KATARAK SENILIS
Oleh :
Preseptor :
Dr. dr. Hendriati, Sp.M (K)
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Case Science Session yang
berjudul “Katarak Senilis” ini dapat penulis selesaikan.
Case Science Session ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan
wawasan penulis dan pembaca mengenai Katarak Senilis, serta menjadi salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Dr. dr. Hendriati,
Sp.M (K) sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman
tentang Katarak Senilis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan..............................................................................................1
BAB 2 Tinjauan Pustaka......................................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata.........................................................3
2.2 Katarak...................................................................................................6
2.3 Katarak Senilis.......................................................................................8
2.4 Diagnosis Katarak Senilis.....................................................................18
2.5 Tatalaksana Katarak Senilis..................................................................21
2.6 Komplikasi dan Prognosis Katarak Senilis...........................................24
BAB 3 Kesimpulan..............................................................................................26
Daftar Pustaka.....................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, ataupun keduanya. Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan dapat berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Kekeruhan lensa ini dapat
mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan dapat
menjadi kabur bahkan hilang sama sekali. Katarak paling banyak disebabkan oleh
proses penuaan, namun terdapat faktor lain yang mungkin dapat terlibat dalam
proses terjadinya katarak, antara lain diabetes, radang mata, trauma mata,
herediter, penggunaan steroid oral dalam jangka waktu lama, merokok dan
pengaruh sinar ultraviolet.1
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan, yang paling sering terjadi
adalah katarak senilis yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada usia diatas 50
tahun. Berbagai studi melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia diatas
65-74 tahun adalah sebanyak 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada
individu diatas 75 tahun.2
Menegakkan diagnosis katarak dapat dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi. Gejala umum katarak adalah adanya glare atau
intoleransi terhadap cahaya terang, poliopia uniokuler, halo berwarna, spot hitam
di depan mata, pandangan kabur atau berawan,hingga kehilangan penglihatan. 3
Selain itu, penyakit intraokuler lain, penyakit sistemik, riwayat trauma, dan
penggunaan obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan katarak juga perlu
ditanyakan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan
visus, pemeriksaan glare dan contrast sensitivity test untuk mengukur derajat
gangguan penglihatan, pemeriksaan slit lamp, dan pemeriksaan kekuatan
intraocular lense (IOL).4
Katarak harus diangkat sesegera mungkin melalui prosedur operasi dan
diikuti dengan pemasangan intraocular lense (IOL), agar fungsi penglihatan dapat
berkembang secara normal. Tatalaksana non-operatif dapat dilakukan pada pasien
1
yang menolak tindakan operatif atau jika tindakan operatif tidak dapat dilakukan,
yaitu dengan pembuatan kacamata untuk membantu penglihatan pasien.5 Dengan
peningkatan pengetahuan mengenai katarak, penatalaksanaan sebelum, selama,
dan setelah operasi, diharapkan dapat lebih diperluas sehingga prevalensi
kebutaan di Indonesia dapat diturunkan.
Lensa terdiri dari kapsula, epitelium lensa, korteks dan nukleus. 6 Korteks
yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior,
sedangkan di belakangnya disebut korteks posterior.1 Nukleus lensa mempunyai
konsistensi yang lebih keras dibandingkan korteks lensa yang lebih muda. Di
bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar.1
Gambar 2. 2 Struktur Lensa
Lensa manusia normal terdiri dari sekitar 66% air, sekitar 33% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water
soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang
terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedangkan yang termasuk
dalam water insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.7
2.2 Katarak
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Katarak menyebabkan
penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena cahaya sulit mencapai retina dan
akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.1
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis akan terjadi degenerasi
lensa secara perlahan-lahan dan penglihatan akan menurun secara
berangsurangsur. Kasus katarak senilis merupakan jenis katarak yang sering
ditemukan.2
a. Usia
Pertambahan usia sering dikaitkan dengan katarak jenis nuklear dan kortikal.
Dengan meningkatnya usia, maka ukuran lensa akan bertambah karena timbulnya
serat-serat lensa yang baru sehingga semakin berat dan berkurang kebeningannya,
keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. Pada golongan
usia 60 tahun hampir dua per tiganya mulai mengalami katarak dan risiko
meningkat dengan pertambahan usia. Prevalensi katarak meningkat tiga sampai
empat kali pada pasien berusia >65 tahun.6
b. Jenis Kelamin
Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh lakilaki, ini
diindikasikan sebagai faktor risiko katarak dimana perempuan menderita lebih
banyak dibandingkan laki-laki. Responden yang berada pada kategori perempuan
akan berisiko katarak sebesar 1,31 kali dibandingkan dengan responden yang
berada pada kategori laki-laki. Jenis kelamin diperkirakan dapat menjadi faktor
risiko terjadinya katarak dihubungkan dengan lingkungan.6
c. Faktor Genetik
Penyebab katarak terkait usia dianggap multifaktorial, dan stres oksidatif
serta faktor genetik dianggap faktor utama dalam perkembangannya. Liao di
China (2015) melakukan studi meta analisis untuk melihat hubungan Glutathione
S-Transferases (GSTM1 dan GSTT1) polimorfisme terhadap katarak senilis.6
d. Paparan UV
Paparan tingkat tinggi radiasi UV dapat menyebabkan fotokeratitis dan
fotokonjungtivitis. Paparan kronis bahkan dengan level yang rendah dari radiasi
UV merupakan faktor risiko untuk katarak, pterigium, karsinoma sel skuamosa
kornea dan konjungtiva, serta kanker kulit. Oksidasi lipid membran, struktural
atau enzimatik protein, DNA oleh peroksida atau radikal bebas yang disebabkan
oleh sinar UV merupakan penyebab awal hilangnya transparansi baik di nukleus
dan jaringan korteks pada lensa.8
e. Diabetes
Diabetes Melitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks
refraksi, dan kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan
meningkatkan kadar gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke
lensa secara difusi, sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh enzim
aldose reduktase melalui jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap tinggal
di lensa. Akumulasi sorbitol intraselular menyebabkan perubahan osmotik
sehingga air masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan pembengkakan serabut
lensa. Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa akumulasi poliol
intraseluler menyebabkan kolaps dan likuifaksi (pencairan) serabut lensa, yang
akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan pada lensa.11
Seiring bertambahnya usia, pada lensa akan terjadi beberapa perubahan yaitu :
a. Kapsul lensa akan mengalami penebalan dan kurang elastik.5
b. Epitel mengalami penipisan, bengkak dan terdapat vakuolisasi
mitokondria yang nyata.5
c. Serat lensa menjadi lebih irregular terutama pada korteks lensa.5
d. Nukleus mengalami brown sclerotic nucleus, dimana sinar ultraviolet lama
kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein,
dan tirosin) lensa sehingga nukleus mengeras.5
Sejalan dengan usia, bobot dan kepadatan lensa bertambah dan daya
akomodasinya menurun. Dengan terbentuknya lapisan serat kortikal baru secara
konsentris, nukleus lensa menjadi terkompresi dan memadat (sklerosis nuklear).
Modifikasi kimiawi serta proteolisis dari kristalin (protein lensa) menyebabkan
terbentuknya agregat protein berat molekul besar. Agregat tersebut dapat
menyebabkan terjadinya fluktuasi mendadak dalam indeks refraktif lokal lensa
sehingga menghamburkan cahaya dan menurunkan transparansi. Modifikasi
kimiawi dari protein nuklear lensa juga juga menyebabkan peningkatan opasitas
atau pigmentasi lensa (lensa menjadi kuning atau kecoklatan seiring
bertambahnya usia).5
Gambar 2.3 Perubahan warna lensa manusia mulai dari usia 6 bulan (A),
hingga 8 tahun (B), 12 tahun (C), 25 tahun (D), 47 tahun (E), 60 tahun (F), 70 tahun (G),
82 tahun (H), 91 tahun (I). katarak nuklear pada pasien berusia 70 tahun (J); katarak kortikal pada pasien
5
berusia 68 tahun (K); katarak campuran nuklear-kortikal pada pasien berusia 74 tahun (L).
2.3.4 Klasifikasi Katarak Senilis
1. Katarak Nuklear
Derajat tertentu dari sklerosis nuklear dan perubahan warna menjadi
kekuningan pada lensa biasanya normal ditemukan pada pasien berusia >50 tahun
dan umumnya kondisi ini tidak terlalu mengganggu fungsi penglihatan. Pada
pemeriksaan oftalmologi, pusat nukleusl lensa pada pasien dengan katarak nuklear
tampak kuning kecokelatan, sebagai hasil dari meningkatnya penghamburan
cahaya oleh lensa (akibat kekeruhan sentral pada lensa tersebut).
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan disrupsi lokal dari stuktur sel sera
lensa yang matur. Ketika integritas membran rusak, metabolit esensial hilang dari
sel yang rusak dan hal ini mengakibatkan terjadinya oksidasi dan presipitasi
protein. Seperti halnya katarak nuklear, katarak kortikal biasanya bilateral dan
asimetris. Dampaknya terhadap fungsi penglihatan bervariasi tergantung letak
kekeruhannya terhadap aksis visual. Gejala umum pada katarak kortikal yaitu
“glare” terhadap sumber cahaya yang intens, dan dapat pula timbul diplopia
monokuler. Tanda awal adanya katarak kortikal yaitu berupa vakuola dan water
clefts di korteks anterior atau posterior, yang dapat terlihat melalui pemeriksaan
biomikroskop slit lamp.
Gambar 2.5 Vakuola pada awal perkembangan katarak kortikal yang dilihat
menggunakan slit llamp dengan retroiluminasi.2
Gambar 2.6 Katarak kortikal dilihat dengan retroiluminasi (A);
Skematika dari katarak kortikal imatur (B)
Selain itu, katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.
1. Katarak Insipien10
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk baji/jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak
kortikal). Vakuola mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak
subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama.3
2. Katarak Imatur10
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh dan belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak Matur10
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh
massa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang
menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka
cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang
normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
4. Katarak Hipermatur10
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek, dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi
keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna
kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut sebagai katarak Morgagni.
Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Katarak Senilis10
2.5 Tatalaksana
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi
katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus,
namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien
muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam
meskipun pengelihatan tidak akan kembali.14,17
Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi limbus
superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan. Masih dapat
dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus.
Keuntungannya adalah tidak akan terjadi katarak sekunder.
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini
adalah karena kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam
kamera posterior serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema makula
sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi
yaitu dapat timbul katarak sekunder.
Fakoemulsifikasi
(Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena
akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma,
dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal ini juga akan
mencegah peningkatan tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga
mengurangi resiko perdarahan.
Cepat menyembuh.
Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur
mata.19
Gambar 2.13 Fakoemulsifikasi
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena proses
fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak
lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler
akan meningkat dan timbul glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata
sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian
akan menjadi glaukoma.
Komplikasi lainnya saat operasi :
a. Pendangkalan kamera okuli anterior
b. Posterior Capsule Rupture (PCR)
c. Nucleus drop