KATARAK SENILIS
Pembimbing :
dr. Novi Anita, Sp.M
Oleh :
Salfany Try Nidya
030.14.170
PERSETUJUAN
Referat
Judul:
KATARAK SENILIS
Nama Koas:
Salfany Try Nidya / 030.14.170
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat dengan judul “Katarak Senilis”.
Presentasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Penyakit Mata di RSUD Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan penyelesaian referat ini, terutama kepada:
1. dr. Novi Anita, Sp.M selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.
2. Dokter dan staf-staf SMF Mata di RSUD Budhi Asih.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Mata RSUD Budhi Asih atas bantuan dan
dukungannya.
Saya menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan referat ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam
bidang ilmu penyakit mata.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan ................................................................................................................. 3
BAB II LENSA
2.1 Anatomi Lensa .................................................................................................... 4
2.2 Histologi Lensa ................................................................................................... 5
2.3 Fisiologi Lensa .................................................................................................... 7
2.4 Metabolisme Lensa ............................................................................................. 8
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
LENSA
Sel epitel lensa terletak dibawah kapsul bagian anterior, dan meluas ke ekuator untuk
bermitosis dan berelongasi memanjang menjadi serat lensa yang membentuk korteks lensa.
Hal ini terjadi terus-menerus seumur hidup, tanpa ada serat yang dikeluarkan dari lensa
sehingga susunan lapisan tersebut semakin padat ditengah, membentuk nukleus lensa.
Nukleus menjadi bagian dengan serabut-serabut yang lebih tua dan terdiri dari zona-zona
yang bersesuaian dengan periode perkembangan zona embrionik, fetal, infantil dan dewasa.
Kapsul lensa merupakan membrane semipermeable yang memungkinkan air dan elektrolit
4
masuk dalam lensa. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan (suture line)
lamella ini ujung ke ujung tampak seperti huruf “Y” dengan slitlamp. Huruf “Y” ini tampak
tegak di anterior dan terbalik di posterior.9
Sejalan dengan pertambahan usia, komposisi protein di dalam lensa akan berubah
sehingga indeks refraksi dan kejernihannya pun berubah. Sebagian lensa menjadi lebih
miopik dan sebagian lainnya menjadi hipermetropik akibat perubahan komponen protein
tersebut.
5
tiga bagian pada lensa epitel. Zona sentral mempresentasikan sel-sel yang stabil, zona
intermediet yag terletak lebih perifer dari zona sentral dan terdapat sel-sel yang lebih
kecil.
3. Serat lensa
Sel-sel ekuator berubah menjadi serat lensa yang menyusun sebagian besar
substansi lensa. Serat lensa tersusun memanjang dan tampak tipis dan gepeng. Serat
lensa matur biasanya memiliki panjang 7-10 mm, lebar 8-10 μm, dan tebal 2 μm.
Serat lensa yang matur adalah serat lensa yang telah keihlangan nukleus, dan
membentuk korteks dari lensa. Serat tersebut tersusun rapat yang akan membentuk
jaringan transparan yang sangat dikhususkan untuk fungsi pembiasan cahaya.
4. Ligamentum suspensorium (Zonulla zinnii)
Ligamentum suspensorium merupakan kumpulan dari serat-serat yang
berbentuk radial yang berasal dari prosesus siliaris menuju kapsul lensa. Ligamentum
suspensorium menempel pada lensa di bagian anterior dan posterior kapsul lensa
sehingga lensa terfiksasi didalam mata.
Sel-sel panjang berbentuk heksagonal akan diisi oleh kristalin yang
merupakan protein lensa yang akan meningkatkan indeks refraksi serat-serat
lensa.10,11
6
terhadap serat zonula. Cahaya dari objek yang jauh membutuhkan lebih sedikit pembiasan,
sedangkan objek yang dekat membutuhkan daya refraksi yang lebih tinggi. 6 Untuk mengatur
daya refraksi dibutuhkan adanya akomodasi mata yang dihasilkan oleh muskulus siliaris yang
berkontraksi dan relaksasi. Agar dapat meningkatkan daya refraksi musculus siliaris akan
berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi sehingga membuat permukaan anterior
lensa lebih cembung dan daya akomodasi semakin kuat. Dikenal beberapa teori akomodasi
seperti:
1. Teori akomodasi Hemholtz :kontraksi muskulus siliaris menurunkan tegangan pada
ligament suspentorium di sekitar ekuator lensa, sehingga lensa akan relaksasi.
Sebaliknya, saat muskulus siliaris relaksasi akan meningkatkan tarikan pada ligament
suspentorium sehingga lensa menjadi lebih datar dan memungkinkan objek jauh
terfokus. Dengan bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang karena
penurunan elastisitasnya.6,12
2. Teori akomodasi Thsernig : dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat
berubah bentuk, sedangkan yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superficial
atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula zinii sehingga
nukleus lensa terjepit dan bagian lensa superficial didepan nukleus akan
mencembung.
7
Akomodasi Tanpa Akomodasi
Pada orang dewasa, lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses
sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana nukleus
menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng,
warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti “ gray reflex “ atau “senile reflex”,
yang sering disangka katarak. Karena proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan
daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia
dimulai pada usia 40 tahun.13
Lensa terdiri dari protein berkonsentrasi tinggi + 300mg/ml, yang diperlukan untuk
sifat-sifat refraktil dari jaringan. Seiring dengan bertambahnya usia selama penuaan lensa
perlahan kehilangan transparansinya. Berdasarkan teori trokel protein dengan konsentrasi
tinggi, akan meminimalisir penyebaran cahaya, sehingga membuat transparansi dari lensa dan
akan meningkatkan indeks refraksi serat-serat lensa.
8
menggantikan ion K+ dan keluar melalui pompa Na+ K+ ATPase, sedangkan Homeostasis
kalsium juga memegang peranan penting pada lensa, dimana homeostasis ini dipertahankan
oleh calcium pump (Ca2+-ATPase).14 Hilangnya homeostasis kalsium dapat menggangu
metabolisme lensa, dan peningkatan kalsium level dapat menyebabkan perubahan seperti
menurunnya metabolism glukosa, dan aktivasi protease yang bersifat destruktif.6,10
Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut di
dalam aqueous. Sebagian besar energi yang diproduksi digunakan di epitel yang merupakan
tempat segala proses transport aktif berlansung. Terdapat 80% glukosa di metabolism di lensa
dengan proses glikolisis, dan 15% denga proses HMP shunt, dan sebagia kecil melalui siklus
kreb.15
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutationreduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang
merubah glukosa menjadisorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase.
9
BAB III
KATARAK
3.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies dan latin Cataracta, yang berarti air
terjun, karena penderita katarak mempunyai penglihatan yang kabur seolah-olah dibatasi oleh
air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah kekeruhan akibat sebab apapun, dimana kondisi ini akan
menimbulkan gejala penurunan kualitas fungsi penglihatan berupa penurunan sensitivitas
kontras serta tajam penglihatan. Katarak merupakan keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein, atau terjadi akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan secara progresif.9 Kekeruhan pada
lensa ini dapat menurunkan kemampuan tajam penglihatan yang terjadi karena organ yang
transparan memiliki fungsi optik untuk memfokuskan sinar yang masuk ke dalam mata agar
jatuh tepat di retina, baik dari jarak jauh mapun dekat. Penyebab utama kejadian katarak
adalah penuaan, akan tetapi katarak juga dapat terjadi akibat kongenital, herediter, trauma,
toksin, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus serta pemakaian obat-obatan khususnya
yang mengandung steroid.16
3.2 Epidemiologi
Katarak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan penyebab
kebutaan terbanyak di Indonesia maupun di dunia. Penduduk Indonesia juga memiliki
kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah
subtropis, sekitar 16-22% penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun.15
Katarak lebih sering terjadi pada individu dengan sosioekonomi rendah sampai menengah,
dimana insiden pada negara berkembang lebih tinggi. Penyakit katarak paling banyak terjadi
pada individu berusia di atas 50 tahun, dengan risiko untuk terjadinya katarak terus
meningkat seiring dengan bertambahnya usia.17
Prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah sebesar 50%, prevalensi
ini meningkat hingga 75% pada individu yang berusia di atas 75 tahun.(4) Semakin
bertambahnya angka harapan hidup di dunia, jumlah penderita katarak diantisipasi akan
bertambah.1. Besarnya jumlah penderita katarak berbanding lurus dengan jumlah penduduk
10
usia lanjut. Jumlah ini akan menjadi dua kal pada tahun 2020, hal ini berkkaitan dengan
jangka umur harapan hidup meningkat.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 prevalensi katarak tertinggi terdapat di
Provinsi Sulawesi Utara dengan prevalensi sebesar 1,8%, sedangkan prevalensi terendah
berada di DKI Jakarta.1 Di Indonesia sendiri lebih dari 50% kebutaan yang terjadi disebabkan
oleh katarak. Di Indonesia, hasil survei kebutaan menggunakan Rapid Assesment of
Avoidable Blindness (RAAB) pada tahun 2013-2014 didapatkan prevalensi kebutaan pada
masyarakat usia di atas 50 tahun rata-rata adalah 3,2% dengan penyebab utama adalah
katarak (71%). Sekitar 90% dari seluruh kasus katarak adalah katarak senilis. Frekuensi
katarak pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama besar. Di seluruh dunia, 20
juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.18
3.3 Etiologi
Katarak dapat disebabkan akibat proses penuaan atau degeneratif, faktor herediter,
trauma, inflamasi, kelainan metabolik seperti penyakit diabetes mellitus, penggunaan obat
tertentu, radiasi. Penuaan adalah penyebab paling umum, dan katarak terkait usia (age-
related) adalah penyebab umum dari gangguan penglihatan.9
Selain karena proses penuaan, katarak juga dapat disebabkan oleh trauma, seperti
trauma tumpul yang menyebabkan kekeruhan akibat adanya memar (kontusio) pada jaringan
lensa. Kelainan sistemik yang menyebabkan katarak adalah diabetes mellitus dimana dapat
mempercepat terjadinya katarak akibat meningkaynya kadar sorbitol dalam serat lensa
sehingga degenerasi dari serat lensa menjadi lebih cepat. Peradangan intraokular yang dapat
menimbulkan katarak adalah uveitis, dan glaukoma akut. Katarak yang didapatkan pada usia
kanak-kanak yang merupakan bagian dari kelainan kongenital.16
3.4 Patofisiologi
Patogenesis katarak tidak sepenuhnya dipahami. Namun, lensa katarak ditandai
dengan agregat protein yang menghamburkan sinar cahaya dan mengurangi transparansi.
