TINJAUAN PUSTAKA
eritrosit berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah (Nurarif &
Kusuma, 2016). Sementara itu, anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan
sumsum tulang dan makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan
jumlah fetal hemoglobin. Anemia aplastik merupakan anemia yang ditandai dengan
pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang
dalam bentuk aplasia atau hypoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan
sumsum tulang (Bakta, 2007). Pada anemia aplastik terjadi penurunan sel darah dari
Beberapa penyebab lain yang sering dikaitkan dengan anemia aplastik adalah toksisitas
langsung dan penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler. Beberapa etiologi
1. Penyebab primer
b. Idiopatik
2. Penyebab sekunder
4
5
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana
stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-
jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis angat sensitive
(Bakta, 2007). Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka dapat
radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya
paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Kehilangan stem sel yang irreversible
terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi (> 100-250 rads). Bahkan pasien
jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan kejadian
Bahan kimia seperti benzene dan derivate benzene berhubungan dengan anemia
aplastik dan akut myelositik leukemia. Beberapa bahan lain seperti insektisida
dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan
Anemia aplastik juga dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan.
b. Obat-obat idiosinkratik
Anemia aplastik juga dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
c. Penyebab lain seperti; infeksi virus (hepatitis virus/ virus lain), dan kehamilan
Anemia aplastik dapat disebaban oleh infeksi virus seperti hepatitis, Epstein barr,
timbul sampai satu atau dua bulan setelah terinfeksi hepatitis. Infeksi virus
Menurut Brunner & Suddart (2002), hampir sebagian besar kasus anemia aplastik
bersifat idiopati dimana masih belum dipastikan penyebabnya. Namun ada faktor-faktor
yang diduga dapat memicu terjadinya penyakit anemia aplastik diantaranya adalah:
1. Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar
anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang, sindrom aplastik
parsial, sindrom pearson, sindrom Dubowitz dan lain sebagainya. Penyakit ini diduga
2. Zat kimia
Anemia aplastik terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan.
3. Kelainan imunologik
Zat anti terhadap sel-sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan
anemia aplastik.
7
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dypsnoe,
palpotasi cordis, takikardia, pucat dan lain sebagainya. Pengurangan elemen lekopoesis
terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat local
Manifestasi pada pasien dengan anemia aplastik yang biasanya dijumpai adalah
sebagai berikut:
1. Sindroma anemia
Sistem kardiovaskuler, rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas, intoleransi
terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi jongkok ke posisi berdiri, iritabel,
Sistem pencernaan, anoreksia, mual dan muntah, flatulensi, perut kembung, enek di
Epitel dan kulit, kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah, rambut tipis dan
kekuning-kuningan.
2. Gejala perdarahan
3. Tanda-tanda infeksi
Ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris, sepsi atau syok septik (Bakta,
2007).
diantaranya adalah:
benzene ataupun hipersensitivitas terhadap obat atau dosis obat yang berlebihan
Meskipun anemia alplastik paling banyak bersifat idiopatik, namun faktor heredite
-
Corrected reticulocyte < 1%
Sama seperti anemia aplastik berat diatas kecuali hitung neutrophil < 200 ul
Penyebab anemia aplastik adalah faktor kongenital, faktor didapat antara lain : bahan
kimia, obat, radiasi, faktor individu, infeksi, idiopatik. Apabila pajanan dilanjutkan
setelah tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai
pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan atau
terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia aplastik.
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang
sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsy untuk
Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor granulosit, eritrosit dan
merah, sel darah putih, dan trombosit. Penurunan sel darah (anemia) ditandai dengan
dan pucat. Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnyajumlah sel
darah putih ( leukosit ) kurang dari 4500-10000/mm3 penurunan sel darah putih ini akan
yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan penurunan systemimunitas fisis mekanik
10
dimana dapat menyerang pada selaput lendir, kulit, silia, saluran nafas sehingga bila
selaput lendirnya yang terkena maka akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut
serta faring, sehingga mengalami kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan
dari trombositopenia antara lain ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih,
perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran
cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare dan stomatitis ( sariawan pada
lidah dan mulut ) perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan hematemesis melena.
sebagai berikut:
3. Proses imunologik
Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui
keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita. Hal ini dapat diartikan bahwa
penggantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan
lingkungan mikro dibuktikan dengan penggunan tikus percobaab dalam enelitian yang
diberikan radiasi. Dan teori imunologik dibuktikan secara tidak langsung melalui
penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang.
11
2. Imunoterapi dengan globulin antitimosit ATG atau globulin anti limfosit (ALG)
merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat
sumsum tulang dapat ditemukan oleh skening tubuh setelah di suntik dengan koloic
radiatif teknitum sulfur yang akan terkait pada makrofag sumsum tulang atau indium
klorida yang akan terikat pada transfering/ koma dengan bantuan sken sumsum tulang
dapat ditentukan daerah hematosis aktif untuk memperoleh sel-sel progenitor. (Betz
&Sowden, 2002)
H. Prognosis
Prognosis penyakit ini sukar diramalkan namun pada umumnya buruk, karena
belum jelas. Sekitar dua pertiga pasien meninggal sekitar 6 bulan setelah diagnosis
ditegakkan. Kurang dari 10-20% sembuh tanpa transplantasi sumsum tulang dan
sepertiga meningga akibat perdarahan dan infeksi yang tidak teratasi. Penyebab kematian
pada umumnya adalah sepsis akibat infeksi pseudomonas dan Stafilokokus. Oleh karena
itu, menentukan prognosis anemia aplastik pentik karena akan menentukan terapi yang
Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam menetukan prognosis pasien
anemia aplastik adalah usia pasien, gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler,
gambaran darah tepi, dan ada tidaknya infeksi sekunder. Prognosis anemia aplastik
disebut buruk jika ditemukan pada usia muda, gambaran sumsum tulang aseluler dengan
pengurangan proporsi komponen myeloid dari sumsum tulang lebih dari 30% limfosit,
gambaran darah tepi dengan jumlah retikulosit < 1%, leukosit < 500/ul, dan trombosit <
d) Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
f) Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang
menunjukkan keletihan
2) Sirkulasi
c) Hipotensi postural
depresi gelombang T
vasokonsriksi kompensasi)
3) Integritas Ego
transfusi darah
b) Depresi
4) Eliminasi
f) Distensi abdomen
g) Stomatitis
6) Neurosensori
berkonsentrasi
f) Hemoragis retina
g) Epistaksis
8) Pernapasan
9) Keamanan
fenilbutazon, naftalen
d) Gangguan penglihatan
g) Limfadenopati umum
2. Diagnosa Keperawatan (Brunner & Suddart, 2002; Nurarif & Kusuma, 2016)
SDM normal
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan: Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal dan Saturasi .
Kriteria hasil : Tidak sesak nafas, tidak gelisah, GDA dalam batas Normal (pa O 2 80-
Intervensi :
c) Pertahankan posisi duduk atau tirah baring dengan bagian kepala di tinggikan 20 –
30
Kriteria hasil :
Intervensi :
a) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa
kebutuhan seluler.
c) Awasi upaya pernafasan dengan auskultasi bunyi nafas dan selidiki keluhan nyeri
dada, palpitasi.
memori.
e) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
terhadap nyeri.
g) Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi, awasi ketat
Kriteria Hasil :
-
Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
-
Pemahaman tentang pembatasan terapeutik yang diperlukan
-
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi : misal TTV dalam batas
normal.
Intervensi :
pengunjung.
f) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila nyeri dada, nafas pendek,
menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
Kriteria Hasil :
-
Tidak mengalami tanda malnutisi
-
Menunjukan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
Intervensi :
d) Observasi dan catat kejadian mual/muntah dan gejala lain yang berhubungan.
pertumbuhan bakteri.
serum.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
a) Kaji integral kulit, catat pada perubahan turgor gangguan warna kulit, hangat,
lokal eritema, ekskorlasi, dan imobilisasi jaringan dapat menjadi rapuh dan
b) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak
adekuat, anemia.
Kriteria hasil :
demam.
Intervensi :
a) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberian perawatan dan pasien.
c) Dorong perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan nafas dalam.
e) Pantau/batasi pengunjung.
f) Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau tanpa demam.