Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Nilai UAS Mata Kuliah Metodologi
Penelitian
Disusun Oleh :
Nama : Bettya Untari
NIM : 2048201113
Kelas : Farmasi 5B
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya tim peneliti dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang
berjudul: “KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN GANGGUAN AMBLYOPIA
(LAZY EYES) PADA MATA DI RUMAH SAKIT X KOTA JAMBI”.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Walauppun ambliopia hanya mengenai 2-3% populasi, tapi bila
dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan penderita.7
Prevalensi ambliopia yang terdeteksi pada anak-anak diperkirakan antara 0,2-
5,4% dan pada dewasa antara 0,35-3,6% (Saputri et al., 2016).
Oleh karena itu, dibutuhkan terapi yang efektif dalam mengatasi
gangguan amblyopia tersebut. Dalam proposal ini penulis mencoba
menjabarkan hal-hal terkait amblyopia dan melakukan survei karakteristik
pasien yang mengalami gangguan tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Sebuah penelitian terbaru memperkirakan 99,2 juta orang dengan
ambliopia pada tahun 2019 di seluruh dunia, meningkat menjadi 175,2 juta
pada tahun 2030 dan 221,9 juta pada tahun 2040.4 Prevalensi kejadian
ambliopia pada beberapa penelitian global hasilnya bervariasi dari 0,2 hingga
6,2% pada anak-anak dan 1,44 - 5,6% pada orang dewasa. Prevalensi ambliopia
meningkat hingga empat kali lipat pada kelahiran prematur, kecil menurut usia
3
kehamilan, perkembangan terhambat, dan adanya riwayat keluarga dengan
ambliopia (Yuliana, 2022).
2.3 Etiologi
Etiologi atau penyebab gangguan ambliopia ini diantaranya : Strabismus
(50%), Anisometropia (17%), Kombinasi strabismus dan anisometropia (30%),
Ametropia (< 3%), Deprivasi stimulus atau penglihatan (< 3%) dan Gangguan
organik pada retina atau saraf optik (< 3%). Beberapa penelitian menunjukkan
kejadian ambliopia lebih banyak akibat kelainan refraktif (anisometropia dan
isometropia). Anisometropia lebih dari 1 D (dioptri) pada penderita hiperopia
dan 2,5 D pada penderita miopia dapat menyebabkan ambliopia dan penurunan
kemampuan penglihatan binokular, sedangkan ambliopia meridional terjadi
jika astigmatisme lebih dari 1,5 D. Ambliopia ametropik terjadi pada anak-
anak dengan hiperopia lebih dari 4 - 5 D dan miopia lebih dari 5 – 6 D (Yuliana,
2022).
4
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi ambliopia dibagi menjadi tiga berdasarkan penyebabnya,
yaitu yang disebabkan oleh strabismus, kelainan refraksi dan deprivasi visual
(Silmi Chairna Andi, 2022).
Jika berlanjut,
maka mata
tersebut akan
kehilangan
kemampuan
penglihatan
AMBLYOPIA
2.6 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ambliopia bisa digolongkan menjadi
strabismik, refraktif, dan deprivasi (Yuliana, 2022).
a. Ambliopia Strabismik
Strabismus adalah deviasi salah satu mata dengan hilangnya
kesejajaran mata. Akibatnya, mata tidak menerima gambar yang sama,
5
menyebabkan sistem visual beradaptasi dengan perubahan ini. Persepsi
gambar yang tidak sama pada kedua mata menyebabkan penglihatan ganda,
tetapi ketika sistem visual berada dalam masa kritis perkembangannya (di
masa kanak-kanak), otak masih mampu menggunakan mekanismenya untuk
menghindari diplopia atau persaingan dengan menghambat aktivasi jalur
retinocortical yang berasal dari fovea mata yang berdeviasi (Roberta M
Benetti Zagui, MD, 2019).
b. Ambliopia Refraktif
Ambliopia refraktif merupakan bentuk umum lain ambliopia dengan
konsistensi defokus pada retina sebgai penyebab pada satu atau kedua mata
dan dibagi menjadi 2 tipe, yaitu anisometropik dan isoametropik (Rares,
2016).
• Ambliopia Anisometropik
Ambliopia anisometropia merupakan gangguan penglihatan
akibat kelainan refraksi tanpa disertai adanya kelainan anatomik pada
mata. Sering terjadi pada masa perkembangan anak. Prognosis sangat
tergantung pada derajat ambliopia, penanganan, kepatuhan pasien
terhadap penanganan, dan usia pasien. Ambliopia anisometropik
terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang
menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus.
