Disusun Oleh:
Muhammad Sidki
Silvia Fransiska
2C S1 Keperawatan
Tahun 2021/2022
A. Definisi
B. Etiologi
Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses yang multifaktor. Pada orang
dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah sehingga terjadi
refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan (misalnya aspirin), alkohol, rokok,
kehamilan. Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas, pengosongan lambung yang
terlambat dapat menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan
refluks gastroesofagus. hernia hiatal akan melemahkan katup bawah esofagus dan
meningkatkan risiko refluks gastroesofagus.
Hernia hiatal terjadi ketika bagian atas lambung bergerak ke dalam rongga dada
melalui lubang kecil yang ada di diafragma (hiatus diafragma). Diafragma adalah otot yang
memisahkan rongga perut dengan rongga dada. Banyak orang dengan hernia hiatal tidak
memiliki masalah GERD. Namun, adanya hernia hiatal akan berisiko lebih besar untuk
mengalami pengembalian isi lambung lebih mudah ke esofagus.
Batuk, muntah, tegang, atau tiba-tiba beraktivitas berat dapat menyebabkan peningkatan
tekanan dalam perut mengakibatkan hernia hiatus. Obesitas dan kehamilan juga berkontribusi
terhadap kondisi ini. Banyak orang sehat usia 50 tahunan lebih memiliki hernia hiatus kecil.
Meskipun dianggap sebagai kondisi usia pertengahan, hernia hiatus mempengaruhi orang-
orang dari segala usia. Hernia hiatus biasanya tidak memerlukan pengobatan. Namun,
pengobatan mungkin diperlukan jika hernia adalah dalam bahaya menjadi strangulasi
(terpelintir sehingga memotong suplai darah, disebut hernia paraesophageal) atau dipersulit
oleh GERD parah atau esofagitis (radang kerongkongan). Dokter mungkin melakukan
operasi untuk mengurangi ukuran hernia atau untuk mencegah terjadinya strangulasi.
C. Patofisiologi
Pato-siologi GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan
defensif dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung. Yang termasuk faktor
defensif sistem pertahanan esofagus adalah LES, mekanisme bersihan esofagus, dan epitel
esofagus. LES merupakan strukur anatomi berbentuk sudut yang memisahkan esofagus
dengan lambung. Pada keadaan normal, tekanan LES akan menurun saat menelan sehingga
terjadi aliran antegrade dari esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan
menyebabkan terjadinya aliran retrograde dari lambung ke esofagus.
Terganggunya fungsi LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan LES akibat
penggunaan obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan struktural. Mekanisme
bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan dirinya dari bahan
refluksat lambung; termasuk faktor gravitasi, gaya peristaltik esofagus, bersihan saliva, dan
bikarbonat dalam saliva. Pada GERD, mekanisme bersihan esofagus terganggu sehingga
bahan refluksat lambung akan kontak ke dalam esofagus; makin lama kontak antara bahan
refluksat lambung dan esofagus, maka risiko esofagitis akan makin tinggi. Selain itu, refluks
malam hari pun akan meningkatkan risiko esofagitis lebih besar.
Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat berbaring. Mekanisme ketahanan
epitel esofagus terdiri dari membran sel, intercellular junction yang membatasi difusi ion H+
ke dalam jaringan esofagus, aliran darah esofagus yang menyuplai nutrien-oksigen dan
bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2 , sel esofagus mempunyai kemampuan
mentransport ion H+ dan Cl intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.
D. Gejala
Tanda dan gejala khas GERD adalah regurgitasi dan hearburn. Regurgitasi merupakan
suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa asam dan pahit di lidah.
Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah epigastrium yang dapat disertai nyeri dan
pedih. Dalam bahasa awam, heartburn sering dikenal dengan istilah rasa panas di ulu hati
yang terasa hingga ke daerah dada. Kedua gejala ini umumnya dirasakan saat setelah makan
atau saat berbaringGejala yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan
fungsional lain dari traktus gastrointestinal, antara lain:
Gejala lain GERD adalah kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa, hipersalivasi,
disfagia hingga odinofagia. Disfagia umumnya akibat striktur atau keganasan Barrett’s
esophagus. Sedangkan odinofagia atau rasa sakit saat menelan umumnya akibat ulserasi berat
atau pada kasus infeksi. Nyeri dada non-kardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis
merupakan gejala ekstraesofageal penderita GERD.
E. Diagnosis
Diagnosis PRGE ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan khusus, seperti:
1. Pemeriksaan Radiologi
3. Pemeriksaan Endoskopi
4. Tes Provokatif
Tes perfusi asam dari Bernstein merupakan tes sederhana dan akurat untuk menilai
kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.
2. Esofagitis ulseratif
3. Perdarahan
4. Striktur esofagus
5. Aspirasi
G. Penatalaksanaan
a. Tahap I
5. Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam terlambat
6. Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB seperti
kafein, aspirin, teofilin, dll.
b. Tahap II
Menggunakan obat-obatan, seperti :
1. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan tekanan SEB,
misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur dan
Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur.
4. Antasida
Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum tidur, untuk menurun-kan
refluks asam lambung ke esofagus.
c. Tahap III
Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi antara lain
mal-nutrisi berat, PRGE persisten, dll. Operasi yang tersering dilakukan yaitu fundo-
plikasi Nissen, Hill dan Belsey.
GERD Secara garis besar, prinsip terapi GERD di pusat pelayanan kesehatan
primer berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of
Gastroesophageal Reflux Disease adalah dengan melakukan modifikasi gaya hidup
dan terapi medikamentosa GERD. Modifikasi gaya hidup, merupakan pengaturan
pola hidup yang dapat dilakukan dengan:
1. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat badan
sesuai dengan IMT ideal
2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap elevasi saat
posisi berbaring
3. Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur
4. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat,
minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan berlemak - asam -
pedas
Penggunaan PPI sebagai terapi inisial GERD menurut Guidelines for the
Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease dan Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia adalah dosis
tunggal selama 8 minggu. Apabila gejala tidak membaik setelah terapi inisial selama
8 minggu atau gejala terasa mengganggu di malam hari, terapi dapat dilanjutkan
dengan dosis ganda selama 4 – 8 minggu. Bila penderita mengalami kekambuhan,
terapi inisial dapat dimulai kembali dan dilanjutkan dengan terapi maintenance.
https://www.google.co.id/search?q=komplikasi+gastroesophageal+reflux+disease&source
https://www.google.co.id/search?
q=GAMBAR+ESOFAGUS&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=P9Lr
Http://www.library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary.pdf
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_252CME-Diagnosis%20dan%20Tatalaksana
%20GERD%20di%20Pusat%20Pelayanan%20Kesehatan%20Primer.pdf