HIPERMETROPIA
SEMARANG
2020
2
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Refraksi mata adalah perubahan jalannya berkas cahaya yang diakibatkan oleh
media refrakta. Media refrakta mata terdiri dari kornea, aqueous humour, lensa, dan
corpus vitreum. (Basyir S I, 2016)
lapisan endotel. (Riordan-Eva, Vaughan, & Asbury, 2018) Lapisan epitel mempunyai
lima atau enam lapis sel, endotel hanya satu lapis. Lapisan Bowman merupakan
lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma yang berubah. Stroma kornea
mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamella fibril-
fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 μm yang saling menjalin yang hampir mencakup
seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan
karena ukuran dan periodisitasnya secara optik menjadi jernih. Membran Descemet
adalah sebuah membran elastik yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan
mikroskopi elektron dan merupakan membran basalis dari endotel kornea. Kornea
mata mempunyai kekuatan refraksi sebesar 40 dioptri. (Ilyas, 2015) (Riordan-Eva,
Vaughan, & Asbury, 2018)
Gambar 2. Kornea
b. Aqueous Humour
Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera oculi
posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi anterior dan
kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior. (Riordan-Eva, Vaughan,
8
& Asbury, 2018) Humor aqueous difiltrasi dari darah, dimodifikasi komposisinya,
baru disekresikan oleh badan siliaris di camera oculi posterior. Humor aqueous
diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi kamera okuli anterior
sebanyak 250 μL serta camera oculi posterior sebanyak 60 μL. (Basyir S I, 2016) Humor
aqueous mengalir di sekitar lensa dan melewati pupil ke ruang anterior. Sebagian air
keluar mata melalui lorong-lorong dari trabecular meshwork. Trabecular meshwork
adalah saluran seperti saringan yang mengelilingi tepi luar dari iris dalam sudut ruang
anterior, dibentuk di mana menyisipkan iris ke dalam badan siliaris. Jumlah yang
lebih sedikit masuk ke dalam badan siliaris yang terbuka dan ke iris, di mana ia
akhirnya berdifusi ke dalam pembuluh darah di sekitar bola mata. (Basyir S I, 2016)
permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit
masuk. Selapis epitel subskapular terdapat di depan. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel
terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadilebih besar dan kurang elastik.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang panjang. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung
berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan
terbalik di posterior. Masingmasing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng.
Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas dibagian perifer lensa didekat ekuator
dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul. (Riordan-Eva, Vaughan, & Asbury,
2018)
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah atau saraf di lensa.5 Lensa memiliki kekuatan refraksi 15-10D.
(Basyir S I, 2016) (Riordan-Eva, Vaughan, & Asbury, 2018)
d. Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk
dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh
lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran hialois-normalnya
berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior, serat-serat
zonula, pars plana lapisan epitel, optici. Basis vitreus retina dan caput nervi
mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana
dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus
kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya
1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk
dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.
(Basyir S I, 2016)
Gambar 5. Vitreous
11
Kondisi ini tidak dapat dikoreksi dengan daya akomodasi dimana penglihatan
jauh penderita sudah berkurang. Hampir semua hipermetropia fakultatif akan
menjadi hipermetropia absolut setelah usia 60 tahun.
Jadi, secara singkat: Total Hipermetropia = Hipermetropia latent + Hipermetropia
manifest (fakultatif + absolut). (Ilyas, 2015) (Khurana, 2015)
Harb, 2008)
Keterkaitan antara struktur dan fungsi pada sistem pengelihatan menjadi dasar
dari banyak tanda dan gejala yang dialami pada hipermetropia. Pada usia muda secara
umum hipermetropia memiliki akomodasi yang cukup untuk mempertahankan
gambaran yang jelas tanpa menghasilkan astenopia. Ketika tingkat hipermetropia
terlalu besar atau daya akomodasi tidak cukup karena usia ataupun kelelahan, maka
akan menyebabkan pengelihatan kabur dan astenopia. Diantara tanda dan gejala
hipermetropia adalah mata merah atau berair, kesulitan saat membaca, kelelahan mata
atau astenopia, pengelihatan kabur, sering berkedip, susah untuk fokus, penurunan
pengelihatan binokular, dan penurunan koordinasi antara tangan dan mata. (AIMU, 2017)
usia 4 tahun. Mayoritas pasien dengan esotropia onset dini adalah pasien
hipermetropik, sehingga deteksi dan pengobatan dini hipermetropia dapat mengurangi
insidensi dan keparahan komplikasi ini. (Moore, Augsburger, Ciner, Cockrell, Fern, & Harb, 2008)
a. Riwayat Pasien
Komponen utama dari riwayat pasien adalah keluhan utama, okular, dan
riwayat kesehatan, perkembangan, riwayat keluarga, penggunaan obat-obatan dan
alergi obat-obatan. Anak-anak dapat dicurigai memiliki gangguan pengelihatan jika
mata merah, iritasi mata, mati berair, pengelihatan tidak jelas dan tidak nyamannya
pengelihatan. Pada dewasa dengan hipermetropia sedang terjadi gangguan
pengelihatan setelah setelah menggunakan mata dalam penerangan yang kurang.
