Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem
saraf (neurodegenerative) yang bersifat progressive, ditandai dengan ketidak
teraturan pergerakan (movement disorder), tremor pada saa t istirahat, kesulitan pada saatmemulai
pergerakan, dan kekakuan otot. (Arif Muttaqin, 2009)
Penyakit Parkinson pertama kali diuraikan dalam sebuah monograf oleh James Parkinson
seorang dokter di London, Inggris, pada tahun 1817. Didalam tulisannya, James Parkinson
mengatakan bahwa penyakit (yang akhirnya dinamakan sesuai dengan namanya) tersebut
memiliki karakteristik yang khasyakni tremor, kekakuan dan gangguan dalam cara berjalan (gait
difficulty).

Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-ratausia mulai terkena
penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal padausia 40 tahun atau bahkan
sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson's diperkirakan antara
500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000 terdiagnosa baru setiap tahun. Angka
tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan populasi umur penduduk Amerika.
Sementara sebuah sumber menyatakan bahwa Penyakit Parkinson menyerang sekitar 1
diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun dan sekitar 1dari 100 orang yang berusia diatas 65
tahun.
Beberapa orang ternama yang mengidap penyakit Parkinson diantaranya adalah Bajin
(sasterawan terkenal China), Chen Jingrun (ahli matematik terkenalChina), Muhammad Ali
(mantan peninju terkenal A.S.), Michael J Fox (seorang bintang film Hollywood terkenal) yang
kini aktif dengan The Michael J Fox Foundation For Parkinson¶s Research.

1.2   Rumusan Masalah


  Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Parkinson.

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi dari Parkinson.
2.      Untuk mengetahui etiologi dari Parkinson.
3.      Untik mengetahui patofisiologi dari perkinson.
4.      Untuk mengetahui klasifikasi dari Parkinson.
5.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Parkinson.
6.      Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Parkinson.
7.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Parkinson.
1.4   Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis

Mahasiswa dapat lebih memahami dan mengerti definisi Parkinson disease, dan lebih

mengetahui patofisiologi dari penyakit Parkinson ini.

1.4.2 Manfaat Praktisi

Dapat menjadi sumber informasi tentang Parkinson disease, dan dapat menjadi bahan referensi

serta tolok ukur dalam pengklasifikasian Parkinson disease.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

1  Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau
tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal
dopamine deficiency). Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang
berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari
neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada
parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus
basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf
otonom.
2  Etiologi
Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu
kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya,
penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa
menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut:
1.    Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk
pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan
neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit parkinson.
2.    Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor resiko yang
mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya perbedaaan genetik,
kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.
3.    Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin berhubungan dengan hasil
pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup.
Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara
tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang
berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit -sinuklein pada
lengan panjangparkinson. Yaitu mutasi pada gen  kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan
Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan
delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita
penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih
dari 70 tahun.jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif
muda.
5. Faktor Lingkungan
a.       Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan mitokondria
b.      Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c.       Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit parkinson
melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan
substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d.      Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme
kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e.       Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih belum
jelas benar
f.       Stress dan de.presi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan stress
dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan
turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
3  Manifestasi Klinis
Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya milik penderita parkinson,
umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.
Gejala Motorik
a. Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu
hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah
tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan
sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga
sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-
kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi
tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau
menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu
istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak
mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu
terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika
tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa
berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit,
tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut
digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa
ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-
patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher.
Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang
kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk
mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-
pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh
karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel
phenomenon).
c. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-
hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa
menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan
mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit
untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara
gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka
serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata
berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang
berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa
juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi.
13Bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu, kulit
muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya gerak menelan
ludah.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marchea petit pas),
stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung
bila berjalan.
g.    Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresimuka serta mimik.
Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang,disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah
sering keluar dari mulut..
h.    Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit Parkinson. Pada stadium
yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisikepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan,
punggung melengkungkedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan
icara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga
bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara
bisikan ) yang lambat.
j. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif.
k.    Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap
kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia)
biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
l.       Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya
(tanda Myerson positif)
Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama           inkontinensia dan
hipotensi ortostatik.
-  Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
-  Pengeluaran urin yang banya
- Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat  seksual, perilaku,
orgasme.
Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang,    pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu
kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),

2.4 Patofisiologi
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit
Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1.    Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal, karena
proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme
pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin
mekanisme ini gagal.
2.    Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi pada
Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana
neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh
serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk
gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi
seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal
adalah gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum, nukleus
subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut :
1. Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek superfisial yang
abnormal
2. Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3.Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4. Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang      menurun
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui pasti.
Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan
noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuron yang meliputi berbagai inti
subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis,
hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus central pontine
dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan
kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada
nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % -
87 %. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini
mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen
(berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin berkurang 43% di
lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40%
di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta
50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-
enkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik yang
berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini menengahi
proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam
proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem
neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan mekanisme reward dan
menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor menekankan
pentingnya peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap
pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan dorongan untuk berbuat,
sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan
dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk
mengontrol diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat
bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri.
 Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas akan
menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem serotonergik berperan dalam regulasi
suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan
menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, dan
menurunnya kemampuan konsentrasi. Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas
merupakan gambaran dari sindrom klasik depresi.
Diagram Patofisiologi Depresi pada Penyakit Parkinson
Kehilangan neuron batang otak akibat penyakit Parkinson Deplesi biokimiawi korteks dan
ganglia basalis Penurunan reward mediation, ketergantungan terhadap lingkungan, dan respons
terhadap stres yang tidak adekuat Apatis, rasa tidak berharga, rasa tidak berguna tidak ada
harapan, putus asa.

2.5    Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom parkingson mudah ditegakkan tetapi harus  disahakan
menentukan jenis untuk mendapat gambaran tentang etiologi,prognosis dan penatalaksaannya.
1.    parkinsonismus primer/idiopatik paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.
Kira-kira 7 dari 8 kasus Parkinson termasuk jenis ini.
2.    parkinsonismus sekunder/ simtomatik.
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :TB, sipilis meningovaskuler,
iatrogenic atau drug induced, misalnya golongan fenoiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya : perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infrak lakuner,
tumor serebri hipoparatoroid dan kalsifikasi.
m paraparkinson ( parkins plus )
Pada kelompok ini gejalanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan.
Jenis ini didapat pada penyakit Wilson, hidrosefalus normotensif dan syndrome  Shy-drager.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


-EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)

-CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)

2.7 Penatalaksanaan
Ada beberapa terapi yang digunakan untuk pengobatan penyakit Parkinson, diantaranya :

2.7.1 Terapi Obat

Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:

a.Antikolinergik

Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk mengendalikan gejala


dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.

b.Carbidopa/levodopa

Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa
dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik
oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya
1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat,
mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi
pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.

Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit
parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama
carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.

  Efek samping levodopa dapat berupa:

1) Neusea, muntah, distress abdominal

2) Hipotensi postural.

3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek
ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Ini bias
diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol

4) Diskinesia.

Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka.
Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa
penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan
gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.

5)Abnormalitas laboratorium.

 Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat merupakan
komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa. Efek samping levodopa pada pemakaian
bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak
maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin
berkurang.

c.COMT inhibitors

Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor pada pasien
yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT,
memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihan seperti liver toksik,
maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi
liver.

d.Agonis dopamine

Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol (Mirapex),


ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala
Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan
peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah
mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi.
Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat
mengurangi fluktuasi gejala motorik.

e.MAO-B inhibitors

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit
Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya.
Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi
gejala dengan dengan menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat
perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-
amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-
dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan secara
jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.

f.Amantadine (Symmetrel)

Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.

g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa

Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa
dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan
karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-
otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah,
untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama
dengan efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.

2.7.2.Deep Brain Stimulation (DBS)

Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan elektroda yang
memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebut
deep brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui
panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang
disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target di dalam otak
yang terlibat dalam pengendalian gerakan.

Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini digerakkan
oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan
pada semua gejala dan efek samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN)
dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. DBS direkomendasikan bagi pasien
dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon
terhadap levodopa.

