BLEFARITIS MARGINALIS
Disusun Oleh :
Pembimbing :
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan Referat berjudul
“Blefaritis Marginalis” dengan tepat waktu. Referat ini disusun guna memenuhi
tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di RSU UKI.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Med. dr.
Jannes Fritz Tan, Sp.M yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan referat
ini, serta kepada rekan-rekan dokter yang telah membimbing penulis selama di
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di RSU UKI. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada
semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Blefaritis adalah suatu peradangan subakut atau menahun tepi kelopak mata.1
Blefaritis diklasifikasikan menjadi blefaritis anterior dan posterior. Blefaritis anterior
merupakan inflamasi kulit kelopak mata dan folikel bulu mata disertai dengan debris
skuamosa atau kolaret, biasanya berkaitan dengan infeksi Staphylococcal dan
dermatitis seboroik. Blefaritis posterior adalah inflamasi kelenjar Meibom dan
biasanya disebabkan oleh disfungsi kelenjar Meibom.2
Pada umumnya, beberapa mekanisme patogenesis terlibat dalam kelompok
kondisi yang kita sebut blefaritis. Sebagai contoh, disfungsi kelenjar Meibom
merupakan bagian dari kondisi yang dapat menyebabkan blefaritis, namun bisa
menjadi hasil dari sejumlah faktor terkait yang menimbulkan efek subklinis dan klinis
yang berbeda. Blefaritis dapat timbul berhubungan dengan berbagai kondisi,
termasuk dry eye disease, dermatitis seboroik, akne rosasea, dan atopi.3
Walaupun blefaritis adalah salah satu gangguan okuler yang paling banyak
ditemukan, data epidemiologi berupa insidensi dan prevalensi masih kurang. Salah
satu studi pusat tunggal pada 90 pasien dengan blefaritis kronik tercatat rata-rata usia
pasien adalah 50 tahun. Pasien dengan blefaritis staphylococcal ditemukan pada
relatif usia muda (42 tahun) dan paling sering ditemukan pada wanita (80%). Sebuah
penelitian U.S pada orang dewasa (n= 5000) terungkap bahwa gejala khas blefaritis
cukup sering ditemukan, lebih sering gejala ditemukan pada usia individu lebih muda
dibanding dengan usia individu yang lebih tua. Prevalensi diagnosis klinis disfungsi
kelenjar Meibomian sangatlah bervariasi dipublikasikan di literatur dunia, paling
sering ditemukan diantara populasi Asia dibanding populasi kaukasian.4
4
1.1.Anatomi Palpebra
5
Lapisan otot palpebra tersusun atas muskulus orbikularis okuli,
muskulus levator palpebra, dan muskulus tarsalis superior dan inferior.
Muskulus orbikularis okuli berfungsi untuk menutup kelopak mata (berkedip),
diinervasi oleh saraf fasial (nervus facialis) dan parasimpatis. Muskulus
levator palpebra berfungsi untuk membuka mata, diinervasi oleh saraf
okulomotor. Muskulus tarsalis superior (Mulleri) dan inferior yang berfungsi
untuk memperlebar celah mata, mendapat inervasi dari serabut saraf
pascaganglioner simpatis yang mempunyai badan sel di ganglion servikal
superior.5
6
1.2.Kelenjar Palpebra
7
1.3.Fisiologi Palpebra dan Kelenjar Meibom
1. Lapisan musin (mukus) yang melapisi langsung kornea dan selaput lendir
konjungtiva yang dihasilkan oleh sel Goblet konjungtiva
2. Lapisan air yang merupakan lapisan tengah yang dihasilkan oleh Kelenjar
Lakrimal dan kelenjar lakrimal aksesoris (Krause dan Wolfring)
3. Lapisan lemak yang merupakan lapisan terluar yang dihasilkan oleh
Kelenjar Meibom dan Moll
8
Anterior lapisan air mata terdiri dari lapisan lipid yang dihasilkan oleh
Glandula Meibom yang terletau di tarsus pada palpebra superior dan inferior.
Pada palpebra superior terdapat 30-40 Glandula Meibom dan pada palpebra
inferior terdapat 20-30 Glandula Meibom yang lebih kecil. Masing-masing
orificium kelenjar terbuka ke kulit tepi kelopak mata.
9
Sebelum lahir, konjungtiva dan kelopak mata steril, saat masih berada
dalam kantong amniotic. Flora bakteri seperti Staphylococcus epidermidis,
streptococci, dan Escherichia coli ditransfer pada saat jalan lahir. Dengan
pertambahan usia Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
diphtheroid merupakan bakteri yang dominan.9
10
BAB II
2.1.1 Definisi
11
antara gejala dan tanda-tanda, etiologi pasti, dan mekanisme proses penyakit
menjadikan tatalaksana menjadi sulit.1
2.1.2 Klasifikasi
12
contohnyaketombe pada kepala. Blefaritis seboroik dapat merupakan
bagiandermatitis seboroik.Secara klinis ditemukan sisik halus,
putih,penebalan kelopak mata disertai madarosis (hilangnya bulu
mata),dibawah sisik kulit hiperemi, tidak berulserasi. Berbeda dengan
blefaritis ulserativa yang diduga penyebab utamanya adalah stafilokokus.
Secara klinis terdapat keropeng kekuningan merekat bulu mata menjadi satu.
Bilakeropeng dibuang akan terjadi ulkus kecil mudah berdarah. Ulkus ini bila
sembuh dapat menyebabkan sikatriks.Bila tidak diobatidengan baik ulkus bisa
meluas merusak akar rambut sehingga bulumata rontok. Ia juga bisa
menyebabkan konjungtivitis menahun.Selain itu dapat menyebabkan trikiasis
karena terbentuk sikatrikspada palpebra.1
13
lain pada kelopak mata yang dapat menyebabkan blefaritis (walaupun jarang
terjadi).2
2.1.3 Epidemiologi
14
5000) terungkap bahwa gejala khas blefaritis cukup sering ditemukan, lebih
sering gejala ditemukan pada usia individu lebih mudadibanding dengan usia
individu yang lebih tua. Prevalensidiagnosis klinis disfungsi kelenjar Meibom
sangatlah bervariasi dipublikasikan di literatur dunia, paling sering ditemukan
diantara populasi Asia dibanding populasi kaukasian.4
15
3. Jamur;
4. Kesalahan pembiasan;
5. Seborrhea;
6. Parasit hewan;
7. Kekurangan vitamin;
8. Gangguan endokrin, dan
9. Predisposisi keturunan.
Faktor Risiko4
1. Mata Kering
Mata kering telah dilaporkan pada 50% pasien dengan
Blefaritis staphylococcal. Disisi lain dari 66 pasien dengan mata
kering, 75% mengalami staphylococcal konjungtivitis atau blefaritis.
Hal itu memungkinkan dikarenakan menurun nya lokal lysozyme dan
immunoglobulin yang berhubungan dengan menurunnya air mata.
Dua puluh lima persen dari 40% total pasien blefaritis seboroik
dan MGD (Meibomian gland dysfunction) dan 37%-52% pasien
dengan ocular rosacea juga mengalami defisiensi air mata. Hal ini
terjadi dari peningkatan evaporasi air mata yang disebabkan defisiensi
komponen lipid pada air mata.
2. Kondisi Kulit
Kondisi kulit berhubungan dengan blefaritis seboroik dan
MGD yang mempunyai etiologi dan faktor predisposisi yang sama.
Dalam satu studi, 95% pasien dengan blefaritis seboroik juga
mengalami dermatitis seboroik.
16
3. Demodicosis
Demodex folliculorum ditemukan pada 30% pasien kronik
blefaritis.
4. Rosacea
Rosacea adalah penyakit kronis yang ditandai dengan adanya
telangiektasis, eritema, papula, pustula, dan kelenjar sebaceous
hipertrofik di area wajah kemerahan. Rosacea biasanya dimulai sekitar
30 hingga 40 tahun dan tanda-tanda dan gejala
sering terjadi dan terjadi pada awal proses penyakit. Semua tersangka
harus segera dirujuk ke dokter kulit untuk memastikan diagnosis dan
membantu mengidentifikasi pemicu.
2.1.5 Patofisiologi
17
mata. Infeksi pada kelopak mata (blefaritis) dapat menyebabkan obstruksi dan
mencegah kelenjar ini mensekresikan lipid yang berkontribusi membentuk air
mata. Termasuk dalam air mata adalah lapisan atas terpenting dari lipid yang
secara luas berasal dari kelenjar meibom yang membatasi penguapan air
sehingga membantu mencegah perkembangan mata yang kering.12
Lipase dari kedua host dan bakteri dapat melepaskan asam lemak
bebas, kolesterol, dan lipid lainnya yang terakumulasi dalam saluran yang
berkontribusi terhadap penyumbatan saluran dan berkumpulnya neutrofil dan
komponen inflamasi lainnya ke kelenjar.12
18
hidup pasien. Thygeson pada tahun 1946 mengakui bahwa "kolonisasi
Staphylococcus abnormal" dikaitkan dengan blefaritis. Biofilm merupakan hal
yang mendasari terjadi nya overcolonized dan perubahan patogenisitas dari
flora normal.12
1. Bakteri survival
2. Pembentukan biofilm
3. Over-Colonization
4. Quorum-sensing gene activation
5. Produksi faktor virulensi
6. Peradangan.
Telah diketahui dengan baik bahwa kelopak mata adalah rumah bagi
bakteri flora normal yang terdiri dari S. aureus, S. epidermidis, dan pada
tingkat yang lebih rendah Corynebacterium spp. dan Propionobacterium spp.
Juga diketahui bahwa kedua spesies Staphylococcus adalah pembentuk
biofilm yang produktif, terutama S. epidermidis.12
19
Gambar 3. Enam langkah terjadi nya DEBS.12
20
Tindakan penyapuan yang konstan dari kelopak mata di sepanjang
kornea, konjungtiva, dan batas kelopak mata (yaitu, berkedip) dan pembilasan
air mata memainkan peran mekanis dalam mencegah akumulasi biofilm yang
signifikan pada konjungtiva palpebra atau bulbar. Tentu saja, protein
antibakteri dari air mata, laktoferin, dan lisozim, memainkan peran penting.
Sel goblet, bagaimanapun, mungkin memainkan bagian yang lebih signifikan
dalam pencegahan mekanik akumulasi biofilm serta secara fisik melindungi
epitelium.12
1. Riwayat2
Pertanyaan tentang unsur-unsur berikut dari riwayat pasien dapat
membantu informasi:
a. Gejala dan tanda (kemerahan, iritasi, rasa terbakar, berair, gatal,
kehilangan bulu mata, bulu mata menempel, pandangan mata kabur,
tidak dapat menggunakan kontak lensa, fotofobia, peningkatan
frekuensi berkedip).
21
b. Waktu dalam sehari ketika gejala memburuk (gejala memburuk pada
pagi hari merupakan tipikal gejala pada blefaritis, yang dimana gejala
dapat bertambah buruksehari setelahnya merupakan tipikal gejala dari
defisit aqueous mata kering)
c. Lamanya gejala
d. Pada satu atau kedua mata
e. Faktor yang dapat memperburuk keadaan (merokok, alergi, angin,
pemakaian kontak lensa, kelembapan yang rendah, retinoid, diet,
mengkonsumsi alcohol, pemakaian makeup pada mata)
f. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit sistemik
(rosasea, alergi)
g. Sebelum dan sesudah penyakit sistemik dan pengobatan tipikal
(antihistamine, obat dengan efek antikolinergik, atau obat yang
digunakan sebelumnya seperti isotretinoin yang mampu menimbulkan
efek oada permukaan okular)
h. Paparan baru pada individual yang terinfeksi (pedikulosis
palpebrarum)
2. Pemeriksaan2
Pemeriksaan pada ata dan adneksa meliputi pengukuran ketajaman visual,
pemeriksaan luar. Pemeriksaan luar harus dilakukan pada kondisi lampu
yang cukup dengan perhatian khusus dalam hal-hal berikut:
a. Kulit
Perubahan konsistensi kulit dengan rosasea seperti rhinophyma,
eritema, telangiectasia, papul, pustul, dan hipertropik glandula
sebaseus di area malar
b. Kelopak mata
1) Posisi abnormal pada kelopak mata (ektropion dan entropion,
penutupan kelopak mata (lagoftalmus), respon mengedip
22
2) Hilang, kerusakan, dan bentuk kelopak mata yang salah
3) Vaskularisasi atau hiperemis pada kelopak mata marginal
4) Kelainan pada bawah kelopak mata
5) Ulserasi
23
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
24
pada hidung atau pipi.15 Jika curiga staphylococcal blefaritis, kultur bakteri
menggunakan sampel kulit dapat dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis.15
- Temuan pada slit lamp dari kolaret blefaritis, tetapi umumnya dengan
25
blefaritis yang mendasarinya. menyelubungi ruang yang jelas.
- Limfosit, sel plasma dan neutrofil
juga dapat ditemukan.
2.1.9 Tatalaksana
26
suhu. Kompres hangat dapat dilakukan 2 kali dalam sehari. Menjaga
kebersihan kelopak mata secara mekanis juga merupakan langkah
awal dalam tatalaksana Blefaritis, yaitu dengan menggosokkan tea tree
oil atau minyak pohon teh setiap minggu dan menggosokkan tea tree
shampoo atau sampo pohon teh setiap hari. 2,13
2. Terapi Farmakologi
a. Antibiotik
Antibiotik topikal sering digunakan untuk terapi lokal. Agen
topikal yang sering digunakan adalah Bacitracin dan Salep
Eritromisin, namun karena penggunaan yang luas sehingga
terjadi resistensi terhadap Eritromisin. Agen topikal ini pada
umumnya digunakan Agen topikal lain yang dapat digunakan
adalah asam fusidat, metronidazol dan fluoroquinolones.
Preparat ini diaplikasikan pada kelopak mata 1 sampai 4 kali
dalam sehari selama 2 minggu, lalu digunakan lebih jarang
dalam beberapa minggu ketika reaksi inflamasi sudah teratasi.
Antibiotika sistemik jarang diperlukan kecuali bila tidak
respon terhadap terapi antibiotik yang adekuat atau terjadi
infeksi sekunder pada glandula Meibom. 13
b. Steroid
Penggunaan steroid topikal dapat bermanfaat untuk
mengendalikan eksaserbasi akut dan digunakan pada kasus
peradangan berat dan komplikasi seperti phlyctenules, injeksi
konjungtiva berat, dll. Namun, penggunaan steroid jangka
panjang dihindari karena berisiko tinggi meningkatkan
Tekanan Intra Okular (TIO). Studi Hosseini dkk menunjukkan
penggunaan kombinasi Azitromisin dan Deksametason lebih
efektif dibandingkan terapi dengan Azitromisin saja atau
27
dengan Dexametason saja. Penggunaan steroid untuk Blefaritis
harus dibatasi hanya untuk penggunaan jangka pendek, dan
penggunaan steroid potensi rendah. 2,13
c. Penghambat Calcineurin
Penghambat Calcuneurin adalah agen immunomodulator yang
digunakan untuk mengurangi peradangan pada Blefaritis tanpa
efek samping seperti steroid. Contoh Penghambat Calcineurin
adalah Cyclosporin. 2
d. Terapi intervensi
Berbagai terapi intervensi sedang dalam pengembangan.
Maskin dkk mengembangkan pembukaan dan dilatasi kelenjar
Meibom menggunakan stainless steel kecil. Penelitian awal
melaporkan bahwa 25 pasien yang menjalani prosedur ini
mengalami perbaikan gejala setelah 4 minggu. 2
Komplikasi
1. Konjungtivitis Kronis
28
Blefaritis terjadi dengan gejala yang ringan sehingga tidak tampak
gejala yang mencolok. Perawatan rutin kelopak mata dapat dilakukan
ntuk memutuskan rantai terjadinya Hordeolum akibat Blefaritits.16
3. Trikiasis
4. Keratitis Epitel16
5. Keratitis Phlytenular16
Prognosis
Blefaritis merupakan penyakit yang tidak mengancam kesehatan atau
fungsi seseorang. Secara keseluruhan, prognosis penyakit Blefaritis adalah
baik. Blefaritis Kronis terjadi berulang dan dapat menjadi resisten terhadap
pengobatan. Meskipun eksaserbasi penyakit ini membuat pasien merasa tidak
nyaman, pasien mampu memiliki hidup yang normal dan sehat tanpa
ketakutan kehilangan penglihatan yang permanen.15
29
BAB III
PENUTUP
Walaupun blefaritis adalah salah satu gangguan okuler yang paling banyak
ditemukan, data epidemiologi berupa insidensi dan prevalensi masih kurang. Salah
satu studi pusat tunggal pada 90 pasien dengan blefaritis kronik tercatat rata-rata usia
pasien adalah 50 tahun. Pasien dengan blefaritis staphylococcal ditemukan pada
relatif usia muda (42 tahun) dan paling sering ditemukan pada wanita (80%).4
30
adalah dermodex folliculorum yang merupakan tungau parasit kecil yang hidup di
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar meibom. Biasanya terlihat di daerah
wajah, leher, aksila dan kemaluan.7 Faktor resiko terjadinya Blefaritis antara lain
matra kering, kondisi kulit, Demodicosis danRosacea.4
31
Blefaritis merupakan penyakit yang tidak mengancam kesehatan atau fungsi
seseorang. Secara keseluruhan, prognosis penyakit Blefaritis adalah baik. Blefaritis
Kronis terjadi berulang dan dapat menjadi resisten terhadap pengobatan. Meskipun
eksaserbasi penyakit ini membuat pasien merasa tidak nyaman, pasien mampu
memiliki hidup yang normal dan sehat tanpa ketakutan kehilangan penglihatan yang
permanen.15
32
DAFTAR PUSTAKA
33
11. Thygeson P. Etiology and treatment of blepharitis. Arch Ophthalmol.
1946;36:445–77.
12. Rynerson JM, Perry HD. DEBS – a unification theory for dry eye and blepharitis.
Clinical Ophthalmology. 2016;10: 2455–67.
13. Jackson WB. Blepharitis: current strategies for diagnosis and management. Can J
Ophthalmol. 2008;43:170-9.
14. Key James E, MD. A Comparative Study Of Eyelid Cleaning Regimens In
Chronic Blepharitis. The CLAO Journal.1996; 22(3): 209-12
15. Din N. Blepharitis A Review of Diagnosis and Management. International
Journal of Ophthalmic Practice. 2015:3(4):150-5.
34