Hormon (misalnya : Kortison,
Hormon Adrenokortikotropik)

8
2.7 Pengobatan

Pengobatan bipolar ini dapat di atasi dengan dua acara yaitu secara
farmakologi dan non-farmakologi adapun bentuk dan contohnya sabagai
berikut (Shah et al., 2017) :

Golongan Obat Contoh


Mood stabilizer Lithium, asam volproat, carbamazepine,
lamotrigine, gabapentin, topiramate
Antidepresan Fluoxetine, sertraline, escitalopram,
venlafaxine, duloxetine, bupropion, mitazapine
Antipsikotik Risperidone, ziprasidone, paliperidone,
olanzapine, quetiapine, haloperidol
Terapi somatic Electroconvulsive therapy (ECT), transcranial
magnetic stimulation (rTMS), transcranial direct
current stimulation (tDCS)
Intervensi Psikososial Social rhythm therapy, cognitive behavioural
therapy, family intervention, social skills

2.8 Komplikasi

Pasien dengan gangguan bipolar berisiko mengalami gangguan mental


lainnya. Gangguan yang sering menjadi komorbid gangguan bipolar adalah
penyalahgunaan zat dan alkohol, serangan panik, gangguan obsesif
kompulsif, gangguan ansietas sosial, binge eating disorder, dan gangguan
kepribadian ambang. (Benjamin J. Sadock et al., 2017) (Youhanna &
Lauschke, 2021)
Komorbiditas fisik yang sering ditemukan pada pasien dengan
gangguan bipolar adalah irritable bowel syndrome, obesitas, dan migraine.
(Rowland & Marwaha, 2018)
Pasien-pasien bipolar yang tidak ditangani dengan baik berisiko tinggi
untuk bunuh diri.(Benjamin J. Sadock et al., 2017) Pasien dengan episode

9
manik berisiko tinggi mengalami kecelakaan atau intoksikasi akibat
kecenderungan untuk melakukan perilaku berisiko. (Shah et al., 2017)

2.9 Prognosis

Kepatuhan minum obat dan jumlah relaps berhubungan dengan


prognosis pada pasien dengan gangguan bipolar. Semakin sering pasien
mengalami relaps, maka durasi terapi akan lebih lama, bahkan pasien bisa
harus minum obat seumur hidup. Farmakoterapi yang adekuat berhubungan
dengan perbaikan fungsi dan peran social. (Shah et al., 2017) (Mccormick et
al., 2015)
Sebagian besar pasien gangguan bipolar akan mengalami relaps. Sekitar
50% pasien mengalami relaps pada tahun pertama, sekitar 70% dalam 4
tahun, dan menjadi 90% dalam 5 tahun. (Wu & Yin, 2021)

10
BAB III

METODOLOGI

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, dimana


penulis mencoba mendeskripsikan secara objektif tentang karakteristik pasien
dengan gangguan bipolar serta pola penggunaan obat Mood Stabilizer Pada
Pasien Di Rumah Sakit Jiwa X.
Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental dengan desain penelitian
Kohort Retrospektif dari data rekam medis pasien di Rumah Sakit Jiwa X.
Data- data tersebut kemudian diolah Kembali menggunakan pendekatan
statistik analisis bivariat seperti :
1) Karakteristik pasien dan kelompok terapi obat
2) Kelompok terapi obat dan kemampuan fungsional pasien.
Data rekam medis yang diambil pada penelitian ini memiliki 2 kriteria
yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Adapun kriteria inklusi meliputi
pasien yang mendapat diagnosis akhir gangguan afektif bipolar episode mania
dengan gejala psikotik, pasien rawat inap dengan riwayat terapi kombinasi
mood stabilizer dan antipsikotik. Sedangkan kriteria eksklusi pada pasien
dimana pengobatannya terhenti atau tidak mencapai waktu minimal
pengobatan, pasien hamil atau menyusui, dan pasien dengan data rekam
medis yang tidak lengkap.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi yang akan diteliti adalah semua pasien dengan gangguan


bipolar yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa X dengan periode waktu Oktober
2021 hingga Oktober 2022. Adapun sampel pada penelitian ini adalah semua
data rekam medis yang diperoleh dari pasien dengan gangguan bipolar di
Rumah Sakit Jiwa X.

11
3.3 Pengumpulan data

Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yang merupakan data


rekam medis pasien dengan gangguan bipolar di Rumah Sakit Jiwa X. Data
yang diambil yaitu berupa data yang termasuk dalam data demografi pasien
(jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, serta status marital) dan data
klinis (penggunaan obat Mood Stabilizer pada pasien).

3.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik


dengan menggunakan program Statistical Program for Social Science (SPSS)
dan kemudian data disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan grafik.
Sebelum itu, data-data tersebut melalui proses Editing yakni memeriksa
Kembali kebeneran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Setelah semua
data yang diperoleh benar, maka Langkah selanjutnya adalah memproses data
tersebut agar dapat di Analisa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, A. (2020). Gambaran Karakteristk Pasien Bipolar Di Rumah Sakit Jiwa


Provinsi Kalimantan Barat.

Anta Samsara. (2013). Mengenal Gangguan Bipolar. National Institute of Mental


Health, 53(9), 1689–1699.

Ayano, G. (2016). Bipolar Disorder: A Concise Overview of Etiology,


Epidemiology Diagnosis and Management: Review of Literatures. SOJ
Psychology, 1–8. https://doi.org/10.15226/2374-6874/3/2/00131

Bauer, M., Glenn, T., Alda, M., Sagduyu, K., Marsh, W., Grof, P., Munoz, R.,
Severus, E., Ritter, P., & Whybrow, P. C. (2013). Drug treatment patterns in
bipolar disorder: Analysis of long-term self-reported data. International
Journal of Bipolar Disorders, 1(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/2194-7511-
1-5

Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock, & Pedro Ruiz. (2017). Kaplan &
Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry (Tenth). Wolters Kluwer.

Furi, L. M. (2014). Bipolar Affective Disorder and Manic Episode With Psychotic
Symptoms in a 39 Years Old Man. J Agromed Unila, 1(3), 211–215.

Grande, I., De Arce, R., Jiménez-Arriero, M. Á., Lorenzo, F. G. I., Valverde, J. I.


F., Balanzá-Martínez, V., Zaragoza, S., Cobaleda, S., & Vieta, E. (2013).
Patterns of pharmacological maintenance treatment in a community mental
health services bipolar disorder cohort study (SIN-DEPRES). International
Journal of Neuropsychopharmacology, 16(3), 513–523.
https://doi.org/10.1017/S1461145712000405

Katona, C., Cooper, C., & Robertson, M. (2012). At a Glance Psikiatri. In


Psikiatri (Edisi Keem). Erlangga.

Mccormick, U., Murray, B., & Mcnew, B. (2015). Diagnosis and treatment of
patients with bipolar disorder: A review for advanced practice nurses.
Journal of the American Association of Nurse Practitioners, 27(9), 530–542.

13
https://doi.org/10.1002/2327-6924.12275

McDonald, K. C., Bulloch, A. G. M., Duffy, A., Bresee, L., Williams, J. V. A.,
Lavorato, D. H., & Patten, S. B. (2015). Prevalence of bipolar I and II
disorder in Canada. Canadian Journal of Psychiatry, 60(3), 151–156.
https://doi.org/10.1177/070674371506000310

Merikangas, K. R., Jin, R., He, J. P., Kessler, R. C., Lee, S., Sampson, N. A.,
Viana, M. C., Andrade, L. H., Hu, C., Karam, E. G., Ladea, M., Medina-
Mora, M. E., Ono, Y., Posada-Villa, J., Sagar, R., Wells, J. E., & Zarkov, Z.
(2011). Prevalence and correlates of bipolar spectrum disorder in the World
Mental Health Survey Initiative. Archives of General Psychiatry, 68(3), 241–
251. https://doi.org/10.1001/archgenpsychiatry.2011.12

Noor, N. U., Perwitasari, D. A., & Sawitri, S. (2021). Hubungan Terapi


Kombinasi Mood Stabilizer dan Antipsikotik dengan Kemampuan
Fungsional Pasien Gangguan Afektif Bipolar di Rumah Sakit Jiwa Grhasia
Yogyakarta. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 3(5), 633–638.
https://doi.org/10.25026/jsk.v3i5.536

Octariani, S., Mayasari, D., & Ramadhan, A. M. (2021). Proceeding of


Mulawarman Pharmaceuticals Conferences. Proceeding of Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences, April 2021, 135–138.

Phillips ML & David J Kupfer. (2013). Bipolar disoder diagnosis: challanges and
future directions. Lancet, 381(9878), 1663–1671.

Rowland, T. A., & Marwaha, S. (2018). Epidemiology and risk factors for bipolar
disorder. Therapeutic Advances in Psychopharmacology, 8(9), 251–269.
https://doi.org/10.1177/2045125318769235

Shah, N., Grover, S., & Rao, G. (2017). Clinical Practice Guidelines for
Management of Bipolar Disorder. Indian Journal of Psychiatry, 59(5), S51–
S66. https://doi.org/10.4103/0019-5545.196974

Sigitova, E., Fišar, Z., Hroudová, J., Cikánková, T., & Raboch, J. (2017).

14
Biological hypotheses and biomarkers of bipolar disorder. Psychiatry and
Clinical Neurosciences, 71(2), 77–103. https://doi.org/10.1111/pcn.12476

Soiza, R. L., Donaldson, A. I. C., & Myint, P. K. (2018). Vaccine against


arteriosclerosis: an update. Therapeutic Advances in Vaccines, 9(6), 259–
261. https://doi.org/10.1177/https

Vieta, E. (2013). Managing bipolar disorder in clinical practice: Third edition.


Managing Bipolar Disorder in Clinical Practice: Third Edition, 1–149.
https://doi.org/10.1007/978-1-908517-94-4

Wardani, I. A. K. (2021). Bipolar Disorder Clinical Pathway Inpatient. E-Jurnal


Medika Udayana, 9(5), 1–18.

Wu, Y., & Yin, S. (2021). A Review of Bipolar Disorder. Proceedings of the
2021 International Conference on Public Relations and Social Sciences
(ICPRSS 2021), 586, 43–55. https://doi.org/10.2991/assehr.k.211020.317

Youhanna, S., & Lauschke, V. M. (2021). The Past, Present and Future of
Intestinal In Vitro Cell Systems for Drug Absorption Studies. Journal of
Pharmaceutical Sciences, 110(1), 50–65.
https://doi.org/10.1016/j.xphs.2020.07.001

15

Anda mungkin juga menyukai