Perubahan protein lainnya menghasilkan perubahan warna menjadi kuning atau coklat.
Temuan tambahan mungkin termasuk vesikel antara serat lensa atau migrasi dan pembesaran
sel epitel yang menyimpang. Faktor-faktor yang diduga berkontribusi terhadap pembentukan
katarak termasuk kerusakan oksidatif (dari reaksi radikal bebas), kerusakan sinar ultraviolet,
dan malnutrisi.19
Terdapat dua teori terjadinya katarak, yaitu:
11
1. Teori hidrasi :
Terjadi kegagalan pada sistem mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang
terdapat pada subkapsular anterior. Hal ini menyebabkan air tidak dapat keluar dari
lensa. Penumpukan air yang banyak ini dapat berakibat bertambahnya tekanan
osmotik sehingga terjadi kekeruhan lensa.
2. Teori skleoris :
Lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana terjadi penambahan serat-serat
kolagen secara terus menerus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen
di tengah. Semakin lama serabut-serabut tersebut akan semakin bertambah banyak.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya skeloris nukelus lensa.19
12
3.4.2 Faktor Ekstrinsik
a. Sinar ultraviolet
Radiasi sinar UV dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa karena
tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. Sinar UV memiliki energi
foton yang besar sehingga meningkatkan molekul oksigen dari bentuk triplet
menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu jenis oksidan reaktif.20
b. Trauma pada mata
Trauma dapat menyebabkan kerusakan pada protein lensa yang dapat menimbulkan
katarak.20
c. Penyakit sistemik
Penyakit sistemik yang paling sering menyebabkan katarak adalah diabetes mellitus
karena diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan metabolisme pada lensa.
Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol
akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehingga lensa menjadi sangat
terhidrasi dan timbullah katarak.20
d. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Sinekia posterior sering ditemukan
terjadi pada kasus uveitis sehingga dapat menyebabkan pengerasan pada kapsul
anterior lensa.20
e. Faktor diet
Defisiensi asam amino, vitamin yang merupakan antioksidan eksogen yang
berfungsi menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat
mencegah terjadinya katarak.20
f. Obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan telah diakui bahwa dapat bersifat kataraktogenesis
seperti kortikosteroid yang dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior.20
13
a. Penglihatan buram seperti terhalang kabut disebabkan akibat hilangnya transparansi
lensa.
b. Penglihatan berkabut, berasap
c. Penurunan visus
Merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien terutama dengan katarak
senilis
d. Silau, karena cahaya yang masuk terpencar pada retina
e. Sulit melihat pada malam hari atau penerangan redup
f. Perubahan miopik
Progresifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan
miopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akiatnya, pasien presbiopi melaporkan
peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang membutuhkan kaca mata baca.
Keadaan ini disebut dengan second sight.
g. Diplopia monookular
Hal ini terjadi karena terkadang perubahan indeks refraksi akibat kekeruhan yang
tidak merata di bagian-bagian lensa dapat menimbulkan gejala melihat ganda atau
diplopia. Dikatakan diplopia monokular karena apabila satu mata ditutup, bayangan
ganda tidak hilang.
h. Sering berganti kacamata
i. Penglihatan ganda. Terjadi karena perbedaan indeks refraksi antara bagian lensa yang
mengalami kekeruhan dengan bagian lensa lainnya.
j. Gejala presbiopia, karena berkurangnya akomodasi akibat penuaan.14,16
Pemeriksaan oftalmoskop direk dari jarak 50 cm merupakan cara pemeriksaan yang
lebih akurat. Pada pemeriksaan oftalmoskop lensa yang mengalami kekeruhan akan
memperlihatkan bayangan gelap yang menutup refleks fundus.8
Temuan yang didapatkan pada pemeriksaan oftalmologis pasien dengan katarak, antara lain:
1. Penurunan visus
2. Kekeruhan lensa, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu.
3. Shadow test, berupa bayangan iris pada lensa berbentuk bulan sabit.
Pemeriksaan ini kurang dapat diterapkan pada katarak dengan kekeruhan
lensa yang relatif tipis, seperti katarak kortikal, subkapsular, serta katarak
dini.8
14
3.7 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan onset terjadinya, morfologi, maturitas atau
derajat kekeruhan lensa, etiologi, serta kecepatan perkembangannya.8
15
Katarak akibat miopia maligna terjadi akibat degenerasi badan kaca
sehingga nutrisi lensa menjadi terganggu dan menimbulkan kekeruhan
lensa.8,20
Katarak akibat penyakit sistemik :
o Diabetes mellitus
Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia dapat
menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan tersebut akan hilang bila terjadi
rehidrasi dan kadar gula normal kembali.8,20
o Galaktosemia
Galaktosemia adalah penyakit yang disebabkan oleh difisiensi galaktosa 1-
fosfat uridyltransferase. Pada keadaan ini diduga terjadi penimbunan gula
dan gula alkohol dalam lensa sehingga terjadi peningkatan tekanan osmotik
di lensa.8,20
Katarak akibat trauma
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma pada mata, baik
trauma tembus maupun trauma tumpul pada bola mata yang dapat terlihat
setelah beberapa hari atau beberapa tahun kemudian. Katarak ini paling sering
terjadi disebebkan oleh benda asing yang mengenai lensa atau trauma tumpul
yang mengenai bola mata.8,20 Opasifikasi dari lensa dapat terjadi segera
sesudah trauma atau bertahun-tahun sesudah trauma. Tipe katarak yang
terbentuk berhubungan dengan bentuk dari trauma apakah dapat disebabkan
oleh trauma tajam atau tumpul.28
a. Trauma Tajam
Morfologi dari katarak yang terbentuk dikarenakan trauma tajam biasanya
berhubungan dengan ukuran luka pada kapsul lensa, namun tidak ada
klasifikasi standar yang ada sampai saat ini. Luka yang besar pada kapsul
dapat menyebabkan opasifikasi yang cepat dan masif pada seluruh bagian
lensa, sedangkan trauma yang lebih kecil dapat menutup sendiri dan
menyebabkan opasifikasi yang fokal di tempat penetrasi tersebut.26,27
Sebuah luka perforasi atau cedera tembus lensa sering menyebabkan
kekeruhan korteks di lokasi pecah, biasanya berkembang pesat untuk
terjadi kekeruhan.28
b. Trauma tumpul
16
Pada mata dapat menyebabkan kekeruhan lensa baik secara akut maupun
lambat. Katarak dapat terjadi pada sebagian maupun seluruh lensa.
Kekeruhan lensa disebabkan oleh berbagai mekanisme yang mendasari
seperti mekanisme coup dan countercoup. Mekanisme coup merupakan
trauma langsung yang bersifat tumpul pada epitel lensa dan kapsul yang
mengakibatkan abrasi yang menyebabkan terjadinya katarak fokal yang
progresif atau ruptur dari lensa yang akan menyebabkan terjadinya
opasifikasi dari lensa.
Mekanisme countercoup merupakan cefera yang jauh dari tempat trauma
yang diakibatkan oleh gelombang energi yang berjalan sepanjang garis ke
belakang. Sebagai contoh trauma pada area sekitar mata dapat
menyebabkan gelombang energi yang melalui mata dimana dapat
mempengaruhi kapsula lensa anterior ataupun posterior, dan menyebabkan
terjadinya pembentukan katarak. Trauma tumpul terkadang menyebabkan
pigmentasi dari pupillary puff pada permukaan anterior lensa dari yang
disebut “cincin Vossius”. Cincin Vossius merupakan epitel pigmen iris
yang melekat pada kapsul anterior lensa saat terjadi kontusio. Cincin
Vossius tidaklah bermakna dan dapat sembuh sendiri seiring berjalannya
waktu, tetapi merupakan salah satu indikator dari adanya trauma tumpul
pada mata.28
Sehingga pada kasus katarak traumatika dapat menyebabkan peregangan
sklera pada area ekuator yang dapat mengakibatkan rupturnya kapsul di
area ekuator sehingga menyebabkan opasifikasi lensa sehingga akan
terjadi subluksasi ataupun dislokasi komplit lensa, selain itu dapat juga
terjadi gangguan pada zonula yang menyebabkan vitreous humour dapat
masuk ke area camera oculi anterior.28
c. Trauma Kimia
Trauma kimia akibat zat basa pada permukaan mata lebih sering
menyebabkan katarak dibandingkan dengan zat asam. Komponen basa
dapat masuk ke mata dan menyebabkan meningkatnya pH cairan aqueos
humor dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal inilah yang
berperan dalam menyebabkan katarak.28
17
4. Klasifikasi Berdasarkan Kecepatan Perkembangannya
Katarak dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kecepatan perkembangannya, terdiri
dari:
a. Slow Developing Cataract
b. Fast Developing Cataract8
5. Klasifikasi Berdasarkan Morfologi
a. Katarak Nuklear
b. Katarak Kortikal
c. Katarak Subkapsular Posterior8
18
4. Teori mutasi spontan.
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul
protein sehingga mengganggu fungsi. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat
mempengaruhi onset terbentuknya katarak, seperti herediter, radiasi ultraviolet, diet rendah
protein, diet rendah vitamin E dan vitamin C, dan kebiasaan merokok.22 Perubahan lensa
pada usia lanjut:8
1. Kapsul
b. Mulai presbiopia
3. Serat lensa:
a. Lebih iregular
19
c. Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein
nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna
coklet protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding
normal.8
4. Korteks tidak berwarna karena
a. Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
b. Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.8
3.8.2 Epidemiologi
Di Indonesia lebih dari 90% kejadian katarak adalah katarak senilis yaitu yang
dialami oleh usia di atas 50 tahun. Prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun
adalah sebesar 50%, prevalensi ini meningkat hingga 75% pada individu yang berusia di atas
75 tahun.(4)
Data WHO menyebutkan 314 juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan
penglihatan dan 45 mengalami kebutaan. Di Amerika Serikat, sekitar 20,5 juta orang yang
berusia > 40 tahun menderita katarak pada satu atau kedua matanya,5,1% diantaranya
pseudofakia atau afakia dan 6,1 juta diantaranya sudah melakukan operasi pengangkatan
lensa.23 Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta
orang mengalami kebutaan akibat katarak. Total penderita katarak diperkirakan akan
meningkat hingga mencapai 30,1 juta orang pada tahun 2020.8,24
3.8.3 Patofisiologi
Pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka
lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada
bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Dengan
bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang
dengan bertambah beratnya katarak.25
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi high-
molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi mendadak pada index
refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi. Perubahan kimia protein
lensa nuklear ini juga menghasilkan pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya
usia lensa menjadi bercorak kuning kecoklatan serta lensa menjadi lebih tebal dan berat.
