Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

KATARAK

Oleh :
Bernadetha Mayang Putri Utami
030.13.038

Pembimbing :
dr. Novi Anita, Sp.M
dr. Heru Mahendrata S., Sp.M

PERIODE 8 MEI 2017 10 JUNI 2017

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD BUDHI ASIH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN

Referat

Judul:
KATARAK

Nama Koas:
Bernadetha Mayang Putri Utami / 030.13.038

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada Hari , Tanggal 2017

Pembimbing

dr. Heru Mahendrata S., Sp.M

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul
Katarak.
Presentasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Mata di RSUD Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama
kepada:
1. dr. Novi Anita, Sp.M dan dr. Heru Mahendrata S.,Sp.M selaku
pembimbing dalam referat ini.
2. Dokter dan staf-staf SMF Mata di RSUD Budhi Asih.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Mata RSUD Budhi Asih atas bantuan
dan dukungannya.
Saya menyadari dalam pembuatan presentasi kasus ini masih banyak
terdapatkekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan
presentasi kasus ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
terutama dalam bidang ilmu penyakit mata.

Jakarta, 16 Mei 2017

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

1
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................iI
KATA PENGANTAR...............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan...............................................................................................................3

BAB II LENSA
2.1 Anatomi Lensa...................................................................................................4
2.2 Histologi Lensa..................................................................................................6
2.3 Fisiologi Lensa...................................................................................................7
2.4 Metabolisme Lensa............................................................................................9

BAB III KATARAK


3.1 Definisi.............................................................................................................11
3.2 Epidemiologi....................................................................................................11
3.3 Etiologi.............................................................................................................11
3.4 Faktor risiko.....................................................................................................12
3.5 Patofisiologi.....................................................................................................12
3.6 Manifestasi klinis.............................................................................................14
3.7 Klasifikasi katarak............................................................................................15
3.8 Tatalaksana.......................................................................................................31
3.9 Prognois............................................................................................................38
3.10 Pencegahan.....................................................................................................39

BAB IV KESIMPULAN......................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................41

BAB I
PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) pada tahun 1972 mendefinisikan


kebutaan sebagai tajam penglihatan di bawah 3/60. Buta menurut kategori WHO
adalah sebagai berikut :

2
Kategori 1 : rabun atau penglihatan dengan visus <6/18
Kategori 2 : rabun, tajam penglihatan dengan visus <6/60
Kategori 3 : buta
Tajam penglihatan dengan visus <3/60
Lapang pandangan <10 derajat
Kategori 4 : buta
Tajam penglihatan dengan visus <1/60
Lapang pandangan <5 derajat
Kategori 5 : buta dan tidak ada persepsi sinar
Kebutaan sendiri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
bagi setiap negara karena dapat berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang
yang menderitanya. Menurut WHO pada tahun 1979, kebutaan lebih banyak
terjadi pada negara berkembang, termasuk Indonesia. (1)
Prevalensi kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% dari jumlah penduduk di
Indonesia menurut hasil survey pada tahun 1996. Berdasarkan angka tersebut,
katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia dengan persentase
sebesar 0,78%. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti
penglihatan seperti tertutup air terjun. (2)
Katarak merupakan keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Bila lensa mata kehilangan sifat beningnya atau
kejernihannya maka penglihatan akan menjadi berkabut atau tidak dapat melihat
sama sekali. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita
akan terganggu secara berangsur. Katarak juga dapat terjadi pada segala usia baik
muda maupun tua akibat proses degenerasi. (2)
BAB II
LENSA

2.1 Anatomi Lensa


Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskular atau tidak memiliki pembuluh
darah, tak berwarna, dan kristalin. Permukaan anterior dan posterior lensa
memiliki kelengkungan yang berbeda, dimana permukaan anterior lensa lebih
melengkung di bagian posterior dan kedua permukaan ini akan bertemu di bagian
ekuator. Lensa memiliki tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Di belakang iris,
lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari corpus siliaris. Serat zonula

