Anda di halaman 1dari 37

Case Report Session

PARKINSON DISEASE

Oleh:

Dwitri Ramadhana Dirizky 1840312220

Preseptor :

dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Parkinson’s Disease merupakan salah satu penyakit degenerasi saraf yang yang

sering ditemukan, frekuensi kedua setelah penyakit Alzheimer. Pada United State sedikitnya

setengah juta orang didiagnosis sebagai Parkinson’s Disease.1 Prevalensi Parkinson Disease

dilaporkan berkisar 15 per 100.000 sampai 12.500 pre 100.000 orang dan insiden berkisar 15

per 100.000 sampai 328 per 100.000 di negara-negara di Asia.2

Parkinson’s Disease merupakan penyakit degenerasi saraf otak yang berkembang

secara progresif. Gejala dari Parkinson’s Disease adalah termasuk gejala kehilangan kontrol

motorik (resting tremor, kekakuan, gerakan lambat, dan postural instability) dan gejala non

motorik (depresi, kehilangan sensasi penciuman, masalah pencernaan, perubahan fungsi

kognitif, dan lain-lain).3

Hingga saat ini tidak ada pemeriksaan defenitif untuk mendeteksi penyakit Parkinson.

Untuk mendiagnosis, dokter menggunakan riwayat penyakit dan sejumlah pemeriksaan fisik.

Tidak ada pemeriksaan darah atau radiologi yang spesifik untuk menegakkan diagnosis pasti

penyakit Parkinson.4

Hingga saat ini, terapi Parkinson’s Disease hanya membantu mengobati gejala.

Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk mengobati gejala motorik. Namun, banyak juga

target pengobatan ditujukan pada komplikasi non motorik.5

1.2 Batasan Masalah

2
Penulisan case report ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi,

patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana Parkinson Disease.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan case report ini antara lain sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian neurologi

RSUP Dr. M. Djamil Padang

2. Menambah pengetahuan mengenai Parkinson Disease

1.4 Metode Penulisan

Penulisan case report ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk

pada berbagai literatur

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi

Parkinson Disease adalah penyakit pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan

degenerasi sel-sel saraf pusat di bagian dalam otak yaitu di ganglia basalis dan kehilangan

sel-sel saraf di bagian batang otak yaitu di substansi nigra. Sel-sel saraf ini menghasilkan

dopamine yaitu neurotransmitter yang berperan untuk memulai lintasan pesan untuk

mengkoordinasi gerakan normal. Tidak adanya atau berkurangnya dopamin (lebih dari 80%

dari normal) akan menyebabkan lintasan ganglia basalis atau yang disebut dengan striatum

tidak terstimulasi dan akan mengakibatkan gangguan pergerakan berupa tremor, perlambatan,

kekakuan, dan gangguan keseimbangan, serta gejala lain. Pada pemeriksaan mikroskop akan

ditemukan sel-sel saraf yang rusak dan mati di substansia nigra, ditemukan badan inklusi

yang disebut Lewy body, yang dianggap spesifik pada Parkinson Disease.4

Parkinsonism atau sindrom parkinson adalah sindrom yang ditandai dengan

penurunan kadar dopamin karena berbagai sebab yang mengakibatkan gejala berupa tremor

saat istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan ketidakstabilan postural. Parkinson Disease

merupakan bagian dari parkinsonism yang secara patologis ditemukan degenerasi ganglia

basalis terutama pada substansia nigra pars companta (SNc) dan adanya inklusi sitoplasmik

eosinofilik yang disebut Lewy bodies.4,6

Berdasarkan penyebabnya, penyakit parkinson dibagi menjadi 4 jenis yaitu:4

a. Idiopatik (primer) merupakan penyakit parkinson secara genetik.

b. Simptomatik (sekunder) merupakan penyakit parkinson akibat infeksi, obat, toksin,

vaskular, trauma, hipotiroid, tumor, hidrosefalus tekanan normal, hidrosefalus obstruktif.

4
c. Parkinson plus (multiple system degeneration) merupakan parkinsonism primer dengan

gejala-gejala tambahan. Termasuk demensia lewy bodies, progresif supranuklear palsi,

atrofi multi sistem, degenerasi striatonigral, degenerasi olivopontoserebelar, sindrom

Shy-Drager, degenerasi kortikobasal, kompleks parkinson demensia ALS (Guam),

neuroakantositosis.

d. Parkinsonism herediter, terdiri dari penyakit wilson, penyakit huntington, penyakit Lewy

bodies.

2.2 Epidemiologi

Penyakit parkinson diakui sebagai salah satu gangguan neurologis yang paling umum,

mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih tua dari 60 tahun. Insiden dan prevalensi

penyakit Parkinson meningkat dengan usia, dan usia rata-rata onset adalah sekitar 60 tahun.

Onset pada orang yang lebih muda dari 40 tahun relatif jarang.4

Kejadian penyakit parkinson telah diperkirakan 4,5-21 kasus per 100.000 penduduk

per tahun, dan perkiraan prevalensi berkisar 18-328 kasus per 100.000 penduduk, dengan

sebagian besar studi menghasilkan prevalensi sekitar 120 kasus per 100.000 penduduk.5 Di

Indonesia, diperkirakan sebanyak 876.665 orang dari total jumlah penduduk sebesar

238.452.952 menderita penyakit parkinson. Total kasus kematian akibat penyakit parkinson

di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan

prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.6

Suatu kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi penyakit parkinson terjadi pada

ras Kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa 0,98% hingga 1,94%, menengah terdapat pada

ras Asia 0,018% dan prevalensi terendah terdapat pada ras kulit hitam di Afrika 0,01%.9

Penyakit parkinson 1,5 kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.6

5
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Parkinson Disease disebabkan oleh rusaknya sel-sel SNc (Substansia Nigra pars

compacta). Sampai saat ini penyebab kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti.

Beberapa penyebab penyakit Parkinson, yaitu

Faktor Genetik

Terdapat 3 gen yang dianggap menjadi penyebab gangguan degradasi protein di

ubiquitin proteasomal pathway. Gangguan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis

di sel-sel SNc yang menyebabkan kematian sel saraf di SNc. Pada penderita Parkinson

Disease didapatkan kadar sub unit alfa dari proteasome 20S pada sel saraf di SNc menurun

secara bermakna dibandingkan orang normal. Pada penderita Parkinson Disease juga

didapatkan penurunan sekitar 40% dari 3 komponen (chymotriptic, trytic, dan postacidic)

dari proteasome 26S pada sel neuron SNc pasien Parkinson Disease.6

Faktor Lingkungan

Pada awal tahun 1980an, keracunan zat kimia menjadi popular sebagai penyebab

Parkinson Disease.4 Saat ini yang dianggap sebagai penyebab Parkinson Disease adalah

proses oksidatif yang terjadi di ganglia basalis. Proses oksidatif ini dapat disebabkan oleh

peranan xenobiotic (MPTP), pestisida, herbisida, zat kimia seperti cat dan logam, kafein,

alcohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala, depresi, dan stress.6

Faktor Usia (Proses Menua)

Pada penderita Parkinson Disease ditemukan reaksi microglial pada sel saraf yang

rusak dan hal ini tidak ditemukan pada proses menua yang normal. Hal ini disimpulkan

bahwa proses menua sebagai salah satu faktor risiko terjadinya degenerasi di SNc disertai

penyebab lain (biasanya multifactorial) untuk terjadinya Parkinson Disease.6

6
Faktor Ras

Angka kejadian Parkinson Disease pada orang kulit putih lebih tinggi dibandingkan

kulit berwarna.6

2.4 Patofisiologi

Ketika seseorang ingin bergerak, informasi dari sensasi, dari bagian di otak yang

mengatur rencana, dan dari bagian otak lain dihantarkan ke sebuah bagian yang disebut

striatum. Striatum kemudian berinteraksi dengan area lain di otak (substansi nigra, globus

palidus, dan thalamus) untuk mengirimkan sinyal yang mengontrol keseimbangan dan

pergerakan. Sinyak ini ditransfer ke cerebellum yang mengontrol koordinasi otot, kemudian

sinyal turun melalu traktus spinalis menuju saraf perifer di ekstremitas. kepala, dan leher,

yang mengontrol otot. Molekul yang membawa informasi melalu otak dan medulla spinalis

disebut neurotransmitter. Neurotransmitter adalah senyawa kimia khusus yang dihasilkan sel

saraf yang terakumulasi dalam kantong kecil pada ujung saraf. Ketika terstimulasi, kantong

ini menghasilkan neurotransmitter ke celah antar saraf. Neurotransmitter melalu sinaps dan

menempel pada protein yang disebut reseptor pada sel tetangga. Sinyal akan merubah bentuk

sel penerima. Jika sel penerima juga sel saraf, sinyal akan dibawa ke sel saraf berikutnya. Jika

sel penerima adalah serabut otot, akan menstimulasi kontraksi yang menimbulkan gerakan.7

Area primer dari otak yang terganggu dari Parkinson Disease adalah substansia nigra.

Substansia nigra mengandung sel-sel saraf spesifik yang mengirim sinyal dalam bentuk

neurotransmitter yang disebut dopamin. Sinyal ditranfer ke striatum melalui serabut saraf

yang disebut akson. Aktivitas dari rangkaian jalur ini mengontrol gerakan normal tubuh.

Ketika substansia nigra berdegenerasi, mengakibatkan kehilangan dopamin, menyebabkan sel

di striatum rusak. Hal ini menyebabkan kesulitan mengontrol gerakan, mengarah pada gejala

7
motorik primer. Kebanyakan pada pasien dengan penyakit Parkinson kehilangan 80% atau

lebih dari sel yang menghasilkan dopamin.7

2.7 Manifestasi Klinis

Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang didapat

dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot,

distonia fokal, gangguan keterampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala

psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita parkinson:8

a. Tremor

Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson dan bermula pada satu

tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain juga akan

turut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada stadium lanjut.

Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul pada keadaan

istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan. Tremor akan bertambah pada keadaan

emosi dan hilang pada waktu tidur.

b. Rigiditas

Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi pada

gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan lebih berat dan

memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai

reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu gejala dini akibat

rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan. Rigiditas disebabkan oleh

meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.

c. Bradikinesia

Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi sulit. Ekspresi

muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng). Gerakan-gerakan otomatis

8
yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat kurang. Bicara menjadi

lambat dan monoton dan volume suara berkurang (hipofonia).

d. Hilangnya refleks postural

Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium

penyakit parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit parkinson yang

sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan

kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari

mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi

tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.

e. Wajah Parkinson

Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta

mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka

seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.

f. Mikrografia

Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan rapat.

Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

g. Sikap Parkinson

Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit parkinson.

Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada,

bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak

melenggang bila berjalan.

h. Bicara

9
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir

mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume yang

kecil dan khas pada penyakit parkinson. Pada beberapa kasus suara berkurang sampai

berbentuk suara bisikan yang lamban.

i. Disfungsi otonom

Disfungsi otonom pada pasien penyakit parkinson memperlihatkan beberapa gejala

seperti disfungsi kardiovaskular (hipotensi ortostatik, aritmia jantung), gastrointestinal

(gangguan dismotilitas lambung, gangguan pencernaan, sembelit dan regurgitasi),

saluran kemih (frekuensi, urgensi atau inkontinensia), seksual (impotensi atau

hypersexual drive), termoregulator (berkeringat berlebihan atau intoleransi panas atau

dingin). Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18%. Patofisiologi disfungsi otonom

pada penyakit parkinson diakui akibat degenerasi dan disfungsi nukleus yang mengatur

fungsi otonom, seperti nukleus vagus dorsal, nukleus ambigus dan pusat medullary

lainnya seperti medulla ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan nukleus

rafe kaudal.

j. Gerakan bola mata

Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit, gerak

bola mata menjadi terganggu.

k. Tanda Myerson

Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien Parkinson

tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda

“Myerson”.

l. Demensia

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang

menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan

10
fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Kelainan ini berkembang sebagai

konsekuensi patologi penyakit parkinson disebut kompleks parkinsonism demensia.

Demensia pada penyakit parkinson mungkin baru akan terlihat pada stadium lanjut,

namun pasien penyakit parkinson telah memperlihatkan perlambatan fungsi kognitif dan

gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal. Gangguan fungsi kognitif pada penyakit

parkinson yang meliputi gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang

dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses penuaan normal.

Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%.

m. Depresi

Sekitar 40% penderita penyakit parkinson terdapat gejala depresi. Hal ini dapat

disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang menyedihkan

seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini

disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat

dijelaskan bahwa pada penderita parkinson terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan

juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra

dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra.

2.8 Diagnosis

A. Klinis

Kriteria diagnosis dari Parkinson Disease dapat dilihat dari segi klinis :

a. Umum

11
- Gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson)

- Tremor saat istirahat

- Tidak didapatkan gejala neurologis lain

- Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis

- Perkembangan penyakit lambat

- Respon terhadap levodopa cepat

- Reflex postural tidak dijumpai pada awal penyakit.6,8

b. Khusus

- Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat

- Rigiditas

- Akinesia/bradikinesia

 Kedipan mata berkurang

 Wajah seperti topeng

 Hipotonia

 Hipersalivasi

 Takikinesia

 Tulisan semakin kecil-kecil

- Hilangnya reflex postural

- Gambaran motorik lain :

 Dystonia

 Rasa kaku

 Sulit memulai gerakan

 Palilalia6,8

12
Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihat berdasarkan tahapan menurut Hoehn dan

Yahr :

1. Stadium I :

- gejala dan tanda pada satu sisi

- gejala ringan

- gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat

- tremor pada satu anggota gerak

- gejala awal dapat dikenali orang terdekat

2. Stadium II :

- gejala bilateral

- terjadi kecacatan minimal

- sikap/cara berjalan terganggu

3. Stadium III :

- gerakan tubuh nyata lambat diri

- gangguan keseimbangan saat berjalan/berdiri

- disfungsi umum sedang

4. Stadium IV :

- gejala lebih berat

- keterbatasan jarak berjalan

- rigiditas dan bradikinesia

- tidak mampu mandiri

- tremor berkurang

5. Stadium V :

- stadium kakeksia

13
- kecacatan kompleks

- tidak mampu berdiri dan berjalan

- memerlukan perawatan tetap6,7,8

B. Laboratorium

Tidak ada8

C. Radiologi

CT scan kepala untuk menentukan kausa8

D. Patologi Anatomi

Ditemukan degenerasi ganglia basalis di substansia pars kompakta dan adanya Lewys

Body.8

E. Gold Standard

Tidak ada8

2.9 Diagnosis Banding

1. Progresif Supranuclear palsy

2. Multiple System Atrophy

3. Corticobasal degeneration.

4. Hutington Disease

5. Primary Pallidal Atrophy

6. Diffuse Lewy Body Disease

7. Parkinson sekunder : Toxic, infeksi SSP, drug induced, vaskuler

2.10 Tatalaksana

Parkinson disease umumnya berefek pada gerakan (gejala motorik), tetapi juga

berefek pada mood, tingkah laku, pikiran, dan sensasi (gejala non mototik). Mengontrol

gejala adalah manajemen utama untuk Parkinson disease.9

14
1. Terapi farmakologik

a. Obat pengganti dopamin (Levodopa, Carbidopa)

Levodopa adalah terapi pertama yang efektif untuk mengobati penyakit saraf degeratif

kronik. Levodopa dalam bentuk pil akan diabsorbsi di darah dari saluran cerna dan

ditransfer melalui darah ke otak, tempat dimana akan dikonversi menjadi dopamin,

neurotransmiter aktif. Dopamin tidak dapat diberikan untuk mengobati parkinson

disease karena struktur kimianya tidak bisa lewat sawat otak. Pada awalnya, pengunaan

levodopa dosis besar untuk menghilangkan gejala menimbulkan efek samping mual dan

muntah. Kemudian dikembangkanlah carbidopa yang bisa mengurangi 80% dosis

levodopa dengan manfaat yang sama dan mengurangi efek samping.5

b. Agonis Dopamin

Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol

(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk

mengobati gejala Parkinson. Obat ini mempunyai efek serupa dengan dopamine, tidak

mengalami konversi di badan sehinga dapat digunakan secara tunggal sebagai

pengganti levodopa. Obat ini dapat dipakai sebagai kombinasi utama dengan levodopa-

carbidopa agar menurunkan dosis levodopa sehingga dapat menghindari terjadinya

dikinesia. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki,

mual dan muntah.5,6

c. Antikolinergik

Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson,

yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga

termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan

procyclidine (kamadrin). Obat ini menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut

asetilkolin, dan membantu mengkoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin

15
sehingga mengurangi gejala tremor. Efek samping obat ini adalah mulut kering dan

pandangan kabur. Antikolinergik sebaiknya tidak diberikan sebagai terapi lini pertama

dan sebaiknya tidak dberikan pada pasien dengan gejala komorbidit seperti gangguan

kognitif dan penyakit psikiatri karena dapat meningkatkan frekuensi efek pada

neuropsikiatri dan kognitif.6,9

d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Monoamine oxidase tipe B adalah enzim

didalam tubuh yang secara alami menghancurkan beberapa zak kimia dalam tubuh,

seperti dopamin. Obat ini dapat memblok efek dari monoamine oksidase tipe B (MAO

Inhibitor) sehingga lebih banyak dopamine yang tersedia. 5 Obat ini biasa dipakai

sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Efek sampingnya adalah

insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.6

e. Amantadin

Obat inidapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala

tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat

menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita

Parkinson lanjut. Amantadin bekerja di bagian lain otak sebagai pengganti dopamine.

Obat ini dapat dipakai secara tunggal atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau

agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.6

16
Gambar 2.3. Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson 6

2. Terapi pembedahan

Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang

mendasari (neurorestorasi).

a. Terapi ablasi lesi di otak

b. Deep Brain Stimulation (DBS)

c. Transplantasi6

3. Non Farmakologik

a. Edukasi

Pasien serta keluarga diberikan informasi mengenai penyakitnya dan aware terhadap

informasi yang tidak akurat dari internet atau media massa. Pentingnya meminum obat

17
teratur dan menghindari jatuh. Pertimbangan mengenai adanya pengasuh mulai

dipertimbangkan.9

b. Terapi rehabilitasi

Rehabilitasi pada pasien Parkinson disease bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

aktivitas fungsional kehidupan sehari-hari. Terapi rehabilitasi yang diberikan dapat berupa

latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.6

BAB 3

18
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. D

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 76 tahun

No. RM : 01.05.73.04

Alamat : Lolong Belanti Padang

Pekerjaan : Tidak bekerja

Suku bangsa : Minangkabau

Alloanamnesis (istri pasien):

Seorang pasien laki-laki berumur 76 tahun datang ke IGD RSUP DR.M Djamil

Padang pada tanggal 05 Agustus 2019 dengan :

Keluhan Utama :

Sulit menelan

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Sulit menelan sejak 7 hari yang lalu, semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit

 Seluruh badan bertambah kaku sejak 7 hari yang lalu, semakin memberat 4 hari

sebelum masuk rumah sakit

 Langkah kaki ketika berjalan menjadi pendek-pendek dan kecil-kecil ada 14 hari yang

lalu, kemudian pasien jika berjalan harus dibantu sejak 7 hari yang lalu

 Air liur menjadi sering keluar dari mulut ada 14 hari yang lalu

 Lemah anggota gerak sejak 1 bulan yang lalu, namun tidak bertambah berat

 Bicara pelo dan mulut mencong ke kanan ada sejak 1 bulan yang lalu

19
 Pasien gemetaran ketika istirahat disangkal

 Penurunan kesadaran tidak ada

 Muntah tidak ada

 Nyeri kepala tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat stroke 1 bulan yang lalu, dirawat di RS Bahayangkara selama 3 hari, kondisi

pulang berjalan dengan menyeret tungkai kiri

 Pasien telah dikenal dengan Parkinson disease sejak 3 tahun yang lalu oleh dokter

spesialis saraf, kontrol rutin setiap bulan ke spesialis saraf, namun sejak 7 hari yang

lalu pasien tidak bisa meminum obat

 Riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu, tekanan darah tertinggi 220 mmHg,

kontrol tidak teratur

 Riwayat penyakit jiwa dan pemakaian obat antipsikotik tidak ada

 Riwayat diabetes mellitus tidak ada

 Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama

Riwayat Pribadi dan Sosial :

 Pasien saat ini tidak bekerja dengan aktifitas fisik harian ringan.

 Riwayat merokok dan minum alkohol tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK

20
Umum

Keadaan umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

Kooperatif : Tidak kooperatif

Nadi/ irama : 82x/menit, teratur, kuat angkat.

Pernafasan : 19x/menit

Tekanan darah : 190/100 mmHg

Suhu : 36,8oC

Keadaan gizi : Normoweight

Turgor kulit : baik

Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)

Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Thorak

Paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavicula ruang intercosta V

sinistra

21
Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : perut tidak tampak membuncit

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Korpus vertebrae

Inspeksi : deformitas (-)

Palpasi : gibus (-)

Status Neurologikus

1. Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : (-)

 Brudzinsky I : (-)

 Brudzinsky II : (-)

 Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

 Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+, refleks kornea +/+

 Nyeri kepala : (-)

 Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius)

22
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Sulit dinilai Sulit dinilai
Objektif (dengan bahan) Sulit dinilai Sulit dinilai

N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai

Lapangan pandang Sulit dinilai Sulit dinilai

Melihat warna Sulit dinilai Sulit dinilai

Funduskopi Tidak dilakukan pemeriksaan

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri
Bola mata ortho Ortho
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Gerakan bola mata Gerakan bola mata

bebas ke segala arah bebas ke segala arah

Strabismus Tidak ada Tidak ada

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil

 Bentuk Bulat Bulat

 Refleks cahaya + +

 Refleks akomodasi Sulit dinilai Sulit dinilai

Sulit dinilai Sulit dinilai


 Refleks konvergensi

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah + +
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai

23
N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral + +
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik

 Membuka mulut + +

 Menggerakkan rahang + +

 Menggigit + +

+ +
 Mengunyah
Sensorik
 Divisi oftalmika

- Refleks kornea + +

- Sensibilitas + +
 Divisi maksila

- Refleks masetter - -

- Sensibilitas + +
 Divisi mandibula

- Sensibilitas + +

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Plika nasolabialis kiri lebih datar
Sekresi air mata + +
Fissura palpebra Normal Normal

24
Menggerakkan dahi + +

Menutup mata + +

Mencibir/ bersiul + +

Memperlihatkan gigi + +

Sensasi lidah 2/3 depan + +

Hiperakusis - -

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri
Suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai
Detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai

Rinne tes Sulit dinilai

Weber tes Sulit dinilai

Schwabach tes Sulit dinilai

- Memanjang

- Memendek
Nistagmus Tidak ada Tidak ada

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal
Pengaruh posisi kepala - -

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang + +
Refleks muntah (Gag Rx) + +

N. X (Vagus)

25
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris kiri dan kanan
Uvula Di tengah
Menelan - -
Artikulasi Tidak jelas Tidak jelas
Suara Ada Ada

Nadi 86x/menit, 86x/menit,

teratur teratur

N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +

Menoleh ke kiri + +

Mengangkat bahu kanan Sulit dinilai Sulit dinilai

Mengangkat bahu kiri Sulit dinilai Sulit dinilai

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Deviasi lidah ke kanan
Kedudukan lidah dijulurkan Sulit dinilai
Tremor Tidak ada Tidak ada

Fasikulasi Tidak ada Tidak ada

Atropi Tidak ada Tidak ada

4. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan Tidak dapat Disartria Tidak dapat

dilakukan dilakukan

Romberg tes Tidak dapat Disgrafia Tidak dapat

dilakukan dilakukan

Ataksia Tidak dapat Supinasi-pronasi Tidak dapat

dilakukan dilakukan

26
Reboundphenome Tidak dapat Tes jari hidung Tidak dapat

n dilakukan dilakukan

Test tumit lutut Tidak dapat Tes hidung jari Tidak dapat

dilakukan dilakukan

5. Pemeriksaan fungsi motorik

a. Badan Respirasi +

Duduk +
b. Berdiri Gerakan spontan -
a. Ekstremitas Superior Inferior
dan Tremor Kanan positif
Kiri pada tangan kanan
Kanan Kiri
Gerakan Aktif Kurang aktif Aktif Kurang aktif
berjalan Atetosis -
Kekuatan 555 333 555 333
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Mioklonik -
Tonus hipertonus hipertonus hipertonus hipertonus
Khorea -
Resting tremor + - - -
Postural Instability -
Tes Cogwheel +

Pemeriksaan sensibilitas

Sensibiltas taktil Sulit dinilai


Sensibilitas nyeri Positif dengan rangsangan

nyeri ringan

Sensiblitas termis Sulit dinilai

Sensibilitas kortikal Sulit dinilai

Stereognosis Sulit dinilai

Pengenalan 2 titik Sulit dinilai

Pengenalan rabaan Sulit dinilai

27
6. Sistem refleks

a. Fisiologi Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea + + Biseps ++ ++

Dinding Perut Triseps ++ ++

 Atas ++ ++ KPR ++ ++

 Tengah ++ ++ APR ++ ++

 Bawah ++ ++

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Tungkai
Hoffmann- (-) (-) Babinski (-) (-)

Tromner
Chaddock (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

7. Fungsi otonom

- Miksi : pasien terpasang kateter

- Defekasi :+

- Sekresi keringat: +

8. Fungsi luhur

Kesadaran Compos Mentis Tanda demensia Tidak

Tidak ada

kooperatif
Reaksi bicara Ada Reflek glabela -

28
Fungsi intelek Sulit dinilai Reflek snout -
Reaksi emosi Sulit dinilai Reflek menghisap -
Reflek memegang -
Reflek palmomental -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboraturium

Hb : 12.8 g/dl Natrium : 143 Mmol/L

Leukosit : 7.250/mm3 Kalium : 3.3 Mmol/L

Trombosit : 237.000/ mm3 Klorida : 105 Mmol/L

Hematokrit : 38%

Ureum : 26 mg/dl

Kreatinin : 0.8 mg/dl

Kesan : Kalium menurun

EKG

29
Sinus rhytm, HR: 82x/menit, ST change (-), T inverted (-) S di V1 R di V5<35 mm

Kesan : dalam batas normal

Rontgen thoraks

30
Infiltrat tidak ada, corakan bronkovaskular tidak meningkat, CRT <55%

Kesan: dalam batas normal

Brain ct scan tanpa kontras

31
Tampak lesi hipodens di periventrikel lateral bilateral, parietal (D), tampak juga lesi hipodens

dengan densitas menyerupai LCS di temporal dekstra, tampak juga lesi hiperdens yang

mengisi fisura longitudinal dan ruang intersuci. Differensiasi white and gray matter baik.

Sulci melebar dan gyrus prominen, system ventrikel tidak melebar. Midline shift tidak ada

Kesan : - multiple infark serebri di periventrikel lateral kiri dan kanan, parietal (D)

-Old infark di temporal kanan

- perdarahan sub arachnoid

Diagnosis :

 Diagnosis Klinis : Disfagia+ Hemiparese sinistra+ parese nervus VII sinistra tipe

sentral+parese nervus XII sinistra tipe sentral

 Diagnosis Topik : Periventrikel lateral bilateral, parietal dekstra

 Diagnosis Etiologi : Trombosis serebri

 Diagnosis Sekunder : Hipertensi stage II+ Parkinson disease

Terapi :

- Umum : -elevasi kepala 30o

-IVFD Asering 12 jam/kolf

-Pasang NGT

- Khusus : -Levopar 3x100mg

-Sifrol 1 x 0,375 mg

-Amlodipin 1x10mg

-Aspilet 1x8 mg

32
-KSR 2x600 mg

Prognosis :

Quo ad vitam : dubia

Quo ada functionam : dubia ad malam

Quo ad sanactionam : dubia ad malam

Follow Up 07 Agustus 2019

S/ Pasien tidak sadar

Kaku seluruh tubuh

Lemah anggota gerak kiri

Demam tidak ada

Muntah tidak ada

O/ KU Kesadaran TD Nd Nf T
Berat sopor 180/80 mmHg 90x/I 18x/I 37

GCS : E2M4V2: 8

Peningkatan tekanan intracranial (-),

Tanda Rangsangan Meningeal (-)

Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, Refles cahaya +/+, refleks kornea +/+

Plika nasolabialis kiri lebih datar

Tes cogwheel (+)

A/ Recurrent stroke

Hipertensi stage II

Parkinson Disease

33
P/-Levopar 3x100mg

-Sifrol 1 x 0,375 mg

-Amlodipin 1x10mg

-Aspilet 1x8 mg

-KSR 2x600 mg

BAB 4

DISKUSI KASUS

Telah datang seorang pasien, laki-laki, umur 76 tahun ke ke IGDf RSUP DR.M

Djamil Padang pada tanggal 05 Agustus 2019 dengan diagnosis klinis disfagia+ hemiparese

sinistra+ parese nervus VII dan nervus XII sinistra tipe sentral, diagnosis topik periventrikel

lateral bilateral, parietal dekstra dengan etiologi trombosis serebri, serta diagnosis sekunder

hipertensi stage II dan parkinson disease. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis dari keluarga pasien diketahui bahwa pasien datang dengan keluhan utama

sulit menelan. Faktor risiko terjadinya disfagia pada pada kelainan sistem saraf pusat terbagi

atas dua yaitu lokasi stroke dan kondisi komorbid. Lokasi stroke pada hemisfer serebri dapat

mempengaruhi fungsi motorik dan sensorik dari proses menelan. Lesi pada hemisfer kanan

menimbulkan kelemahan pada sisi sebelah kiri dan berkurangnya mengenali kemampuan

untuk mengenali dan menyadari beratnya gangguan menelan, sementara jika terjadi pada

34
hemisfer kiri bisa mengalami gangguan dalam berbahasa. Kondisi komorbid yang berisiko

terjadinya disfagia yaitu kondisi fisik atau mental yang sudah ada sebelum orang mengalami

stroke. Beberapa kondisi komorbid yang meningkatkan risiko disfagia yaitu Penyakit

Parkinson, Multipel sclerosis, Huntington Chorea, Amiotropik laterosklerosis dan Demensia.

Pada pasien ini memenuhi dua faktor risiko terjadinya disgafia pada stroke.

Gejala dan tanda klinis Parkinson disease dapat berupa manifestasi motorik dan non

motorik. Manifestasi motorik berupa tremor, rigiditas, akinesia dan instabilitas postural. Pada

pasien ini dari anamnesis tremor saat istirahat disangkal, dari pemeriksaan fisik ditemukan

resting tremor positif. Selain itu, juga ditemukan adanya tes coghwheel positif. Tes cogwheel

merupakan tes yang khas pada penyakit Parkinson untuk menilai ada rigiditas atau tidak.

Akinesia pada pasien ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan.

Instabilitas postural ditemukan dari anamnesis berupa langkah pasien menjadi kecil-kecil

ketika berjalan 14 hari yang lalu. Gangguan non motorik pasien ini berupa gangguan otonom,

yaitu saliva menetes.

Pemeriksaan penunjang pada pasien berupa CT scan multiple infark serebri di

periventrikel lateral kiri dan kanan, parietal kanan, old infark di temporal kanan,perdarahan

sub arachnoid serta tampak atrofi serebri. Ditemukan adanya atrofi serebri dapat memperkuat

diagnosis untuk mengarahkan bahwa pasien ini memilik penyakit Parkinson. Selain itu,

ditemukan adanya old infark menandakan adanya riwayat stroke yang pernah terjadi

sebelumnya.

Penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit Parkinson meliputi 3 strategi utama

yaitu perlindungan terhadap neuron, meningkatkan rekayasa farmakologis dan cell

replacement therapy. Pada pasien ini diberikan levopar. Levopar merupakan gabungan

levadopa dengan benserazide. Levadopa merupakan obat yang bertujuan untuk

meningkatkan kadar dopamin endogen. Levadopa dapat dikonverasi dibagian tubuh lain yang

35
memicu efek samping mual dan rasa berdebar-debar, besnserazide bekerja untuk

meminimalisir efek samping levodopa. Pada pasien juga diberikan sifrol yang berisikan

pramipexole. Pramipexol merupakan obat agonis dopamine yang memiliki efek

neuroprotektif. Berbagai penelitian menunjukkan obat ini dapat mengurangi dan

memperlambat degenerasi neuron. Amlodipin merupakan obat hipertensi bertujuan untuk

mengontrol tensi pasien agar tidak memperberat kondisi stroke yang dialami pasien serta

tidak menambah luas perdarahan pada otak. Pemberian KSR bertujuan untuk memperbaiki

kadar kalium pada pasien, karena pada pasien ini ditemukan kalium yang menurun dari nilai

normal.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Benjamin CL, Lai MD, Joseph KC, Tsui MD, 2001. Epidemiology of Parkinson’s

disease/ BCMJ 43(3): 133-137

2. Chen SY, Tsai ST, 2010. The epidemiology of parkinson’s disease. Tzu Chi Medical

Journal 22(2): 74-80

3. National Parkinson Foundation. Parkinson’s Disease vs. Parkinson. Diakses pada tanggal

3 Agustus 2019, www.parkinson.org, hal 1-3

4. Golbe LI, Mark MH, Sage Ji, 2009. Parkinson’s Disease Handbook. The American

Parkinson Disease Association., hal 1-2, 14-16

5. Houghton D, Hurtig H, Metz S, Brandabur M. Parkinson’s Disease Medication. Diakses

pada tanggal 3 Agustus 2019, www.parkinson.org, hal 11-21.

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, 2007. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III. FKUI, hal 1373-1377.

7. National Institute of Neurological Disorder and Stroke. 2004. Parkinson Disease :

Challenge, Progress, and Promise. National Institutes of Health Publication, hal 3-4

8. Joesoef, Aboe Amar, dkk. Konsensus tatalaksana penyakit parkinson. PERDOSSI.2003.

Hal : 90-91

9. Diagnosis and pharmacological management of Parkinson’s disease, A national clinical

guideline. Scottish Intercollegiate Guidelines Network, hal 17-21.

37

Anda mungkin juga menyukai