TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
II. Epidemiologi
III. Etiologi
1
Asal anemia aplastik telah dihubungkan dengan beberapa kejadian klinis
terkait (Table 2); namun, hubungan ini seringkali tidak tepat dan mungkin bukan
etiologi.Walaupun kebanyakan kasus anemia aplastik bersifat idiopatik, adanya
riwayat medis memisahkan kasus idiopatik dari kasus dengan dugaan etiologi
seperti paparan obat.
Didapat Diturunkan
Anemia Aplastik
Sekunder Anemia Fanconi's
Radiasi Dyskeratosis congenita
Obat dan zat kimia Sindrome Shwachman-Diamond
Efek Reguler Reticular dysgenesis
Reaksi idiosinkronasi Amegakaryocytic thrombocytopenia
Virus Anemia aplastik familial
Epstein-Barr virus Preleukemia (monosomy 7, etc.)
Hepatitis (Hepatitis non-A, non-B, non-) Sindrom nonhematologic (Down's,
Dubowitz, Seckel)
Parvovirus B19 (transient aplastic crisis,
PRCA)
HIV-1 (AIDS)
Penyakit Imun
Eosinophilic fasciitis
Hypoimmunoglobulinemia
Thymoma/Karsinoma thymus
Graft-versus-host disease pada
immunodefisiensi
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopatik
Cytopenias
PRCA (Lihat Table 4) PRCA kongenital (Diamond-Blackfan
anemia)
2
Didapat Diturunkan
Neutropenia/Agranulocytosis
Idiopathic Kostmann's Syndrome
Obat, Toxin Sindrom Shwachman-Diamond
Pure white cell aplasia Reticular dysgenesis
Thrombocytopenia
Drugs, toxins Amegakaryocytic thrombocytopenia
Amegakaryocytic idiopathix Thrombocytopenia tanpa radii
Radiasi
Zat Kimia
3
lagi digunakan sebagai pelarut pada pemakaian rumah tangga, paparan terhadap
metabolitnya dapat terjadi pada makanan dan lingkungan sekitar. Keterkaitan
antara kegagalan sumsum dengan zat kimia lain kurang bermakna.
Obat-obatan
Table 3 Beberapa Obat dan Zat Kimia yang Berkaitan dengan Anemia Aplastik .
Agen yang secara rutin menyebabkan depresi sumsum sebagai toksisitas utama
pada dosis biasa atau paparan yang normal.
Obat sitotoksik yang digunakan dalam kemoterapi kanker : alkylating agents,
antimetabolites, antimitotics, beberapa antibiotic
Agen yang biasanya namun tidak mutlak menyebabkan aplasia sumsum:
Benzene
Agen yang terkait dengan anemia aplasia namun dengan kemungkinan yang
4
relative rendah
Chloramphenicol
Insektisida
Antiprotozoa: quinacrine dan chloroquine, mepacrine
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (termasuk phenylbutazone, indomethacin,
ibuprofen, sulindac, aspirin)
Anticonvulsants (hydantoins, carbamazapine, phenacemide, felbamate)
Heavy metals (gold, arsenic, bismuth, mercury)
Sulfonamides: beberapa antibiotics, obat antithyroid (methimazole,
methylthiouracil, propylthiouracil), obat antidiabetes (tolbutamide,
chlorpropamide), carbonic anhydrase inhibitors (acetazolamide dan
methazolamide)
Antihistamines (cimetidine, chlorpheniramine)
D-Penicillamine
Estrogens (kehamilan)
Agen yang keterkaitan dengan anemia aplastik belum jelas:
Antibiotik lainnya (streptomycin, tetracycline, methicillin, mebendazole,
trimethoprim/sulfamethoxazole, flucytosine)
Sedatives dan tranquilizers (chlorpromazine, prochlorperazine, piperacetazine,
chlordiazepoxide, meprobamate, methyprylon)
Allopurinol
Methyldopa
Quinidine
Lithium
Guanidine
Potassium perchlorate
Thiocyanate
Carbimazole
Infeksi
5
Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya
anemia aplasia, dan kegagalan sumsum pasca hepatitis terhitung 5% dari etiologi
pada kebanyakan kejadian.Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan
peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat
berat.Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G) dan
kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi.Kegagalan hepar
fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan
sumsum terjadi pada lebih sering pada pasien ini.Anemia aplastik terkadang
terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan
pada sumsum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit
sebelumnya.Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia
hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang
ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus
namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir.
Penyakit Immunologis
IV. Patofisiologi
6
dapat terlihat pada morfologi spesimen biopsi dan MRI pada spinal. Sel yang
membawa antigen CD34, marker dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan
pada penelitian fungsional, sel bakal dan primitif kebanyakan tidak ditemukan;
pada pemeriksaan in vitro menjelaskan bahwa kolam sel bakal berkurang
hingga < 1% dari normal pada keadaan yang berat.
Suatu kerusakan intrinsik pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik
konstitusional: sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan
kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu.
Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen
yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT ) dapat diidentifikasi
pada beberapa orang dewasa dengan anomali akibat kegagalan sumsum dan tanpa
anomali secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa.
Anemia aplasia tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor
pertumbuhan.
7
obat kemungkinan telah memicu mekanisme kerusakan.Jalur metabolisme dari
kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar dan memiliki
keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik hingga
menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate);
komponen ini bersifat toxic karena kecenderungannya untuk berikatan dengan
makromolekul seluler.Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon
berperan terhadap cedera jaringan. Pembentukan intermediat metabolit yang
berlebihan atau kegagalan dalam detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan
secara genetic menentukan namun perubahan genetis ini hanya terlihat pada
beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan terhadap
kerentanan suatu loci dan dapat memberikan penjelasan terhadap jarangnya
kejadian reaksi idiosinkronasi obat.
Jejas Autoimun
8
Kejadian sistem imun dini pada anemia aplastik belum dipahami dengan
baik.Analisis ekspresi reseptor sel T menunjukkan oligoklonal dan respon sel T
sitotoksik akibat antigen.Banyak antigen exogen berbeda sepertinya mampu untuk
menginisiasi respon imun patologis, namun paling tidak beberapa sel T
kemungkinan dapat membedakan self-antigen. Jarangnya anemia aplastik
walaupun seringnya paparan zat pemicu (obat-obatan dan virus hepatitis)
menandakan bahwa respon imun yang ditentukan secara genetic dapat
mengkonversi respon fisiologis normal menjadi suatu proses autoimun abnormal
yang berkelanjutan, termasuk polymorphisme pada histokompabilitas antigen, gen
sitokin, dangen yang mengatur polarisasi sel T dan fungsi efektor.
V. Manifestasi Klinik
Riwayat anamnesis
Anemia aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki onset yang
berkembang dengan cepat.Perdarahan merupakan gejala awal yang paling sering
terjadi; keluhan mudah terjadi memar selama beberapa hari hingga minggu, gusi
yang berdarah, mimisan, darah menstruasi yang berlebihan, dan kadang-kadang
peteki.Adanya thrombositopenia, perdarahan massif jarang terjadi, namun
perdarahan kecil pada sistem saraf pusat dapat berbahaya pada intracranial dan
menyebabkan perdarahan retina.Gejala anemia juga sering terjadi termasuk
mudah lelah, sesak napas, dan tinnitus pada telinga.Infeksi merupakan gejala awal
yang jarang terjadi pada anemia aplastik (tidak seperti pada agranulositosis,
dimana faringitis, infeksi anorektal, atau sepsis sering terjadi pada permulaan
penyakit).Gejala yang khas dari anemia aplastik adalah keterbatasan gejala pada
sistem hematologist dan pasien sering merasa dan sepertinya terlihat sehat
walaupun terjadi penurunan drastis pada hitung darah.Keluhan sistemik dan
penurunan berat badan sebaiknya mengarahkan penyebab pasitopenia lainnya.
Adanya pemakaian obat sebelumnya, paparan zat kimia, dan penyakit infeksi
virus sebelumnya mesti diketahui. Riwayat kelainan hematologis pada keluarga
dapat mengindikasikan penyebab konstitusional pada kegagalan sumsum.
9
Gambaran pucat pada telapak tangan penderita
Pemeriksaan Fisik
10
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Sumsum Tulang
11
Iktisar gejala klinis dan hematologis Anemia Aplastik
Sumsum Tulang Darah tepi Gejala klinis Keterangan
Aplasia eritropoesis Retikulositopenia Anemia (pucat) Akibat
retikulositopenia :
kadar Hb,Ht dan
eritrosit rendah
Akibat anemia :
anoreksia, pusing.
Aplasia Granulositopenia, Panas (demam) Panas terjadi karena
granulopesis leucopenia infeksi sekunder
akibat
granulositopenia.
Aplasia Trombositopenia Diatesis Perdarahan dapat
trombopoetik hemoragi berupa ekimosis,
epistaksis,
perdarahan gusi.
VI. Diagnosis
12
Diagnosis anemia aplastik biasanya dilakukan dengan cepat, berdasar dari
kombinasi pansitopenia dengan sumsum tulang kosong dan berlemak.Anemia
aplastik merupakan penyakit dewasa muda dan sebaiknya menjadi diagnosis
utama pada seorang remaja atau dewasa yang mengalami pansitopenia. Jika yang
terjadi adalah pansitopenia sekunder, diagnosis utama biasanya ditegakkan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis : pembesaran limpa seperti pada sirosis
alkoholik, riwayat metastasis kanker, atau sistemik lupus eritematosus, atau
tuberculosis miliar pada gambaran radiologi.
VII. Penatalaksanaan
13
1. Prednison dan testosteron
Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgBB/hari peroral, sedangkan
testosteron dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari sebaiknya secara parenteral 10.
Penelitian menyebutkan bahwa testosteron lebih baik diganti dengan
oksimetolon yang mempunyai daya anabolik dan merangsang sistem
hemopoetik lebih kuat dan diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari peroral.
Pengobatan biasanya berlangsung berbulan-bulan, bahkan sampai dapat
bertahun-tahun. Bila telah terdapat remisi, dosis obat diberikan separuhnya
dan jumlah sel darah diawasi setiap minggu. Bila kemudian terjadi relaps,
dosis obat harus diberikan penuh kembali. Remisi biasanya terjadi beberapa
bulan setelah pengobatan (dengan oksimetolon 2-3 bulan), mula-mula terlihat
perbaikan pada sistem eritropoetik, kemudian sistem granulopoetik dan
terakhir sistem trombopoetik. Kadang-kadang remisi terlihat pada sistem
granulopoetik terlebih dahulu, disusul oleh sistem eritropoetik dan
trombopoetik. Pemeriksaan BMA sebulan sekali merupakan indikator terbaik
untuk menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial telah tercapai bahaya
perdarahan yang fatal masih ada, sehingga anak sebaiknya dipulangkan dari
rumah sakit setelah jumlah trombosit mencapai 50.000-100.000/mm3.
2. Transfusi darah
Hendaknya harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan
kadar hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau
sering, akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan
timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), sehingga dalam hal ini transfusi
darah gagal karena eritropoesit, leukosit dan trombosit akan dihancurkan
sebagai akibat timbulnya antibodi terhadap sel darah tersebut. Dengan
demikian transfusi darah hanya diberikan bila diperlukan.
3. Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalm
ruangan yang suci hama. Pemberian obat antibiotik hendaknya dipilih yang
tidak menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh
diberikan.
4. Makanan
Disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan lunak.
14
5. Istirahat
Untuk mencegah terjadinya perdarahan, terutama perdarahan otak.
VIII.Prognosis
15
komponen darah yang tertekan mempercepat terjadinya proses kegagalan
kompensasi tubuh dalam perfusi organ-organ vital sehingga kematian terjadi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dilaporkan pasien anak atas nama An. ZK, laki-laki, 9 tahun datang dengan
keluhan utama pucat dan lemas sejak +2 bulan. Sejak +2 bulananak makin tampak
pucat dan lemas, terdapat tanda anemia, terdapat tanda perdarahan di kulit, tidak
terdapat tanda infeksi, tidak terdapat kelainan jantung. Adanya riwayat anemia
sebelumnya yaitu 6 bulan yang lalu, anak sudah sempat transfusi darah beberapa
kali.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjanganak ini
mengalami anemia aplastik.Anemia aplastik merupakan suatu pansitopenia pada
16
hiposelularitas sumsum tulang. Etiologi dari anemia aplastik dapat dibagi
menjadi:
a. Faktor kongenital
Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti
mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
b. Faktor didapat
1. Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb
2. Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin
(antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methotrexate,
TEM, vincristine, rubidomycine dan sebagainya)
3. Radiasi : sinar rontgen, radioaktif
4. Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain
5. Infeksi : tuberkulosis milier, hepatitis dan sebagainya
6. Idiopatik merupakan penyebab yang paling sering
Pada kasus ini, anemia aplastik yang terjadi bersifat idiopatik dan terjadi
setelah anak berumur 9 tahun. Hal ini berdasarkan riwayat penyakit penderita dan
riwayat penyakit keluarga. Anak tidak pernah menderita sakit sebelumnya. Anak
tinggal bersama orang tua yang bergolongan ekonomi menengah ke atas.
Lingkungan jauh dari daerah pertanian dan tidak pernah terpapar insektisida atau
bahan sejenisnya. Keluarga anak juga tidak ada yang menderita penyakit yang
serupa, karena penyebab yang tidak jelas ini maka etiologinya digolongkan
idiopatik.
Manifestasi klinis pada prinsipnya berdasarkan pada gambaran sumsum
tulang yang berupa aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik,
serta aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES. Gejala anemia dapat berupa
pucat, sakit kepala, palpitasi dan mudah lelah. Pada anemia yang sangat berat
dapat terjadi dispneu, edema pretibial dan gejala lain yang disebabkan kegagalan
jantung. Trombositopenia mengakibatkan perdarahan pada mukosa dan gusi atau
timbulnya petekie dan purpura pada kulit. Granulositopenia sangat memudahkan
timbulnya infeksi sekunder dan berulang, hal ini biasanya ditandai dengan demam
yang kronik atau tanda infeksi yang lain sesuai agen penyebabnya1-4. Pada anemia
aplastik tidak terjadi pembesaran organ (hepatosplenomegali, limfadenopati)2-6.
17
Manifestasi klinis yang berat dari anemia seperti dispneu, edema pretibial
akibat kegagalan jantung tidak didapatkan baik dari anamnesa maupun
pemeriksaan fisik. Dari riwayat tidak didapatkan adanya infeksi sekunder yang
dapat memperberat kondisi pasien saat ini.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa pucat, perdarahan dan
tanpa organomegali. Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan
limfositosis relatif. Diagnosis pasti ditentukan dari pemeriksaan sumsum tulang
yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan
lemak; aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik. Diantara sel
sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel RES (sel plasma,
fibrosit, osteoklas, sel endotel)4.
Pada kasus ini didapatkan manifestasi klinis berupa gejala anemia yaitu
penderita tampak pucat, mukosa konjungtiva anemis dan tanda granulositopenia
berupa petekie yang tampak di seluruh tubuh. Pada kasus ini tidak didapatkan
adanya organomegali.
Pada kasus ini ditegakkan berdasarkan adanya gejala dan tanda anemia
dan granulositopenia tanpa adanya organomegali. Hal ini diperkuat dengan
pemeriksaan penunjang yang mendukung dimana semua sel darah mengalami
penurunan jumlah. Dari pemeriksaan BMA didapatkan sumsum tulang
hiposeluler, aktivitas semua sistem tertekan. Tampak dominasi limfosit dan sel
lemak.
Diagnosis banding yaitu ITP dapat disingkirkan karena pemeriksaan darah
rutin dan blood smear pada ITP hanya akan terjadi trombositopenia. Diagnosis
leukemia dapat disingkirkan karena biasanya terjadi organomegali dan pada blood
smear akan ditemukan sel-sel muda. Kedua diagnosis banding di atas akan jelas
dapat disingkirkan apabila dilakukan pemeriksaan BMA.
Secara umum penatalaksanaan anemia aplastik adalah terapi primer dan
terapi suportif6,7. Terapi primer dapat berupa transplantasi sumsum tulang terutama
pada pasien yang berusia muda. Transplantasi sumsum tulang ini memiliki angka
kesembuhan yang tinggi yaitu sekitar 70% dengan efek jangka panjang yang baik
yaitu 67%. Jika transplantasi tidak dapat dilakukan karena adanya reaksi
penolakan maka dapat diberikan terapi imunosupresif dengan antilimfosit globulin
18
dan siklosporin dengan angka keberhasilan jangka panjang 36,6%7. Terapi suportif
adalah pemberian transfusi sesuai dengan kebutuhan penderita6-9.
Pada kasus ini penanganan yang terbaik adalah dilakukan transplantasi
sumsum tulang karena umur penderita masih muda dengan efek jangka panjang
yang baik, akan tetapi hal ini tidak memungkinkan dilakukan karena kurangnya
sarana dan prasarana yang ada. Pilihan terapi yang lain yaitu terapi imunosupresif.
Terapi imunosupresif yang memungkinkan untuk dilaksanakan adalah dengan
pemberian kortikosteroid yang dalam hal ini adalah prednison 10. Program terapi
dengan prednison ini hanya dapat kita lakukan apabila didapatkan kepastian
diagnosa dari BMA. Setelah diagnosis ditegakkan dengan hasil BMA anak
kemudian diberi pengobatan imunosupresif berupa metilprednisolon 3x62,5 mg.
Terapi imunosupresif dilakukan pada anak ini dengan alasan agar terjadi
perbaikan pada sumsum tulangnya. Pemeriksaan ulang sumsum tulang sebaiknya
dilakukan 1 bulan setelah terapi dilakukan utuk mengetahui respon sumsum
tulang terhadap obat. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat menentukan prognosis
dari penyakit anak.Terapi suportif yang diberikan adalah transfusi sesuai
kebutuhan, akan tetapi hal ini tidak akan bermanfaat bila tidak dilakukan terapi
primer. Pada pasien ini diberikan terapi suportif berupa transfusi darah washed
eritrosit 200cc, komponen sel darah merah yang dicuci dengan normal salin.
Pencucian dengan salin ini membuang hampir seluruh plasma (98%), menurunkan
konsentrat leukosit, dan trombosit serta debris. Komponen darah ini dipakai untuk
mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang berulang mengingat anak
sudah sering melakukan transfusi darah. Sebelum transfusi dilakukan, anak diberi
Inj. Lasix (furosemid) 10 mg terlebih dahulu, untuk mencegah overloadcairan.
Terapi oral yang didapat anak adalah folavit (asam folat) sirup 1x1 cth, pemberian
obat ini untuk memenuhi kebutuhan asam folat anak. Karena keadaan umum anak
baik dan 2 hari setelah perawatan, anak dirujuk ke Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Prognosis bergantung pada gambaran sumsum tulang (hiposeluler atau
seluler) sehingga parameter yang paling baik dalam menentukan prognosis adalah
hasil pemeriksaan BMA. Penyebab kematian terbanyak pada anemia aplastik
adalah infeksi sekunder seperti bronkopneumonia atau sepsis atau terjadi
19
perdarahan otak dan abdomen4. Penyebab terjadinya perdarahan spontan pada
anak adalah adanya trombositopenia. Selain itu produksi semua komponen darah
yang tertekan mempercepat terjadinya proses kegagalan kompensasi tubuh dalam
perfusi organ-organ vital sehingga kematian terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
20
8. Young NS. Acquired Aplastic Anemia. Dalam : Annals of Internal Medicine,
2002. Vol 136 No 7.
9. Tirza D dan Handoko T Imunosupresan. Dalam : Farmakologi dan Terapi
Edisi 4. Editor : Sulistia G. Ganiswara. 1995: FKUI, Jakarta hal709-710.
10. Djuanda A Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Bidang
Dermato-venerologi. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3.
Editor: Adhi Djuanda. 2001: FKUI, Jakarta, hal 316.
21