Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

PENYAKIT PARKINSON

OLEH :
KELOMPOK III
1. I MADE MEGA ADI MUDRA 172200065
2. DEWA AYU MADE DWI DESY ARI 172200071
3. I WAYAN ADI PUTRA TANAYA 172200073
4. I WAYAN SUDIARSA 172200074
5. I MADE JESSE ANGGA MAHENDRA 172200079
6. I.B UTAMA RIYASA PUTERA 172200081

FARMASI KLINIS
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2019
PARKINSON

I.Tujuan praktikum adalah


a. Mengetahui definisi dari penyakit Parkinson
b. Mengetahui patofisiologi dari penyakit Parkinson
c. Mengetahui gejala dan factor resiko penyakit Parkinson
d. Mengetahui tatalaksana terapi farmakologi dan non farmakologi penyakit
Parkinson

II.Latar Belakang
1. Definisi
Penyakit parkinson (PD) merupakan proses degeneratif yang melibatkan neuron
dopaminergik dalam substansia nigra (daerah ganglia basalis yang memproduksi dan
menyimpan neurotransmitter dopamin). Daerah ini memainkan peran yang penting
dalam sistem ekstrapiramidal yang mengendalikan postur tubuh dan koordinasi
gerakan motorik volunter, sehingga penyakit ini karakteristiknya adalah gejala yang
terdiri dari bradikinesia, rigiditas, tremor, ketidakstabilan postur tubuh (kehilangan
keseimbangan), kepala membungkuk ke depan, ekspresi wajah seperti topeng,
drooling, postur bungkuk, penurunan berat badan, dan demineralisasi tulang
(Silitonga R, 2007).
Penyakit Parkinson (PD) adalah penyakit yang kronis dan progresif disorder
dimana terapi obat memainkan peran sentral (Kimble et al, 2013). Untuk menilai
tingkat kecacatan dan menentukan tingkat perkembangan penyakit, berbagai skala
telah dikembangkan, yang paling umum adalah skala Hoehn dan Yahr:
Stage 1: Minimal atau tidak ada kerusakan fungsi.
Stage 2: Keterlibatan bilateral, tanpa gangguan keseimbangan.
Stage 3: Bukti ketidakseimbangan postural; beberapa pembatasan dalam kegiatan;
mampu memimpin kehidupan mandiri; cacat ringan sampai sedang.
Stage 4: Sangat cacat, tidak dapat berjalan dan berdiri tanpa bantuan; secara
signifikan tidak mampu.
Stage 5: Kegiatan sangat dibatasi hanya dapat tidur atau menggunakan kursi roda
dengan dibantu (Kimble et al, 2013).

2. Epidemiologi
Penyakit Parkinson biasanya mulai timbul pada usia 40-70 tahun dan mencapai
puncak pada dekade keenam Penyakit Parkinson yang mulai sebelum umur 20 tahun
disebut sebagai Juvenile Parkinsonism.Penyakit Parkinson lebih banyak pada pria
dengan rasio pria dibandingkan wanita 3:2. Penyakit Parkinson meliputi lebih dari 80
% parkinsonism. Di Amerika Utara meliputi 1 juta penderita atau 1 % dari populasi
berusia lebih dari 65 tahun. Penyakit Parkinson mempunyai prevalensi 160 per
100.000 populasi dan angka kejadiannya berkisar 20 per 100.000 populasi. Keduanya
meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada umur 70 tahun, prevalensi dapat
mencapai 120 dan angka kejadian 55 kasus per 100.000 populasi pertahun. Dengan
semakin meningkatnya usia harapan hidup prevalensi Penyakit Parkinson akan
semakin meningkat. Kematian biasanya tidak disebabkan oleh penyakit Parkinson
sendiri tetapi oleh karena terjadinya infeksi sekunder.

3. Etiologi
Etiologi penyakit parkinsone belum diketahui, atau idiopatik. Terdapat beberapa
dugaan. Diantaranya ialah infeksi oleh virus yang non konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virusyang sudah umum, pemaparan terhaap zat
toksik yang belum diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematuratau dipercepat.
Penyakit Parkinson sendiri memiliki perjalanan penyakit yang ditetapkan Hoehn dan
Yahr (Hoehn and Yahr Staging of Parkinson’s Disease) dimana pada stadium satu
terdapat gejala dan tanda pada satu sisi, gejala ringan, mengganggu namun tidak
menimbulkan kecacataan, umumnya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala
yang timbul dapat mudah dikenali orang sekitar pasien. Pada sadium dua terdapat
gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, dan sikap maupun cara jalan mulai
terganggu. Pada stadium tiga gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan maupun berdiri,terdapat disfungsi umum sedang. Pada
stadium empat terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat berjalan hanya untuk
jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibanding sebelumnya. Pada stadium lima atau stadium kakhetik (cachetic
stage), terdapat kecacatan total dimana pasien tidak mampu berdiri dan berjalan,
hingga memerlukan perawatan tetap.
Penyakit Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel sel otak, tepatnya disubstansia
nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan gerakan yag tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bias mengatur/ menahn gerakan gerakan
yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Beberapa hal yang diduga bias menyebabkan timbunya penyakit parkinsone adalah
sebagai berikut:

Gambar Etiologi penyebab Parkinson


4. Faktor resiko
Faktor resiko penyakit Parkinson adalah
1. Usia
Rata rata penderita penyakit Parkinson berumur 55 tahun. Sekitar 10 % kasus
penyakit Parkinson adalah pasien dengan usia dibawah 40 tahun. Pasien geriatric
memiliki resiko tinggi terhadap parkinsonnisme maupun penyakit Parkinson.
Terdapat beberapa kajian, akan tetapi resiko menurun secara signifikan setelah usia
75 tahun atau lebih.
2. Jenis kelamin
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa pria memiliki resiko dua kali lebih
tinggi daripada wanita. Hal ini disebabkan karena estrogen dapat melindungi wanita
sampai saat menopause terjadi.
3. Riwayat keluarga
Pasien yang memiliki saudara atau orang tua yang menderita penyakit Parkinson
pada saat muda beresiko tinggi menderita penyakit Parkinson, sedangkan pasien
dengan saudara atau keluarga yang menderita penyakit Parkinson saat berusia lanjut
memiliki resiko yang tidak terlalu tinggi (rata rata)
4. Etnik
Etnik asia amerika maupun afrika memiliki resiko yang lebih rendah
dibandingkan dengan etnik eropa amerika. Beberapa kajian menunjukkan bahwa
etnik non kaukasian lebih mudah mengalami penyakit Parkinson atypical yang
disebabkan oleh kegagalan dalam berpikir dan memiliki respon yang rendah terhadap
levodopa.
5. Peningkatan berat badan diusia pertengahan
Peningkatan lemak pada usia pertengahan berhubungan dengan resiko tinggi
penyakit Parkinson pada kajian tahun 2002
6. Paparan toksin
Paparan yang berlebihan dari pestisida dan herbisida meningkatkan resiko
penyakit Parkinson
7. Genetik
Penyebab genetic beberapa bentuk penyakit Parkinson telah diidentifikasi. Tujuh
gen penyakit telah terlibat. Mutase dalam tiga gen yang diketahui adalah SPMB
(PARK1), UCHK1 (PARK5) DAN LRRK 2 (PARK8) serta satu gen yang telah
dipetakan (PARK3) mengakibatkan penyakit Parkinson autosomal dominan. Mutasi
dalam tiga gen lain yangdiketahui PARK2, PARK7, dan PINK 1 (PARK6)
mengakibatkan penyakit Parkinson autosom resesif. Tiga gen yang rentan mengalami
penyakit Parkinson telah diidentifikasi, dan pengujian molekuler genetic secara klinis
telah tersedia untuk PARK2, PINK 1, PARK 7, SPMB, dan LRRK2.

5. Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc)
sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy bodies)
dengan penyebab multifaktor.

Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di
otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi
pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh
gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya
ke ganglion basalis. Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan
ganglion basalis menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik
dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis
untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi
terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik ataupun non-motorik.
Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di 8 sistem saraf pusat (SSP)
menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), tremor, kekakuan
(rigiditas) dan hilangnya refleks postural. (Ginsberg,2008)
6. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit parkinson adalah (SIGN, 2010)
a. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini. Etiologi belum diketahui,
masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, diantaranya ialah: infeksi oleh
virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang
sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya
penuaan yang prematur atau dipercepat
b. Parkinsonisimus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain: tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain yang merupakan obat-obatan yang menghambat
reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin misainya perdarahan serebral
petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor
serebri, hipoparatiroid dan klasifikasi.
c. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagaian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada progressive supranuclear palsy, multiple
sistem atrophy, degenerasi kortikobasal ganglionik, sindrom demensia, Hidrosefalus
normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
(parkinsonismus juvenilis)
d. Gejala
Gejala utama pada pasien penyakit parkinson adalah
Gejala Klinis
1. Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap
sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari
penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun,
jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang
disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Tremor terdapat pada jari
tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti
menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan
fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi
atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini
menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/
alternating tremor).
2. Rigiditas/kekakuan
Pada stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya
terdeteksi pada gerakan pasif. Biasanya lebih jelas bila pergelangan difleksi dan
ekstensi pasif dan pronasi serta supinasi lengan bawah secara pasif. Pada stadium
lanjut rigiditas menjadi menyeluruh dan berat sehingga memberikan tahanan bila
persendian-persendian digerakkan secara pasif.
3. Akinesia/bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada impuls optik,
labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan
berubahan aktivitas refleks yang mempengaruhi motorneuron gamma dan alfa. Kedua
gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi
kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
4. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi.
5. Mikrografia Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini.
6. Langkah dan Gaya Jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a
petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.
7. Bicara Monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus ( suara bisikan) yang lambat.
8. Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit
kognitif.
Adapun gejala motorik meliputi:
a. Penurunan kctrampilan manual
b. Ayunan lengan berkurang
c. Dysarthria (kesulitan bicara karena kelumpuhan otot)
d. Dysphagia (kesulitan menelan)
e. Fastinating gait (ketidakmampuan untuk mulai melangkahkan kaki)
f. Perubahan postur
g. Hypomimia (berkurangnya ekspresi wajah karema kelumpuhan otot-otot
wajah)
h. Hypophonia (suara melemah karena melemahnya otot-otot wicara)
i. Micrographia (tulisan berukuran kecil)
Gejala Otonomik dan Sensorik adalah :
a. Gangguan kandung kemih dan sphinchter anus
b. Konstipasi
c. Diaforesis
d. Fatigue
e. Gangguan Penciuman
f. Perubahan tekanan darah orthostatic
g. Nyeri
h. Paresthesia
i. Seborea
j. Gangguan Seksual
Perubahan status mental adalah :
a. Ansietas
b. Apatis
c. Bradiphrenia
d. Keadaan bingung
e. Demensia
f. Depresi
g. Halusinasi
h. Gangguan Tidur

7. Tatalaksana Terapi (Non Farmakologi dan Farmakologi)


Tujuan terapi penyakit parkinson adalah untuk meningkatkan kemampuan
motorik dan non-motorik sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Sasaran terapinya memperbaiki keseimbangan antara dopaminergik dan
asetilkolinergik didalam striatum dan mencegah degenarasi syaraf lebih lanjut.
Prinsip umum terapi penyakit parkinson adalah:
a. Terapi dimulai dengan titrasi dosis (start low dan go slow)
b. Terapi dijaga pada dosis efektif terendah
c. Jika diperlukan, dilakukan penghentian terapi secara bertahap.
Tatalaksana terapi penyakit parkinson:
a. Terapi Non-Farmakologi
 Edukasi, terapi fisik, olah raga dan pemberian nutrisi
 Pembedahan
 Terapi suportif dalam penyakit Parkinson adalah antioksidan dosis tinggi
berupa vitamin E, tokoferol yang bersifat neuroprotekif
b. Terapi Farmakologi
Alogaritma terapi
Gangguan fungsional

ya tidak

Terapi simtomatik Tremor dominan Terapi nouroprotektif

ya tidak

 Anti kolinergik
Usia <60 tahun Usia > 60 tahun
 pramipexole

levodopa

Respon terhadap
pengobatan

baik Tidak respon “wearing off” diskinesia

pertahankan  Tingkatkan  COMT-1  Kurangi dosis


dosis levodopa
Dosis rendah  Agonis dopamine
 Diagnose lain  Tingkatkan dosis
+ levodopa agonis dopamine
kombinasi
 Ganti dengan
+ levodopa
agonis dopamine
 Anti kolinergik
 Tindakan
pembedahan
 Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Degenerasi basal ganglia pada otak penderita Parkinson menganggu fungsi
neuron dopaminergik di substansia nigra yang menyebabkan penurunan konsentrasi
neurotransmiter dopamin. Oleh karena itu, perlunya pengganti dopamin dari luar
tubuh untuk mengatasi defisiensi dopamin ini. Levodopa diambil oleh neuron
dopaminergik melalui proses dekarboksilasi pada terminal presinaptik yang kemudian
menghasilkan dopamin.
Levodopa diserap di usus halus dan puncak di plasma dalam 30 sampai 120
menit. Kelebihan asam lambung, makanan, atau obat anti kolinergik menunda
pengosongan lambung dan penurunan jumlah levodopa diserap. Antasida
menurunkan keasaman lambung dan meningkatkan penyerapan levodopa, sedangkan
produk besi mengikat levodopa dan bisa mengurangi penyerapannya. Penyerapan
Levodopa memerlukan transportasi aktif oleh protein transporter asam amino netral
yang besar. Asam amino dalam makanan bersaing untuk mekanisme transportasi ini.
Jadi, pada penyakit lanjut, menghindari makanan kaya protein dalam hubungan
dengan dosis levodopa mungkin berguna.
Levodopa biasanya diberikan sebagai produk kombinasi dengan karbidopa,
inhibitor dopa-dekarboksilase, yang menurun konversi perifer levodopa menjadi
dopamin. Ini memungkinkan untuk dosis levodopa yang lebih rendah dan
meminimalkan perifer levodopa efek samping, misalnya mual, muntah, anoreksia,
dan hipotensi. Carbidopa tidak melewati sawar darah otak dan tidak mengganggu
konversi levodopa di otak. Umumnya 75 sampai 100 mg per hari karbidopa
diperlukan untuk mencekal dopadecarboxylase perifer secara memadai. Dosis
karbidopa yang lebih tinggi dapat mengurangi mual saat memulai levodopa. Efek
samping levodopa awal meliputi hipotensi ortostatik, pusing, anoreksia, mual,
muntah, dan perubahan warna pada urin / keringat. Sebagian besar efek ini bisa
diminimalisir dengan mengambil levodopa dengan makanan dan dengan perlahan
memberi titrasi dosis. Efek samping yang berkembang kemudian dalam terapi
meliputi dyskinesias, serangan tidur, gangguan kontrol impuls, dan efek kejiwaan
(kebingungan,halusinasi, mimpi buruk, dan perilaku yang berubah). Dyskinesias
akibat penambahan obat PD lainnya ke levodopa dapat ditingkatkan dengan
menurunkan dosis levodopa.
 Agonis dopamin
Agonis dopamine yang bekerja pada reseptor D2 adalah efektif sebagai terapi
tambahan (adjunctive treatment) namun tidak sebaik L-dopa sebagai primary
symptom control. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamine. Agonis
dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol (Mirapex),
Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang
pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari
levodopa dosis tinggi.
 Penghambat Monoamine Oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya
sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama
beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu
untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan menginhibisi Monoamine
oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan
oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-
methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-
carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan.
 Inhibitor COMT
Inhibitor dari COMT, enzim yang mengkatalisis levodopa ke 3-omethyldopa,
ditambahkan ke levodopa / karbidopa untuk meningkat konsentrasi levodopa,
memperpanjang masa paruh, dan penurunan waktu pakai. Menggunakan entapapone
inhibitor COMT atau tolcapone memungkinkan penurunan dosis levodopa dalam
jumlah sementara meningkat tepat waktu 1 sampai 2 jam. Efek sampingnya meliputi
diare (lebih buruk lagi dengan tolcapone), mual, muntah, anoreksia, dyskinesias,
perubahan warna urine, kantuk di siang hari, orthostatic hipotensi, dan halusinasi.
Dyskinesias harus membaik dengan penurunan dosis levodopa. Tolcapone harus
digunakan hanya pada pasien yang tidak mentoleransi atau merespons entacapone
karena profil keamanannya yang alami. Serum Tes fungsi hati harus dipantau pada
awal, setiap 2 sampai 4 minggu selama 6 bulan, dan kemudian secara berkala untuk
sisanya terapi. Pasien yang gagal ditandai dengan tidak adanya perubahan terhadap
gejala setelah 3 minggu sebaiknya hentikan tolcapone.
 Antikolinergik
Obat antikolinergik disebut juga parasimpatolitik, yaitu obat yang bekerja
menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis. Obat
antikolinergik bekerja pada reseptor muskarinik dalam sistem saraf pusat dan perifer
dengan menghambat respon asetilkolin secara kompetitif. Obat ini dianggap efektif
untuk tremor dan distonik pada pasien Parkinson, namun penggunaan agen
antikolinergik terbatas karena banyak pasien yang mengalami efek samping yang
tidak dapat ditoleransi, yang memerlukan pengurangan dosis atau penghentian obat.
 Obat yang bekerja pada glutamatergik adalah amantadine.
Amantadine dapat digunakan karena efektif mengobati gejala ringan seperti
tremor. Mekanisme pasti dari amantadine pada Parkinson belum jelas, tetapi mungkin
amantadine adalah antagonis reseptor NMDA (N-metil-D-aspartat) yang lemah dan
tidak kompetitif. Amantadine dapat bekerja meningkatkan pelepasan dopamine
endogen dari nerve terminal neuron nigrostriatal didalam neostriatum.
 Obat yang bekerja sebagai pelindung neuron
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi
akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
a. Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap
Kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron
b. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan
neurotoksis (MPTP, Glutamate) .
c. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat
serangan radikal bebas.
d. Bioenergetic suplements, yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi di
mitokondria .
e. Rotigotine, rotigotine transdermal yang disampaikan adalah tambahan yang
secara klinis inovatif dan berguna untuk kelas agonis dopamin reseptor.
Rotigotine transdermal patch mewakili pilihan efektif dan aman untuk pengobatan
pasien dengan awal untuk maju penyakit Parkinson.

Obat yang digunakan dalam terapi Parkinson:


Terapi Farmakologi menurut Dipiro et al, 2015 yaitu :
Pendekatan umum
a. Algoritma untuk manajemen PD awal hingga lanjut beserta ringkasan dari
obat antiparkinson yang tersedia dan dosisnya, dan menunjukkan pemantauan
efek samping.
b. Monoterapi biasanya dimulai dengan inhibitor monoamine oxidase-B (MAO-
B).
c. Pertimbangkan penambahan inhibitor katekol-O-metiltransferase (COMT)
jika motor fluktuasi berkembang untuk memperpanjang durasi aktivitas l-
dopa. Sebagai alternatif, ` pertimbangkan penambahan MAO-B inhibitor
atau agonis dopamin.
d. Untuk penatalaksanaan diskinesia dosis puncak yang diinduksi-l-dopa,
pertimbangkan penambahan amantadine.
e. Obat Antikolinergik
f. Obat antikolinergik dapat memperbaiki tremor dan kadang-kadang gambaran
distonik pada beberapa orang pasien, tetapi mereka jarang secara substansial
meningkatkan bradikinesia atau cacat lainnya. Mereka dapat digunakan
sebagai monoterapi atau dalam hubungannya dengan obat antiparkinson
lainnya.
g. Efek samping antikolinergik meliputi mulut kering, penglihatan kabur,
sembelit, dan retensi urin. Reaksi yang lebih serius termasuk pelupa,
kebingungan, sedasi.
Evaluasi Hasil Terapeutik
a. Mendidik pasien dan perawat tentang pencatatan dosis dan pemberian obat waktu
dan durasi periode "aktif" dan "tidak aktif".
b. Pantau gejala, efek samping, dan aktivitas kehidupan sehari-hari, dan
individualisasi terapi. Obat bersamaan yang dapat memperburuk gejala motorik,
memori, jatuh, atau gejala perilaku harus dihentikan jika memungkinkan.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Form Soap
2. Form Medication Record
3. Catatan Minum Obat
4. Kalkulator Scientific
5. Laptop dan koneksi internet

3.2 Bahan
1. Text Book
2. Data nilai normal laboratoriu
3. Evidance terkait (Journal, Systemic Review, Meta Analysis

IV. STUDI KASUS


Bapak D, usia 58 thn, datang ke Poli syaraf dengan keluhan tangan gemetar sejak
bulan yang lalu, dan semakin meningkat terus menerus sehingga mengganggu
aktivitasnya. Selain itu tangan, kaki dan badan terasa pegal. Bapak D mendapatkan
obat citicolin 500 mg (2x1), Levodova 500 mg (3x1), Asam folat 1000 mcg (2x1). Ia
merasa sangat mual dan telah muntah sebanyak tiga kali selama beberapa hari
terahkir.
IV. HASIL PRAKTIKUM
FORM SOAP

PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE

Bapak D
Jenis kelamin : Laki Laki Tgl MRS : -
Usia : 58 th Tgl KRS : -
Tinggi Badan :
Berat Badan :

Presenting Complaint

Tangan gemetar sejak bulan yang lalu, dan semakin meningkat terus menerus
sehingga mengganggu aktivitasnya. Selain itu tangan, kaki dan badan terasa pegal.
Bapak D mendapatkan obat citicolin 500 mg (2x1), Levodova 500 mg (3x1), Asam
folat 1000 mg (2x1). Ia merasa sangat mual dan telah muntah sebanyak tiga kali
selama beberapa hari terahkir.

Diagnosa Kerja : -

Diagnosa banding : -

Relevant Past Medical History:

Drug Allergies: Tidak ada riwayat alergi obat


Tanda-tanda Vital
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Parameter

Tekanan Darah (mmHg) 110/70 - Normal

Nadi (kali/Menit) 88x/menit - Normal

Tempratur (0C) 38oC - Tinggi

RR (kali/Menit) 20x/menit - Normal

HR 88x/menit Normal

Medication
Medication
Dosis
Dosis yang
No Nama Obat Indikasi Terapi
digunakan
(literatur)
1. Citicolin Neruroprotektor 500 mg (2x1)
2. Levodopa Parkinson 500 mg (3x1)
3. Asam Folat Vitamin/Nutrisi 1000 mcg (2x1)

FIR
FIR Alasan Jawaban

Apakah pasien ada riwayat Untuk menentukan pengobatan Tidak ada


alergi obat?

Apakah ada riwayat Untuk melihat faktor resiko Tidak ada


keluarga yang mengalami
hal yang serupa?

BMI pasien? Untuk melihat faktor resiko Normal


Mual dan muntah yang di Untuk melihat penyebab mual dan Sesudah mendapatkan
alami pasien sebelum muntah yang di alami pasien obat
mendapatkan obat atau
sesudah mendapatkan obat?

Apakah ini merupakan Untuk mengetahui keberhasilan Iya, baru pertama


terapi pertama pasien? terapi

Lifestyle Untuk merencanakan terapi non Tidak merokok


farmakologi
Tidak konsumsi alkohol
PHARMACEUTICAL PROBLEM

Subjektif (Symptomp)
Tangan gemetar sejak bulan yang lalu, dan semakin meningkat terus menerus
sehingga mengganggu aktivitasnya. Selain itu tangan, kaki dan badan terasa pegal.
Bapak D mendapatkan obat citicolin 500 mg (2x1), Levodova 500 mg (3x1), Asam
folat 1000 mg (2x1). Ia merasa sangat mual dan telah muntah sebanyak tiga kali
selama beberapa hari terahkir.

Objective (signs)
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Parameter

Tekanan Darah (mmHg) 110/70 - Normal

Nadi (kali/Menit) 88x/menit - Normal

Tempratur (0C) 38oC - Tinggi

RR (kali/Menit) 20x/menit - Normal

HR 88x/menit Normal

Assesment
Problem Medis Terapi DRP Keterangan
Parkinson Citicolin 500 Tidak Ada Patient
mg (2 x 1) 81 pasien Parkinson
Disease –MCI 46 adalah
laki-laki, usia 50-76 tahun
(rata-rata 61,7 ± 8,9 tahun),
perjalanan penyakit dari
4,5 tahun hingga 11 tahun
(rata-rata 7,5 ± 2,6 tahun)
Intervention & Compare
Secara acak dibagi menjadi
kelompok perlakuan
citicoline dan kelompok
kontrol. Pasien dalam
kelompok pengobatan
citicoline menerima kapsul
natrium citicoline secara
oral (200 mg) tiga kali
sehari (t.i.d.), selain
pengobatan obat dasar.
Evaluasi MoCA, SCOPA-
COG dan pengukuran level
PL plasma dilakukan
setelah 12 dan 18 bulan
perawatan.
Outcome
Skor MoCA dan SCOPA-
COG menunjukkan
perbedaan yang signifikan
antara kelompok perlakuan
dan kontrol setelah 12 dan
18 bulan pengobatan (P
<0,05, P <0,01), dan kadar
PL plasma pada kelompok
perlakuan, dibandingkan
dengan kelompok kontrol,
menurun secara signifikan
setelah 12 dan 18 bulan
pengobatan (P <0,01, P
<0,001). Terapi ajuvan
Citicoline mungkin
menunda laju penurunan
fungsi kognitif pada pasien
PD-MCI dan mengurangi
kadar PL plasma mereka.
Menyarankan bahwa
perawatan ini
kemungkinan memiliki
efek neuroprotektif.
( Zhenguang Li, 2016)
Levodopa 500 P 1.1 Pemilihan obat Pasien mengalami rasa
mg (3 x 1) tidak tepat mual setelah
M 2.1 Adanya efek mengkonsumsi obat yang
samping (non- di resepkan oleh dokter.
alergi)
Dimana obat yang
dicurigai menyebabkan
efek samping mual tersebut
adalah Levodopa dimana
disebutkan pada DIPIRO,
2015 salah satu efek
samping dari Levodopa
adalah nausea (mual)
Asam folat Patient
1000 mcg 83 pasien PD yang diobati
(2 x 1) levodopa
Intervention & Compare to
percobaan ini adalah untuk
membandingkan kadar B6,
B12, asam folat dan t-hcys
dalam plasma Pasien PD,
dibagi lagi menurut genotipe
MTHFR C677T mereka, dan
dari kontrol.
Outcome
Pasien PD dengan CT atau
TT genotipe memiliki tingkat
t-hcys yang lebih tinggi
secara signifikan daripada
kontrol atau pasien PD
dengan alel CC. Konsentrasi
B6 atau B12 tidak berbeda,
tetapi asam folat berbeda
signifikan lebih tinggi pada
pasien PD dengan mutasi CT.
Kami merekomendasikan
MTHFR genotyping,
pemantauan t-hcys dan
suplementasi vitamin awal
pada pasien PD.
(Woitalla2004).

Plan
Problem
Terapi Evidend Base Medicane
Medis
Parkinson Citicolin 500 mg (2 x 1)

Dilanjutkan
Levodopa diganti menjadi Cari eviden base tentang penurunan
kombinasi Carbidopa dan efek samping mual antara kombinasi
Levodopa dosis? carbidopa levodopa daripada
pemberian levodopa sendirian
Asam folat 1000 mcg

(2 x 1) Dilanjutkan

PEMBAHASAN
Parkinsons

Citicoline

Carbidopa-Levodopa

Asam Folat
Efek levodopa/DDI adalah Neurotoksik jangka panjang karena perubahan
homocysteine-, SAM-, dan SAH dimana peningkatan kadar t-hcys berkontribusi
terhadap timbulnya penyakit pembuluh darah, otak atrofi, penyakit Alzheimer atau
semuanya. Asam folat harus ditambahkan ke pasien yang terkena PD untuk
menormalkan kadar Hcy darah , sehingga berpotensi menghindari faktor-faktor risiko
ini untuk kerusakan neurologis (Woitalla2004).
MONITORING
DAFTAR PUSTAKA

American Parkinson Disease Association. Parkinson's Disease Handbook New York.


2016
Chen, JK., Nelson , MV., dan Swope, DM. Parkinson Disease , in Dipiro, (eds)
Pahrmacotherapy: A Pathophysiology Approachcx. Ed 7 th, Mc Graw Hill,
USA.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Fahn, S. Oakes, D. Shoulson, I, et al. Levodopa and The Progression of Parkinson's
Disease New Engl J Med. 2004. 351(24) 2498-2508
Koda-Kimble, A.N., Lee Young, L., Kradjan, W.A., Guglielmo, B.J., 2013, Applied
Therapeutics: The Clinical Use Of Drugs, Eighth Ed., Lippincot
Williams&Wilkins, Philadelphia.
Gunawan, et al. 2017. Parkinson and Steam Cell Therapy.Laboratorium Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
Ginsberg L. Lecture Notes: Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008.

H. Ropper AHB, Robert. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th ed. United
States of America:2005

Shaiba Sana, Q., et al. 2016 .Citicoline : A Potential Breaktrough in Cerebrovascular


Disorder. Journal of Pharmacology and Therapeutics 2016; 4(1). 1077
SIGN (Scottish Intercollegiate Guideline Network). Diagnosis and Pharmacological
Management of Parkinson's Disease. 2010
Silitonga R. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita
penyakit parkinson di poliklinik saraf RS Kariadi. Magister Ilmu Biomedik
dan Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf. Universitas
Diponegoro Semarang.
Woitalla, et al. 2004. MTHFR C677T polymorphism, folic acid and
hyperhomocysteinemia in levodopa treated patients with Parkinson's disease.
Th. Müller et al. (eds.), Focus on Extrapyramidal Dysfunction Springer-
Verlag Wien 2004
Yamada, Momose, Okada, Kuroiwa. 2002. Anticholinergic Drugs: Response Of
Parkinsonism Not Responsive To Levodopa. J Neurol Neurosurg Psychiatry
2002;72:111–113
Zhenguang Li. 2016. Effect of citicoline adjuvant therapy on mild cognitive
impairment in Parkinson’s disease. Int J Clin Exp Med 2016;9(2):4593-4598

Anda mungkin juga menyukai