Mayoritas pasien mengeluhkan kesulitan untuk melihat dekat, meskipun kaburnya
pengelihatan jarak dekat dan ketidaknyamanan pengelihatan adalah keluhan yang
paling sering, tetapi tidak ada tanda patognomonik dari hipermetropia. Riwayat
keluarga dengan positif hipermetropia, ambliopia, atau strabismus dapat
meningkatkan kemungkinan pasien mengelami masalah yang serupa. (Moore, Augsburger,
b. Pemeriksaan Mata
1) Pemeriksaan Visus
Efek dari hipermetropia pada ketajaman visual tergantung pada beratnya
hipermetropia, usia pasien, dan daya akomodasi. Pasien usia muda dengan
hipermetropia fakultatif ringan sampai sedang umumnya memiliki ketajaman
visual yang normal, tetapi kebutuhan visual yang berat, mereka mungkin
mengalami pengelihatan kabur dan astenopia. Pemeriksaan visus dapat
dilakukan dengan menggunakan snellen’s chart pada jarak 6 meter.
2) Pemeriksaan Refraksi
16
dilakukan seperti tes versions, tes cover, tes konvergensi, tes akomodasi, dan
tes stereoskopi.
4) Penilaian kesehatan mata dan pemeriksaan kesehatan tubuh
Dokter harus menilai kesehatan mata untuk menyingkirkan ataupun
mendiagnosis penyakit apapun yang dapat menyebabkan hipermetropia.
Pemeriksaan dapat berupa respons pupil, lapangan pandang, tes buta warna,
pemeriksaan tekanan intra-okular bila sesuai usia dan riwayat, penilaian
segmen anterior dan posterior. (Moore, Augsburger, Ciner, Cockrell, Fern, & Harb, 2008)
2.9. Tatalaksana
a. Dasar Penatalaksanaan
Hipermetropi yang berat apabila tidak dikoreksi, dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman dalam penglihatan, penglihatan kabur, ambliopia, dan disfungsi binokular
seperti strabismus yang menyebabkan gangguan dalam proses pembelajaran.
Penatalaksanaan harus diinisiasi terhadap kedua mata untuk mengurangi keluhan dan
risiko masalah penglihatan di masa depan akibat hipermetropia. Faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam merencanakan tatalaksana antara lain besarnya
hipermetropia, adanya astigmatisme atau anisometropia, usia pasien, adanya esotropia
dan atau ambiopia, status akomodasi dan gejala pada pasien.
b. Pilihan Terapi yang Tersedia
Diantara beberapa terapi yang tersedia untuk gejala yang berhubungan dengan
hipermetropia, koreksi optik untuk kesalahan refraksi dan lensa kontak adalah alat
yang paling umm digunakan. Tanggung jawab dokter mata adalah untuk menasihati
pasien dan memberi saran mengenai pilihan pasien dalam memilih kacamata atau
lensa kontak mana yang sesuai. Terapi penglihatan dan modifikasi kebiasaan dan
lingkungan pasien dapat menjadi hal penting untuk mencapai perbaikan gejala dalam
18
waktu yang cukup panjang. Medikamentosa atau pembedahan refraktif mungkin juga
berguna dalam terapi pasien
1. Koreksi Optik
Modalitas utama untuk mengobati hipermetropia yang signifikan adalah koreksi
dengan kacamata. Lensa spherical atau spherocylindrical berkekuatan plus
diresepkan untuk menggeser fokus cahaya dari belakang mata ke titik di retina.
(Moore, Augsburger, Ciner, Cockrell, Fern, & Harb, 2008)
2. Terapi Pengelihatan
Terapi penglihatan dapat efektif dalam pengobatan disfungsi akomodatif dan
binokular yang dihasilkan dari hipermetropia. Respons akomodatif pada orang
dengan hipermetropia sering tidak menanggapi koreksi lensa saja, dan terapi
penglihatan mungkin diperlukan untuk memulihkan disfungsi akomodatif.
Esotropia akomodatif yang disebabkan oleh hiperometropia sedang-berat dapat
mengurangi pengelihatan binokular, yang dapat ditingkatkan dengan memakai
koreksi lensa yang ditentukan dan terapi penglihatan. (Moore, Augsburger,
Ciner, Cockrell, Fern, & Harb, 2008)
3. Medikamentosa
19
Miosis dapat diindikasikan untuk pasien tertentu yang tidak dapat mentolerir
memakai kacamata. Agen antikolinesterase seperti diisopropylfluorophosphate
(DFP) dan echothiophate iodide (Phospholine Iodide, PI) telah digunakan pada
beberapa pasien dengan esotropia akomodatif dan hipermetropia untuk
mengurangi rasio accommodative convergence-to-accomodation (AC / A) dan
meningkatkan alignment mata. Obat ini memberik efek akomodatif dari lensa
plus tanpa menggunakan kacamata atau lensa kontak. (Moore, Augsburger,
Ciner, Cockrell, Fern, & Harb, 2008)
4. Modifikasi Kebiasaan dan Lingkungan Pasien
Pengurangan visual demand tidak akan menyembuhkan kondisi hipermetropia,
tetapi dapat mengurangi gejala, bahkan pada pasien dengan koreksi optik.
Dengan demikian, modifikasi kebiasaan pasien dan lingkungan terkadang
berguna sebagai terapi tambahan. Modifikasi yang dapat dilakukan seperti
melihat pada kondisi cahaya yang cukup, memastikan kebersihan mata, dan
menjaga jarak saat menggunakan komputer. (Moore, Augsburger, Ciner,
Cockrell, Fern, & Harb, 2008)
5. Bedah Refrakti
Beberapa teknik terapi bedah untuk memperbaiki hipermetropia masih dalam
pengembangan. Diantara prosedur yang dapat digunakan dalam terapi
hipermetropia antara lain adalah Holmium: YAG laser termal keratiplasty,
automated lamellar keratoplasty, spiral hexagonal keratotomy, excimer laser,
dan ekstraksi lensa dengan implantasi lensa intraokular. (Moore, Augsburger,
Ciner, Cockrell, Fern, & Harb, 2008)
c. Edukasi Pasien
Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien gangguan refraksi penting untuk
mencegah komplikasi. Dokter harus mengedukasi pasien, dan orang tua dari anak-
anak dengan hipermetropia mulai dari diagnosis, tanda, gejala, perjalanan klinis dan
pilihan tatalaksananya. Kondisi hipermetropia ini berdampak pada kualitas
pengelihatan dan kenyamanan pengelihatan pasien. Pasien juga harus diedukasi
20
BAB III
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA
5. Karagos, I., Bayram, G., & Algun, Z. (2020). Investigation of The Effect of
Different Eye Exercises on Hypermetropia in School-Aged Children: A
Randomized Single-Blind Trial. 25.
7. Moore, B., Augsburger, A., Ciner, E., Cockrell, D., Fern, K., & Harb, E.
(2008). Optometric Clinical Practice Guideline: Care of The Patient with
Hyperopia. American Ophthalmology Association.
9. Riordan-Eva, P., Vaughan, D., & Asbury, T. (2018). Vaughan & Asbury’s
General Ophthalmology 19th ed. McGraw Hill Education.
23
10. Siddique, U., Abid, F., & Ali, S. N. (2018). Prevalence of Hypermetropia in
Presbyopic age of 40-60 Years. 16(Ophthalmology Update).
11. Suryani, P. T., Saleh, T. T., Aritonang, C., & Deneska, R. S. (2013). Refraksi.
In S. Budiono, T. T. Saleh, Moestidjab, & Eddyanto, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press.