Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

OLEH :
Kelompok III
I Made Mega Adi Mudra 172200065
Dewa Ayu Made Dwi Desy Ari 172200071
I Wayan Adi Putra Tanaya 172200073
I Wayan Sudiarsa 172200074
I Made Jesse Angga Mahendra 172200079
I.B Utama Riyasa Putra 172200081

FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2019
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi GERD
2. Mengetahui patofisiologi GERD
3. Mengetahui tatalaksana GERD (Farmakologi & Non – Farmakologi)
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait GERD secara mandiri dengan menggunakan
metode SOAP

B. DASAR TEORI
1. Definisi
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau yang biasa dikenal sebagai
penyakit lambung akibat refluks asam lambung, adalah masalah kesehatan yang
cukup umum. GERD merupakan gerakan membaliknya isi lambung menuju
esophagus. GERD juga mengacu pada berbagai kondisi gejala klinis atau perubahan
histology yang terjadi akibat refluk gastroesofagus. Ketika esophagus berulangkali
kontak dengan material refluks untuk waktu yang lama, dapat terjadi inflamasi
esophagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang menjadi erosi
esophagus (esofagitis refluks).
2. Patofisiologi

Gambar 1. Patofisiologi Gastroesophageal Reflux Disease


Patofisiologi GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor
ofensif dandefensif dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung.
Yang termasuk factor defensif sistem pertahanan esofagus adalah LES, mekanisme
bersihan esofagus, dan epitelesofagus. LES merupakan strukur anatomi berbentuk
sudut yang memisahkan esofagus denganlambung. Pada keadaan normal, tekanan
LES akan menurun saat menelan sehingga terjadialiran antegrade dari esofagus ke
lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu danmenyebabkan terjadinya aliran
retrograde dari lambung ke esofagus.
Terganggunya fungsi LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan LES
akibat penggunaan obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan struktural.
Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan
dirinya dari bahan refluksat lambung; termasuk faktor gravitasi, gaya peristaltik
esofagus, bersihan saliva, dan bikarbonat dalam saliva. Pada GERD, mekanisme
bersihan esofagus terganggu sehingga bahan refluksat lambung akan kontak ke dalam
esofagus; makin lama kontak antara bahan refluksat lambung dan esofagus, maka
risiko esofagitis akan makin tinggi.
Selain itu, refluks malam hari pun akan meningkatkan risiko esofagitis lebih
besar. Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat berbaring. Mekanisme
ketahanan epitel esofagus terdiri dari membran sel, intercellular junction yang
membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran darah esofagus yang
menyuplai nutrien-oksigen dan bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2 , sel
esofagus mempunyai kemampuan mentransport ion H+ dan Cl intraseluler dengan
Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala khas GERD adalah regurgitasi dan hearburn. Regurgitasi
merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa
asam dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah epigastrium
yang dapat disertai nyeri dan pedih. Dalam bahasa awam, heartburn sering dikenal
dengan istilah rasa panas di ulu hati yang terasa hingga ke daerah dada. Kedua gejala
ini umumnya dirasakan saat setelah makan atau saat berbaringGejala yang timbul
kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan fungsional lain dari traktus
gastrointestinal, antara lain: Gejala lain GERD adalah kembung, mual, cepat
kenyang, bersendawa, hipersalivasi, disfagia hingga odinofagia. Disfagia umumnya
akibat striktur atau keganasan Barrett’s esophagus. Sedangkan odinofagia atau rasa
sakit saat menelan umumnya akibat ulserasi berat atau pada kasus infeksi. Nyeri dada
non-kardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis merupakan gejala ekstraesofageal
penderita GERD.