2.7.3 Terapi Fisik


Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien akan
termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan petunjuk atau latihan
contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program
jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan penyakit,
misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya. Latihan fisik yang teratur,
termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan
mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan,
seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam
mulut.

2.7.4 Terapi Suara

Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh penyakit
Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT fokus untuk
meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat elektronik yang menyediakan
umpan balik indera pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan
kejernihan suara.

2.7.5 Terapi gen

Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang
melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut
subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah
enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif
di STN. Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-derived
neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant kathether melalui operasi.
Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang pembentukan L-dopa.

2.7.6 Pencangkokan syaraf

Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem yang berubah
menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan
adalah randomized double-blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik yang gagal
menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur.
2.7.7 Operasi

Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya levodopa. Operasi
dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak
mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.

2.7.8 Terapi neuroprotektif

Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic
drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan
dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase
inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier
coenzyme Q10.

2.7.9 Nutrisi

Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian digunakan secara
luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu
perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat
besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada
penelitian terhadap 110 pasien. THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan
perkusor koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah
dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat
mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan
dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan anion superoxide
yang dapat merusak sel.  Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja
yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki struktur
dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.

2.7.10 Qigong

Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada penyakit Parkinson. Dalam percobaan di
Bonn, studi terhadap 56 pasien didapatkan peningkatan gejala motorik dan non-motorik di antara
pasien yang melakukan latihan qigong terstruktur 1 kalin seminggu selama 8 minggu. Penulis
berspekulasi bahwa gambaran aliran energy yang membantu peningkatan dalam movement
pasien. Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong tak efektif pada penyakit Parkinson.
Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan randomized cross-over trial untuk membandingkan
latihan aerobic dengan qigong pada penyakit Parkinson tahap lanjut.dua kelompok pasien PD
dinilai, kemudian melakukan 20 sesi baik latihan aeronik maupun qigong, dinilai lagi, kemudian
setelah selang 2 bulan, ditukar dengan 20 sesi lainnya, kemudian dinilai lagi. Penulis
mendapatkan peningkatan kemampuan motorikdan fungsi kardiorespirator setelah mengikuti
latihan aerobic, tetapi tak mendapatkan manfaat setelah mengikuti qigong. Penulis juga
menyimpulkan latihan aerobik tak memiliki manfaat terhadap kualitas hidup pasien.
2.7.11 Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan non-FDA di
masa mendatang.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
Seorang laki – laki bernama Tn.X  berusia 53 tahun datang dengan keluhan kepala
terasa  kepala terasa pusing, ekstremitas atas dan bawah terasa kaku - kaku, sulit berjalan, mual
(-), muntah (-), sulit bicara (+), BAK (-), BAB (-). Sejak  2 tahun yang lalu mengalami tangan
gemetar, sulit berdiri tegak, sulit menulis, sukar bicara. Riwayat hipertensi (+), diabetes
melitus  (-).Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis, tekanan
darah 170/100 mmHg, nadi 60 x/menit  regular, respirasi 22x/menit tipe thoracoabdominal  dan
suhu 36.5 C. Pemeriksaan kepala, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, hidung, mulut,
mandibula tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan leher: meningeal sign (-) dan bruzinski I (-).
Pemeriksaan thorak tidak didapatkan kelainan.  Tangan kanan gemetar. Refleks fisiologis
normal, Refleks patologis (-).
3.2 Pengkajian
a. anamnese
1.  identitas pasien
Nama: Tn. X
Usia : 53 tahun
Alamat : Jl.cokroaminoto No.21
Pekerjaan : Petani
Agama :islam
Suku bangsa : Jawa
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh kepalanya pusing, kekakuan pada estremitas atas dan bawah, sulit
berjalan, mual, muntah, sulit bicara, tremor pada tangan kanannya. Sejak  2 tahun yang lalu
mengalami tangan gemetar, sulit berdiri tegak, sulit menulis, sukar bicara.
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluhkan adanya tremor pada tangan kananya. Adanya keluhan sulit menulis,
dan sulit berdiri tegak Selain itu klien juga mengalami kesulitan bicara..
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien mempunyai riwayat hipertensi..
5. Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien ada yang memiliki riwayat hipertensi yaitu ayah dari klien.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat,dan respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
b. pemeriksaan fisik
1. TTV
TD : 170/100 mmHg
N : 60 x/ menit
RR : 22x/menit
S : 36’5 º C
KU : Baik
Kesadaran : CM
2. pemeriksaan kepala : normal
Pemeriksaan leher : meningeal sign (-), bruzinski I (-)
Toraks : tidak ada kelainan
3. B1 (Breathing)
 Inspeksi,penurunan kemampuan untuk batuk efektif,peningkatan produksi sputum,sesak
napas,dan penggunaan otot bantu napas
 Palpasi,ditemukan taktil premitus seimbang kanan dan kiri
 Perkusi,ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
 Auskultasi,ditemukan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi,stridor,ronkhi

4. B2 (Blood)
Hipotensi postural
5. B3 (Brain)
Perubahan pada gaya berjalan,tremor secara umum pada seluruh otot,dan kaku pada
seluruh gerakan
6. B4 (Bladder)
Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan
persepsi klien secara umum.Ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan,dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural
7. B5 (Bowel)
Penurunan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam menelan,konstipasi karena penurunan aktivitas

8. B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,kelelahan otot,tremor dan kaku
pada seluruh gerakan memberikan risiko pada trauma fisik bila melakukan aktivitas
9. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : penurunan status kognitif,penurunan persepsi,dan penurunan memori baik
jangka pendek dan memori jangka panjang
10. Sistem motorik
·  Inspeksi gaya berjalan,tremor dan kaku pada seluruh gerakan
·  Tonus otot,ditemukan meningkat
·  Keseimbangan dan koordinasi,ditemukan mengalami gangguan karena adanya kelemahan
otot,kelelahan,perubahan pada gaya berjalan,tremor dan kaku pada seluruh gerakan

11. Sistem Sensorik


Mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif

12. Pemeriksaan saraf kranial


         Saraf  I
Fungsi penciuman tidak ada kelainan
         Saraf  II
Penurunan ketajaman penglihatan
         Saraf  III,IV,dan VI
Sewaktu melakukan konvergensi penglihatan menjadi kabur karena tidak mampu
mempertahankan kontraksi otot-otot bola mata
         Saraf  V
Adanya keterbatasan otot wajah menyebabkan ekspresi wajah klien mengalami
penurunan,saat bicara wajah .
         Saraf  VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal
         Saraf  VIII
Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi yang berhubungan dengan proses senilis dan
penurunan aliran darah regional
         Saraf  IX dan X
Ditemukan kesulitan dalam menelan makanan
         Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
         Saraf XII
Lidah simetris,tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi

3.3 Analisa data


Analisa data Etiologi Masalah Keperawatan
Ds : pasien mengatakan Redigitasi desebrasi Hambatan mobilitas fisik
mengalami kesulitan ↓
berjalan,dan berdiri tegak. Perub.gaya berjalan,
Ds : kekakuan dalam aktifitas
         Tremor pada tangan
kanan
         Extremitas atas dan
bawah kaku
Ds : pasien mengatakan Control otot hilang Deficit perawatan diri
bahwa kesulitan dalam ↓
merawat dirinya sendiri Kekuatan ↓
Do : ↓
Pasien terlihat kelemahan
menggunakan alat bantu
Ds : klien mengatakan Gangguan N.IX dan X Nutrisi kurang dari
kesulitan menelan, ↓ kebutuhab tubuh
Do : Kesulitan menelan
         Konjungtiva pucat
         Membrane mukosa pucat
         kurus
Ds : klien mengatakan Aliran darah ke serebral Gangguan komunikasi
sulit berbicara regional ↓ verbal
Do : ↓
         kata-kata yang diucapkan Manifestasi psikiatrik
pasien tidak jelas ↓
         pelo Perubahan kepribadian
         wajah kaku ↓
Kognitif ↓
Persepsi ↓
Ds : klien mengatakan Gangguan N.III Perubahan persepsi sensori
pandangannya kabur ↓ perceptual
Do : Ggn. Kontraksi otot bola
         pandangan klien tidak mata
fokus ↓
Ggn. Konfergensi

Pandangan kabur
Ds : klien mengatakan Tremor ritmik Gangguan citra diri
tangan kanannya gemetar ↓
bila digerakkan Perubahan mimic wajah
Do : dan sikap tubuh
         tangan kanan klien tremor

3.4 Diagnosa keperawatan


1.      Hambatan mobilitas fisik b.d perubahan gaya berjalan dan kekakuan dalam aktifitas.
2.      Deficit perawatan diri b.d kelemahan.
3.      Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan kognitif dan persepsi.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan
5.      Perubahan persepsi sensorik perceptual b.d pendangan kabur.
6.      Gangguan citra diri b.d perubahan mimic wajah dan sikap tubuh.
3.5 Planning
No Diagnose Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
hasil
1 Hambatan         setelah diberikan 1. Periksa 1. Mengidentifikasi
mobilitas askep selama 2x24 jam kemampuan dan kemungkinan kerusakan
fisik b.d diharapkan pasien keadaan secara secara fungsional dan
perubahan dapat fungsional pada mempengaruhi pilihan
gaya mendemonstrasikan kerusakan yang intervensi yang akan
berjalan prilaku yang terjadi. dilakukan.
dan memungkinkan
2.      Kaji derajat 2.      pasien mampu mandiri (nilai 0),
kekakuan aktivitas.
immobilisasi dengan memerlukan bantuan/ peralatan
dalam          Kriteria hasil :
menggunakan skala yang minimal (nilai 1),
aktifitas Tremor, bradikinesia,
ketergantungan (0-4) memerlukan bantuan sedang/
dan rigiditas pasien
3.      Letakkan pasien pada dengan pengawasan/ diajarkan
berkurang atau hilang
posisi tertentu untuk (nilai 2), memerlukan bantuan/
menghindari kerusakan peralatan yang terus-menerus dan
karena tekanan. Ubah alat khusus (nilai 3), tergantung
posisi pasien secara secara total pada pemberi asuhan
teratur dan buat sedikit (nilai 4)
perubahan posisi antara3.      perubahan posisi yang teratur
waktu perubahan posisi menyebabkan penyebaran
tersebut terhadap berat badan dan
4.      Berikan/ bantu untuk meningkatkan sirkulasi pada
melakukan latihan seluruh bagian tubuh.
rentang gerak. mempertahankan mobilitas dan
5.       Instruksikan/ bantu fungsi sendi/ posisi normal
pasien dengan program ekstremitas dan menurunkan
latihan dan penggunaan terjadinya vena yang statis.
alat mobilisasi. 4.      proses penyembuhan yang
Tingkatkan aktivitas dan lambat seringkali menyertai
partisipasi dalam trauma kepala dan pemulihan
merawat siri sendiri secara fisik merupakan bagian
sesuai kemampuan yang amat penting dari suatu
program pemulihan tersebut.

2 Deficit Tujuan : 1.       Kaji kemampuan dan


1.      membantu dalam mengantisipasi
perawatan Setelah dilakukan tingkat penurunan dan dan merencanakan pertemuan
diri b.d askep dalam waktu 2 x skala 0 – 4 untuk kebutuhan individual
kelemahan 24 jam keperawatan melakukan ADL 2.      klien dalam keadaan cemas dan
diri klien terpenuhi 2.       hindari apa yang tidak tergantung hal ini dilakukan
Kriteria : klien dapat dapat dilakukan klien untuk untuk mencegah frustasi
menunjukkan dan bantu bila perlu dan harga diri klien.
perubahan hidup untuk
3.       kolaborasi pemberian
3.      pertolongan utama terhadap
kebutuhan merawat pencahar dan konsul ke fungsi usus atau defekasi,untuk
diri, klien mampu dokter terapi okepasi mengembangkan terapi dan
melakukan aktivitas 4. ajarkan dan dukung melegkapi kebutuhan khusus.
perawatan diri sesuai klien selama klien
4.      dukungan pada klien selama
dengan tingkat aktifitas aktifitas kehidupan sehari-hari
kemampuan ,dan 5. modifikasi dapat meningkatkan perawatan
mengidentifikasi lingkungan diri.
personal/masyarakat 5.      modifikasi lingkungan
yang dapat membantu. diperlukan untuk mengompensasi
ketidakmampuan fungsi.
3. Gangguan Tujuan : setelah
1.       Ajarkan klien latihan
1.      Dengan melakukan latihan wajah
komunikasi dilakukan askep selama wajah dan menggunakan dengan metode nafas maka akan
verbal b.d 2 x 24 jam klien dapat metoda bernafas. mempebaiki kata-kata,volume
penurunan memaksimalkan 2.       Anjurkan untuk dan intonasi bicara klien.
kognitif kemampuan melakukan nafas dalam
2.      Dengan melakukan terapi ini
dan berkomunikasi. sebelum berbicara untuk maka gangguan komunikasi klien
persepsi Criteria : klien dapat meningkatkan volume dapat deperbaiki.
menunjukkan adanya suara dan jumlah kata
3.      Latihan bicara akan
perubahan komunikasi, dalam kalimat setiap mempercepat proses
dan dapat berbicara bernafas. penyembuhan klien.
dengan jelas. 3.       Latih berbicara dalam
kalimat pendek,
membaca keras di depan
kaca atau ke dalam
perekam suara (tape
recorder) untuk
memonitor kemajuan
4 Perubahan Tujuan : 1. Kaji kemampuan 1. faktor ini menentukan
nutrisi setelah diberikan askep pasien untuk pemilihan terhadap jenis
kurang dari selama 2x 24 jam mengunyah dan makanan sehingga pasien
kebutuhan diharapkan pasien tetap menelan. harus terlindung dari
tubuh b.d mendapatkan nutrisi 2. Auskultasi bising aspirasi
kesulitan secara adekuat usus, catat 2. fungsi saluran pencernaan
menelan Kriteria hasil : adanya biasanya tetap baik pada
- intake nutrisi  adekuat penurunan/ kasus cedera kepala, jadi
hilangnya atau bising usus membantu
suara yang dalam menentukan
hiperaktif respons untuk makan atau
3. Jaga berkembangnya
kenyamanan komplikasi, seperti
dalam paralitik ileus
memberikan 3. menurunkan risiko
makan pada regurgitasi dan/atau
pasien, seperti terjadinya aspirasi
tinggikan kepala 4. dengan memberikan
tempat tidur makanan yang lunak
selama pasien pasien bisa lebih mudah
makan. untuk menelan dan
4. Berikan makanan yang sesuai
makanan yang dengan selera pasien bisa
lunak dan yang meningkatkan nafsu
sesuai dengan makan pasien.
selera pasien 5. merupakan sumber yang
5. Konsultasi efektif untuk
dengan ahli giz mengidentifikasi
kebutuhan kalori/ nutrisi
tergantung pada usia,
berat badan, ukuran
tubuh, dan keadaan
penyakit sekarang

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Parkinsonisme adalah istilah dari suatu sindrom ditandai dengan tremor ritmik,
bradikinesia, kekuatan otot, dan hilangnya refleks-refleks postural. (Arif Muttaqin, 2009).
Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau
penyebab lainnya yang tidak diketahui. Pada penyakit Parkinson dopamin menipis dalam
subtansia nigra dan korpus stratum. Penipisan kadar dopamin dalam basal ganglia berhubungan
dengan adanya bradikinesia, kekakuan, dan tremor. Aliran darah serebral regional menurun pada
pasien dengan penyakit Parkinson, dan ada kejadian demensia yang tinggi. Penatalaksanaan
medis meliputi pemberian Antihistamin, terapi anti koligenergik, amantadin hidrokhlorida, terapi
levodopa, Derivat Ergoet-Angonis Dopamin, Inhibitor MAO, dan antidepresan.

4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien Parkinson dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai