Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

ASTIGMATISME MIOPIA KOMPOSITUS


OCULI DEXTRA ET SINISTRA

Oleh:
Addi Abel Rembang
20014101071

Masa KKM: 13 Desember 2021 – 9 Januari 2022

Supervisor Pembimbing :
dr. Wenny Supit, Sp.M

Residen Pembimbing :
dr. Samuel B. Emor

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul :


ASTIGMATISME MIOPIA KOMPOSITUS
OCULI DEXTRA ET SINISTRA

Oleh :
Addi Abel Rembang
20014101071
Masa KKM : 13 Desember 2021 – 9 Januari 2022

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Januari 2022, untuk


memenuhi syarat tugas Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi Manado

Residen Pembimbing

dr. Samuel B. Emor

Supervisor Pembimbing

dr. Wenny Supit, Sp.M

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA.........................................................3
B. DEFINISI......................................................................................................5
C. EPIDEMIOLOGI..........................................................................................6
D. ETIOLOGI....................................................................................................6
E. KLASIFIKASI..............................................................................................7
F. DIAGNOSIS.................................................................................................9
G. PENATALAKSANAAN............................................................................11
BAB III..................................................................................................................13
A. IDENTITAS PASIEN.................................................................................13
B. ANAMNESIS.............................................................................................13
C. PEMERIKSAAN FISIK.............................................................................14
D. STATUS OFTALMOLOGI........................................................................15
E. RESUME....................................................................................................16
F. DIAGNOSIS KERJA..................................................................................16
G. PENATALAKSANAAN............................................................................16
H. PROGNOSIS..............................................................................................16
BAB IV..................................................................................................................17
BAB V....................................................................................................................19
KESIMPULAN......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan refraksi atau ametropia merupakan keadaan optik di mana berkas

paralel cahaya pada keadaan tanpa akomodasi tidak dapat difokuskan pada

lapisan sensitif cahaya retina. Terdapat beberapa jenis ametropia yaitu miopia,

hipermetropia, dan astigmatisme. Jenis ametropia ini dibedakan berdasarkan

gangguan spesifik yang terjadi dan tempak cahaya nantinya difokuskan, baik

terhadap cahaya di depan atau belakang lapisan sensitif cahaya retina, pada satu

atau dua meridian. Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai kasus kelainan

refraksi berupa astigmatisme.1,2

Astigmatisme merupakan keadaan di mana refraksi tanpa adanya akomodasi

terjadi bervariasi pada beberapa meridian pada mata sehingga titik fokus tidak

dapat terbentuk pada retina. Pada keadaan ini mata akan menghasilkan suatu

bayangan dengan titik atau garis fokus multipel sehingga akan mengakibatkan

penglihatan menjadi kabur sampai berbayang.3

Kelainan refraksi, termasuk astigmatisme, yang tidak terkoreksi merupakan

penyebab utama low vision di dunia dan dapat menyebabkan kebutaan. Data dari

VISION 2020 menyatakan bahwa diperkirakan 153 juta penduduk dunia

mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Pada

penelitian di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2016, didapatkan

17,9% dari pasien dengan kelainan refraksi merupakan pasien dengan diagnosis

astigmatisme.2

Penanganan kasus astigmatisme dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu

menggunakan kacamata dengan lensa silinder yang tepat, lensa kontak dan terapi
pembedahan. Penanganan pada kasus astigmatisme juga patut memperhatikan

jika ada gejala atau gangguan lain yang harus ditangani seperti jika ada miopia

atau hipermetropia dan jenis penanganan yang dilakukan juga dinilai dan

disesuaikan berdasarkan tingkat keparahan astigmatisme. 3

Berikut ini akan dibahas mengenai sebuah kasus dengan diagnosis

astigmatisme miopia compositus oculi dextra et sinistra pada pasien yang datang

berobat ke Poliklinik Mata RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Pemahaman tentang anatomi mata diperlukan untuk mengetahui berbagai

proses yang terjadi dalam mata. Pada penglihatan terdapat proses yang cukup

rumit oleh jaringan yang dilalui seperti membelokkan sinar, memfokuskan

sinar dan meneruskan rangsangan sinar yang membentuk bayangan yang

dapat dilihat.3

Berikut bagian mata yang memegang peranan pembiasan sinar pada

mata:3

1. Kornea

Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar

masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dan

sifatnya yang transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan

karena sinar yang masuk 80% atau dengan kekuatan 40 dioptri dilakukan

atau dibiaskan oleh kornea ini.

2. Iris

Iris merupakan bagian yang berwarna pada mata. Iris menghalangi

sinar masuk ke dalam mata dengan cara mengatur jumlah sinar masuk ke

dalam pupil melalui besarnya pupil.

3. Pupil

Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah

sinar masuk ke dalam bola mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil

diserap sempurna oleh jaringan dalam mata. Tidak ada sinar yang keluar

3
melalui pupil sehingga pupil akan berwarna hitam. Ukuran pupil dapat

mengatur refleks mengecil atau membesarkan untuk jumlah masuknya

sinar. Pengaturan jumlah sinar masuk ke dalam pupil diatur secara

refleks. Pada penerangan yang cerah pupil akan mengecil untuk

mengurangi rasa silau. Pada tepi pupil terdapat m. sfingter pupil yang

bila berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis). Hal

ini terjadi ketika melihat dekat atau merasa silau dan pada saat

berakomodasi. Selain itu, secara radier terdapat m. dilator pupil yang bila

berkontraksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis).

Midirasis terjadi ketika berada di tempat gelap atau pada waktu melihat

jauh.

4. Badan siliar

Badan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang

peranan untuk akomodasi dan menghasilkan cairan mata. Di dalam badan

siliar didapatkan otot akomodasi dan mengatur besar ruang intertrabekula

melalui insersi otot pada skleral spur.

5. Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa

di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di

belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti

cakram yang menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.

Lensa yang jernih ini mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10

dioptri. Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau

berakomodasi.

4
6. Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima rangsangan cahaya dan terletak di belakang

pupil. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa

bayangan benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan

yang dikenal.

7. Saraf Optik

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2

jenis serabut saraf, yaitu: saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Saraf

penglihat meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual

untuk dikenali bayangannya.

Gambar 1. Anatomi dasar mata.4

B. DEFINISI

Astigmatisme berasal dari bahasa Yunani (‘a’ yang berarti ketiadaan dan

‘stigma’ yang berarti titik) yang memiliki arti tanpa satu titik. Astigmatisme

5
merupakan kondisi di mana berkas cahaya paralel tidak direfraksikan dengan

sama pada semua meridian. Mata astigmatisme bisa dianggap berbentuk

seperti bola rugby yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi titik

multipel. Astigmatisme miopia compositus merupakan keadaan di mana

berkas cahaya paralel pada kedua meridian difokuskan di depan retina.3

C. EPIDEMIOLOGI

Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. Lima

persen dari pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan

astigmatisme. Sebanyak 3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme

yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta

populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak ada perbedaan

frekuensi terjadinya astigmatisme pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi

astigmatisme meningkat dengan usia.1

Pada penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2016,

didapatkan angka kejadian astigmatisme sebesar 17,9% dari total kasus

kelainan refraksi. Pada kasus astigmatisme didapatkan bahwa kelompok usia

40-65 tahun merupakan kelompok usia tertinggi yang mengalami

astigmatisme sebanyak 359 kasus atau 55,9% dari total kasus astigmatisme.

Pada kasus miopia didapatkan jumlah kasus miopia tertinggi didapatkan pada

kelompok usia 40-65 tahun dan pada setiap kelompok usia didapatkan

perempuan lebih banyak mengalami miopia dibandingkan laki-laki.1

D. ETIOLOGI

6
Pada umumnya astigmatisme terjadi akibat adanya kelainan pada

lengkung kornea. Namun, pada beberapa kasus juga dapat juga terjadi

astigmatisme akibat adanya kelainan pada lensa. Kelainan ini dapat ada sejak

lahir, diturunkan secara genetik, berkembang seiring dengan bertambahnya

usia, atau karena adanya penyakit mata lain ataupun trauma pada mata. Media

refraksi yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea,

yaitu mencapai 80% sampai dengan 90% dari astigmatisme. Kesalahan

pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea tanpa

pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.

Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,

kecelakaan, luka atau jaringan parut di kornea, peradangan kornea serta

akibat pembedahan kornea. Adanya kelainan pada lensa di mana terjadi

kekeruhan pada lensa juga dapat menyebabkan terjadinya astigmatisma.

Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa

kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan

mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisme.5

E. KLASIFIKASI

Terdapat beberapa jenis astigmatisme. Berdasarkan posisi garis fokus

dalam retina, astigmatisme dibagi dalam astigmatisme reguler dan

astigmatisme ireguler. Pada astigmatisme ireguler titik bias didapatkan tidak

teratur. Daya atau orientasi meridian-meridian utamanya berubah sepanjang

pupil dan terdapat titik fokus multipel yang menghasilkan gambaran yang

sepenuhnya kabur. Pada astigmatisme reguler didapatkan dua titik bias pada

7
sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus di mana pada

salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang

lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa silindris yang tepat,

akan bisa menghasilkan ketajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak

disertai dengan adanya gangguan penglihatan yang lain. Bila ditinjau dari

letak daya bias, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi dua golongan

yaitu Astigmatisme with the rule (bila pada bidang vertikal mempunyai daya

bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal) dan against the rule (bila

pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada

bidang vertical). Ditinjau dari letak titik-titik fokus, astigmatisme reguler

dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut.3,5

1. Astigmatisme simpleks

Berkas cahaya paralel difokuskan pada retina pada satu meridian

dan pada meridian yang lain difokuskan pada depan retina (astigmatisme

miopia simpleks) atau pada belakang retina (astigmatisme hipermetropia

simpleks).3

2. Astigmatisme kompositus

Pada jenis ini, berkas cahaya pada kedua meridian sama-sama

difokuskan baik pada depan retina (astigmatisme miopia kompositus)

atau belakang retina (astigmatisme hipermetropia kompositus).3

3. Astigmatisme mixtus

Berkas cahaya pada satu meridian difokuskan di depan retina dan

berkas cahaya pada meridian yang satu difokuskan pada belakang retina.

8
Dengan demikian, pada satu meridian mata bersifat miopik dan pada

meridian yang satu hipermetropik.3

Gambar 2. Jenis astigmatisme: astigmatisme miopia simpleks (A); astigmatisme


hipermetopia simpleks (B); astigmatisme miopia compositus (C); astigmatisme
hipermetropia compositus (D); astigmatisme mixtus (E).3

F. DIAGNOSIS

Diagnosis astigmatisme dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan oftalmologi. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui gejala-

gejala atau keluhan yang dirasakan pasien. Pada umumnya astigmatisme yang

kecil tidak memberikan gejala yang akan sampai mengganggu penglihatan

atau sampai menyebabkan ketidaknyamanan okular. Namun pada

astigmatisme yang lebih berat biasanya dapat menyebabkan ketajaman visual

yang buruk. Dapat juga ditemukan adanya kelelahan dan ketegangan pada

mata setelah kerja dekat yang singkat serta penglihtan kabur yang berbayang.

Pada saat membaca pasien dapat mengeluhkan bahwa huruf-huruf tampak

seperti berlari-lari. Selain itu dapat muncul gejala-gejala astenopia di mana

mata terasa sakit, adanya nyeri kepala, kelelahan dini dari mata dan terkadang

sampai mual atau mengantuk. Sebagai mekanisme kompensasi pasien untuk

9
melihat, terkadang pasien dapat mengecilkan mata atau memiringkan kepala

agar nampak gambaran penglihatan yang lebih jelas.1,3

Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan

dengan kipas astigmat, retinoskopi, autorefraktor, uji dengan disk Placido,

dan keratometri atau pemeriksaan topografi korneal lain.3

Gambar 3. Kipas Astigmat. Dilihat oleh orang emetrop (A); dilihat oleh orang
dengan astigmatisme (B).3

Gambar 4. Disk Placido (A); pada permukaan kornea normal (B); pada
permukaan kornea ireguler (C).3

Pemeriksaan streak retinoskopi dapan mendeteksi kelainan sferis dan

silinder pada pasien secara objektif menggunakan retinoskop. Cahaya yang

dipancarkan oleh retinoskop akan menembus struktur mata pasien dan

dipantulkan kembali dari retina pasien kedalam mata pemeriksa. Pada kondisi

astigmatisme, cahaya streak retinoskop dibiaskan secara berbeda pada dua

meridian utama dari kornea. Selain itu, autorefraktor juga merupakan alat

10
yang sering digunakan untuk mengukur status refraksi secara objektif. Alat

ini banyak digunakan untuk menilai status refraksi karena dianggap lebih

cepat dan mudah.1

Keratometri adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur secara

objektif kelengkungan kornea pada dua meridian utama. Alat ini memberikan

hasil rata-rata dari pengukuran astigmatisme kornea. Pemeriksaan ini

menggunakan alat berupa keratometri yang mengukur topografi kornea untuk

melihat jika terdapat perbedaan kelengkungan kornea yang dapat

menyebabkan astigmatisme.6

G. PENATALAKSANAAN

Kelainan astigmatisme dapat dikoreksi dengan beberapa cara yaitu

penanganan optik dan penanganan dengan koreksi pembedahan. Penanganan

optik dapat dilakukan dengan pemberian lensa silinder yang tepat. Kaca mata

dengan koreksi keseluruhan kekuatan silinder dan aksis yang tepat dapat

digunakan untuk penglihatan jarak jauh dan dekat. Selain dengan kaca mata,

penanganan optik dapat dilakukan dengan pemberian lensa kontak.8

Lensa kontak kaku dapat memperbaiki 2 – 3 dari astigmatisme reguler

dan lensa kontak yang lunak dapat memperbaiki astigmatisme kecil, sementar

untuk astigmatisme berat harus digunakan lensa kontak. Penanganan dengan

pembedahan toric yang dapat dilakukan berupa Astigmatic Keratomy (AK),

Photo-astigmatic refractive keratomy (PARK) atau dengan Laser-Assisted In

Situ Keratomileusis (LASIK). Astigmatic Keratomy merupakan tindakan di

mana dilakukan insisi pada meridian kornea untuk memperbaiki

11
kelengkungan kornea. PARK dilakukan dengan laser excimer (193-nm UV

flash) untuk mengubah permukaan kornea. Pada PARK, penyembuhan

postoperatif lambat dan proses penyembuhan dari defek epitelial dapat

menunda kembalinya penglihatan yang baik. Pasien juga dapat merasakan

nyeri dan ketidaknyamanan selama beberapa minggu. LASIK juga

menggunakan laser excimer namun pada proses ini sebelum diberikan laser

dibuat flap dengan ketebalan 130 – 160 mikron pada epitel kornea. Pada

LASIK, nyeri atau ketidaknyamanan post operasi minimal dan kembalinya

penglihatan yang baik lebih cepat dibandingkan PARK, namun LASIK lebih

mahal dan membutuhkan skill bedah yang lebih dibandingkan keratomi dan

PARK.8

12
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : AK

Umur : 5 tahun

Alamat : Koha Selatan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan :-

Agama : Islam

Suku Bangsa : Minahasa

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama
Ibu pasien mengeluh anaknya mengedipkan mata.
2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien laki-laki 5 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr.

R. D. Kandou Manado dengan keluhan sering mengedipkan mata dengan

kuat sejak satu setengah bulan lalu. Ibu pasien mengaku anaknya sering

menonton televisi dari jarak yang dekat.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat lahir normal di rumah sakit, langsung menangis saat lahir

dengan usia kehamilan cukup bulan dan berat badan lahir normal.

Riwayat imunisasi lengkap. Tidak ada riwayat gangguan refraksi pada

keluarga. Pasien sudah berjalan pada usia satu tahun dan bicara belum

13
terlalu lancar. Pasien belum pernah menggunakan kacamata.

4. Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

5. Riwayat Sosial

Pasien memiliki riwayat sering menonton televisi dengan jarak

yang dekat

C. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : tidak dievaluasi

Nadi : 104 kali/menit

Respirasi : 24 kali/menit

Suhu Tubuh : 36°C

Berat Badan : 20 kg

14
D. STATUS OFTALMOLOGI

Gambar 5. Foto klinis pasien

Oculus Dextra Oculus Sinistra


Visus 3/60 3/60
Koreksi kacamata S -3.50 C-1.00 x 1800 >> 6/6 S -3.00 C -1.25 x 1800 >> 6/6
Tekanan Intraokular Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Pergerakan Bola\Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sklera Ikterus (-) Ikterus (-)
Kornea Jernih Jernih
Camera Oculi Anterior Dalam Dalam

Iris Cokelat, reguler, sinekia Cokelat, reguler, sinekia (-),


(-), iris kripta (+) iris kripta (+)
Pupil Bulat, reguler, RC (+) Bulat, reguler, RC (+)
Lensa Jernih Jernih

15
E. RESUME

Pasien laki-laki 5 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado dengan keluhan sering mengedipkan mata secara kuat sejak

satu setengah bulan. Inspeksi mata kiri dan kanan secara umum, posisi kedua

bola mata normal, simetris di tengah, tidak ada benjolan, pergerakan bola

mata normal. Silia, palpebra, dan konjungtiva tidak ada kelainan. Kornea

jernih, COA dalam, pupil bulat isokor, refleks cahaya positif normal.

Pemeriksaan segmen anterior kedua mata dalam batas normal. Pemeriksaan

refraksi dengan metode trial and error didapatkan mata kanan S -3.50 C -

1.00 x 1800 dan mata kiri S -3.00 C -1.25 x 1800.

F. DIAGNOSIS KERJA

Astigmatisme miopia compositus oculi dextra et sinistra.

G. PENATALAKSANAAN

Peresepan kacamata dengan lensa

Oculus Dextra : S -3.50 C-1.00 x 1800

Oculus Sinistra : S -3.00 C -1.25 x 1800

H. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad fungtionam : Bonam

Ad sanationam : Bonam

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis astigmatisme miopia compositus pada kasus ini didapat dari hasil

alloanamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Pada alloanamnesis dari ibu pasien

yang mendukung diagnosa astigmatisme berupa kebiasaan pasien menonton

televisi pada jarak yang dekat dan sering mengedipkan mata. Temuan pada

pemeriksaan refraksi dengan metode trial and error didapatkan mata kanan S -

3.50 C -1.00 x 1800 dan mata kiri S -3.00 C -1.25 x 1800. Ini terjadi akibat

kelainan yang terjadi pada astigmatisme miopia compositus, di mana berkas

cahaya pada kedua meridian sama-sama difokuskan pada depan retina. Mata yang

cepat lelah juga merupakan salah satu gejala klinis yang muncul pada

astigmatisme akibat adanya usaha untuk terus menerus berkompensasi atas

bayangan kabur yang terbentuk. Hal ini terutama ditemukan setelah melakukan

aktivitas atau kerja dekat. Menurut teori, astigmatisme yang kecil belum akan

memberikan gejala yang mengganggu pasien. Namun pada astigmatisme yang

lebih berat dapat mengganggu penglihatan, menyebabkan ketidaknyamanan

okular, kelahan dan ketegangan mata bahkan sampai merasa mual.3

Astigmatisme terjadi akibat adanya kelainan pada lengkung kornea atau

kelainan pada lensa di mana kelainan ini dapat terjadi akibat beberapa faktor

seperti faktor genetik, adanya trauma mata, penyakit mata lain dan dapat pula

dapat terjadi seiring dengan perkembangan usia. Pada kasus ini sendiri tidak ada

riwayat trauma pada mata atau penyakit mata lain maupun anggota keluarga yang

mengalami gangguan refraksi.5

Pada pemeriksaan segmen anterior lain dalam batas normal. Pemeriksaan

17
refraksi pada kasus ini dilakukan dengan metode trial and error dan didapatkan

mata kanan S -3.50 C -1.00 x 1800 dan mata kiri S -3.00 C -1.25 x 1800. Dengan

demikian pasien diklasifikasikan pada astigmatisme miopia compositus karena

penglihatan pasien perlu dikoreksi dengan lensa sferis serta lensa silinder.

Penatalaksanaan pasien ini dilakukan dengan pemberian resep kacamata

dengan lensa silinder, visus 6/6 pada kedua mata dikoreksi menggunakan lensa S -

3.50 C -1.00 x 1800 pada mata kanan dan S -3.00 C -1.25 x 180 0 pada mata kiri.

Pasien juga diberikan edukasi mengenai kelainan astigmatisme dan untuk

melakukan kontrol setelah dua minggu untuk memantau penglihatan pasien.

Astigmatisme merupakan gangguan penglihatan yang dapat dikoreksi dengan

penggunaan kacamata di mana keluhan yang dialami oleh pasien dapat membaik

dengan koreksi lensa yang tepat sehingga prognosis pada kasus ini adalah bonam.

18
BAB V
KESIMPULAN

Seorang pasien laki-laki, usia 5 tahun datang dengan keluhan utama sering

mengedipkan mata dengan kuat sekitar satu setengah bulan yang lalu. Pasien

didiagnosis dengan astigmatisme miopia compositus didasari dari alloanamnesis

dan pemeriksaan oftalmologi. Pasien telah diberikan resep kacamata yang sesuai

dengan teori yang ada.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics. Chapter 4: Clinical


Refraction. Section 3. Basic and Clinical Science Course. 2013.

2. Kalangi W, Rares L, Sumual V. Kelainan Refraksi Di Poliklinik Mata Rsup


Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode Juli 2014-Juli 2016. JKK (Jurnal
Kedokteran Klinik). 2016 Dec 21;1(1):83-91.

3. Ilyas H, Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.

4. Rehman I, Hazhirkarzar B, Patel BC. Anatomy, head and neck, eye. 2018.

5. Cunningham Jr ET, Riordan-Eva P, editors. Vaughan & Asbury's general


ophthalmology. Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Pub. Division;
2011.

6. Handriwei H, Amalia H. Ketepatan hasil pengukuran keratometri dengan


ukuran astigmatisme pada ametropia. Jurnal Biomedika dan Kesehatan. 2020
Sep 30;3(3):131-6.

7. Ansons AM, Davis H. Diagnosis and Management of Ocular Motility


Disorders. John Wiley & Sons; 2013 Nov 25.

8. Chuck RS, Jacobs DS, Lee JK et al. Refractive errors & refractive surgery
preferred practice pattern. Ophthalmology. 2018 Jan 1;125(1):P1-04.

20

Anda mungkin juga menyukai