Anda di halaman 1dari 30

Case Science Session

KATARAK SENILIS

Oleh :

Zul'afiyati Huwaida 1710312015


Winda Muslira 1710312017

Preseptor :
Dr. dr. Hendriati, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Case Science Session yang
berjudul “Katarak Senilis” ini dapat penulis selesaikan.
Case Science Session ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan
wawasan penulis dan pembaca mengenai Katarak Senilis, serta menjadi salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Dr. dr. Hendriati,
Sp.M (K) sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman
tentang Katarak Senilis.

Padang, 20 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan..............................................................................................1
BAB 2 Tinjauan Pustaka......................................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata.........................................................3
2.2 Katarak...................................................................................................6
2.3 Katarak Senilis.......................................................................................8
2.4 Diagnosis Katarak Senilis.....................................................................18
2.5 Tatalaksana Katarak Senilis..................................................................21
2.6 Komplikasi dan Prognosis Katarak Senilis...........................................24
BAB 3 Kesimpulan..............................................................................................26
Daftar Pustaka.....................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, ataupun keduanya. Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan dapat berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Kekeruhan lensa ini dapat
mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan dapat
menjadi kabur bahkan hilang sama sekali. Katarak paling banyak disebabkan oleh
proses penuaan, namun terdapat faktor lain yang mungkin dapat terlibat dalam
proses terjadinya katarak, antara lain diabetes, radang mata, trauma mata,
herediter, penggunaan steroid oral dalam jangka waktu lama, merokok dan
pengaruh sinar ultraviolet.1
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan, yang paling sering terjadi
adalah katarak senilis yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada usia diatas 50
tahun. Berbagai studi melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia diatas
65-74 tahun adalah sebanyak 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada
individu diatas 75 tahun.2
Menegakkan diagnosis katarak dapat dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi. Gejala umum katarak adalah adanya glare atau
intoleransi terhadap cahaya terang, poliopia uniokuler, halo berwarna, spot hitam
di depan mata, pandangan kabur atau berawan,hingga kehilangan penglihatan. 3
Selain itu, penyakit intraokuler lain, penyakit sistemik, riwayat trauma, dan
penggunaan obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan katarak juga perlu
ditanyakan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan
visus, pemeriksaan glare dan contrast sensitivity test untuk mengukur derajat
gangguan penglihatan, pemeriksaan slit lamp, dan pemeriksaan kekuatan
intraocular lense (IOL).4
Katarak harus diangkat sesegera mungkin melalui prosedur operasi dan
diikuti dengan pemasangan intraocular lense (IOL), agar fungsi penglihatan dapat
berkembang secara normal. Tatalaksana non-operatif dapat dilakukan pada pasien

1
yang menolak tindakan operatif atau jika tindakan operatif tidak dapat dilakukan,
yaitu dengan pembuatan kacamata untuk membantu penglihatan pasien.5 Dengan
peningkatan pengetahuan mengenai katarak, penatalaksanaan sebelum, selama,
dan setelah operasi, diharapkan dapat lebih diperluas sehingga prevalensi
kebutaan di Indonesia dapat diturunkan.

1.2 Batasan Masalah

Clinical Science Session ini membahas definisi, etiologi, epidemiologi,


patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan pada katarak senilis.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan Clinical Science Session ini bertujuan untuk menambah


pengetahuan mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis
dan penatalaksana-an pada katarak senilis.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini adalah tinjauan


kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa literatur berupa buku teks, jurnal
dan makalah ilmiah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat
tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks berfungsi
untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi.
Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan janin dan
hal ini bergantung pada aqueus humor untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya
serta membuang sisa metabolismenya.1

Gambar 2. 1 Anatomi Mata

Lensa terdiri dari kapsula, epitelium lensa, korteks dan nukleus. 6 Korteks
yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior,
sedangkan di belakangnya disebut korteks posterior.1 Nukleus lensa mempunyai
konsistensi yang lebih keras dibandingkan korteks lensa yang lebih muda. Di
bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar.1
Gambar 2. 2 Struktur Lensa

Kutub anterior dan posterior dihubungkan dengan sebuah garis imajiner


yang disebut aksis. Garis pada permukaan dari satu kutub ke kutub lainnya
disebut meridian. Ekuator lensa adalah garis lingkar terbesar. Lensa dapat
merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada
bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari aqueous humor dan
vitreous yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak berakomodasi, lensa
memberikan kontribusi 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D seluruh kekuatan
refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksinya diberikan
oleh udara dan kornea.6

Lensa manusia normal terdiri dari sekitar 66% air, sekitar 33% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water
soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang
terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedangkan yang termasuk
dalam water insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.7

Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir,


ukurannya sekitar 6,4 mm pada bidang ekuator, dan 3,5 mm anteroposterior serta
memiliki berat 90 mg. Pada lensa dewasa berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm
anteroposterior serta memiliki berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks
meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut
bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang
semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia,
hal ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut.
Maka, lensa yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung
pada keseimbangan faktor-faktor yang berperan.8

2.1.2 Fisiologi Lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Agar


dapat memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa. Daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian membuat lensa
menjadi lebih sferis. Integrasi fisiologis antara korpus siliaris, zonula, dan lensa
untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring
dengan pertambahan usia, kemampuan akomodasi lensa perlahan-lahan
berkurang.9
Epitelial merupakan bagian lensa dengan tingkat metabolisme paling
tinggi. Pada epitelial lensa terjadinya aktivitas metabolisme dan transport aktif
yang membawa keluar seluruh hasil aktivitas sel normal termasuk
deoxyribonucleic acid (DNA), ribonucleic acid (RNA), protein, sintesis lipid, dan
ATP. ATP dibutuhkan untuk transportasi nutrisi, memelihara pertumbuhan sel,
dan transparansi lensa. Lensa bersifat avaskular, sehingga humor akuos berfungsi
sebagai sumber nutrisi dan mengeluarkan produk sisa metabolik lensa.10
Ketransparanan lensa bergantung pada komponen struktural,
makromolekul dan hidrasi lensa. Lensa mempunyai kadar kalium dan asam amino
yang tinggi dibanding humor akuos dan korpus vitreus tetapi memiliki kadar
natrium dan klorida yang lebih rendah dibandingkan sekitarnya. Keseimbangan
elektrolit diatur oleh permeabilitas membran dan pompa natrium dan enzim Na-K-
ATPase. Pompa ini berfungsi memompa natrium keluar dan memompa kalium
untuk masuk. Kalium dan asam amino ditransportasikan ke dalam lensa secara
aktif ke anterior lensa melalui epithelial. Lalu kalium dan asam amino akan
berdifusi melalui bagian posterior lensa sedangkan natrium masuk ke dalam lensa
bagian posterior secara difusi dan keluar melalui bagian anterior lensa secara
aktif.10 Fungsi lain lensa adalah menjaga kejernihan lensa itu sendiri. Hal ini
diatur melalui keseimbangan air dan elektrolit. Karena transparansi lensa sangat
tergantung kepada komponen structural dan makromolekular lensa, gangguan
dalam hidrasi sel dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.11

2.2 Katarak

2.2.1 Definisi Katarak

Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Katarak menyebabkan
penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena cahaya sulit mencapai retina dan
akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.1

2.2.2 Epidemiologi Katarak

Katarak merupakan penyebab utama hilangnya penglihatan, di dunia,


dengan persentase mencapai 48%. World Health Organization (WHO)
memperkirakan terdapat 18 juta orang di dunia menderita kebutaan bilateral
akibat katarak, dan katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering
terjadi meliputi sekitar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Sebagian besar kasus
kebutaan akibat katarak (mencapai 90%) ditemukan di negara-negara
berkembang. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Vision
Health Initiative memperkirakan bahwa katarak diderita oleh 24 juta orang di
Amerika Serikat, dan angka tersebut akan semakin meningkat hingga mencapai
30,1 juta pada tahun 2020. Penelitian yang dilakukan oleh The National Health
and Nutritional Examination Survey (NHANES) dan The Beaver Dam Eye,
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan opasitas lensa secara progresif seiring
dengan bertambahnya usia, dan katarak lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria.5

Menurut beberapa studi cross-sectional di berbagai negara, prevalensi


katarak sebesar 50% terdapat pada individu berusia 65-74 tahun dan prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun. Pada penelitian di
Sumatera, didapatkan prevalensi setiap katarak untuk orang dewasa berusia 21- 29
adalah 1,1%, meningkat menjadi 82,8% untuk mereka yang berusia lebih tua dari
60 tahun. Sumatera Barat termasuk ke dalam sepuluh provinsi dengan angka
prevalensi katarak tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 2,3%. Laporan tahunan
Dinas Kesehatan Sumatra Barat tahun 2014 menyatakan bahwa diagnosa penyakit
di Unit Pelayanan Terpadu Daerah Balai Kesehatan Indra Mata (UPTD BKIM)
provinsi Sumatera Barat tahun 2013-2014, katarak menduduki posisi kedua pada
kasus terbanyak setelah kelainan refraksi dengan rincian tahun 2013 sebanyak
1652 kasus dan tahun 2014 sebanyak 2065 kasus. Laporan Dinkes dapat terlihat
adanya peningkatan jumlah kasus katarak pada tahun berikutnya.7

2.2.3 Klasifikasi Katarak

Klasifikasi katarak dapat dibagi bedasarkan permulaan terjadinya katarak


dan bedasarkan morfologis. Klasifikasi bedasarkan permulaan terjadinya katarak
adalah sebagai berikut :

a. Katarak kongenital, merupakan kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir


pada tahun pertama kelahiran dan merupakan salah satu penyebab
kebutaan. yang sering dijumpai pada anak. Katarak kongenital adalah
perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada saat
kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir. Katarak kongenital dapat
bersifat unilateral atau bilateral.
b. Katarak juvenil, merupakan kekeruhan lensa yang terdapat pada orang
muda yang mulai terbentuk pada usia lebih dari 1 tahun hingga 20 tahun.
Katarak juvenil dapat terjadi karena lanjutan katarak kongenital yang
makin nyata atau adanya penyulit berupa penyakit sistemik atau
metabolik.
c. Katarak presenilis, merupakan kekeruhan lensa yang terbentuk pada usia
di atas 20 tahun hingga 45 tahun. Katarak presenilis dapat terjadi karena
herediter atau adanya penyakit metabolik atau hipertensi.
d. Katarak senilis, merupakan kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.
2.3 Katarak Senilis

2.3.1 Definisi Katarak Senilis

Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis akan terjadi degenerasi
lensa secara perlahan-lahan dan penglihatan akan menurun secara
berangsurangsur. Kasus katarak senilis merupakan jenis katarak yang sering
ditemukan.2

2.3.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab katarak senilis sampai sekarang belum diketahui secara pasti.


Katarak senilis diduga disebabkan oleh konsep penuaan seperti teori putaran
biologik, pembelahan jaringan embrio yang dapat membelah diri 50 kali
kemudian mati, bertambahnya cacat imunologi yang mengakibatkan kerusakan
sel, teori free radical dan teori cross-link yaitu terjadinya pengikatan bersilang
asam nukleat dan molekul protein sehingga menganggu fungsi.6

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak senilis di antaranya adalah :

a. Usia
Pertambahan usia sering dikaitkan dengan katarak jenis nuklear dan kortikal.
Dengan meningkatnya usia, maka ukuran lensa akan bertambah karena timbulnya
serat-serat lensa yang baru sehingga semakin berat dan berkurang kebeningannya,
keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. Pada golongan
usia 60 tahun hampir dua per tiganya mulai mengalami katarak dan risiko
meningkat dengan pertambahan usia. Prevalensi katarak meningkat tiga sampai
empat kali pada pasien berusia >65 tahun.6
b. Jenis Kelamin
Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh lakilaki, ini
diindikasikan sebagai faktor risiko katarak dimana perempuan menderita lebih
banyak dibandingkan laki-laki. Responden yang berada pada kategori perempuan
akan berisiko katarak sebesar 1,31 kali dibandingkan dengan responden yang
berada pada kategori laki-laki. Jenis kelamin diperkirakan dapat menjadi faktor
risiko terjadinya katarak dihubungkan dengan lingkungan.6
c. Faktor Genetik
Penyebab katarak terkait usia dianggap multifaktorial, dan stres oksidatif
serta faktor genetik dianggap faktor utama dalam perkembangannya. Liao di
China (2015) melakukan studi meta analisis untuk melihat hubungan Glutathione
S-Transferases (GSTM1 dan GSTT1) polimorfisme terhadap katarak senilis.6
d. Paparan UV
Paparan tingkat tinggi radiasi UV dapat menyebabkan fotokeratitis dan
fotokonjungtivitis. Paparan kronis bahkan dengan level yang rendah dari radiasi
UV merupakan faktor risiko untuk katarak, pterigium, karsinoma sel skuamosa
kornea dan konjungtiva, serta kanker kulit. Oksidasi lipid membran, struktural
atau enzimatik protein, DNA oleh peroksida atau radikal bebas yang disebabkan
oleh sinar UV merupakan penyebab awal hilangnya transparansi baik di nukleus
dan jaringan korteks pada lensa.8
e. Diabetes
Diabetes Melitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks
refraksi, dan kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan
meningkatkan kadar gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke
lensa secara difusi, sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh enzim
aldose reduktase melalui jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap tinggal
di lensa. Akumulasi sorbitol intraselular menyebabkan perubahan osmotik
sehingga air masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan pembengkakan serabut
lensa. Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa akumulasi poliol
intraseluler menyebabkan kolaps dan likuifaksi (pencairan) serabut lensa, yang
akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan pada lensa.11

