Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA APLASTIK

Di susun oleh :
Zahran Nurfadhilah Solihudin
(433131420120130)
Tk 2C/S1 Keperawatan

PRORGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG
Jln. Pangkal perjuangan KM 1 Raya Bypass Karawang

1
1. Pengertian
Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada
darah tepi dan penurunan selularitas sumsum tulang. Anemia aplastik merupakan
keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam tepi, akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sum-sum tulang.
Sistem limfoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga tetapi
relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia
ini dapat terjadi hanya satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik,
granulopoetik, trombopoetik)
Aplasia hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia
hipoplastik) yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis
(penyakit Schultz), sedangkan yang mengenai sistem trombopoetik disebut
amegakariositik trombositoponik purpura (ATP).
Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang ditandai dengan
adanya pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan tubuh). Defisit sel darah pada
sumsum tulang ini disebabkan karena kurangnya sel induk pluripoten sehingga
sumsum tulang gagal membentuk sel-sel darah. Kegagalan sumsum tulang ini
disebabkan banyak faktor. Mulai dari induksi obat, virus, sampai paparan bahan
kimia.
Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering digunakan antara lain
anemia hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif,
aleukia hemoragika, panmielofisis dan anemia paralitik toksik.
Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 – 5 kasus/juta
penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski
termasuk jarang, tetapi penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam
jiwa dan biasanya dapat menyebabkan kematian. Pada pria penyakit anemia aplastik
ini lebih berat dibanding wanita walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara
pria dan wanita hampir sama. Siapa saja berpeluang mendapat anemia aplastik ini.

2. Etiologi

2
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga
dapat memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini. Faktor-faktor penyebab yang
dimaksud antara lain:
a. Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
besar diturunkan menurut hukum Mendel meliputi :
o Anemia fanconi
o Diskeratosis bawaan
o Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang
o Sindrom aplastik parsial
o Sindrom Pearson
o Sindrom Dubowitz dan lain-lain.
Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang
yang mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah). Menurut sumber
referensi yang lain, penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan
bentuk lain dari anemia.
b. Zat Kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya
benzen, arsen, insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup
ataupun terkena (secara kontak kulit) pada seseorang.
c. Obat-obatan
Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya
pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 – 3 bulan akan menyebabkan
anemia aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah
membuat daftar obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat
yang dimaksud antara lain: Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic
anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide, Indomethasin, Imunoglobulin limfosit,
Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-

3
obat thiazide, Trimethadione. Pengaruh obat-obat pada sumsum tulang diduga
sebagai berikut :
 Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga sebelumnya
(obat-obat anti tumor)
 Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat diduga
sebelumnya.
 Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)
d. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen. Infeksi
virus temasuk EBV, sitomegalovirus, herpes varisela zoster dan virus hepatitis.
e. Radiasi
Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada
lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X
yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir).
Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun anemia
aplastik.
f. Kelainan imunologik
Zat anti terhadap sel-sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan
anemia aplastik.
g. Anemia aplastik pada keadaan / penyakit lain
h. Kelompok idiopatik
Besarnya tergantung pada usaha mencari faktor etiologi

3. Patofisiologi
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sum-sum
tulang dan penggantian sum-sum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara
kongenital maupun didapat. Dapat juga idiopatik (tanpa penyebab yang jelas) dan
merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan kehamilan dapat
mencetuskannya atau dapat pula disebabkan oleh obat, bahan kimia, atau kerusakan

4
radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia sum-sum tulang meliputi benzene
dan turunan benzene (misalnya perekat pesawat terbang), obat anti tumor seperti
nitrogen mustard, antimetabolit, termasuk metotrexate dan 6-merkaptopurin dan
bahan toksik seperti arsen anorganik.
Berbagai bahan yang kadang juga menyebabkan aplasia atau hipoplasia
meliputi berbagai antimikrobial, anti kejang, obat antitiroid, obat hipoglikemik oral,
antihistamin, analgetik, sedative, phenothiazine, insektisida, dan logam berat. Yang
tersering adalah antimikrobial, chloramphenicol, dan arsenik organik, anti kejang
mephenytoin ( mesantoin ) dan trimethadione ( tridione ), obat analgetik antiinflamasi
phenylbutazone, sulfonamide, dan senyawa emas.
Dalam berbagai keadaan, anemia aplastik terjadi saat obat atau bahan kimia
masuk dalam jumlah toksik. Namun, pada beberapa orang dapat timbul pada dosis
yang dianjurkan untuk pengobatan. Apabila pajanannya segera dihentikan dapat
diharapkan penyembuhan yang segera dan sempurna.
Apapun bahan penyebabnya, apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda
hipoplasia muncul, maka depresi sum-sum tulang akan berkembang sampai titik
dimana terjadi kegagalan sempurna dan irreversibel, disinilah pentingnya
pemeriksaan angka darah sesring mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan
atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia
aplastik.
Pada anemia aplastik, tidak terdapat mekanisme patogenik tunggal sel induk
hemopoetik yang multifoten berdeferensiasi menjadi sistem – sistem eritropoetik,
granulopoetik, trombopoetik, limpoetik, dan monopoetik. Sejumlah sel induk lainnya
membelah secara aktif menghasilkan sel induk baru. Sebagian darinya dalam fase
istirahat setiap saat siap berdiferensiasi kedalam berbagai sistem tersebut. Apapun
penyebab anemia aplastik, kerusakan dapat terjadi pada sel induk yang aktif maupun
yang berada dalam fase istirahat.

4. Manifestasi klinis
Awitan anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap ditandai oleh kelemahan,
pucat, sesak napas pada saat latihan, dan manifestasi anemia lainnya. Apabila

5
granulosit juga terlibat, pasien biasanya mengalami demam, faringitis akut, atau
berbagai bentuk lain sepsis dan perdarahan. Tanda fisik selain pucat dan perdarahan
kulit, biasanya tidak jelas. Pemeriksaan hitung darah menunjukkan adanya defisiensi
berbagai jenis sel darah (pansitopenia). Sel darah merah normositik dan normokromik
artinya ukuran dan warnanya normal. Sering, pasien tidak mempunyai temuan fisik
yang khas : adenopati (pembesaran kelenjar) dan hepatosplenomegali (pembesaran
hati dan limpa).

5. Evaluasi diagnostik
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sum-sum tulang, aspirasi sum-sum
tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsi
untuk menentukan beratnya penurunan elemen sum-sum normal dan penggantian
oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit,
eritrosit, dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia (defisiensi semua elemen sel
darah).
Kriteria anemia aplastik yang berat
Darah tepi :

Granulosit         < 500/mm3

Trombosit         < 20.000/mm3

Retikulosit        < 1,0%
Sumsum tulang :
 Hiposeluler       < 25%

6. Penatalaksanaan pengobatan
Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan yaitu :
a. Transplantasi sum – sum tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika
memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara
kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari
80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun

6
bila pasien yang mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur,
makin meningkat pula reaksi penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa
disebut GVHD atau graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin
memburuk. Dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesis yang
masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan
menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa
penyembuhan.
b. Terapi imuunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia
aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang
termasuk terapi imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone.
Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam dan
kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi
transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif ini. Dengan
ATG diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang
aplasia sehingga memungkinkan sum – sum tulang mengalami penyembuhan.
ATG diberikan setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari.
Pasien yang berespon terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa
minggu sampai 3 bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 6 bulan setelah
penanganan. Pasien yang mengalami anemia berat dan ditangani secara awal
selama perjalanan penyakitnya mempunyai kesempatan terbaik berespon terhadap
ATG.
c. Terapi suportif
Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Setiap
bahan penyebab harus dihentikan. Pasien disokong dengan transfusi sel darah
merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi gejala. Selanjutnya pasien
tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap antigen sel darah merah minor
dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu menaikkan jumlah sel.
Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau infeksi, meskipun antibiotik

7
khusunya yang aktif terhadap basil gram negatif, telah mengalami kemajuan besar
pada pasien ini.
Pasien dengan lekopenia yang jelas ( penurunan abnormal sel darah putih)
harus dilindungi terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi.
Antibiotik tidak boleh diberikan secara profilaksis pada pasien dengan kadar
netrofil rendah dan abnormal ( netropenia ) karena antibiotik dapat mengakibatkan
kegawatan akibat resistensi bakteri dan jamur.

7. Penatalaksanaan pencegahan
Pencegahan pengobatan yang mengakibatkan anemia aplastik sangat penting.
Karena tidak mungkin meramalkan pasien mana yang akan mengalami reaksi
samping terhadap bahan tertentu, obat yang potensial toksik hanya boleh digunakan
apabila terapi alternatif tidak tersedia. Pasien yang minum obat toksik dalam jangka
waktu lama harus memahami pentingnya pemeriksaan darah secara periodik dan
mengerti gejala apa yang harus dilaporkan.
Tindakan pencegahan dapat mencakup linkungan yang dilindungi dan higiene
yang baik. Pada perdarahan dan / atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah
yaitu sel darah merah, granulosit, trombosit dan antibiotik. Agen – agen perangsang
sum-sum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoesis. Penderita anemia
aplastik kronik dapat menyesuaikan diri dengan baik dan dapat dipertahankan pada
Hb antara 8 dan 9 g dengan transfusi darah yang periodik

8
KONSEP KEPERAWATAN
A. Data dasar pengkajian
1. Aktifitas / istirahat
Gejala : letih, lemah, malas, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk
tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda : tachicardia, tachipnea, dispnea jika istirahat atau bekerja, apatis, lesu,
kelemahan otot dan penurunan kekuatan, atakna, tubuh tidak tegak.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, endokarditis, palpitasi
Tanda : hipotensi postural, disritmia, abnormalitas EKG, bunyi jantung murmur,
Ekstremitas pucat, dingin, pucat dan membran mukosa ( konjunctiva,
mulut, faring, bibir, dan dasar kuku ), pengisian kapiler lambat, rambut
keras.
3. Eliminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal, hematemesis, feses dengan darah
segar, melena, diare, konstipasi, penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
Gejala : penurunan masukan, nyeri menelan, mual, muntah, anoreksia,
penurunan berat badan
Tanda : lidah merah, membran mukosa kering, pucat, tangan kulit kering,
stomatitis.
5. Higiene
Tanda & gejala : kurang bertenaga, penampilan tidak rapi
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, insomnia,
penurunan penglihatan, keseimbangan buruk, parestesia tangan /
kaki, sensasi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, respon
lambat dan dangkal, hemoragik retina, epitaksis, perdarahan dari
lubang – lubang koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar

9
7. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajang terhadap bahan kimia, tidak toleran
terhadap dingin dan atau, panas penyembuhan luka buruk, sering
infeksi
Tanda : demam, keringat malam, limpadenopati, petekie, ekhimosis
8. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : kecendrungan keluarga untuk anemia, penggunaan antikonvulsan,
antibiotik, agen kemoterapi, aspirin, obat anti inflamasi

B. Diagnosa & Intervensi keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler untuk
pengiriman oksigen / nutrien ke sel
Tujuan : menunjukkan perfusi adekuat mis : tanda vital stabil, membran mukosa
warna merah jambu, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat
Intervensi :
a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran
mukosa, dasar kuku
R/ memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menentukan kebutuhan intervensi
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
R/ meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan
seluler
c. Selidiki keluhan nyeri dada
R/ iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial / potensial resiko infark
d. Kaji respon verbal lambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan
memori, bingung
R/ dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau
defisiensi vitamin B12
e. Catat keluhan rasa dingin, tubuh hangat sesuai indikasi

10
R/ vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien /
kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari
panas berlebihan pencetus vasodilatasi
f. Awasi pemeriksaan laboratorium mis Hb, Ht dan jumlah SDM,
GDA
R/ mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan / respon terhadap
terapi
g. Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai
indikasi
R/ meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk
menurunkan resiko perdarahan
2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan jaringan
Tujuan : melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
a. Observasi adanya tanda kerja fisik ( takikardi, palpitasi, takipnea,
dispnea, nafas pendek, sesak nafas, pusing, kunang-kunang, berkeringat )
R/ untuk merencanakan istirahat yang tepat
b. Bantu dalam aktifitas sehari-hari yang memungkinkan diluar
batas toleransi anak
R/ untuk mencegah kelelahan
c. Beri aktifitas bermain pengalihan
R/ meningkatkan istirahat dan tenang tetapi mencegah kebosanan dan menarik
diri
d. Rencanakan aktifitas keperawatan
R/ untuk memberikan istirahat yang cukup
e. Gunakan teknik penghematan energi mis mandi dengan duduk
R/ mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan
energi dan mencegah kelemahan
f. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi,
nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing

11
R/ regangan atau stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan
dekompensasi / kegagalan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakadekuatan masukan
besi, kegagalan atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal
Tujuan : menunjukkan berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
R/ mengidentifikasi defisiensi, nebduga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang berat badan setiap hari
R/ mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas intervensi nutrisi
d. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan/atau makan
diantara waktu makan
R/ makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan
juga mencegah distensi gaster
e. Observasi/catat adanya mual/muntah
R/ gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ
f. Berikan dan bantu higiene mulut yang baik sebelum dan sesudah
makan
R/ meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi
g. Berikan obat sesuai indikasi mis vitamin dan suplemen mineral
(vitamin B/C)
R/ kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan / atau adanya
masukan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi
4. Resiko kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi dan neurologis
(anemia), defisit nutrisi
Tujuan : mempertahankan integritas kulit
Intervensi :

12
a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan
warna, hangat lokal, eritema, eksoriasi
R/ kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi
b. Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila
pasien tidak bergerak atau di tempat tidur
R/ meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan /
mempengaruhi hipoksia seluler
c. Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih
R/ area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan organisme patogenik
d. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
R/ meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis
5. Konstipasi atau diare b/d penurunan masukan diet, perubahan proses
pencernaan, efek samping obat
Tujuan : menunjukkan pola normal dari fungsi usus
Intervensi :
a. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah
R/ membantu mengidentifikasi penyebab/faktor pemberat dan intervensi yang
tepat
b. Auskultasi bising usus
R/ bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada
konstipasi
c. Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hr dalam toleransi jantung
R/ membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi
d. Hindari makanan yang membentuk gas
R/ menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen
e. Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang
dengan tinggi serat
R/ serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya
sepanjang traktus intestinal sebagai perangsang untuk defekasi

13
6. Resiko infeksi b/d pertahanan sekunder tidak adekuat ( penurunan
hemoglobin atau penurunan granulosit ), prosedur invasif
Tujuan : mencegah / menurunkan resiko infeksi

Intervensi :
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan
pasien
R/ mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bakterial
b. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur/perawatan luka
R/ menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri
c. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
R/ menurunkan resiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi
d. Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau
tanpa demam
R/ adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan
e. Amati eritema/cairan luka
R/ indikator infeksi lokal
f. Berikan antiseptik topikal, antibiotik sistemik
R/ mungkin digunakan secara profilaksis untuk menurunkan kolonisasi atau
untuk pengobatan proses infeksi lokal
7. Ansietas / takut b/d prosedur diagnostik / transfusi
Tujuan : anak menunjukkan ansietas yang minimal
Intervensi :
a. Siapkan anak untuk tes
R/ untuk menghilangkan ansietas/rasa takut
b. Tetap bersama anak selama tes dan memulai transfusi
R/ untuk memberikan dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi
c. Jelaskan tujuan pemberian komponen darah
R/ untuk meningkatkan pemahaman terhadap gangguan, tes diagnostik, dan
pengobatan

14
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b/d
kurang terpajan informasi / salah interpretasi informasi
Tujuan : menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostik, dan
rencana pengobatan
Intervensi :
a. Berikan informasi tentang anemia spesifik
R/ memberi dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang
tepat
b. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan
beratnya anemia
R/ menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program
terapi
c. Diskusikan pentingnya hanya meminum obat yang diresepkan
R/ kelebihan dosis obat besi dapat menjadi toksik
d. Jelaskan bahwa darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium
tidak akan memperburuk anemia
R/ ini sering merupakan kekhawatiran yang tidak diungkapkan yang dapat
memperkuat ansietas pasien
e. Sarankan minum obat dengan makanan atau segera setelah
makan
R/ besi paling baik diabsorpsi pada lambung kosong, namun garam besi
merupakan iritan lambung dan dapat menyebabkan dispepsia, diare, dan
distensi abdomen bila diminum saat lambung kosong
f. Peringatkan tentang kemungkinan reaksi sistemik mis kemerahan
pada wajah, muntah, mual, mialgia
R/ kemungkinan efek samping terapi memerlukan evaluasi ulang untuk
pilihan dan dosis obat

15
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. EGC : Jakarta.


Doengoes, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC : Jakarta
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Media Aeskulapius :
Jakarta
Price, A.S & Wilson, M. L. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4.
EGC : Jakarta
Robbins, Stanley L. 1995. Buku Ajar Patologi II. EGC : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. EGC : Jakarta
Staf pengajar PSIK-UH. 2008. Kumpulan Kuliah Keperawatan Anak. Makassar
Wong, Donna L. 2004. Keperawatan Pediatrik. EGC : Jakarta
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
qhze241.htm

16

Anda mungkin juga menyukai