4. Diagnosis
Diagnosis GERD ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan khusus,
seperti:
a. Pemeriksaan Radiologi Roentgen esofagus dengan kontras Barium (esofagogram)
atau fluoroskopi dan pemeriksaan serial traktus gastrointestinal bertujuan untuk
menyingkirkan penyakit penyakit seperti striktur esofagus, akalasia, dll. Bila
tidak ada kelainan, bukan berarti tidak ada GERD.
b. Pemeriksaan Manometri Direkomendasikan untuk evaluasi preoperasi untuk
eksklusi kelainan motilitas yang jarang seperti achalasia atau aperistaltik yang
berhubungan dengan suatu kelainan, misalnya skleroderma.
c. Pemeriksaan Endoskopi Pemeriksaan endoskopi dapat menilai kelainan mukosa
esofagus dan melakukan biopsi esofagus untuk mendeteksi adanya esofagus
Barret atau suatu keganasan.
d. Tes Provokatif Tes perfusi asam dari Bernstein merupakan tes sederhana dan
akurat untuk menilai kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.
e. Pengukuran pH dan tekanan esofagus Pengukuran ini menggunakan alat yang
dapat mencatat pH intra-esofagus post prandial selama 24 jam dan tekanan
manometrik esofagus. Bila pH < 4 dianggap ada GERD.
f. Tes Skintigrafi gastroesofagus. Bertujuan untuk menilai pengosongan esofagus
dengan menggunakan radioisotop dan bersifat non invasif.
5. Tatalaksana Terapi
Pengobatan penderita GERD terdiri dari:
a. Tahap I Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,
memperbaiki Barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan esofagus
dengan cara :
1) Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
2) Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak,
berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.
3) Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
4) Jangan makan terlalu kenyang
5) Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam terlambat
6) Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB
seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.

b. Tahap II Menggunakan obat-obatan, seperti :


1) Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan
tekanan SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum
makan dan sebelum tidur dan Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum
makan dan sebelum tidur.
2) Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan
jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan antagonis reseptor
H2 seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40
mg sebelum tidur (dewasa), dan jenis penghambat pompa ion hidrogen
sepertiOmeprazole: 20 mg 1-2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari
untuk anak.
3) Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari,
diberikansebagai campuran dalam 5-15 ml air.
4) Antasida Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum tidur,
untuk menurun-kan refluks asam lambung ke esofagus.
c. Tahap III Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi
antara lain mal-nutrisi berat, PRGE persisten, dll. Operasi yang tersering
dilakukan yaitu fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey. Tujuan pengobatan GERD
adalah untuk mengatasi gejala, memperbaiki kerusakan mukosa, mencegah
kekambuhan, dan mencegah komplikasi. Berdasarkan Guidelines for the
Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease tahun 1995 dan
revisi tahun 2013, terapi GERD dapat dilakukan dengan:
1) Treatment Guideline I: Lifestyle Modification
2) Treatment Guideline II: Patient Directed Therapy
3) Treatment Guideline III: Acid Suppression
4) Treatment Guideline IV: Promotility Therapy
5) Treatment Guideline V: Maintenance Therapy
6) Treatment Guideline VI: Surgery Therapy
7) Treatment Guideline VII: Refractory
C. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
1. Form SOAP
2. Form Medication Record
3. Catatan Minum Obat.
4. Kalkulator Scientific
5. Laptop dan koneksi internet.
BAHAN :
1. Text Book
2. Data nilai normal laboraturium.
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).

D. STUDI KASUS
Tn M MRS 30 Agustus 2017 sore hari, kemudian tanggal 1 September 2017 pagi
direview oleh apoteker. Usia pasien 36 tahun, jenis kelamin laki-laki. Tidak ada
riwayat alergi obat. Saat MRS (30 Agustus 2017). Pasien mengeluh nyeri perut
sebelah kanan sudah kurang lebih selama 1 bulan, badan terasa panas sejak 26
Agustus 2017, kepala pusing, setiap kali makan perut terasa sakit.
Tanda-tanda vital pasien ditmapilkan pada tabel berikut.

Parameter 30/8 31/8 1/9


Suhu (oC) 36,9 36,6 36,5
RR (kali/menit) 18
Nadi (kali/menit) 90 60 76
Tekanan darah (mmHg) 120/80 120/80 120/80
Endoskopi √
Hasil pemeriksaan endoskopi menunjukkan GERD grade A dengan menggunakan
LA classification, adanya duodenal polip dan gastritis erosive. Berikut adalah hasil
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 31 Agustus 2017.

Diagnosis : GERD LA Classification grade A, gastritis Erosiva. Pasien rencana KRS


1 September 2017. Berikut adalah catatan pengobatan pasien pada tanggal 30 dan 31
Agustus 2017
E. HASIL PRAKTIKUM
FORM SOAP

PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE

Ny. XY
Jenis kelamin : Laki-laki Tgl MRS : 30 Agustus 2017
Usia : 36 th Tgl KRS : -
Tinggi Badan : ideal
Berat Badan : ideal

Presenting Complaint
Pasien mengeluh nyeri perut sebelah kanan sudah kurang lebih selama 1 bulan,
badan terasa panas sejak 26 agustus 2017, kepala pusing, setiap kali makan perut
terasa sakit.

Diagnosa Kerja : -
Diagnosa banding : -

Relevant Past Medical History: Rematik

Drug Allergies: Tidak ada riwayat alergi obat


DATA LABORATORIUM
Parameter 30/8 31/8 1/9
Suhu (oC) 36,9 36,6 36,5
RR (kali/menit) 18
Nadi (kali/menit) 90 60 76
Tekanan darah (mmHg) 120/80 120/80 120/80
Endoskopi √

Medication
Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis terapi
digunakan (literature )
Vomate Penghilang mual 3 x 1 (10 mg) 3 x 1 tablet
(Domperidone)
Pariet Menetralkan asam 2 x 1 (10mg) 20 mg/ hari
(Rabeprazole) lambung
Ranitidine Menetralkan kadar 2 x 1 (i.v) 2-4 mg/kg/hari
asam lambung maksimum 200
mg/hari i.v
Tomit Mual muntah 10 mg (i.v) 10 mg i.m atau i.v
(metoklorpramide)
Novalgin Analgesik (pereda Prn (i.v) 2 – 5 ml i.m/i..v
(metampiron) nyeri)

FIR
No Further Information Jawaban Alasan
Required
1 Apakah pasien mengidap Iya (rematik) Untuk menentukan
penyakit lain? terapi selanjutnya
2. Apakah pasien melakukan Tidak Untuk menentukan
diet? terapi non
farmakologi
3. Apakah pasien merokok dan Tidak Untuk menentukan
mengkonsumsi alcohol serte terapi non-
senang makanan berlemak? farmakologi
4. Apakah sakit kepala sudah Ya, sakit kepala Untuk mengetahui
berkurang dan apakah pasien berkurang. Tidak efek samping
mengalami diare atau ada sembelit atau rabeprazole dan
sembelit? diare untuk melihat efek
dari novalgin
5. Apakah pasien menggunakan Ya, Na-diklofenak Untuk menentukan
obat-obatan lain ? terapi selanjutnya

1. SUBJEKTIF
a. Pasien mengalami nyeri perut sebelah kanan sudah kurang lebih selama 1
bulan, badan terasa panas sejak 26 Agustus 2017, kepala pusing, setiap kali
makan perut terasa sakit.
b. Pasien mengurangi rasa tidak enak degan cara beberapa kali mkaan dalam
sehari. pasien sudah mengalami gejala tersebut selama 2 minggu terakhir.
c. Tidak ada alergi obat .
d. Riwayat penyakit : rematik
e. Riwayat pengobatan : vomate, pariet, ranitidine, tomit, novalgin
2. OBJEKTIF
Parameter 30/8 31/8 1/9
Suhu (oC) 36,9 36,6 36,5
RR (kali/menit) 18
Nadi (kali/menit) 90 60 76
Tekanan darah (mmHg) 120/80 120/80 120/80
Endoskopi √
3. ASSESMENT
Problem Terapi Dosis Indikasi PCNE
Medis
Mual dan Vometa FT 10 mg Antiemetik Tidak ada
Muntah (Domperidone) 3 x1 oral masalah
Tomit 10 mg Antiemetik Tidak ada
(Metoklopramid) i.v. masalah
Nyeri Perut Novalgin Bila Perlu Analgetik M2.1 Pasien
(Metampiron) i.v (NSAID) menderita
ROTD bukan
alergi
P1.1
Pemilihan
obat tidak
tepat
GERD Ranitidin 100 mg Mengobati M.3.2 Obat
2 x1 i.v. GERD (H2RA) tidak
diperlukan
P1.1
Pemilihan
obat tidak
tepat
Pariet 10 mg Mengobati Tidak ada
(Rabeprazole) 2 x 1 oral GERD (PPI) masalah

4. PLANNING
Problem Terapi Dosis Indikasi EBM
Medis
Mual dan Vometa FT Dihentikan Antiemetik Karena mual dan muntah
Muntah (Domperidone) sudah sembuh
Tomit Dihentikan Antiemetik Karena mual dan muntah
(Metoklopramid) sudah sembuh
Nyeri Paracetamol 500 mg Analgetik Risiko absolut
Perut 3 x 1 bila berkembangnya GERD
perlu tanpa konsumsi NSAID
sebelumnya, adalah
0,38. Risiko absolut
berkembangnya GERD
untuk pasien yang
mengonsumsi satu atau
lebih resep NSAID adalah
0,80. Dengan demikian,
risiko relatif GERD untuk
pasien NSAID adalah
2,11. GERD secara
bermakna dikaitkan dengan
satu atau lebih resep NSAID
(OR = 1.82). Resep NSAID
awal bertanggung jawab
untuk peningkatan marginal
terbesar dalam GERD.
(Jeffrey Kotzan. et al.
2001).
Asetaminofen
meningkatkan aktivitas
prostasiklin pada hewan dan
dengan demikian dapat
meningkatkan sintesis
prostaglandin
endogen.Acetaminophen
secara signifikan
menghambat fluks ion
hidrogen, perubahan
perbedaan potensial, dan
kerusakan endoskopi
(Anthony, et al. 1984)
GERD Ranitidin Dihentikan. Mengobati Pengobatan awal pasien
GERD GERD dengan inflamasi
(H2RA) esophagus adalah full dose
PPI (1 atau 2 bulan) dan
apabila tidak ada respon di
berikan double dose PPI (1
bulan) dan terakhir apabila
tidak ada respon baru
diberikan H2RA/Prokinetik
selama 1 bulan. (NICE.
2004)
Esomeprazole 20 mg Mengobati Dari golongan PPI,
1 x 1 sehari GERD Esomeprazole di temukan
(1 bulan) (PPI) memiliki aksi lebih cepat dan
di ikuti lanzoprazole dan
rabeprazole (Altay Celebi.
2016)

5. MONITORING
Obat Monitoring Target keberhasilan
Keberhasilan ESO
Esomeprazole Nyeri perut, mual, Pusing, sakit Nyeri perut mual dan
GERD kepala, mulut GERD tidak kambuh lagi.
kering dan diare Dilihat dengan endoskopi
ringan tidak ada lesi maupun
radang pada bagian
bawah esofagus
Paracetamol Nyeri perut Mual , muntah, Nyeri perut mereda dan
hipersensitivitas, tidak kambuh lagi
gangguan fungsi
hati dan ginjal
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini Tn M mengeluh nyeri perut sebelah kanan sudah kurang
lebih selama 1 bulan, badan terasa panas sejak 26 Agustus 2017, kepala pusing, setiap
kali makan perut terasa sakit. Hasil pemeriksaan endoskopi menunjukkan GERD
grade A dengan menggunakan LA classification, adanya duodenal polip dan gastritis
erosive. Pasien di berikan obat Vometa oral dan Tomit i.v untuk mengobati mual dan
muntahnya, Novalgin untuk mengobati nyeri perut dan Ranitidin serta Pariet untuk
mengobati GERD. Pemberian Novalgin sebagai penghilang nyeri pada kasus GERD
kurang tepat karena Novalgin mengandung Metampiron yang merupakan salah satu
golongan NSAID. NSAID dapat mengurangi produksi prostaglandin yang
melindungi mukosa lambung dan esophagus sehingga dapat meningkatkan risiko
lambung dan esophagus terpapar langsung asam lambung sehingga terjadi iritasi
ataupun lesi dan pendarahan pada lambung dan esophagus. Oleh sebab itu Novalgin
diganti dengan Paracetamol yang bukan merupakan NSAID sebagai analgetik, selain
itu Paracetamol dapat meningkatkan sintesis prostaglandin sehingga dapat
melindungi lambung dan esophagus dari asam lambung (Anthony, et al. 1984).
Pemberian ranitidin pada kasus ini kurang tepat karena pengobatan awal pasien
GERD dengan inflamasi esophagus adalah full dose PPI (1 atau 2 bulan) dan apabila
tidak ada respon di berikan double dose PPI (1 bulan) dan terakhir apabila tidak ada
respon baru diberikan H2RA/Prokinetik selama 1 bulan (NICE. 2004). Jadi
seharusnya Ranitidin diberikan setelah tidak ada respon terhadap double dose PPI (1
bulan).
Rabeprazole di ganti dengan Esomeprazole karena dari golongan PPI,
Esomeprazole di temukan memiliki aksi lebih cepat dan di ikuti lanzoprazole dan
rabeprazole (Altay Celebi. 2016). Sehingga diberikan esomeprzole low dose sebagai
terapi lanjutan setelah ada respon terhadap pemberian PPI full dose. Namun
pemberian Esomeprazole dapat di ganti dengan Omeprazole jika di lihat dari segi
biaya karena harga Esomeprazole di Indonesia jauh lebih mahal jika di bandingkan
dengan omeprazole.
G. KESIMPULAN
1. GERD merupakan gerakan membaliknya isi lambung menuju esophagus, ketika
esophagus berulangkali kontak dengan material refluks untuk waktu yang lama,
dapat terjadi inflamasi esophagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus
berkembang menjadi erosi esophagus (esofagitis refluks).
2. Patofisiologi GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor
ofensif dandefensif dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung.
3. Tatalaksana terapi GERD terdiri dari perbaikan gaya hidup, dan penggunaan obat
obatan seperti PPI full dose, PPI double dose, H2Ra/Prokinetik, serta Low dose
PPI.
4. Pada praktikum kali ini obat yang dihentikan adalah Vometa FT, Domperidone,
Ranitidin, serta Novalgin. Kemudian obat yang diberikan Paracetamol dan
Esomeprazole low dose. Pemberian Esomeprazole dapat diganti dengan
Omeprazole jika di lihat dari segi biaya karena harga Esomeprazole di Indonesia
jauh lebih mahal jika di bandingkan dengan omeprazole.
DAFTAR PUSTAKA

American gastroenterological association institute. American gastroenterological


association institute medical position statement on the use of gastrointestinal
medications in pregnancy. Gastroenterology 2006;131:278–282.

Kahrilas PJ. GERD Pathogenesis, Pathophysiology, and Clinical Manifestations.


Cleveland Clinic Journal of Medicine, Volume 70; 2003.

Stoor M, Meining A. Pharmacologic Management and Treatment of


Gastroesophageal Reflux Disease. Disease of The Esophagus. Volume 17. 2004.
(Review article 2004; 17; 197-204).

Jeffrey Kotzan. Assessing NSAID Prescription Use as a Predisposing Factor for


Gastroesophageal Reflux Disease in a Medicaid Population. September
2001, Volume 18, Issue 9, pp 1367–1372

Anthony, et al. 1984. Protective Effect of Acetaminophen Against Aspirin- and


Ethanol-Induced Damage to the Human Gastric Mucosa. April 1984Volume 86,
Issue 4, Pages 728–733

NICE, 2014, Gastro-oesophageal reflux disease and dyspepsia in adults:investigation


and management (CG184), National Institute for Health and Clinical Excellence

Altay Celebi. Comparison of the effects of esomeprazole 40 mg, rabeprazole 20 mg,


lansoprazole 30 mg, and pantoprazole 40 mg on intragastrıc pH in extensive
metabolizer patients with gastroesophageal reflux disease. Turk J Gastroenterol
2016; 27: 408-14

Anda mungkin juga menyukai