Jika bayangan di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran
yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri
dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Terlebih lagi, fovea
mata yang lebih ametropik akan menghalangi pembentukan bayangan
(formed vision) (Rares, 2016).
• Ambliopia Isoametropik
Ambliopia isoametropik atau disebut juga ambliopia
ametropik bilateral merupakan jenis ambliopia yang jarang; terjadi
pada anak-anak dengan kelainan refraksi hampir sama besar pada
kedua mata walaupun sudah dikoreksi maksimal. Penurunan
penglihatan terjadi pada kedua mata karena akomodasi sering tidak
adekuat untuk membentuk gambaran yang jelas pada retina,
6
menyebabkan perkembangan subnormal korteks visual. Faktor risiko
antara lain hiperopia lebih dari 4 – 5 D dan miopia lebih dari 5 – 6 D
(Yuliana, 2022).
c. Ambliopia Deprivasi
Ambliopia Deprivasi atau dengan istilah lama ambliopia ex anopsia
atau disuse ambliopia merupakan jenis ambliopia yang sangat jarang
ditemui dan sangat sulit untuk diobati. Ambliopia deprivasi selalu dikaitkan
dengan kekeruhan media kongenital yang akan menyebabkan pembentukan
bayangan menjadi menurun. Kasus ambliopia ini lebih parah dibandingkan
dengan ambliopia unilateral maupun bilateral. Ambliopia deprivasi
biasanya ditandai dengan opak pada kornea, kerusakan retina, dan
kekeruhan lensa. Kekeruhan lensa yang terbentuk saat usia >6 tahun
dianggap lebih tidak bahaya dibandingkan dengan gangguan ini (Yonanda,
2022).
7
1. Anamnesis
Bila menemui pasien amblyopia , ada 4 pertanyaan penting yang
harus kita tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap yaitu :
- Kapan pertama kali ditemukan kelainan amblyogenik ? ( seperti
strabismus , anisometropia , dll )
- Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
- Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
- Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu ?
Selanjutnya, jawaban dari pertanyaan diatas akan membantu kita
dalam menentukan prognosis nya (Siregar et al., 2009).
2. Pemeriksaan oftalmologik
Menurut jural penelitian Yuliana (2022), Ambliopia didiagnosis
berdasarkan adanya penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat
dikoreksi maksimal disertai adanya faktor risiko ambliopia dan tanpa
abnomalitas struktur okuler. Tajam penglihatan pada anak-anak
tersebut dapat diperiksa dengan preferential looking technique (Teller
acuity cards; Cardiff acuity test), fixation preference tests atau bagan
gambar (Kay charts dan Lea symbols).
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan bagan huruf
seperti Snellen dan logMar. Pemeriksaan dengan bagan logMar lebih
disarankan karena pada bagan ini setiap baris memiliki 5 huruf dengan
jeda antar baris dan huruf yang sama.
8
Pada pemeriksaan tajam penglihatan, fenomena crowding
merupakan tanda khas ambliopia, yaitu kesulitan mengidentifikasi
huruf jika huruf tersebut ditampilkan dalam satu barisan linear bersama
huruf-huruf lain seperti pada bagan Snellen, dibandingkan jika huruf
ditampilkan secara individual.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan lainnya yang telah disebutkan sebelumnya seperti
pemeriksaan refraksi sikloplegik dengan streak retinoscopy pada jarak
50 cm (Rares, 2016).
2.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rares (2016),
penatalaksanaan pada gangguan amblyopia dijelaskan pada table berikut.
Tabel 1. Tata laksana pada pasien amblyopia.
9
Ambliopia • Koreksi kaca mata, oklusi (full time bila konstant,
Strabismus part time bila intermittent).
(fiksasi • Koreksi kaca mata, oklusi (full time bila konstant,
eksentrik) part time bila intermittent), terapi vision (15-25
kunjungan), reevaluasi dan penanganan residual
anomali binokuler ketika visus 20/40-20/60
2.9 Prognosis
Prognosis ambliopia adalah dubia karena pengembalian penglihatan
normal pada mata ambliopia tergantung beberapa faktor antara lain usia
pertama kali terjadi ambliopia, penyebab, tingkat keparahan, durasi ambliopia,
riwayat dan respons terhadap terapi sebelumnya, dan kepatuhan dalam
menjalankan terapi. Terapi pada masa kritis perkembangan korteks visual akan
memberi prognosis yang lebih baik. Prognosis lebih buruk apabila terdapat
faktor yang berkaitan dengan risiko tinggi kegagalan terapi seperti
ketidakpatuhan, usia 6 tahun atau lebih, astigmatisme setidaknya 1,5 D,
hiperopia lebih dari 3 D, dan tajam penglihatan awal 20/200 atau lebih buruk
(Yuliana, 2022).
10
BAB III
KONSEP PENELITIAN
Jenis Kelamin
Usia
Hiperopia
Amblyopia
Riwayat Keluarga
Penyakit Sistemik
Trauma
11
2. Koreksi kelainan refraksi. Diberikan lensa mulai +1
dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf
terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini
ditentukan.
2. Jenis Kelamin
Definisi : Perbedaan jenis kelamin dari pasien sesuai dengan yang
tercatat dalam rekam medis.
Alat Ukur : Rekam medis
Cara Ukur : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.
Hasil : Berupa data kategorik yaitu:
1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Usia
Definisi : Usia pasien yang tercatat pada data rekam medik.
Alat Ukur : Rekam medis
Cara Ukur : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.
Hasil : Berupa data kategorik yaitu:
1. 40-45 tahun
2. 46-50 tahun
3. 51-55 tahun
4. 56-60 tahun
5. > 60 tahun
4. Hiperopia
Definisi : Hiperopia (Hipermetropia) atau long-sightedness adalah
suatu keadaan mata dimana sinar sejajar dari jarak tak
terhingga difokuskan di belakang retina tanpa akomodasi.
Oleh karena itu, orang tersebut akan melihat gambaran
yang buram.
Alat Ukur : 1. Snellen Chart
2. Gagang lensa coba
3. Satu set lensa coba
12
Cara Ukur : Pemeriksaan Oftalmologi (Visus)
Hasil : 1. Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa
dan bila tampak lebih jelas oleh pasien lensa positif
tersebut ditambah kekuatannya perlahan-lahan dan
diminta membaca huruf-huruf pada baris lebih bawah.
2. Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa
sferis positif terbesar yang memberikan tajam
penglihatan terbaik.
5. Riwayat Keluarga
Definisi : Salah satu anggota keluarga kandung diatas pasien (Kakek,
nenek, ayah, ibu)
Alat Ukur : Angket
Cara Ukur : Memberikan daftar pertanyaan (kuisioner) Riwayat
gangguan mata pada keluarga pasien
Hasil : Data berupa jawaban terkait riwayat gangguan mata yang
pernah dialami keluarga pasien
6. Penyakit Sistemik
Definisi : Penyakit sistemik adalah penyakit yang berkaitan dengan
adanya kelainan kondisi system metabolisme tubuh
manusia, khususnya berkaitan dengan Amblyopia.
Alat Ukur : Rekam medis
Cara Ukur : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.
Hasil : 1. Diabetes Mellitus
2. Penyakit Kardiovaskular
3. Multipel Sklerosis
7. Trauma
Definisi : Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata,
kelopak mata, saraf mata dan atau rongga orbita karena
adanya benda tajam atau tumpul yang mengenai mata
dengan keras/cepat ataupun lambat.
Alat Ukur : Rekam Medis
Cara Ukur : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.
13
Hasil : 1. Kerusakan pada lensa
2. Kerusakan pada zonula
3. Kerusakan pada otot silia
14
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif retrospektif
untuk memberikan gambaran fakta mengenai beberapa karakteristik pasien
dengan gangguan Amblyopia di Rumah Sakit X Kota Jambi. Penelitian yang
dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian
ini dilakukan pada periode bulan Januari – Desember 2022.
15
analisis univariat untuk mendeskripsikan data secara sederhana dan analisis
bivariat untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel
dependen dan independen.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
AMBLYOPIA. FAKULTAS KEDOKTERA UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA MEDAN.
Yonanda, V. (2022). Ambliopia : Prevalensi, Faktor Resiko, Klasifikasi, dan
Terapi. Jurnal Medika Hutama, 03(02), 402–406.
Yuliana, J. (2022). Aspek Klinis Ambliopia. Cermin Dunia Kedokteran, 49(1), 19.
https://doi.org/10.55175/cdk.v49i1.1639
18