Produksi serabut lensa yang terus menerus akan menyebabkan kompresi dan sklerosis
nukleus. Hal inilah yang menyebabkan lensa tidak lagi jernih, kekuatan akomodasi yang
20
menurun, perubahan indeks bias dan penyebaran sinar yang masuk ke mata. Selain itu,
terjadi penurunan konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi
Natrium dan Kalsium. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang diikuti
oleh koagulasi protein 26,27
21
pada katarak nuklear dapat berwarna coklat atau disebut katarak brunesen, dimana protein
histidin dan triptofan lebih tinggi.9
b. Katarak Kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat lensa
menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial di sekeliling daerah ekuator.
Kekeruhan dapat terjadi pada bagian anterior, posterior maupun dekat daerah ekoator.
Katarak ini terjadi bilateral, tetapi dapat pula asimetris. Derajat gangguan fungsi penglihatan
bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan. 9
c. Katarak Subkapsular Posterior
Kekeruhan pada lensa terletak pada korteks yang berdekatan dengan kapsul posterior.
Diawal perkembangannya, katarak ini cenderung menimbulkan gangguan penglihatan karena
adanya keterlibatan sumbu penglihatan. Gejala-gejala umum, antara lain “glare” dan
penurunan penglihatan pada kondisi pencahayaan yang terang. Kekeruhan lensa disini timbul
akibat trauma, penggunaan kortikosteroid, peradangan atau pajanan radiasi. Hal ini
disebabkan karena ketika pupil berkonstriksi saat akomodasi, cahaya yang masuk ke mata
menjadi terfokus pada sentral, dimana terdapat katarak subkapsular posterior sehingga cahaya
menyebar dan mengganggu fokus cahaya pada makula. Karena lokasinya, katarak ini
menyebabkan penurunan visus yang cukup signifikan. Katarak terkait usia biasanya berjalan
lambat selama bertahun-tahun dan pasien kemungkinan meninggal sebelum dibutuhkan
tindakan operasi.9
22
Gambar 9. Tipe Katarak berdasarkan Lokasi Kekeruhan
23
bengkak dan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal sehingga terjadi glaukoma
fakomorfik. Visus penderita katarak imatur biasanya sudah turun, dengan visus 6/7,5 – 1/60.8
24
Gambar 13. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur tipe sklerotik dapat terjadi setelah maturasi korteks mengalami
disintegrasi dan lensa yang mengerut akibat kebocoran dan cairan akan keluar, kemudian
kapsul anterior akan menjadi keriput dan menebal akibat proliferasi sel anterior dan akan
membentuk katarak kapsular putih yang terbentuk di dekat pupil. Hal ini menyebabkan bilik
mata menjadi dalam dan terkihat adanya iris tremulans.8
25
mata
Shadow test Negatif Positif Negatif pseudopositif
Penyulit - Glukoma - Uveitis+glukoma
3.8.6 Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit - penyakit
yang menyertai seperti diabetes melitus, hipertensi, cardiac anomalies dapat menyebabkan
perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum
operasi. Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan
palpebra, konjungtiva, dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat
normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan
shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan
- pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan
lapang pandang dan pengukuran TIO.21
Katarak matur dapat dengan mudah dikenali melalui pemeriksaan pupil, cukup
dengan menggunakan senter, di mana pupil akan terlihat berwarna putih akibat lensa yang
sudah mengalami kekeruhan total. Jika kekeruhan lensa baru terjadi sebagian, atau dikenal
sebagai katarak imatur, kondisi akan relatif lebih sulit dikenali dengan sekedar menggunakan
senter. Biomikroskop lampu celah atau slitlamp akan lebih membantu menemukan kekeruhan
sekecil apapun pada lensa.16 Pemeriksaan oftalmoskop langsung juga dapat dilakukan, pada
media tanpa kekeruhan akan tampak refleks fundus yang berwarna kuning kemerahan,
sedangkan pada lensa dengan kekeruhan parsial akan tampak bayangan hitam yang
berlawanan dengan cahaya kemerahan tersebut pada area yang keruh.28
Shadow test adalah pemeriksaan kekeruhan lensa dengan menggunakan cahaya yang
disorotkan oblik dari arah samping temporal ke arah pupul. Penilaian shadow test pada
berbagai maturitas katarak:
1. Katarak Insipien : Negatif (-) Kekeruhan masih sangat minimal.
26
2. Katarak Imatur : Positif (+) Lensa belum keruh seluruhnya dan kekeruhan belum
sampai ke depan.