2.3.2 Patofisiologi Katarak Senilis

Patofisiologi katarak senilis cukup kompleks dan belum sepenuhnya


dipahami, serta melibatkan interaksi kompleks antara berbagai proses fisiologis
yang dimodulasi oleh faktor lingkungan, genetik, nutrisi, dan sistemik. Seiring
bertambahnya usia lensa, bobot dan ketebalannya meningkat sementara daya
akomodasinya berkurang.7

Seiring bertambahnya usia, pada lensa akan terjadi beberapa perubahan yaitu :
a. Kapsul lensa akan mengalami penebalan dan kurang elastik.5
b. Epitel mengalami penipisan, bengkak dan terdapat vakuolisasi
mitokondria yang nyata.5
c. Serat lensa menjadi lebih irregular terutama pada korteks lensa.5
d. Nukleus mengalami brown sclerotic nucleus, dimana sinar ultraviolet lama
kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein,
dan tirosin) lensa sehingga nukleus mengeras.5

Sejalan dengan usia, bobot dan kepadatan lensa bertambah dan daya
akomodasinya menurun. Dengan terbentuknya lapisan serat kortikal baru secara
konsentris, nukleus lensa menjadi terkompresi dan memadat (sklerosis nuklear).
Modifikasi kimiawi serta proteolisis dari kristalin (protein lensa) menyebabkan
terbentuknya agregat protein berat molekul besar. Agregat tersebut dapat
menyebabkan terjadinya fluktuasi mendadak dalam indeks refraktif lokal lensa
sehingga menghamburkan cahaya dan menurunkan transparansi. Modifikasi
kimiawi dari protein nuklear lensa juga juga menyebabkan peningkatan opasitas
atau pigmentasi lensa (lensa menjadi kuning atau kecoklatan seiring
bertambahnya usia).5

Gambar 2.3 Perubahan warna lensa manusia mulai dari usia 6 bulan (A),
hingga 8 tahun (B), 12 tahun (C), 25 tahun (D), 47 tahun (E), 60 tahun (F), 70 tahun (G),
82 tahun (H), 91 tahun (I). katarak nuklear pada pasien berusia 70 tahun (J); katarak kortikal pada pasien
5
berusia 68 tahun (K); katarak campuran nuklear-kortikal pada pasien berusia 74 tahun (L).
2.3.4 Klasifikasi Katarak Senilis

Katarak senilis diklasifikasikan menjadi katarak nuklear, kortikal dan


subkapsularis posterior.

1. Katarak Nuklear
Derajat tertentu dari sklerosis nuklear dan perubahan warna menjadi
kekuningan pada lensa biasanya normal ditemukan pada pasien berusia >50 tahun
dan umumnya kondisi ini tidak terlalu mengganggu fungsi penglihatan. Pada
pemeriksaan oftalmologi, pusat nukleusl lensa pada pasien dengan katarak nuklear
tampak kuning kecokelatan, sebagai hasil dari meningkatnya penghamburan
cahaya oleh lensa (akibat kekeruhan sentral pada lensa tersebut).

Gambar 2.4 Katarak nuklear yang dilihat menggunakan


iluminasi difus (A) dan slit beam (B), skematika katarak (C)

Katarak nuklear dievaluasi menggunakan biomikroskop slit-lamp melalui


pupil yang berdilatasi. Katarak nuklear memiliki progresifitas yang lambat,
biasanya bilateral namun asimetris. Pada stadium awal perkembangan katarak,
pemadatan progresif pada nukleus lensa sering menyebabkan peningkatan indeks
refraksi lensa sehingga terjadi pergeseran keadaan refraksi ke arah miopia (miopia
lentikular), dan pada pasien dengan mata presbiopi, hal tersebut akan
“memperbaiki” keadaan rabun dekat pasien (second sight). Seiring bertambahnya
maturasi katarak dapat terjadi pergeseran keadaan refraksi ke arah hiperopia.
Perubahan warna lensa yang progresif (menjadi kekuningan atau kecokelatan)
menyebabkan menurunnya kemampuan diskriminasi warna oleh mata, dan seiring
dengan bertambah beratnya katarak nuklear, fungsi penglihatan di keadaan rendah
cahaya pun menurun. Secara histologis, nukleus lensa pada katarak nuklear sulit
dibedakan dari nukleus lensa tua normal, dan pemeriksaan menggunakan
mikroskop elektron akan memperlihatkan adanya peningkatan membran-membran
lamelar pada katarak nuklear.

2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan disrupsi lokal dari stuktur sel sera
lensa yang matur. Ketika integritas membran rusak, metabolit esensial hilang dari
sel yang rusak dan hal ini mengakibatkan terjadinya oksidasi dan presipitasi
protein. Seperti halnya katarak nuklear, katarak kortikal biasanya bilateral dan
asimetris. Dampaknya terhadap fungsi penglihatan bervariasi tergantung letak
kekeruhannya terhadap aksis visual. Gejala umum pada katarak kortikal yaitu
“glare” terhadap sumber cahaya yang intens, dan dapat pula timbul diplopia
monokuler. Tanda awal adanya katarak kortikal yaitu berupa vakuola dan water
clefts di korteks anterior atau posterior, yang dapat terlihat melalui pemeriksaan
biomikroskop slit lamp.

Gambar 2.5 Vakuola pada awal perkembangan katarak kortikal yang dilihat
menggunakan slit llamp dengan retroiluminasi.2
Gambar 2.6 Katarak kortikal dilihat dengan retroiluminasi (A);
Skematika dari katarak kortikal imatur (B)

Lamela-lamela kortikal dapat terpisah oleh cairan. Opasitas berbentuk baji


(cortical spokes atau opasitas kuneiform) terbentuk di perifer lensa dengan bagian
ujung tajamnya menghadap ke pusat lensa. Cortical spokes tampak sebagai
kekeruhan berwarna putih apabila dilihat dengan biomikroskop slit lamp, dan
tampak seperti bayangan gelap jika dilihat dengan retroiluminasi.5

Gambar 2.7 katarak kortikal matur (A);


skematika katarak kortikal matur(B).2

Katarak dikatakan matur apabila seluruh korteks, mulai dari kapsula


hingga ke nukelus, menjadi putih dan keruh. Pada kekeruhan yang matur, lensa
mengabsorbsi air dan menjadi udem dan membesar (katarak kortikal intumesen),
dan dapat memicu terjadinya glaukoma sudut tertutup. Katarak dikatakan
hipermatur apabila kapsula telah menciut akibat keluarnya material kortikal yang
telah berdegenerasi, dari kapsula lensa. Selanjutnya proses likuefaksi kortikal
akan menyebabkan nukleus dapat bergerak bebas dalam kapsula lensa, dan
keadaan ini disebut morgagnian. Secara histologi, katarak kortikal memiliki
karakteristik berupa pembengkakan dan disrupsi sel serat lensa lokal.

Gambar 2.8 Katarak kortikal hipermatur (A);


Skematika katarak kortikal hipermatur (B).2

Gambar 2.9 Katarak Morgagnian (A);


Skematika katarak Morgagnian (B).2

3. Katarak Subkapsularis Posterior


Pasien dengan katarak subkapsularis posterior (KSP) lebih sering terjadi pada
kelompok usia yang lebih muda. Katarak subkapsular posterior terletak di lapisan
kotikal posterior.
Gambar 2.10 Katarak subkapsular posterior dilihat menggunakan slit lamp (A) dan dengan menggunakan
iluminasi indirek (B). Skematika katarak subkapsular posterior (C).2

Terbentuknya katarak subkapsularisis posterior ditandai dengan adanya


kemilau warna-warni halus di lapisan korteks posterior yang dapat dilihat
menggunakan slit lamp. Pada tahap selajutnya akan muncul kekeruhan granular
dan kekeruhan mirip plaque pada korteks subkapsularis posterior. Pasien biasanya
mengeluh keilauan dan penglihatannya buruk pada kondisi terdapat cahaya yang
sangat terang. Penglihatan jauh pun biasanya jauh lebih menurun dibandingkan
dengan penglihatan dekat, dan beberapa pasien mengalami diplopia monokuler.
Deteksi KPS dapat dilakukan dengan menggunakan slit lamp ataupun
retroiluminasi. Selain oleh karena pertambahan usia, KPS dapat pula disebabkan
oleh trauma, penggunaan kortikosteroid, inflamasi, paparan terhadap radiasi ion,
dan penyalahgunaan alkohol jangka panjang. Secara histologi, KPS berhubungan
dengan migrasi pisterior dari sel epitel, mulai dari equator lensa sampai ke aksis
visual di permukaan dalam dari kapsula posterior. Selama migrasi, atau setelah
migrasi sel selesai dan sel epitel tiba di aksis posterior, sel-sel epitel tersebut
mengalami pembesaran abnormal (sel Wedl).12

Selain itu, katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.

1. Katarak Insipien10
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk baji/jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak
kortikal). Vakuola mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak
subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama.3
2. Katarak Imatur10
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh dan belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak Matur10
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh
massa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang
menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka
cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang
normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
4. Katarak Hipermatur10
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek, dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi
keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna
kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut sebagai katarak Morgagni.
Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Katarak Senilis10

2.3.6 Manifestasi Katarak Senilis

Pada anamnesis, pasien dengan katarak akan mengeluh penglihatan seperti


berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif. Hilangnya
tranparansi lensa menimbulkan penglihatan kabur (tanpa nyeri), baik penglihatan
dekat maupun jauh. Gejala-gejala presbiopia timbul disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan akomodasi pada penuaan dan berakibat pada
berkurangnya kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan dekat.

Pada pemeriksaan tajam penglihatan yang diukur di ruangan gelap


mungkin tampak memuaskan, sementara bila dilakukan dalam keadaan terang
maka tajam penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau dan
hilangnya kontras. Pada lensa mata, ditemukan kekeruhan dalam
bermacammacam bentuk dan tingkat. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak
transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Kekeruhan dapat
ditemukan di berbagai lokasi pada lensa seperti korteks dan nukleus.3 Katarak
terlihat hitam terhadap reflex fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskopi
direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaaan katarak secara rinci
dan mengidentifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya
terletak di daerah nukleus, korteks, atau subkapsular.
2.4 Diagnosis Katarak Senilis
2.4.1 Anamnesis
Langkah pertama menentukan diagnosis katarak senilis adalah anamnesis.
Dalam anamnesis, pertama perlu ditanyakan identitas pasien, berupa nama, usia,
jenis kelamin, pekerjaan untuk mengetahui apakah pekerjaan pasien sering
terpapar sinar matahari secara langsung atau tidak, alamat pasien untuk
mengetahui bagaimana gambaran kondisi lingkungan tinggal pasien, dan
informasi lainnya mengenai identitas pasien.12
Setelah itu baru ditanyakan keluhan utama, riwayat pasien baik itu riwayat
penyakit sendiri, riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga. Pada riwayat
penyakit sekarang biasanya keluhan pasien dengan katarak senilis berupa
penurunan ketajaman penglihatan yang progresif, penglihatan seperti
berkabut/berasap, mata silau, penglihatan ganda, dan sering meminta ganti resep
kacamata. Pada katarak senilis, pasien tidak merasa adanya sakit, gatal, ataupun
merah pada matanya.12
Pada riwayat penyakit dahulu, tanyakan pada pasien apakah ada riwayat
penyakit sistemik, seperti diabetes melitus atau hipertensi. Tanyakan juga apakah
pasien pernah menjalani operasi mata sebelumnya, riwayat paparan radiasi, atau
steroid.Riwayat penyakit keluarga juga ditanyakan pada pasien.12

2.4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik, yang pertama dilakukan pemeriksaan keadaan umum dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital, terutama pemeriksaan tekanan
darah untuk mengetahui pasien juga mengidap hipertensi atau tidak. Pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien ini biasanya:
1. Pemeriksaan Visus
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman
penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat
lebih sering menurun jika dibandingkan dengan ketajaman pengihatan jauh, hal
ini mungkin disebabkan adanya daya konstriksi pupil yang kuat. Penglihatan
menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak imatur dari sekitar 6/9-1/60;
pada katarak matur hanya 1/300-1/~. 13,14
2. Pemeriksaan Slit Lamp
Pemeriksaan menggunakan slit lamp untuk melihat struktur, ketebalan,
dan lokasi kekeruhan pada lensa, serta menyingkirkan adanya diagnosis banding
dengan mengeliminasi penyebab buram oleh kornea, iris atau bilik anterior. Pada
pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva, dan
kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa
pasien katarak, didapatkan lensa keruh.12

Gambar 2.11 Pemeriksaan Slit Lamp

3. Pemeriksaan Lapang Pandang


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai lapang pandang pasien. Kelainan
lapang pandang dapat terjadi pada gangguan di jalur lintasan visual. Perimetri
adalah alat untuk memeriksa lapangan pandang dengan mata terfiksasi sentral.
Penilaian lapangan pandang merupakan hal yang penting dilakukan pada penyakit
yang mempunyai potensi terjadinya kebutaan.15
Pemeriksaan lapangan pandang yang sederhana dapat dilakukan dengan cara
membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang dianggap
normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder. Teknik pemeriksaan tes
konfrontasi adalah dengan cara pasien duduk atau berdiri berhadapan dengan
pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Bila mata kanan yang hendak diperiksa
lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya
atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta
untuk memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa. Kemudian pemeriksa
menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar pemeriksa dan pasien.
Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien sudah melihat gerakan
jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang
pandang pemeriksa.12,15
Bila terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat
gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas, bawah,
nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata. Bila pasien
tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah dapat melihatnya,
maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit. Kedua mata
diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat memperlihatkan
bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan nervus optikus.
Uji konfrontasi merupakan uji pemeriksaan lapang pandangan yang paling
sederhana karena tidak memerlukan alat tambahan. Lapang pandangan pasien
dibandingkan dengan lapang pandangan pemeriksa.
4. Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO)
Pada katarak, komplikasi yang mungkin terjadi ialah glaukoma sehingga
pemeriksaan TIO sangat penting untuk dilakukan. Pemeriksaan TIO paling
sederhana yaitu dengan palpasi. Pemeriksa bisa membandingkan TIO kiri dan
kanan mata pasien dengan TIO pemeriksa (dianggap normal).13
5. Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan funduskopi dapat digunakan untuk memeriksa segmen
anterior (termasuk lensa) maupun fundus. Kekeruhan yang ada pada lensa akibat
katarak juga dapat diperlihatkan pada pemeriksaan funduskopi. Indikator lainnya
pada funduskopi untuk penderita katarak adalah berkurangnya refleks fundus.
Refleks ini merupakan perubahan warna pupil menjadi jingga kemerahan yang
lebih terang dan homogen jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu
visual yaitu saat pasien melihat ke arah cahaya funduskop.
Adanya kekeruhan pada lensa dapat menghalangi seluruh atau sebagian refleks
cahaya dan menyebabkan tampaknya bintik atau bayangan gelap. Pada stadium
inpisien dan imatur tampak kekaburan yang kehitaman dengan latar belakang
merah jambu. Pada stadium matur hanya didapat warna putih atau kehitaman
tanpa latar belakang merah jambu, lensa sudah keruh.16
6. Shadow test
Pemeriksaan shadow test bertujuan untuk menilai derajat kekeruhan lensa
menggunakan penlight yang disinarkan ke pupil pasien dengan membuat sudut
45° dengan dataran iris dan melihat bayangan iris pada lensa. Semakin sedikit
lensa yang keruh pada bagian posterior, maka semakin besar bayangan iris pada
bagian lensa yang keruh tersebut. Pemeriksaan shadow test dikatakan positif jika
bayangan iris pada lensa besar atau jauh dari pupil, yang berarti lensa belum keruh
seluruhnya. Apabila bayangan iris kecil atau dekat pada pupil maka lensa sudah
keruh seluruhnya dan dikatakan negatif.15

2.5 Tatalaksana

Pembedahan adalah pengobatan terhadap katarak. Pembedahan dilakukan bila


tajam penglihatan sudah menurun sangat signifikan sehingga menganggu pekerjaan
sehari-hari atau bila telah timbulnya penyulit seperti glaukoma dan uveitis.

Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:

1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi
katarak bisa dilakukan.

2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:

- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus,
namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien
muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam
meskipun pengelihatan tidak akan kembali.14,17

Teknik-teknik pembedahan katarak

Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui tindakan


bedah. Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi
katarak Intra Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak
Ekstra Kapsular (ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada
operasi katarak, yaitu ICCE, ECCE dan phacoemulsifikasi.18

Operasi katarak intrakapsular/ Ekstraksi katarak intrakapsular

Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi limbus
superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan. Masih dapat
dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus.
Keuntungannya adalah tidak akan terjadi katarak sekunder.

Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post operasi


yang mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-180º
dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam penglihatan
yang lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan
lepasnya luka operasi. Edema kornea juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif
dan komplikasi dini.8

Operasi katarak ekstrakapsular

Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini
adalah karena kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam
kamera posterior serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema makula
sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi
yaitu dapat timbul katarak sekunder.

Fakoemulsifikasi

Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama menyisakan


kapsul bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka.
Dari lubang insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran
ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian
dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan
kebanyakan katarak senilis. Namun kurang efektif untuk katarak senilis yang padat.

Keuntungan dari metode ini antara lain:

 (Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena
akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma,
dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal ini juga akan
mencegah peningkatan tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga
mengurangi resiko perdarahan.
 Cepat menyembuh.
 Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur
mata.19
Gambar 2.13 Fakoemulsifikasi

2.2.7 Intraokular Lens (IOL)

Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan


kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa buatan
(berupa lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun kacamata). IOL dapat
terbuat dari bahan plastik, silikon maupun akrilik.

Untuk metode fakoemulsifikasi digunakan bahan yang elastis sehingga dapat


dilipat ketika akan dimasukan melalui lubang insisi yang kecil.

2.6 Komplikasi Katarak

Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena proses
fakolitik, fakotopik, fakotoksik.

 Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma.
 Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak
lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler
akan meningkat dan timbul glaukoma
 Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata
sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian
akan menjadi glaukoma.
Komplikasi lainnya saat operasi :
a. Pendangkalan kamera okuli anterior
b. Posterior Capsule Rupture (PCR)
c. Nucleus drop

Komplikasi setelah operasi :


a. Edema kornea
b. Perdarahan
c. Glaukoma sekunder
d. Uveitis kronik
e. Edema Makula Kistoid (EMK)
f. Ablasio retina
g. Endoftalmitis
h. Toxic Anterior Segment Syndrome
i. Posterior Capsule Opacification (PCO) /kekeruhan kapsul posterior
j. Surgically Induced Astigmatism (SIA)
k. Dislokasi LIO (Lensa Intra Okuler)

Prognosis visual tindakan EKEK atau fakoemulsifikasi yang sukses


biasanya baik berupa peningkatan fungsi penglihatan hingga dua baris pada
pemeriksaan visus menggunakan Snellen chart. Morbiditas visual post operatif
penyebab utamanya adalah adalah cystoid macular edema (CME). Diabetes
melitus dan retinopati diabetikum.
BAB 3
KESIMPULAN

Penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah Katarak. Katarak yang


paling sering terjadi adalah katarak senilis, yakni kekeruhan pada lensa yang
terdapat pada usia lanjut, diatas 50 tahun.
Penegakkan diagnosis katarak senilis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologis. Pemeriksaan oftalmologis yang dapat dilakukan di
antaranya adalah pemeriksaan ketajaman visual, pemeriksaan slit-lamp, iris
shadow test, dan funduskopi.
Tatalaksana definitive untuk katarak sennilis adalah ekstraksi lensa yang dapat
dicapai melalui prosedur ekstraksi katarak intra kapsular (ICCE), ekstraksi katarak ekstra
kapsular (ECCE), ataupun fakoemulsifikasi, setelah itu dilakukan implantasi lensa okular
(IOL).
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit


FKUI. 2016.
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum
Edisi 17. Jakarta: EGC. 2007:169-176.
3. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age
International Publisher. hal. 92-101. 2007.
4. Lang G. Ophthalmology – A Pocket Textbook Atlas 2nd ed. Thieme:
Stuttgart.2006: 191- 2.
5. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2016-2017.
6. Harper RA, Shock JP. Lens in Vaughan and Asbury’s: General
Opthalmology 16th edition. McGraw Hills Company ,2007:173-180
7. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-3. Cetakan ke-8. Jakarta:Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
8. James B, Chew C, Bron A. Lensa dan katarak dalam ofthalmologi. Edisi 9.
Jakarta : Erlangga; 2006: 76-84.
9. Bobrow JC, Blecher MH, et al. Lens and cataract. In Basic and Clinical
science course. Section 11. 2008-2009: American Academy of
Ophthalmology. The eye M.D. P. 5-9.
10. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Opthalmology: A Systemic Approach.
Edisi ke-7. Cina: Elsevier. 2011.
11. Vaughan DG, Asbury T, Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta :
Idya Medika. 2000; 175-184.
12. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI. 2016.
13. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Opthalmology: A Systemic Approach.
Edisi ke-7. Cina: Elsevier. 2011.
14. Vaughan DG, Asbury T, Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta :
Idya Medika. 2000; 175-184.
15. 6. Harper RA, Shock JP. Lens in Vaughan and Asbury’s: General
Opthalmology 16th edition. McGraw Hills Company ,2007:173-180
16. Kanski, J. Jack. Lens. InL Clinical Ophthalmology : a systematic
approach, 5th ed. Toronto. Butterworth heinemann. 2003. p 168.
17. Cataract Surgery (Diambil tanggal 2 maret 2020). Tersedia di
http://en.wikipedia.org/wiki/cataractsurgery
18. Victor V. Cataract Senile (Diambil tanggal 2 maret 2020). Tersedia di :
http://www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai