PARKINSON
Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
DISUSUN OLEH:
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2012 / 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem
saraf (neurodegenerative) yang bersifat progressive, ditandai dengan ketidak
teraturan pergerakan (movement disorder), tremor pada saa t istirahat, kesulitan pada
saatmemulai pergerakan, dan kekakuan otot. (Arif Muttaqin, 2009)
Penyakit Parkinson pertama kali diuraikan dalam sebuah monograf oleh James
Parkinson seorang dokter di London, Inggris, pada tahun 1817. Didalam tulisannya,
James Parkinson mengatakan bahwa penyakit (yang akhirnya dinamakan sesuai dengan
namanya) tersebut memiliki karakteristik yang khasyakni tremor, kekakuan dan gangguan
dalam cara berjalan (gait difficulty).
Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-ratausia mulai
terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal padausia 40 tahun atau
bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson's
diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000
terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan populasi
umur penduduk Amerika.
Sementara sebuah sumber menyatakan bahwa Penyakit Parkinson menyerang sekitar
1 diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun dan sekitar 1dari 100 orang yang berusia
diatas 65 tahun.
Beberapa orang ternama yang mengidap penyakit Parkinson diantaranya adalah
Bajin (sasterawan terkenal China), Chen Jingrun (ahli matematik terkenalChina),
Muhammad Ali (mantan peninju terkenal A.S.), Michael J Fox (seorang bintang film
Hollywood terkenal) yang kini aktif dengan The Michael J Fox Foundation For Parkinson¶s
Research.
2.1 Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus
palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Penyakit Parkinson adalah penyakit
neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai
karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars
kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang
disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah
otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus,
korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.
2.2 Etiologi
Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat
toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu
kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak
disadarinya.
Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga
bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut:
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit
parkinson.
2. Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor resiko
yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya perbedaaan
genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.
3. Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin berhubungan
dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi,
industrialisasi ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi
perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini
mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya
penyakit parkinson.
4. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit -sinuklein
kromosom 4 (PARK1) pada
pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif
parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6.
Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko
menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali
pada usia lebih dari 70 tahun.jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda.
5. Faktor Lingkungan
a.Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan
mitokondria
b Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit
parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan
adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme
kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih
belum jelas benar
f. Stress dan de.presi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi
dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi
terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
g. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya
ekspresimuka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang,disamping itu
kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut..
h. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit Parkinson.
Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisikepala difleksikan ke dada,
bahu membongkok ke depan, punggung melengkungkedepan, dan lengan tidak melenggang bila
berjalan
i. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot
laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan
volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
j. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit
kognitif.
k. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap
kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi
waktu yang cukup.
l. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif)
2. Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
- Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
- Pengeluaran urin yang banya
- Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi,
- Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
- Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau
anosmia),
2.4 Patofisiologi
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit
Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1. Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal,
karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada
mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia
lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi
pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana
neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh
serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk
gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi
seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan
ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum,
nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut :
1) Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek superfisial
yang abnormal
2) Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3. Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4. Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui pasti.
Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan
noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuron yang meliputi berbagai inti
subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis,
hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus central pontine
dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan
kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan
pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara
32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya
struktur ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai
75%), putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin
berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior.
Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan
30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan
nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik
yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini
menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin
berperan dalam proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa
abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan
mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang
Taylor menekankan pentingnya peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi
tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan
dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang
berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas,
menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan
kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak
berguna dan kehilangan harga diri.
Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas akan
menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem serotonergik berperan dalam
regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi
sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu makan, berkurangnya
libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi. Penggabungan disfungsi semua unsur yang
tersebut di atas merupakan gambaran dari sindrom klasik depresi.
Diagram Patofisiologi Depresi pada Penyakit Parkinson
Kehilangan neuron batang otak akibat penyakit Parkinson Deplesi biokimiawi korteks dan
ganglia basalis Penurunan reward mediation, ketergantungan terhadap lingkungan, dan
respons terhadap stres yang tidak adekuat Apatis, rasa tidak berharga, rasa tidak berguna
tidak ada harapan, putus asa.
2.5 Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom parkingson mudah ditegakkan tetapi harus
disahakan menentukan jenis untuk mendapat gambaran tentang etiologi,prognosis dan
penatalaksaannya.
1. parkinsonismus primer/idiopatik paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus Parkinson termasuk jenis ini.
2. parkinsonismus sekunder/ simtomatik.
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :TB, sipilis
meningovaskuler, iatrogenic atau drug induced, misalnya golongan fenoiazin, reserpin,
tetrabenazin dan lain-lain, misalnya : perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-
ulang pada petinju, infrak lakuner, tumor serebri hipoparatoroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson ( parkins plus )
Pada kelompok ini gejalanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini didapat pada penyakit Wilson, hidrosefalus normotensif dan
syndrome Shy-drager.
2.7.7 Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya levodopa.
Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan
obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomidan stimulasi thalamik.
2.7.9 Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian digunakan
secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan
suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala
penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%-
60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien. THFA, NADH, dan piridoxin yang
merupakan koenzim dan perkusor koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan
efektifitas yang lebih rendah dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E
dosis tinggi secara teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson.
Kedua vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase
untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel. Belum lama ini, Koenzim Q10
juga telah digunakan dengan cara kerja yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah
suatu zat sintesis baru yang memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
2.7.10 Qigong
Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada penyakit Parkinson. Dalam percobaan di
Bonn, studi terhadap 56 pasien didapatkan peningkatan gejala motorik dan non-motorik di
antara pasien yang melakukan latihan qigong terstruktur 1 kalin seminggu selama 8 minggu.
Penulis berspekulasi bahwa gambaran aliran energy yang membantu peningkatan dalam
movement pasien.Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong tak efektif pada
penyakit Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan randomized cross-over trial
untuk membandingkan latihan aerobic dengan qigong pada penyakit Parkinson tahap
lanjut.dua kelompok pasien PD dinilai, kemudian melakukan 20 sesi baik latihan aeronik
maupun qigong, dinilai lagi, kemudian setelah selang 2 bulan, ditukar dengan 20 sesi lainnya,
kemudian dinilai lagi. Penulis mendapatkan peningkatan kemampuan motorikdan fungsi
kardiorespirator setelah mengikuti latihan aerobic, tetapi tak mendapatkan manfaat setelah
mengikuti qigong. Penulis juga menyimpulkan latihan aerobik tak memiliki manfaat terhadap
kualitas hidup pasien.
2.7.11 Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan non-FDA di
masa mendatang.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
Seorang laki – laki bernama Tn.X berusia 53 tahun datang dengan keluhan kepala
terasa kepala terasa pusing, ekstremitas atas dan bawah terasa kaku - kaku, sulit berjalan,
mual (-), muntah (-), sulit bicara (+), BAK (-), BAB (-). Sejak 2 tahun yang lalu mengalami
tangan gemetar, sulit berdiri tegak, sulit menulis, sukar bicara. Riwayat hipertensi (+),
diabetes melitus (-).Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis,
tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 60 x/menit regular, respirasi 22x/menit tipe
thoracoabdominal dan suhu 36.5 C. Pemeriksaan kepala, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, hidung, mulut, mandibula tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan leher:
meningeal sign (-) dan bruzinski I (-). Pemeriksaan thorak tidak didapatkan
kelainan. Tangan kanan gemetar. Refleks fisiologis normal, Refleks patologis (-).
3.2 Pengkajian
a. anamnese
1. Identitas pasien
Nama: Tn. X
Usia : 53 tahun
Alamat : Jl.cokroaminoto No.21
Pekerjaan : Petani
Agama :islam
Suku bangsa : Jawa
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh kepalanya pusing, kekakuan pada estremitas atas dan bawah, sulit
berjalan, mual, muntah, sulit bicara, tremor pada tangan kanannya. Sejak 2 tahun yang lalu
mengalami tangan gemetar, sulit berdiri tegak, sulit menulis, sukar bicara.
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluhkan adanya tremor pada tangan kananya. Adanya keluhan sulit menulis,
dan sulit berdiri tegak Selain itu klien juga mengalami kesulitan bicara..
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien mempunyai riwayat hipertensi..
5. Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien ada yang memiliki riwayat hipertensi yaitu ayah dari klien.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat,dan respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
b. pemeriksaan fisik
1. TTV
TD : 170/100 mmHg
N : 60 x/ menit
RR : 22x/menit
S : 36’5 º C
KU : Baik
Kesadaran : CM
2. Pemeriksaan kepala : normal
Pemeriksaan leher : meningeal sign (-), bruzinski I (-)
Toraks : tidak ada kelainan
3. B1 (Breathing)
Inspeksi,penurunan kemampuan untuk batuk efektif,peningkatan produksi sputum,sesak
napas,dan penggunaan otot bantu napas
Palpasi,ditemukan taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi,ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
Auskultasi,ditemukan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi,stridor,ronkhi
4. B2 (Blood)
Hipotensi postural
5. B3 (Brain)
Perubahan pada gaya berjalan,tremor secara umum pada seluruh otot,dan kaku pada
seluruh gerakan
6. B4 (Bladder)
Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan
persepsi klien secara umum.Ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan,dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural
7. B5 (Bowel)
Penurunan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang
karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam menelan,konstipasi karena penurunan
aktivitas
8. B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,kelelahan otot,tremor dan kaku
pada seluruh gerakan memberikan risiko pada trauma fisik bila melakukan aktivitas
9. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : penurunan status kognitif,penurunan persepsi,dan penurunan memori
baik jangka pendek dan memori jangka panjang
10. Sistem motorik
· Inspeksi gaya berjalan,tremor dan kaku pada seluruh gerakan
· Tonus otot,ditemukan meningkat
· Keseimbangan dan koordinasi,ditemukan mengalami gangguan karena adanya
kelemahan otot,kelelahan,perubahan pada gaya berjalan,tremor dan kaku pada seluruh
gerakan
11. Sistem Sensorik
Mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif
12. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I
Fungsi penciuman tidak ada kelainan
Saraf II
Penurunan ketajaman penglihatan
Saraf III,IV,dan VI
Sewaktu melakukan konvergensi penglihatan menjadi kabur karena tidak mampu
mempertahankan kontraksi otot-otot bola mata
Saraf V
Adanya keterbatasan otot wajah menyebabkan ekspresi wajah klien mengalami
penurunan,saat bicara wajah .
Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal
Saraf VIII
Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi yang berhubungan dengan proses senilis
dan penurunan aliran darah regional
Saraf IX dan X
Ditemukan kesulitan dalam menelan makanan
Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
Saraf XII
Lidah simetris,tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi
3.5 Planning
Tujuan dan Kriteria
No Diagnose Intervensi Rasional
hasil
1 Hambatan mobilitas setelah diberikan 1. Periksa kemampuan
1. Mengidentifikasi
fisik b.d perubahan askep selama 2x24 jam dan keadaan secara kemungkinan
gaya berjalan dan diharapkan pasien dapat fungsional pada kerusakan secara
kekakuan dalam mendemonstrasikan kerusakan yang fungsional dan
aktifitas prilaku yang terjadi. mempengaruhi pilihan
memungkinkan aktivitas.2. Kaji derajat intervensi yang akan
Kriteria immobilisasi dilakukan.
hasil : Tremor, dengan 2. pasien mampu
bradikinesia, dan menggunakan skala mandiri (nilai 0),
rigiditas pasien ketergantungan (0- memerlukan bantuan/
berkurang atau hilang 4) peralatan yang
3. Letakkan pasien minimal (nilai 1),
pada posisi tertentu memerlukan bantuan
untuk menghindari sedang/ dengan
kerusakan karena pengawasan/ diajarkan
tekanan. Ubah (nilai 2), memerlukan
posisi pasien secara bantuan/ peralatan
teratur dan buat yang terus-menerus
sedikit perubahan dan alat khusus (nilai
posisi antara waktu 3), tergantung secara
perubahan posisi total pada pemberi
tersebut asuhan (nilai 4)
4. Berikan/ bantu 3. perubahan posisi
untuk melakukan yang teratur
latihan rentang menyebabkan
gerak. penyebaran terhadap
5. Instruksikan/ berat badan dan
bantu pasien meningkatkan
dengan program sirkulasi pada seluruh
latihan dan bagian tubuh.
penggunaan alat mempertahankan
mobilisasi. mobilitas dan fungsi
Tingkatkan sendi/ posisi normal
aktivitas dan ekstremitas dan
partisipasi dalam menurunkan
merawat siri sendiri terjadinya vena yang
sesuai kemampuan statis.
4. proses
penyembuhan yang
lambat seringkali
menyertai trauma
kepala dan pemulihan
secara fisik
merupakan bagian
yang amat penting
dari suatu program
pemulihan tersebut.
4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien Parkinson dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC