Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. FISIOLOGI AQUEOUS HUMOR 2

Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous


humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aquos merupakan
cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volume humor
aquos sekitar 250 μL, dan kecepatan pembentukannya 2,5 μL/menit. Komposisi
humor aquos hampir sama dengan komposisi plasma, yaitu mengandung askorbat,
piruvat, laktat, protein, dan glukosa yang lebih rendah.

Pada sistem vena, humor aquos diproduksi oleh prosesus ciliaris masuk
melewati kamera okuli posterior menuju kamera okuli anterior melalui pupil.
Setelah melewati kamera okuli anterior cairan humor aquos menuju trabekula
meshwork ke angulus iridokornealis dan menuju kanalis Schlemm yang akhirnya
masuk ke sistem vena. Aliran humor aquos akan melewati jaringan trabekulum
sekitar 90 %. Sedangkan sebagian kecil humor aquos keluar dari mata melalui

3
otot siliaris menuju ruang suprakoroid untuk selanjutnya keluar melalui sklera
atau saraf maupun pembuluh darah. Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (10-
15%).

2.2. GLAUKOMA

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan


pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma
dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos. 2

2.2.1. Patofisiologi Glaukoma

Mekanisme utama penuruan penghlihatan pada glaukoma adalah apoptosis


sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan sel saraf dan lapisan inti
dalam retina serta berkurangnya akson di nervus opticus. Diskus optikus menjadi
atrofik, disertai pembesaran cawan optik. Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh
peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin
besar kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan intraokuler
memiliki kisaran 10-22 mmHg. 2

4
2.2.2. Glaukoma Sekunder

Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi


dari penyakit mata lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling
sering disebabkan oleh uveitis. 2

a. Epidemiologi

Sebanyak 5.655 pasien baru menghadiri klinik mata selama masa studi,
1660 (29,4%) didiagnosis dengan glaukoma dari yang glaukoma primer 1561
(94,0%) sedangkan sekunder adalah 99 (6,0%). Para pasien dengan glaukoma
sekunder, laki-laki: perempuan rasio 1,3: 1, rentang usia itu 30-73 tahun, dan usia
rata-rata adalah 55 tahun. glaukoma sekunder ditemukan unilateral di 76,5% dan
bilateral di 23,5%. Spektrum glaukoma sekunder yang post traumatic glaukoma
25 (25,2%), lensa terkait glaukoma 16 (16,2%), steroid diinduksi glaukoma 14
(14,2%), neovascular glaucoma 12 (12,1%), uveitic glaukoma 10 (10,1%),
pseudoexfoliation glaukoma 10 (10,1%), pigmen glaukoma 6 (6,1%), aphakic
glaukoma 6 (6,1%). Mayoritas (80%) dari pasien dengan glaukoma neovascular
dan glaukoma uveitic disajikan di diagnosis dengan gangguan penglihatan berat
dan kebutaan pada mata yang terkena. 1

b. Klasifikasi Glaukoma Sekunder 2


1. Glaukoma Pigmentasi

Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik


mata depan terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan
menganggu aliran keluar aqueous dan dipermukaan kornea posterior disertai defek
transiluminasi iris.

Studi dengan ulstrasonografi menunjukan pelekukan iris keposterior sehingga


iris berkontak dengan zonula atau prosessus siliaris, mnegindikasikan
pengelupasan granul-granul pigmen dari permukaan belakang iris akibat friksi,

5
dan menimbulkan defek transiluminasi iris. Sindrom ini paling sering terjadi pada
pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik mta depan yang
dalam dengan sudut bilik mata depan yang lebar.

Terapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukan


mampu membalikkan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi belum jelas apakan
keduanya memberikan keuntungan jangka panjang bagi perkembangan dan
perburukan glaukoma. Baik sindrom dispersi pigmen maupun glaukoma
pigmentasi khas dengan kecenderungannya mengalami episode-episode
peningkatan tekan intraokular secara bermakna terutama setelah berolahraga atau
dilatasi pupil dan glaukoma akan berlangsung dengan cepat.

2. Glaukoma Pseudoeksfoliasi

Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih


dipermukaan anterior lensa (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat
terpajan radiasi inframerah, yakni katarak glassblower), di processus siliaris,
zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan dan
dianyaman trabekula (bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara
histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva, yang
mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya lebih luas. Penyakit ini biasanya
dijumpai pada usia lebih dari 65 tahun dan secara khusus, dilaporkan sering
terjadi pada bangsa skandinavia walaupun tidak menutup kemungkinan adanya
bias. Risiko kumulatif berkembangnya glaukoma adalah 5% dalam 5 tahun dan
15% dalam 10 tahun. Terapinya sama dengan galukoma sudut terbuka. Insiden
timbulnya komplikasi saat bedah katarak lebih tinggi pada mata dengan sindrom
psudoeksfoliasi.

3. Glaukoma Akibat Kelainan Lensa 2,3

Dislokasi Lensa

6
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontam,
misalnya pada sindrom marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan
pada apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi
posterior ke dalam viterus juga berkaitan dengan glaukoma meskipun
mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut
pada waktu dislokasi traumatik.

Pada dislokasi anterior, terapi defenitifnya adalah ekstraksi lensa segera


setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa
biasanya dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.

Intrumesensi Lensa

Lensa dapat menyerap banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-


perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini
kemudian dapat melanggar batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan
pendesakan sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa
ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.

Glaukoma Fakolitik

Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa


anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam
bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan dibilik mata depan, anyaman
trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan
menimbulkan tekanan intraokular akut. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif,
dilakukan segera setelah tekanan intaokular secara medis dan terapi steroid topikal
telah mengurangi peradangan intraokular.

4. Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis

Uveitis

Tekanan intraokular pada uveitis biasanya dibawah normal karena corpus


siliar yang meradang berfungsi kurang baik. Namun dapat pula terjadi

7
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Anyaman trabekula dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan,
disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam proses
peradangan secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah satu
penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah
penggunaan streoid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan
fungsi trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang
neovaskularisasi sudut, semua kelainan tersebut meningkatkan kemungkinan
galukoma sekunder. Sindrom-sindrom uveitis yang cenderung berkaitan dengan
glaukoma sekunder adalah siklitis heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut
terkait-HLA-B27, dan uveitis akibat herpes zoster dan herpes simpleks.

Tetapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai dengan pemberian


terapi glaukoma sesuai keperluan. Terapi jangka panjang, di ataranya tindakan
bedah sering diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel.
Setiap uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus
diterapi dengan midriatik selama uveitisnya aktif untuk mengurangi seklusi pupil.

Tumor

Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan galukoma akibat pergeseran


corpus siliar ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut sekunder, meluas
kesudut bilik mata depan, memblok sudut filtrasi dengan dispersi pigmen, dan
neovaskularisasi sudut. Biasanya diperlukan enukleasi.

Pembengkakan Corpus Ciliare

Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa


ke anterior dan glaukoma sudut terbuka sekunder, rotasi ini juga dapat terjadi
akibat bedah viteroretina atau krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada
terapi topiramate.

8
5. Sindrom Iridokornea Endotel (ICE), (Atrofi Iris Esensial, Sindrom
Chandler, Sindrom Nervus Iris)

Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral dan
bermanifestasi sebagai dekompensasi kornea, glaukoma, dan kelainan iris
(corectopia dan polycoria).

Glaukoma Akibat Trauma

Cedera contusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan
intraokular akibat perdarahan ke dalam bilik mata depan (hipema). Darah bebas
menyumbat anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera.
Terapi awal dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin di perlukan tindakan
bedah tindakan bedah bila tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan besar
terjadi bila ada episode perdarahan kedua.

Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular, efek ini tinggal
timbul akibat kerusakan langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan
timbulnya galukoma mungkin menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis,
bilik mata depan tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dengan
gonioskopi memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi
mungkin di perlukan tindakan bedah.

Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmenanterior sering disertai


dengan hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk
kembali setelah cedera-baik secara spontan , dengan inkaserasi iris ke dalam luka,
atau secara bedah akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan
penutupan sudut yang ireversibel.

9
6. Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular

Galukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)

Tindakan bedah pada mata yang meimbulkan peningkatan tekanan


intaokular yang bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan
galukoma sumbatan siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular
meningkat hebat dan lensa terdorong ke depan akibat penimbunan aqueous di
dalam dan belakang korpus viterium. Pasien awalnya merasakan penglihatan yang
jauh yang kabur, tetpai penglihatan dekatnya membaik. Ini diikuti dengan nyeri
dan peradangan.

Terapi terdiri atas siklopegik, midriatik, penekanan aqueous humor, dan


obat-obat hiperosmotik. Obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan korpus
viterium dan membiarkan lensa bergeser ke belakang. Mungkin diperlukan
sklerotomi posterior, virektomi, dan bahkan ekstraksi lensa.

Sinekia Anterior Perifer

Seperti halnya truma pada segmen anterior , tindakan bedah yang


menyebabkan mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan
sinekia anterior perifer. Diperlukan pembentua kembali bilik mata depan melalui
tindakan bedah dengan segera apabila hal tersebut tidak terjadi secara spontan.

Galukoma Neovaskular

Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling
sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada
retinopati diabetik stadium lanjut dan okusi vena centralis retiane iskemik.
Galukoma mula-ula timbul akibat sumbaan sudut oleh membran fibrovaskular,
tetapi kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutuan sudut.

10
Galukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering
tidak memuaskan. Baik rangsangan neovaskularisasi maupun peningkatan tekan
intraokular perlu ditangani. Pada banyak kasus, terjadi kehilanan penglihatan dan
diperlukan prosedur siklodekstruktif untuk mengontrol tekanan intraokular.

Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera

Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan


glaukoma pada sindrom Struge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan
sudut, dan fistula Karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan
neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas. Terapi medis tidak dapat
menurunkan tekanan intraokular di bawah tingkat tekanan vena episklera yang
meningkat secara abnormal, dan tindakan bedah berkaitan dengan risiko
komplikasi yang ringgi.

Glaukoma Akibat Steroid

Kortikosteroid intraokular, periokular, dan topikal dapat menimbulkan


sejenis glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama
pada individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan
memperparah peningkatan tekanan intraokular pada para pengidap glaukoma
sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek
tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan tersebut tidak
disadari dalam waktu yang lama. Apabila terapi steroid tipikal mutlak diperlukan,
terapi glaukoma secara medis biasanya dapat mengontrol tekanan intraokular.
Pasien yang mendapat terapi steroid topikal atau sistemik harus menjalani
tonometri dan oftalmoskopi secara periodik, terutama apabila terdapat riwayat
glaukoma dalam keluarga.

11
2.3. PENILAIAN GLAUKOMA SECARA KLINIS 2

Tonometri

Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang


menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi
biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-masing individu.
Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang di hasilkan
cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien tekanan
intraokuler bola mata juga rendah.

Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena


cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan
tanpa komponen elektrik. Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22
mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24
mmHg.

Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa
khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi
secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan
menilai lebar sudut kamera okuli anterior.

Penilaian Diskus Optikus


Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi
langsung atau dengan pemeriksaan dengan menggunakan lensa 78 dioptri atau
lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga dimensi.

Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada


pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan (cupping)
superior dan inferior dan disertai pembenukan takik (notching) fokal ditepi diskus
optikus. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma disebut “bean spot”
(periuk), yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.

12
Pemeriksaan Lapangan Pandang
Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian central. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya
bintik buta. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan automated
perimeter (misal: Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann,
Friedmann field analyzer, dan layar tangent.

2.4. TERAPI PADA PENINGKATAN INTRAOKULAR 2

Terapi Medis

a. Supresi Pembentukan Aqueous Humor


 Golongan β-adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β-adrenergic bloker
misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
0,25% dan 0,5%, metipranolol 0,3%, serta carteolol 1% dua kali sehari dan gel
timolol maleat 0,1%, 0,25%, dan 0,5% sekali setiap pagi adalah preparat-preparat
yang tersedia saat ini.

13
Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2.
Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan
pada mata dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan
tekanan intraokuler sekitar 20-30%. Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel
siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow
humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga
menurunkan produksi humor aquos.
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan
pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan
farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
sehingga bioavaibilitas rendah, dan memiliki kadar puncak dalam plasma
mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki
waktu paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal
untuk mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat
hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan
pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau
kombinasi terapi dengan miotik.
Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi
okuler dan glaukoma kongenital.

 Golongan α2-adrenergik Agonis


Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif
dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya
apraklonidin larutan 0,5% diberikan tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah
terapi laser memiliki efek menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan
aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork dengan menurunkan
tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam dapat
menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling sedikit 20% dari

14
tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin dalam menurunkan
tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut
tekanan intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian
obat ini apabila pasien dengan mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan
karena mempengaruhi metabolisme dan uptake katekolamin.

 Penghambat Karbonat Anhidrase


a. Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat
menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja efektif dalam
menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat bebas dalam plasma
±2,5 μM.16,18 Apabila diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada plasma
dapat diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan
menurun dengan cepat karena ekskresi pada urin.
Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler,
mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada
pseudo tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru
obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis.
Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam jangka lama
antara lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu
ginjal, depresi sumsum tulang, dan anemia aplastik.

b. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal


Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila
digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah. Pemberian
dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak
berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus
dan HCO3- dengan cara menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat
karbonik anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan

15
intraokuler karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10μM. Penghambat
karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler
sebesar 15-20%.
Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun
jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk
mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping
lokal yang dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi
alergi. Efek samping sistemik jarang dijumpai seperti metalic taste, gangguan
gastrointestinal dan urtikaria.

c. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus


Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis pada
mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi muskulus
ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat keluar.
Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif digunakan
pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan obat baru yang
paling efektif katena dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek
samping sistemik.
Farmakokinetik latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea dan
diaktifkan menjadi asam latanopros. Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat
setelah 3-4 jam setelah pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12
jam.
Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus
melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka,
hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain. kontrandikasi pada
pasien yang sensitif dengan latanopros.

d. Penurunan Volume Vitreus

16
Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat menggunakan
obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan pengecilan vitreus sehingga terjadi
penurunan produksi humor aquos. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan maligna yang menyebabkan
pergeseran lensa kristalina ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut (
glaukoma sudut tertutup sekunder ).

Terapi Bedah dan Laser 2


 Iridoplasti, Iridektomi, dan Iridotomi Perifer
Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi dengan
membentuk saluran langsung antara bilik mata depan dan belakang sehingga tidak
ada perbedaan tekanan di antara keduanya. Iridotomi perifer paling baik dilakukan
dengan laser YAG:neodymium.
 Trabekuloplasti Laser
Teknik ini dapat diterapkan dalam beragam bentuk glaukoma sudut terbuka
primer, dan hasilnya bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari. Pada
sebagian besar kasus, tekanan intraokuler perlahan-lahan akan kembali ketingkat
praterapi dalam 2-5 tahun.
 Bedah Drainase Glaukoma
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas
saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsng aqueous humor
dari bilik mata depan ke subkonjungtiva dan orbita.
 Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut dapat menjadi alasan
untuk mempertimbangkan tindakan destruksi corpus ciliare dengan laser atau
pembedahan untuk mengontrol tekanan intraokular.

17

Anda mungkin juga menyukai