3
tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior
dari kapsul lensa. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor dan di sebelah
posterior terdapat badan vitreus. 2,3
Di sebelah depan lensa terdapat selapis epitel kuboid subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-
serat lamelar subepitel akan terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan
menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan
persambungan lamella ini ujung ke ujung berbentuk Y bila dilihat dengan
slitlamp. Bentuk Y ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. 3
Lensa merupakan elemen refraktif terpenting kedua pada mata, dengan
kornea dan film air mata merupakan elemen terpenting pertama. Sebagai media
refraksi, lensa memiliki indeks refraksi sebesar 1,39 dan memilki kekuatan hingga
15-16 dioptri. Dengan bertambahnya usia, kemampuan akomodasi lensa akan
berkurang, sehingga kekuatan lensa pun akan menurun. 4

4
Gambar 1. Anatomi lensa pada mata

Gambar 2. Lensa

2.2 Histologi Lensa 2,3,4


Secara histologi, struktur lensa dapat diurai menjadi :
1. Kapsul lensa
Merupakan membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa
tersusun dari kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul
berfungsi untuk mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Kapsul
lensa paling tebal pada bagian anterior dan posterior zona preekuator (14
um,) dan paling tipis pada bagian tengah kutub posterior (3um).

2. Epitel anterior
Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior.
Merupakan selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
lensa dan regenerasi serat lensa. Pada bagian ekuator, sel ini berproliferasi
dengan aktif untuk membentuk serat lensa baru sehingga lama kelamaan
lensa menjadi lebih besar dan kurang elastik.

3. Serat lensa

5
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur yang tipis dan
gepeng. Setelah berkembang dari sel punca di epitel lensa, serat lensa yang
terdiferensiasi akhirnya kehilangan inti serta organel lainnya, memenuhi
sitoplasma dengan sekelompok protein yang disebut kristalin, dan menjadi
sangat panjang. Serat lensa matur biasanya memiliki panjang 7-10 mm,
lebar 8-10 m, dan tebal 2 m. Serat tersebut tersusun rapat yang akan
membentuk jaringan transparan yang sangat dikhususkan untuk fungsi
pembiasan cahaya.
Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa yang
matur adalah serat lensa yang telah keihlangan nukleus, dan membentuk
korteks dari lensa. Serat-serat yang sudah tua akan terdesak oleh serat lensa
yang baru ke bagian tengah lensa.

4. Ligamentum suspensorium (Zonulla zinnii)


Secara kasar, ligamentum suspensorium merupakan tempat tergantungnya
lensa sehingga lensa terfiksasi di dalam mata. Ligamentum suspensorium
menempel pada lensa di bagian anterior dan posterior kapsul lensa.
Ligamentum suspensorium merupakan perpanjangan dari corpus silliaris.

Gambar 2. Histologi Lensa

2.3 Fisiologi Lensa

6
1. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk
mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk
menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi
terjadi akibat perubahan lensa oleh badan silliar terhadap serat zonula. Saat
m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi sehingga
lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin
kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus
okulomotor (N. III), kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis
oleh karena terjadinya kekakuan pada nukelus.
Pada orang dewasa, lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih
konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-
kanak dan terus berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah
ini proses bertambah cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks
bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya
kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti gray reflex atau senile
reflex, yang sering disangka katarak. Karena proses sklerosis ini lensa
menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini
disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai pada usia 40
tahun. 5

7
Gambar 3. Akomodasi Lensa

Akomodasi Tanpa Akomodasi

M. Cilliaris kontraksi relaksasi


Ketegangan serat
menurun meningkat
zonular
Bentuk Lensa lebih cembung lebih pipih
Tebal aksial lensa meningkat menurun
Dioptri lensa meningkat menurun

2. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya.
Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh
karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur komunikasi
terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap
junction antar sel. 6

2.4 Metabolisme Lensa


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation
(natrium dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueous dan humor
vitreus. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan
posterior, sedangkan kadar natrium lebih tinggi di bagian posterior lensa. Ion
kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar menuju humor aqueous, dari
luar ion natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.3
Lensa memiliki kandungan air sebesar 65% dan protein sebesar 35%.
Lensa memiliki pH sekitar 6.9, suhu yang relatif rendah, dan relatif hipoksik.
Kebanyakan produksi energi dan transpor aktif terjadi pada epitel. 7
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan

8
ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose
reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol
diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.7

Gambar 5. Pertukaran bahan kimia pada lensa

9
BAB III
KATARAK

3.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun.
Hal tersebut dimaksudkan sebagai penglihatan seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein, atau terjadi akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan secara progresif. 2

3.2 Epidemiologi
Menurut WHO, katarak merupakan penyebab kebutaan terbesar di seluruh
dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada sekitar 18 juta orang di seluruh dunia
dan diperkirakan akan mencapai angka 40 juta orang pada tahun 2020. Hampir
20,5 juta orang dengan usia di atas 40 tahun yang menderita katarak, atau dengan
kata lain 1 dari tiap 6 orang berusia di atas 40 tahun menderita katarak. 8
Di Indonesia sendiri lebih dari 50% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh
katarak. Di Indonesia, hasil survei kebutaan menggunakan Rapid Assesment of
Avoidable Blindness (RAAB) yang dilakukan di 3 provinsi yakni Nusa Tenggara
Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan pada tahun 2013-2014 didapatkan
prevalensi kebutaan pada masyarakat usia di atas 50 tahun rata-rata adalah 3,2%
dengan penyebab utama adalah katarak (71%). Sekitar 90% dari seluruh kasus
katarak adalah katarak senilis. Sekitar 5% dari golongan usia 70 tahun dan 10%
dari golongan usia 80 tahun harus menjalani operasi katarak. %. Prevalensi
katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran.
Frekuensi katarak pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama besar.
Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.9

3.3 Etiologi
Katarak dapat terjadi akibat proses penuaan atau degeneratif, sekunder,
faktor herediter, trauma, inflamasi, kelainan metabolik seperti diabetes mellitus,
penggunan obat-obatan tertentu, maupun radiasi. Katarak akibat proses penuaan

10
adalah yang paling sering tering terjadi di mana proses ini akan menyebabkan
lensa mata menjadi keras dan keruh.
Selain pada orang berusia lanjut, katarak juga dapat terjadi pada bayi dan
anak-anak yang disebut sebagai katarak kongenital. Hal ini dapat terjadi akibat
adanya peradangan atau infeksi yang dialami selama masa kehamilan atau
penyebab lainnya.

3.4 Faktor Risiko 2,3


Selain usia sebagai faktor risiko utama, faktor risiko lainnya dalam
perkembangan katarak termasuk :
Diabetes mellitus
Menurut penelitian, orang dengan diabetes mellitus memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk terjadinya katarak dibandingkan dengan yang tidak.
Obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan telah diakui bahwa dapat bersifat
kataraktogenesis seperti kortikosteroid yang dapat menyebabkan katarak
subkapsular posterior.
Radiasi ultraviolet
Penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemungkinan
pembentukan katarak pada mereka yang tidak terlindungi dari paparan
radiasi ultraviolet. Studi tersebut menunjukkan bahwa mereka yang tinggal
di lingkungan dengan kadar radiasi UV-B yang tinggi memiliki insidens
katarak yang lebih tinggi.
Merokok
Alkohol

3.5 Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang
dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain

11
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada
pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.2,4
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa
yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan
dari lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan
osmotik yang menyebabkan kekeruhan lensa.10
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut
kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di
tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga
terjadilah sklerosis nukleus lensa.10

Gambar 6. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak

3.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari katarak biasanya terjadi secara berangsur-angsur atau
progresif dan merupakan suatu proses yang kronis. Gangguan penglihatan yang
terjadi bervariasi, tergantung pada jenis katarak yang diderita pasien. Gejala-
gejala tersebut antara lain 2,9 :
Penurunan visus
Merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien terutama dengan
katarak senilis

12
Buram yang sering dideskripsikan seperti berasap atau berkabut
Silau
Dapat disebabkan karenan penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya
terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat
ke arah lampu.
Perubahan miopik
Progresifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang
menimbulkan miopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akiatnya,
pasien presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan
kurang membutuhkan kaca mata baca. Keadaan ini disebut dengan second
sight.
Diplopia monokular
Terkadang perubahan nuklear yang terkonsentrasi pada bagian dalam
lapisan lensa menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa
yang sering memberikan gambaran terbaik pada refleks merah dengan
retinoskopi atau oftalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini
menimbulkan diplopia monokular yang tidak dapat dikoreksi dengan
kacamata, prisma, atau lensa kontak.
Ukuran kacamata sering berubah-ubah.
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test (pemeriksaan bayangan iris pada lensa yang keruh)
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan slit lamp

3.7 Klasifikasi katarak


Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Berdasarkan onset
o Katarak kongenital (pada usia di bawah 1 tahun)
o Katarak juvenil (pada usia di atas 1 tahun)
o Katarak infantil (kelanjutan dari katarak kongenital berkembang
pada usia 6 bulan setelah lahir)
o Katarak presenilis (pada usia 40-50 tahun)

13
o Katarak senilis (setelah usia 50 tahun)
Berdasarkan morfologi
o Katarak nuklear
o Katarak kortikal
o Katarak subkapsular posterior
Berdasarkan maturitas atau derajat kekeruhan lensa
o Insipien
o Intumesen
o Imatur
o Matur
o Hipermatur (morgagni atau sklerotik)
Berdasarkan etiologi
o Katarak primer
o Katarak sekunder
Berdasarkan kecepatan perkembangannya
o Stationary (kekeruhan menetap)
o Progresif (semakin lama semakin keruh)

3.7.1 Klasifikasi katarak berdasarkan onset


1. Katarak Kongenital 11
a) Definisi
Merupakan katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah bayi
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. 2 Katarak jenis
ini dapat terjadi di kedua mata bayi (bilateral) maupun sebelah
mata (unilateral). Keruh atau atau buram di lensa terlihat sebagai
bintik putih juka dibandingkan dengan pupil hitam yang normal
dan dapat dilihat dengan mata telanjang.

14
Gambar 7. Katarak kongenital

b) Epidemiologi
Hingga saat ini belum terdapat data mengenai jumlah kejadian
kasus katarak kongenital di Indonesia. Pada negara berkembang
didapatkan prevalensi sekitar 2-4 kasus dari 10.000 kelahiran.
Katarak kongenital biasanya ditemukan menyertai retardasi mental,
tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung, dan gejala sistemik.
c) Etiologi
Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Katarak kongenital sering ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita homosisteinuri,
diabetes mellitus, hipoparatiroid, toksoplasmosis, infeksi TORCH,
dan histoplasmosis. Katarak kongenital juga dapat berhubungan
dengan kelainan sistemik dan sindrom multisistem seperti Downs
syndrome (trisomi 21), Turners syndrome kelainan ginjal seperti
Lowes syndrome.
d) Patogenesis
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus-lensa,
nukleus fetal, atau nukleus embrional. Tergantung pada proses
embriologi mana yang terganggu.
e) Klasifikasi 12
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting,
karena dapat menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan

15
efek pada penglihatan. Adapun klasifikasi berdasarkan morfologi
adalah sebagai berikut:
o Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa
embrio atau janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan
berbentuk serbuk/seperti debu (Gambar 8A). Berhubungan dengan
mikrophthalmos.
o Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik
anterior dan posterior (Gambar 8B) dan dalam beberapa kasus
dikaitkan dengan ekstensi radial (Gambar 8C). Katarak lamellar
mungkin AD, terjadi pada bayi dengan gangguan metabolik dan
infeksi intrauterin.
o Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam
dan mengelilingi inti seperti mahkota (Gambar 8D). Biasanya
sporadis dan hanya sesekali yang bersifat herediter.
o Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 8E) yang
umum dan tidak berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak
jenis lain.
o Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior
atau posterior. (Gambar 8F).
o Katarak polaris anterior (Gambar 9A), bisa flat atau kerucut ke
ruang anterior (katarak piramidal - Gambar 9B). Katarak
piramidal sering dikelilingi oleh daerah katarak kortikal dan dapat
mempengaruhi penglihatan. Berhubungan dengan katarak polaris
anterior termasuk membran pupil persisten (Gambar 9C), aniridia,
anomali Peters dan lenticonus anterior.
o Katarak polaris posterior (Gambar 9D) kadang-kadang
berhubungan dengan sisa-sisa hyaloid persisten (Mittendorf dot),
lenticonus posterior dan vitreous primer hiperplastik persisten.
o Katarak central oil droplet (Gambar 9E), khas pada galaktosemia.
o Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan
Hallermann-Streiff-Franois sindrom. Terjadi ketika bahan
lentikular sebagian atau seluruhnya menyerap kembali
meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di antara
kapsul anterior dan posterior (Gambar 9F).

16
Gambar 8. Morfologi katarak kongenital (kanski)

17
Gambar 9. Morfologi katarak kongenital

f) Gambaran klinis
o Pupil atau bulatan hitam pada mata terlihat berwarna putih atau
leukokoria.
o Silau, nistagmus, strabismus. Hal tersebut terjadi karena bayi
akan terus mencari-cari sinar melalui lubang pupil yang gelap
dan akhirnya bola mata akan terus bergerak karena sinar sulit
ditemukan.
o Pada katarak kongenital juga dapat menyebabkan makula lutea
tidak cukup mendapatkan rangsangan. Jika terdapat gangguan
masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf

18
mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya sehingga
menyebabkan ambliopia.
Penanganan pada katarak kongenital harus dilakukan sedini mungkin karena fovea
sentralis harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan. Manajemen
ambliopia pasca operasi juga penting dilakukan secepat mungkin.
Pertimbangan waktu dalam penatalaksanaan katarak sangat penting dalam hal-hal
sebagai berikut 12 :
1. Katarak total bilateral memerlukan operasi awal ketika usia anak 4-6
minggu untuk mencegah penurunan perkembangan stimulus ambliopia.
Jika kelainan asimetris yang sudah berat, mata dengan katarak harus
ditangani terlebih dahulu.
2. Katarak parsial bilateral mungkin tidak memerlukan pembedahan. Dalam
kasus yang meragukan, mungkin lebih bijaksana untuk menunda operasi,
kekeruhan lensa dan fungsi visual dimonitor dan dilakukan intervensi
nanti jika penglihatan memburuk.
3. Katarak total unilateral harus dioperasi segera (mungkin dalam hitungan
hari) diikuti oleh terapi anti-amblyopia agresif, meskipun yang hasilnya
sering minimal. Waktu intervensi harus seimbang dengan saran bahwa
intervensi dini (<4 minggu) dapat menyebabkan peningkatan risiko
glaukoma sekunder berikutnya. Jika katarak terdeteksi setelah usia 16
minggu maka prognosis penglihatan sangat minimal.
4. Katarak parsial unilateral biasanya dapat diamati atau diperlakukan secara
non-pembedahan dengan dilatasi pupil dan mungkin oklusi kontralateral
untuk mencegah ambliopia.
5. Pembedahan yang melibatkan capsulorhexis anterior, aspirasi materi lensa,
capsulorhexis dari kapsul posterior, terbatas pada anterior vitrektomi dan
implantasi IOL (intraocular lens) jika sesuai. Hal ini penting untuk
memperbaiki kesalahan bias terkait.
2. Katarak Juvenil
Merupakan katarak yang terdapat pada orang muda, mulai terbentuk pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan dari katarak kongenital dan dapat merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dari penyakit lainnya seperti katarak diabetika dan
galaktosemik, katarak hipokalsemik (tetani), katarak defisiensi gizi, dan kelainan
metabolik lainnya.

19
3. Katarak Presenilis
Katarak presenilis adalah semua kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia
antara 40-50 tahun. Katarak jenis ini biasanya bukan akibat dari proses penuaan,
melainkan karena komplikasi dari penyakit sistemik atau metabolik, traumatik,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan lain sebagainya.

4. Katarak Senilis 2,10


a) Definisi dan Epidemiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak yang timbul karena proses degeneratif
dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dari
90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua mata
dengan salah satu mata terkena lebih dulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis
antara lain herediter, radiasi sinar UV, faktor makanan, dehidrasi, merokok.
b) Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin
dan adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock
protein berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul
protein agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak
dapat lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis dibagi menjadi
morfologinya :
o Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang
diikuti oleh koagulasi protein.
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
- Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat
diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.
- Katarak insipien

20
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan
adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari
ekuator ke arah sentral (kuneiformis) atau dapat dimulai dari sentral

Gambar 10. Katarak insipien

- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik,
bahan lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.
Gambar 11. Katarak imatur

21
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa.
Deposisi ion kalsium dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada
stadium maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi
lensa.

Gambar 12. Katarak matur

- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair.
Cairan akan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi
mengerut. Massa lensa yang berdegenerasi dapat keluar dari kapsul
sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Bila
proses katarak terus berjalan, maka akan tampak bentuk sebagai
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks
lensa karena berat.
Katarak hipermatur dapat dibagi menjadi dua bentuk :
o Katarak hipermatur morgagni
Setelah maturasi, seluruh korteks mencair dan lensa berubah
menjadi sebuah kantung yang terisi cairan susu (milky fluid),
nukleus yang berwarna agak kecoklatan akan terlihat di bawah

22
dan berubah posisi mengikut perubahan posisi kepala. Lensa
yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata menjadi dalam
sehingga apabila dilakukan uji bayangan iris (shadow test) akan
memberikan gambaran pseudopositif.
Gambar 13. Katarak hipermatur morgagnian

o Katarak hipermatur tipe sklerotik


Terkadang setelah stadium maturasi, korteks mengalami
desintegrasi dan lensa yang mengerut akibat kebocoran dari air,
kapsul anterior mengkeriput dan menebal akibat dari proliferasi
sel anterior dan akan membentuk katarak kapsular putih yang
terbentuk di dekat daerah pupil. Oleh hal tersebut, bilik mata
depan akan menjadi dalam dan terlihat adanya iris tremulans.
Gambar 14. Katar hipermatur tipe sklerotik

o Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa
menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik,
dimana lensa kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan
menurunnya kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi obstruksi sinar

23
cahaya yang melewati lensa mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju
perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya deposit pigmen. Sering
terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak brunesens) atau hitam
(katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang berwarna merah (katarak
rubra).

Gambar 15. Katarak senilis nuklear


oKatarak subkapsular posterior
Katarak subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia lebih
muda daripada katarak kortikal dan katarak nuklear. Katarak ini terletak di
lapisan posterior kortikal. Indikasi awal adalah terlihatnya gambaran halus
seperti pelangi di bawah slit lamp pada lapisan posterior kortikal. Pada
stadium lanjut terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior
ini. Gejala yang dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau dan
penurunan penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi
penurunan penglihatan pada jarak dekat dan terkadang beberapa pasien
juga mengalami diplopia monokuler. Bentuk ini terletak pada bagian
belakang dari kapsul lensa dan posterior

24
Gambar 16. Katarak subkapsular posterior

Gambar 17. Tipe-tipe katarak

c) Penegakkan diagnosis
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk
mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi,
dan kelainan jantung.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak
subkapsular posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan
adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap
penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas
lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris,
bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran
lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil,
posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab
subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test

25
dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu,
pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas
bagian belakang juga harus dinilai.
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 6/6 1/60 1/300 1/~ 1/300 1/~
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal terbuka
mata
Shadow test Negatif Positif Negatif pseudopositif
Penyulit - Glukoma - Uveitis+glukoma

