PARKINSON DISEASE
Oleh:
Preseptor :
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Parkinson’s Disease merupakan salah satu penyakit degenerasi saraf yang yang
sering ditemukan, frekuensi kedua setelah penyakit Alzheimer. Pada United State sedikitnya
setengah juta orang didiagnosis sebagai Parkinson’s Disease.1 Prevalensi Parkinson Disease
dilaporkan berkisar 15 per 100.000 sampai 12.500 pre 100.000 orang dan insiden berkisar 15
secara progresif. Gejala dari Parkinson’s Disease adalah termasuk gejala kehilangan kontrol
motorik (resting tremor, kekakuan, gerakan lambat, dan postural instability) dan gejala non
Hingga saat ini tidak ada pemeriksaan defenitif untuk mendeteksi penyakit Parkinson.
Untuk mendiagnosis, dokter menggunakan riwayat penyakit dan sejumlah pemeriksaan fisik.
Tidak ada pemeriksaan darah atau radiologi yang spesifik untuk menegakkan diagnosis pasti
penyakit Parkinson.4
Hingga saat ini, terapi Parkinson’s Disease hanya membantu mengobati gejala.
Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk mengobati gejala motorik. Namun, banyak juga
2
Penulisan case report ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi,
1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian neurologi
Penulisan case report ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Definisi
Parkinson Disease adalah penyakit pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan
degenerasi sel-sel saraf pusat di bagian dalam otak yaitu di ganglia basalis dan kehilangan
sel-sel saraf di bagian batang otak yaitu di substansi nigra. Sel-sel saraf ini menghasilkan
dopamine yaitu neurotransmitter yang berperan untuk memulai lintasan pesan untuk
mengkoordinasi gerakan normal. Tidak adanya atau berkurangnya dopamin (lebih dari 80%
dari normal) akan menyebabkan lintasan ganglia basalis atau yang disebut dengan striatum
tidak terstimulasi dan akan mengakibatkan gangguan pergerakan berupa tremor, perlambatan,
kekakuan, dan gangguan keseimbangan, serta gejala lain. Pada pemeriksaan mikroskop akan
ditemukan sel-sel saraf yang rusak dan mati di substansia nigra, ditemukan badan inklusi
yang disebut Lewy body, yang dianggap spesifik pada Parkinson Disease.4
penurunan kadar dopamin karena berbagai sebab yang mengakibatkan gejala berupa tremor
merupakan bagian dari parkinsonism yang secara patologis ditemukan degenerasi ganglia
basalis terutama pada substansia nigra pars companta (SNc) dan adanya inklusi sitoplasmik
4
c. Parkinson plus (multiple system degeneration) merupakan parkinsonism primer dengan
neuroakantositosis.
d. Parkinsonism herediter, terdiri dari penyakit wilson, penyakit huntington, penyakit Lewy
bodies.
2.2 Epidemiologi
Penyakit parkinson diakui sebagai salah satu gangguan neurologis yang paling umum,
mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih tua dari 60 tahun. Insiden dan prevalensi
penyakit Parkinson meningkat dengan usia, dan usia rata-rata onset adalah sekitar 60 tahun.
Onset pada orang yang lebih muda dari 40 tahun relatif jarang.4
Kejadian penyakit parkinson telah diperkirakan 4,5-21 kasus per 100.000 penduduk
per tahun, dan perkiraan prevalensi berkisar 18-328 kasus per 100.000 penduduk, dengan
sebagian besar studi menghasilkan prevalensi sekitar 120 kasus per 100.000 penduduk.5 Di
Indonesia, diperkirakan sebanyak 876.665 orang dari total jumlah penduduk sebesar
238.452.952 menderita penyakit parkinson. Total kasus kematian akibat penyakit parkinson
di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan
ras Kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa 0,98% hingga 1,94%, menengah terdapat pada
ras Asia 0,018% dan prevalensi terendah terdapat pada ras kulit hitam di Afrika 0,01%.9
Penyakit parkinson 1,5 kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.6
5
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Parkinson Disease disebabkan oleh rusaknya sel-sel SNc (Substansia Nigra pars
compacta). Sampai saat ini penyebab kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti.
Faktor Genetik
di sel-sel SNc yang menyebabkan kematian sel saraf di SNc. Pada penderita Parkinson
Disease didapatkan kadar sub unit alfa dari proteasome 20S pada sel saraf di SNc menurun
secara bermakna dibandingkan orang normal. Pada penderita Parkinson Disease juga
didapatkan penurunan sekitar 40% dari 3 komponen (chymotriptic, trytic, dan postacidic)
dari proteasome 26S pada sel neuron SNc pasien Parkinson Disease.6
Faktor Lingkungan
Pada awal tahun 1980an, keracunan zat kimia menjadi popular sebagai penyebab
Parkinson Disease.4 Saat ini yang dianggap sebagai penyebab Parkinson Disease adalah
proses oksidatif yang terjadi di ganglia basalis. Proses oksidatif ini dapat disebabkan oleh
peranan xenobiotic (MPTP), pestisida, herbisida, zat kimia seperti cat dan logam, kafein,
alcohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala, depresi, dan stress.6
Pada penderita Parkinson Disease ditemukan reaksi microglial pada sel saraf yang
rusak dan hal ini tidak ditemukan pada proses menua yang normal. Hal ini disimpulkan
bahwa proses menua sebagai salah satu faktor risiko terjadinya degenerasi di SNc disertai
6
Faktor Ras
Angka kejadian Parkinson Disease pada orang kulit putih lebih tinggi dibandingkan
kulit berwarna.6
2.4 Patofisiologi
Ketika seseorang ingin bergerak, informasi dari sensasi, dari bagian di otak yang
mengatur rencana, dan dari bagian otak lain dihantarkan ke sebuah bagian yang disebut
striatum. Striatum kemudian berinteraksi dengan area lain di otak (substansi nigra, globus
palidus, dan thalamus) untuk mengirimkan sinyal yang mengontrol keseimbangan dan
pergerakan. Sinyak ini ditransfer ke cerebellum yang mengontrol koordinasi otot, kemudian
sinyal turun melalu traktus spinalis menuju saraf perifer di ekstremitas. kepala, dan leher,
yang mengontrol otot. Molekul yang membawa informasi melalu otak dan medulla spinalis
disebut neurotransmitter. Neurotransmitter adalah senyawa kimia khusus yang dihasilkan sel
saraf yang terakumulasi dalam kantong kecil pada ujung saraf. Ketika terstimulasi, kantong
ini menghasilkan neurotransmitter ke celah antar saraf. Neurotransmitter melalu sinaps dan
menempel pada protein yang disebut reseptor pada sel tetangga. Sinyal akan merubah bentuk
sel penerima. Jika sel penerima juga sel saraf, sinyal akan dibawa ke sel saraf berikutnya. Jika
sel penerima adalah serabut otot, akan menstimulasi kontraksi yang menimbulkan gerakan.7
Area primer dari otak yang terganggu dari Parkinson Disease adalah substansia nigra.
Substansia nigra mengandung sel-sel saraf spesifik yang mengirim sinyal dalam bentuk
neurotransmitter yang disebut dopamin. Sinyal ditranfer ke striatum melalui serabut saraf
yang disebut akson. Aktivitas dari rangkaian jalur ini mengontrol gerakan normal tubuh.
di striatum rusak. Hal ini menyebabkan kesulitan mengontrol gerakan, mengarah pada gejala
7
motorik primer. Kebanyakan pada pasien dengan penyakit Parkinson kehilangan 80% atau
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang didapat
dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot,
distonia fokal, gangguan keterampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala
a. Tremor
Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson dan bermula pada satu
tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain juga akan
turut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada stadium lanjut.
Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul pada keadaan
istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan. Tremor akan bertambah pada keadaan
b. Rigiditas
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi pada
gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan lebih berat dan
memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai
reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu gejala dini akibat
rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan. Rigiditas disebabkan oleh
c. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi sulit. Ekspresi
muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng). Gerakan-gerakan otomatis
8
yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat kurang. Bicara menjadi
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium
penyakit parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit parkinson yang
sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan
kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari
mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi
e. Wajah Parkinson
mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka
f. Mikrografia
Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan rapat.
g. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit parkinson.
Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada,
h. Bicara
9
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir
mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume yang
kecil dan khas pada penyakit parkinson. Pada beberapa kasus suara berkurang sampai
i. Disfungsi otonom
dingin). Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18%. Patofisiologi disfungsi otonom
pada penyakit parkinson diakui akibat degenerasi dan disfungsi nukleus yang mengatur
fungsi otonom, seperti nukleus vagus dorsal, nukleus ambigus dan pusat medullary
lainnya seperti medulla ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan nukleus
rafe kaudal.
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit, gerak
k. Tanda Myerson
tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda
“Myerson”.
l. Demensia
10
fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Kelainan ini berkembang sebagai
Demensia pada penyakit parkinson mungkin baru akan terlihat pada stadium lanjut,
namun pasien penyakit parkinson telah memperlihatkan perlambatan fungsi kognitif dan
gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal. Gangguan fungsi kognitif pada penyakit
parkinson yang meliputi gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang
dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses penuaan normal.
m. Depresi
Sekitar 40% penderita penyakit parkinson terdapat gejala depresi. Hal ini dapat
seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini
disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat
dijelaskan bahwa pada penderita parkinson terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan
juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra
2.8 Diagnosis
A. Klinis
Kriteria diagnosis dari Parkinson Disease dapat dilihat dari segi klinis :
a. Umum
11
- Gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson)
b. Khusus
- Rigiditas
- Akinesia/bradikinesia
Hipotonia
Hipersalivasi
Takikinesia
Dystonia
Rasa kaku
Palilalia6,8
12
Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihat berdasarkan tahapan menurut Hoehn dan
Yahr :
1. Stadium I :
- gejala ringan
2. Stadium II :
- gejala bilateral
3. Stadium III :
4. Stadium IV :
- tremor berkurang
5. Stadium V :
- stadium kakeksia
13
- kecacatan kompleks
B. Laboratorium
Tidak ada8
C. Radiologi
D. Patologi Anatomi
Ditemukan degenerasi ganglia basalis di substansia pars kompakta dan adanya Lewys
Body.8
E. Gold Standard
Tidak ada8
3. Corticobasal degeneration.
4. Hutington Disease
2.10 Tatalaksana
Parkinson disease umumnya berefek pada gerakan (gejala motorik), tetapi juga
berefek pada mood, tingkah laku, pikiran, dan sensasi (gejala non mototik). Mengontrol
14
1. Terapi farmakologik
Levodopa adalah terapi pertama yang efektif untuk mengobati penyakit saraf degeratif
kronik. Levodopa dalam bentuk pil akan diabsorbsi di darah dari saluran cerna dan
ditransfer melalui darah ke otak, tempat dimana akan dikonversi menjadi dopamin,
disease karena struktur kimianya tidak bisa lewat sawat otak. Pada awalnya, pengunaan
levodopa dosis besar untuk menghilangkan gejala menimbulkan efek samping mual dan
b. Agonis Dopamin
(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini mempunyai efek serupa dengan dopamine, tidak
pengganti levodopa. Obat ini dapat dipakai sebagai kombinasi utama dengan levodopa-
dikinesia. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki,
c. Antikolinergik
Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson,
yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga
procyclidine (kamadrin). Obat ini menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut
15
sehingga mengurangi gejala tremor. Efek samping obat ini adalah mulut kering dan
pandangan kabur. Antikolinergik sebaiknya tidak diberikan sebagai terapi lini pertama
dan sebaiknya tidak dberikan pada pasien dengan gejala komorbidit seperti gangguan
kognitif dan penyakit psikiatri karena dapat meningkatkan frekuensi efek pada
didalam tubuh yang secara alami menghancurkan beberapa zak kimia dalam tubuh,
seperti dopamin. Obat ini dapat memblok efek dari monoamine oksidase tipe B (MAO
Inhibitor) sehingga lebih banyak dopamine yang tersedia. 5 Obat ini biasa dipakai
e. Amantadin
tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
Parkinson lanjut. Amantadin bekerja di bagian lain otak sebagai pengganti dopamine.
Obat ini dapat dipakai secara tunggal atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau
16
Gambar 2.3. Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson 6
2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang
mendasari (neurorestorasi).
c. Transplantasi6
3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan informasi mengenai penyakitnya dan aware terhadap
informasi yang tidak akurat dari internet atau media massa. Pentingnya meminum obat
17
teratur dan menghindari jatuh. Pertimbangan mengenai adanya pengasuh mulai
dipertimbangkan.9
b. Terapi rehabilitasi
aktivitas fungsional kehidupan sehari-hari. Terapi rehabilitasi yang diberikan dapat berupa
BAB 3
18
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. D
Umur : 76 tahun
No. RM : 01.05.73.04
Seorang pasien laki-laki berumur 76 tahun datang ke IGD RSUP DR.M Djamil
Keluhan Utama :
Sulit menelan
Sulit menelan sejak 7 hari yang lalu, semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit
Seluruh badan bertambah kaku sejak 7 hari yang lalu, semakin memberat 4 hari
Langkah kaki ketika berjalan menjadi pendek-pendek dan kecil-kecil ada 14 hari yang
lalu, kemudian pasien jika berjalan harus dibantu sejak 7 hari yang lalu
Air liur menjadi sering keluar dari mulut ada 14 hari yang lalu
Lemah anggota gerak sejak 1 bulan yang lalu, namun tidak bertambah berat
Bicara pelo dan mulut mencong ke kanan ada sejak 1 bulan yang lalu
19
Pasien gemetaran ketika istirahat disangkal
Riwayat stroke 1 bulan yang lalu, dirawat di RS Bahayangkara selama 3 hari, kondisi
Pasien telah dikenal dengan Parkinson disease sejak 3 tahun yang lalu oleh dokter
spesialis saraf, kontrol rutin setiap bulan ke spesialis saraf, namun sejak 7 hari yang
Riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu, tekanan darah tertinggi 220 mmHg,
Pasien saat ini tidak bekerja dengan aktifitas fisik harian ringan.
PEMERIKSAAN FISIK
20
Umum
Kesadaran : Composmentis
Pernafasan : 19x/menit
Suhu : 36,8oC
Thorak
Paru
Perkusi : sonor
Jantung
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavicula ruang intercosta V
sinistra
21
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Abdomen
Perkusi : timpani
Korpus vertebrae
Status Neurologikus
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+, refleks kornea +/+
N. I (Olfaktorius)
22
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Sulit dinilai Sulit dinilai
Objektif (dengan bahan) Sulit dinilai Sulit dinilai
N. II (Optikus)
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata ortho Ortho
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Gerakan bola mata Gerakan bola mata
Pupil
Refleks cahaya + +
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah + +
Sikap bulbus Ortho Ortho
23
N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral + +
Sikap bulbus Ortho Ortho
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut + +
Menggerakkan rahang + +
Menggigit + +
+ +
Mengunyah
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea + +
- Sensibilitas + +
Divisi maksila
- Refleks masetter - -
- Sensibilitas + +
Divisi mandibula
- Sensibilitas + +
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Plika nasolabialis kiri lebih datar
Sekresi air mata + +
Fissura palpebra Normal Normal
24
Menggerakkan dahi + +
Menutup mata + +
Mencibir/ bersiul + +
Memperlihatkan gigi + +
Hiperakusis - -
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai
Detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala - -
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang + +
Refleks muntah (Gag Rx) + +
N. X (Vagus)
25
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris kiri dan kanan
Uvula Di tengah
Menelan - -
Artikulasi Tidak jelas Tidak jelas
Suara Ada Ada
teratur teratur
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Deviasi lidah ke kanan
Kedudukan lidah dijulurkan Sulit dinilai
Tremor Tidak ada Tidak ada
4. Pemeriksaan koordinasi
dilakukan dilakukan
dilakukan dilakukan
dilakukan dilakukan
26
Reboundphenome Tidak dapat Tes jari hidung Tidak dapat
n dilakukan dilakukan
Test tumit lutut Tidak dapat Tes hidung jari Tidak dapat
dilakukan dilakukan
a. Badan Respirasi +
Duduk +
b. Berdiri Gerakan spontan -
a. Ekstremitas Superior Inferior
dan Tremor Kanan positif
Kiri pada tangan kanan
Kanan Kiri
Gerakan Aktif Kurang aktif Aktif Kurang aktif
berjalan Atetosis -
Kekuatan 555 333 555 333
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Mioklonik -
Tonus hipertonus hipertonus hipertonus hipertonus
Khorea -
Resting tremor + - - -
Postural Instability -
Tes Cogwheel +
Pemeriksaan sensibilitas
nyeri ringan
27
6. Sistem refleks
Kornea + + Biseps ++ ++
Atas ++ ++ KPR ++ ++
Tengah ++ ++ APR ++ ++
Bawah ++ ++
Tromner
Chaddock (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
7. Fungsi otonom
- Defekasi :+
- Sekresi keringat: +
8. Fungsi luhur
Tidak ada
kooperatif
Reaksi bicara Ada Reflek glabela -
28
Fungsi intelek Sulit dinilai Reflek snout -
Reaksi emosi Sulit dinilai Reflek menghisap -
Reflek memegang -
Reflek palmomental -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboraturium
Hematokrit : 38%
Ureum : 26 mg/dl
EKG
29
Sinus rhytm, HR: 82x/menit, ST change (-), T inverted (-) S di V1 R di V5<35 mm
Rontgen thoraks
30
Infiltrat tidak ada, corakan bronkovaskular tidak meningkat, CRT <55%
31
Tampak lesi hipodens di periventrikel lateral bilateral, parietal (D), tampak juga lesi hipodens
dengan densitas menyerupai LCS di temporal dekstra, tampak juga lesi hiperdens yang
mengisi fisura longitudinal dan ruang intersuci. Differensiasi white and gray matter baik.
Sulci melebar dan gyrus prominen, system ventrikel tidak melebar. Midline shift tidak ada
Kesan : - multiple infark serebri di periventrikel lateral kiri dan kanan, parietal (D)
Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Disfagia+ Hemiparese sinistra+ parese nervus VII sinistra tipe
Terapi :
-Pasang NGT
-Sifrol 1 x 0,375 mg
-Amlodipin 1x10mg
-Aspilet 1x8 mg
32
-KSR 2x600 mg
Prognosis :
O/ KU Kesadaran TD Nd Nf T
Berat sopor 180/80 mmHg 90x/I 18x/I 37
GCS : E2M4V2: 8
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, Refles cahaya +/+, refleks kornea +/+
A/ Recurrent stroke
Hipertensi stage II
Parkinson Disease
33
P/-Levopar 3x100mg
-Sifrol 1 x 0,375 mg
-Amlodipin 1x10mg
-Aspilet 1x8 mg
-KSR 2x600 mg
BAB 4
DISKUSI KASUS
Telah datang seorang pasien, laki-laki, umur 76 tahun ke ke IGDf RSUP DR.M
Djamil Padang pada tanggal 05 Agustus 2019 dengan diagnosis klinis disfagia+ hemiparese
sinistra+ parese nervus VII dan nervus XII sinistra tipe sentral, diagnosis topik periventrikel
lateral bilateral, parietal dekstra dengan etiologi trombosis serebri, serta diagnosis sekunder
hipertensi stage II dan parkinson disease. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Anamnesis dari keluarga pasien diketahui bahwa pasien datang dengan keluhan utama
sulit menelan. Faktor risiko terjadinya disfagia pada pada kelainan sistem saraf pusat terbagi
atas dua yaitu lokasi stroke dan kondisi komorbid. Lokasi stroke pada hemisfer serebri dapat
mempengaruhi fungsi motorik dan sensorik dari proses menelan. Lesi pada hemisfer kanan
menimbulkan kelemahan pada sisi sebelah kiri dan berkurangnya mengenali kemampuan
untuk mengenali dan menyadari beratnya gangguan menelan, sementara jika terjadi pada
34
hemisfer kiri bisa mengalami gangguan dalam berbahasa. Kondisi komorbid yang berisiko
terjadinya disfagia yaitu kondisi fisik atau mental yang sudah ada sebelum orang mengalami
stroke. Beberapa kondisi komorbid yang meningkatkan risiko disfagia yaitu Penyakit
Pada pasien ini memenuhi dua faktor risiko terjadinya disgafia pada stroke.
Gejala dan tanda klinis Parkinson disease dapat berupa manifestasi motorik dan non
motorik. Manifestasi motorik berupa tremor, rigiditas, akinesia dan instabilitas postural. Pada
pasien ini dari anamnesis tremor saat istirahat disangkal, dari pemeriksaan fisik ditemukan
resting tremor positif. Selain itu, juga ditemukan adanya tes coghwheel positif. Tes cogwheel
merupakan tes yang khas pada penyakit Parkinson untuk menilai ada rigiditas atau tidak.
Akinesia pada pasien ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan.
Instabilitas postural ditemukan dari anamnesis berupa langkah pasien menjadi kecil-kecil
ketika berjalan 14 hari yang lalu. Gangguan non motorik pasien ini berupa gangguan otonom,
periventrikel lateral kiri dan kanan, parietal kanan, old infark di temporal kanan,perdarahan
sub arachnoid serta tampak atrofi serebri. Ditemukan adanya atrofi serebri dapat memperkuat
diagnosis untuk mengarahkan bahwa pasien ini memilik penyakit Parkinson. Selain itu,
ditemukan adanya old infark menandakan adanya riwayat stroke yang pernah terjadi
sebelumnya.
replacement therapy. Pada pasien ini diberikan levopar. Levopar merupakan gabungan
meningkatkan kadar dopamin endogen. Levadopa dapat dikonverasi dibagian tubuh lain yang
35
memicu efek samping mual dan rasa berdebar-debar, besnserazide bekerja untuk
meminimalisir efek samping levodopa. Pada pasien juga diberikan sifrol yang berisikan
mengontrol tensi pasien agar tidak memperberat kondisi stroke yang dialami pasien serta
tidak menambah luas perdarahan pada otak. Pemberian KSR bertujuan untuk memperbaiki
kadar kalium pada pasien, karena pada pasien ini ditemukan kalium yang menurun dari nilai
normal.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Benjamin CL, Lai MD, Joseph KC, Tsui MD, 2001. Epidemiology of Parkinson’s
2. Chen SY, Tsai ST, 2010. The epidemiology of parkinson’s disease. Tzu Chi Medical
3. National Parkinson Foundation. Parkinson’s Disease vs. Parkinson. Diakses pada tanggal
4. Golbe LI, Mark MH, Sage Ji, 2009. Parkinson’s Disease Handbook. The American
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, 2007. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Challenge, Progress, and Promise. National Institutes of Health Publication, hal 3-4
Hal : 90-91
37