3. Katarak Matur : Negatif (-) Lensa sudah keruh seluruhnya (kekeruhan sudah
sampai pada kapsul anterior).
4. Katarak Hipermatur : Pseudopositif (+) Lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil
serta terletak jauh di belakang pupil.8
27
D. Indikasi sosial : Biasanya dilakukan apabila pasien mengeluhkan adanya gangguan
penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaannya.8
Pembedahan katarak senilis dapat dilakukan dengan beberapa pilihan teknik pembedahan,
seperti:
28
12. Tutup luka kornea dengan menjahit insisi korneoskleral dengan tambahan 5-7
jahitan menggunakan benang nilon 10.0 monofilamen
13. Aspirasi substansi viskoelastisitas dengan irigasi dua arah dan COA diisi
dengan BSS
14. Injeksikan miostat dan antibiotik ke COA
15. Dilakukan iridektomi perifer dengan vannas kecil dan pinset kornea
16. Injeksi subkonjungtiva antibiotik dan antiinflamasi sehingga konjungtiva
menutup bagian superior limbus
17. Tetes mata dengan antibiotik dan anti inflamasi
18. Operasi selesai, tutup mata dengan dop mata.28
29
kelainan endotel, implantasi lensa intra okular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular.9
Teknik pembedahan extra capsular cataract extraction (ECCE):
1. Lakukan tindakan a dan antisepsis area operasi
2. Pasang Blefarostat
3. Injeksi anestesi lokal subkonjungtiva dengan lidocain 2,5% pada bagian
superior
4. Fiksasi muskulus rektus superior
5. Insisi konjungtiva dari arah jam 10.00-14.00, perdarahan diatasi dengan optem
6. Grooving kornea pada limbus kedalam 2/3 dengan alur melingkar dari arah jam
10-14.00 menggunakan razer blade knife
7. Tembus kornea pada insisi dengan slit knife pada jam 12
8. Injeksi Trypan blue pada COA
9. Bengkokan jarum 27G
10. Bersihkan tryphan blue dengan menginjeksikan balanced salt salution (BSS) ke
COA
11. Lakukan anterior capsulotomy (kapsul anterior dibuka) menggunakan needle
dengan cara Continue Curvilinear Capsuloreksis (CCC)
12. Gunting kornea mengikuti alur dari jam 10.00-14.00 untuk membuka kornea
13. Lakukan hidrokseksi dengan injeksi balanced salt salution (BSS) kedalam
bawah perifer kapsul anterior untuk memisahkan kapsul dan korteks lensa.
14. Mengeluarkan lensa dengan cara menekan sklera dengan spatula lens di
superior limbus dan menekan sklera dengan lens hook di inferior limbus
15. Insisi kornea dijahit dengan benang nylon 10.00 pada jam 11 dan 13
16. Aspirasi korteks. Sisa korteks di sedot dengan menggunakan irigasi dua arah
dan kanula aspirasi
17. Isi kantung kapsul lensa dengan viskoelastis
18. Implantasi IOL in the bag
19. Aspirasi substansi viskoelastisitas dengan irigasi dua arah dan COA diisi
balanced salt salution (BSS)
20. Injeksikan miostat ke COA
21. Tutup luka kornea dengan menjahit insisi korneoskleral dengan 5-7 jahitan
menggunakan benang nilon 10.0 monofilamen.
30
22. Injeksi subkonjungtia antibiotik dan antiinflamasi sehingga konjungtiva
menutup bagian superior limbus.
23. Tetes mata dengan antibiotik dan anti inflamasi
24. Operasi selesai, tutup mata dengan dop mata.28
3. Phacoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi (phaco) sekarang merupakan teknik paling umumdari ECCE
yang dilakukan di negara maju. Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik genggam
untuk menghancurkan nukleus yang keras sehingga bahan nuklear dan korteks dapat
diaspirasi melalui sayatan yang kecil, yaitu sekitar 3 mm. Sebuah lensa Intra Okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena insisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat
dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Teknik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Phacoemulsifikasi
diindikasikan pada hampir semua jenis katarak. Kontraindikasi relatif untuk tindakan ini
adalah pupil yang tidak bisa midriasis, nukleus lensa yang sangat keras, dan keadaan
zonula yang abnormal.8,9
Teknik pembedahan fakoemulsifikasi:
31
1. Tindakan a dan antisepsis
2. Pasang blefarostat
3. Insisi sepanjang 3 mm pada kornea di temporal dengan slit knife
4. Insisi sekunder instrumen
5. Kapsul lensa anterior diwarnai dengan injeksi Trypan blue dan dibilas
6. Capsulectomy anterior dengan cara Continue Curvilinear Capsuloreksis (CCC)
7. Lakukan hidrodiseksi dengan bantuan mekanik dari gelombang cairan yang
diinjeksikan antara kapsul anterior dan kortek. Sebuah kanula tumpul
dimasukkan tepat dibawah tepi capsulorhexis dan cairan disuntikkan dengan
lembut dibawah kapsul
8. Nukleus di emulsi dan diaspirasi oleh phacoemulsifier
9. Setelah nukleus bersih, dilakukan irigasi/aspirasi sisa korteks.
10. Pengisian bilik mata depan dengan viskoelastik
11. Pemasangan lensa tanam
12. Irigasi dan aspirasi viskoelastik
13. Hidrasi stroma kornea dan penjahitan dengan nilon 10.0 jika perlu
14. Pemberian miotikum jika diperlukan
15. Diberikan tetes antibiotik kortikosteroid
16. Pemasangan kasa dan dop mata.
17. Operasi selesai.28
32
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS adalah modifikasi ECCE, pada teknik ini insisi dilakukan di sklera sekitar 5,5
mm- 7,0 mm. keuntungan konstruksi irisan pada sklera kedap air, sehingga membuat
katup dan isi bola mata tidak prolaps keluar. Karena insisi yang dilakukan lebih kecil dan
lebih posterior, teknik ini hanya menimbulkan sedikit perubahan pada kurvaktura
kornea.6 SICS dapat dilakukan pada semua jenis katarak, relatif cepat dan lebih efektif
dibandingkan phacoemulifikasi dan dianjurkan pada pasien dengan katarak matur dengan
endotel kornea yang kompromis.7,9
Teknik pembedahan small incision cataract:
1. Injeksi lokal anestesi
2. Fiksasi muskulus rektus superior
3. Insisi dilakukan pada sklera sekitar 1,5-2 mm dari limbus dengan ukuran insisi
5,5mm-7,5 mm
4. Dibuat skleral korneal tunnel
5. Dilakukan continous curilinear untuk memisahkan nukleus dan korteks dari
kapsul
6. Nukleus dikeluarkan secara manual
7. Korteks dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi
8. Pemasangan IOL
33
Metode Indikasi Kontraindikasi Keuntungan Kerugian
ICCE Zonula lemah, Pasien usia < Tidak ada resiko Resiko tinggi kebocoran
katarak 40tahun katarak sekunder. vitreous (20%).
hipermatur, Peralatan yang Astigmatisme.
sublukasi dan dibutuhkan sedikit. Rehabilitasi visual terhambat.
dislokasi lensa IOL di COA atau dijahit di
posterior.
ECCE Katarak Matur, Subluksasi dan Peralatan yang Astigmatisme.
Katarak dislokasi lensa dibutuhkan paling Rehabilitasi visual terhambat.
Immatur sedikit.
Baik untuk endotel
kornea.
IOL di COP.
Phaco Katarak Katarak Traumatik, Rehabilitasi visual Peralatan / instrumen mahal.
Immatur, subluksasi dan cepat. Kerusakan jaringan sekitar
Katarak Matur, dilokasi lensa operasi
Katarak
Kongenital
SICS Katarak Subluksasi dan Sayatan kecil dan
Immatur, dislokasi lensa self-sealing
Glaukoma
fakolitik
34
Prognosis yang buruk dapat berhubungan dengan beberapa faktor seperti usia tua,
keadaan sosial ekonomi yang rendah, interval waktu terapi. Adanya keterlibatan segmen
posterior merupakan indikasi prognosis yang buruk.27 Sedangkan pada katarak senilis jika
jarak dapat dengan cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak
yang tepat, maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal.9
3.8.9 Komplikasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi sebelum operasi (preoperatif), saat
operasi(intra operatif), early post-operatif, late post-operatif.
A. Komplikasi Preoperatif
a. Ansietas akibat ketakutan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat
memperbaiki keadaan
b. Nausea dan gastritis akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral dan untuk
mengurangi gejala.
c. Konjungtiitis iritatif atau alergi disebabkan oleh obat tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi Intraoperatif
a. Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b. Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c. Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d. Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e. Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE
C. Komplikasi Post Operatif
1. Early post-operative complication
Hifema. Penumpukan darah pada COA dapat terjadi akibat trauma pada
pembuluh kongjungiva ataupun scleral.
Prolaps iris. Biasanya disebabkan akibat tidak adekuatnya jahitan pada teknik
ICCE dan ECCE konvensional yang dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua pasca operasi.
35
Uveitis anterior pasca operasi
Endophtalmitis bacterial. Tanda dan gejalan dari kompikasi ini biasanya
didapatkan 48 dan 72 jam paca operasi, seperti nyeri pada mata, hilangnya
penglihatan, edema kelopak mata, edema korneal, eksudat di sekitar pupil,
hipopion.
2. Late post-operative complication
Komplikasi ini dapat terjadi setelah beberapa minggu, bula, atau tahun setelah
dilakukannya operasi katarak.
Cystoid macular oedema (CME). Pada sebagian besar kasus biasanya terkait
dengan inkarserasi vitreous.
Delayed chronic postoperative endophtalmitis. Onset dari 4 minggu sampai
beberapa tahun dengan rata-rata onset 9 bulan pasca operasi.
Pseudophakic bulloys keratopathy (PBK) biasanya merupakan lanjutan dari
edema korneal.
Retinal detachment (RD). Insiden ini lebih tinggi pada pasien afakia, dan lebih
umum pada teknik ICCE. Faktor risiko RD adalah hilang / lepasnya vitreous
saat operasi, myopia, dan degenerasi retina.
Katarak sekunder, yaitu opasitas yang menetap atau terjadi setelah ekstraksi
katarak ekstrakapsular. Katarak sekunder dapat terjadi karena adanya residu
lensa yang opak yang menetap berada di antara kapsul anterior dan posterior.
Tipe proliferative katarak sekunder dapat terbentuk dari sel epitel anterior.
Katarak sekunder dapat terlihat sebagai penebalan kapsul posterior atau
soemmering’s ring dimana terlihat cincin tebal yang terbentuk di belakang iris,
atau elschnig’s pearls dimana sel epitel terlihat seperti busa di daerah kapsul
posterior.28,31
36
BAB IV
KESIMPULAN
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
lensa, denaturasi protein, atau terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai
kedua mata dan berjalan secara progresif. Katarak dapat timbul akibat dari proses degeneratif,
herediter, trauma, inflamasi, gangguan metabolik, penggunaan obat-obatan tertentu maupun
radiasi. Penderita katarak kebanyakan adalah mereka yang sudah berusia lanjut, akan tetapi
katarak juga dapat terjadi pada anak-anak yang disebut sebagai katarak kongenital.
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lajut, yaitu usia diatas
50 tahun. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang sering terjadi yaitu penyebab
generatif. Katarak senilis secara klnis dikenal dalam empat stadium yaitu stadium insipien,
imatur, matur dan hipermatur. Diagnosis katarak ditegakkan berdasarkan anamnesis yang
lengkap dan pemeriksaan oftalmologi. Pada anamnesis, biasanya penderita katarak akan
mengeluhkan penglihatan yang buram dan berkabut, silau, second sight, diplopia
monoocular, dan keluhan lainnya. pemeriksaan oftalologi yang dapat dilakukan untuk
mendiagnosis katarak adalah pemeriksaan visus dimana akan didapatkan visus penderita
turun, pemeriksaan segmen anterior mata dimana akan tampak kekeruhan pada lensa,
pemeriksaan shadow test, funduskopi direk, dan lain-lain.
Terapi definitif pada katarak adalah dengan dilakukannya pembedahan. Terdapat 2
macam teknik operasi katarak, yaitu ICCE dan ECCE. Kedua jenis operasi katarak tersebut
memiliki komplikasi yang dapat terjadi baik intra-operatif maupun post-operatif.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
12. Birkenfield J. Optical and Stuctural Properties of the Cristalline Lens:
Accomodations and Aging. Instituto de Optica. 2014. Available at:
http://www.vision.csic.es/Publications/Documents/TesisJudith/tesis%20judith%2
0birkenfeld.pdf
13. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.2012.P.216-7.
14. Takemoto L, Sorensen CM. Protein-protein Interactions and Lens Transparancy.
Exp Eye Res. 2008 Dec; 87(6): 496–501.
15. American Academy of Ophtalmology.2018.Pump-Leak Theory.Available at:
https://www.aao.org/bcscsnippetdetail.aspx?id=897156d8-2bc2-4275-b7d5-
bfc1c12cdd11
16. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi:1.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2017.
17. Lam D, Rao SK, Ratra V, Liu Y, Mitchell P, King J,et all. Cataract. State Key
Laboratory of Ophtalmology. China.2015
18. Ocampo VVD. Cataract Senile: Differential Diagnosis and Workup. 2009. Accessed
on: February 23rd 2019. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1210914-
overview
19. Pascolini D, Mariotti SP. Global Estimates of Visual Impairment. BR J Ophthalmol.
2012;96(5):614-8.
20. Resnikoff S, Pascolini D, Mariotti SP, Pokharel GP. Global Magnitude of Visual
Impairment Caused by Uncorrected Refractive Errors in 2004. Bulletin of the World
Health Organization. 2008;86:63-70.
21. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Ed: 4th. New Delhi: New Age
International Limited Publisher.2007.
22. Alexa I, BS Boadi-Kusi, OV Ndudiri,EA Ofori. Evaluation of post operative visual
outcomes of cataract surgery in Ghana. Original Research Article International
Journal Health.2012;5910:35-42.
23. Pambudy IM. Katarak dalam : kapita selekta kedokteran. 4th ed. Jakarta: media
Aesculapius.2014.P388-390.
24. Dewi MR, Santyowibowo SFIT, Yuliani EA. Constraints and Supporting Factors to
Access Free Cataract Surgery. Journal Oftalmologi Indonesia. 2010;7(4):144-9.
25. Pathogenesis of Senile Cataract. Kirby DB. JAMA Ofthalmology. New York.
1932:97-119;doi:10.1001/archopht.1932.00820140107013
26. Pandey AN. Traumatic Cataract.OR;2017.7(1):1-8.
39
27. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophtalmology: A Systemic Approach. Ed: 7th. China:
Elsiier.2011
28. Alexa I, BS Boadi-Kusi, OV Ndudiri,EA Ofori. Evaluation of post operative visual
outcomes of cataract surgery in Ghana. Original Research Article International
Journal Health.2012;5910:35-42
29. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes on Ophtalmology. Ed:9th. Oxford.2013.
P.81-90.
30. Eagle CR, The Lens. In: Eagle CR, editors. Eye Pathology. Ed: 2nd. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins.2010.P.85-95.
31. Alastair K.O D. Ophtalmology. Ed: 3th. Oxford 2006. P.322-340.
40