3.7.2 Klasifikasi berdasarkan etiologi


o Katarak primer
Katarak primer merupakan katarak yang terjadi bukan karena penyebab lain
melainkan karena proses penuaan atau degenerasi.
o Katarak sekunder
Katarak sekunder atau katarak komplikata merupakan katarak yang terjadi
akibat penyakit intraokular seperti akibat penyakit mata lain misal akibat
radang dan proses degenerasi seperti ablasio retina, retinitis pigmentosa,
glukoma, iskemia okular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu
trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata juga dapat disebabkan
oleh penyakit metabolik seperti diabetes melitus, hipoparatiroid,
galaktosemia, dan miotonia distrofi.

- Katarak akibat penyakit lokal mata :


o Glaukoma
Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior.
Katarak ini bersifat reversibel dan dapat hilang bila tekanan bola
mata sudah terkontrol.
o Uveitis
Peningkatan permeabilitas pada uveitis dapat menyebabkan
eksudasi ke dalam aqueous humor sehingga terjadi peningkatan

26
konsentrasi protein dalam aqueous humor. Katarak timbul pada
subkapsular posterior akibat gangguan metabolisme lensa
bagian belakang.
o Miopia maligna
Katarak akibat miopia maligna terjadi akibat degenerasi badan
kaca sehingga nutrisi lensa menjadi terganggu dan menimbulkan
kekeruhan lensa.
- Katarak akibat penyakit sistemik :
o Diabetes mellitus
Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia dapat
menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan tersebut akan hilang
bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
o Galaktosemia
Galaktosemia adalah penyakit yang disebabkan oleh difisiensi
galaktosa 1- fosfat uridyltransferase. Pada keadaan ini diduga
terjadi penimbunan gula dan gula alkohol dalam lensa sehingga
terjadi peningkatan tekanan osmotik di lensa.
- Katarak akibat trauma :
o Trauma tembus dan tak tembus
Trauma pada umumnya menyebabkan katarak monookuler.
Trauma fisik baik tembus maupun tidak tembus dapat merusak
kapsul lensa.
o Trauma fisik (radiasi)
Sinar dengan panjang gelombang di bawah 400nm atau di atas
750nm dapat menyebabkan kerusakan pada mata.
o Trauma kimia (zat toksik)
Paling sering akibat pemberian kortikosteroid dalam jangka
panjang yang dapat memperkeruh lensa.

3.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu
intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
(ECCE).4

27
-Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, sosial dan kosmetik.4
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma),
endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retinopati
diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus)
untuk memperoleh pupil yang hitam.
4. Indikasi sosial; jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam
melakukan rutinitas pekerjaan.

-Persiapan Pre-Operasi10
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent.
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-
Iodine 5%.
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam.
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila
pasien cemas.
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
Tetesan diberikan tiap 15 menit.
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma,
antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat
antidiabetik sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk
mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari
setelah operasi.
-Anestesi 8
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau
retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit
Parkinson, dan reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :

28
Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva
dengan jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis,
peningkatan TIO, hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada
n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa sakit pada bola mata, yang
mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi
Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan
kapsul tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon.
Anestesi diinjeksikan diantar ekuator bola mata.
Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine
0.5%, lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi
intrakamera atau infusa larutan lidokain 1%, biasanya selama
hidrodiseksi.
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang empat prosedur operasi
pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi, SICS.
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
dipindahkan dari mata melalui insisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi
pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.2,4,10

29
Gambar 18. Teknik ICCE
2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder
lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata
dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasio retina,
mata dengan cystoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.2,4,10

Gambar 19. Teknik ECCE

30
Gambar 20. ECCE dengan pemasangan IOL

3. Phacoemulsification

31
Fakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat
kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena insisi yang kecil
maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari.Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis.2,4,10

Gambar 21. Phacoemulsification

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik
operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak imatur, matur, dan
hipermatur. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik
dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.6

32
3.9 Komplikasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa
intra okular (intra ocular lens / IOL).10
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas)
akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5
mg dapat memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik
topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa
pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan
operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membran Descemet), iris, dan lensa;
dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama
teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema,
prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan
endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina,

33
dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah
beberapa waktu post operasi. Katarak sekunder (after cataract) dapat
terjadi akibat adanya residual lensa pada kapsul posterior yang
menyebabkan kekeruhan pada kapsul posterior tersebut. Terapi pada
pasien ini adalah dengan menggunakan ND-YAG laser. Indikasi dalam
melakukan laser ini hampir sama dengan indikasi pada operasi katarak
pada umumnya yaitu :
o Gangguan penglihatan yang mengganggu aktivitas seharian.
o Gangguan silau akibat melihat cahaya.
o Penglihatan ganda.
o Perbedaan yang signifikan antara kedua belah mata.
o Disertai penyakit mata yang lain.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, sindrom lensa toksik
(toxic lens syndrome).

3.9 Prognosis
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis
penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik
prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang
anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada
kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah
operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada
katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.12

3.10 Pencegahan
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak
senilis ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap
hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah
paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap
dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti vitamin A, C dan E) secara
teori bermanfaat.9

34
Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi
radikal bebas yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, juga dapat
mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang. Memperbanyak porsi buah dan
sayuran. Lindungilah mata dari sinar ultraviolet. Selalu menggunakan kaca mata
gelap ketika berada di bawah sinar matahari. Lindungi juga diri dari penyakit
seperti diabetes.10

BAB IV
KESIMPULAN

Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan menjadi berkurang. Katarak merupakan salah
satu penyebab kebutaan utama di seluruh dunia. Katarak dipengaruhi oleh faktor
usia, radiasi dari sinar ultraviolet, kurangnya gizi dan vitamin serta faktor tingkat
kesehatan dan penyakit yang diderita. Penderita katarak akan mengalami gejala-
gejala umum seperti penglihatan mulai buram atau kabur, kurang peka dalam
menangkap cahaya (fotofobia) sehingga cahaya yang dilihat hanya berbentuk
lingkaran semu sehingga lambut laun akan terlihat seperti noda keruh berwarna
putih di bagian tengah lensa kemudian penderita katarak akan sulit menerima
cahaya untuk mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada
retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yaitu katarak senilis atau
primer, kongenital, traumatik, dan komplikata. Terapi definitif katarak adalah

35
melalui prosedur operasi ekstraksi katarak . Ada 4 jenis teknik operasi katarak
yaitu ICCE, ECCE, Phacoemulsification, SICS. Akan tetapi jika gejala tidak
mengganggu tindakan operasi tidak diperlukan, kadang kala hanya dengan
mengganti/menggunakan kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) sering terjadi
akibat bertambahnya usia sehingga hingga sampai saat ini belum diketahui
pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Cataract in the Adult Eye,
Preferred Practice Pattern. San Francisco: American Academy of
Ophthalmology, 2006. Available at: http://www.aao.org/ppp.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
3. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku
Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
5. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
6. Bassnett S, Shi Y, Vrensen GFJM. Biological glass: structural determinants
of eye lens transparency. Philosophical Transactions of the Royal Society
B: Biological Sciences. 2011;366(1568):1250-1264.
doi:10.1098/rstb.2010.0302.
7. Denniston AKO, Murray PI. Oxford Handbook of Ophtalmology. United Kingdom :
Oxford University Press, 2014
8. American Academy of Ophtalmology. 2008-2009. Lens and
Cataract. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology, 2009/
Available at: http://www.aao.org

36
9. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses
dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 13 Mei 2017
10. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J
Ophthalmol. 2011.
11. Vaughn, Fecoretta C, et al. 2012. Congenital cataract. Diakses dari
:http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/eye_defects_and_c
onditions_in_children/congenital_cataract.html, tanggal 15 Mei 2017
12. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7 th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)

37

Anda mungkin juga menyukai