Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Anemia Aplastik

A. Definisi Anemia Aplastik

Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung

eritrosit berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah (Nurarif &

Kusuma, 2016). Sementara itu, anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan

sumsum tulang yang dikarakterisasi dengan adanya pansitopenia perifer, hypoplasia

sumsum tulang dan makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan

jumlah fetal hemoglobin. Anemia aplastik merupakan anemia yang ditandai dengan

pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang

dalam bentuk aplasia atau hypoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan

sumsum tulang (Bakta, 2007). Pada anemia aplastik terjadi penurunan sel darah dari

sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia,

monositopenia dan trombositopenia (Price & Wilson, 2005).

B. Etiologi Anemia Aplastik

Penyebab penyakit anemia aplastik sebagian besar adalah idiopatik (50-70%).

Beberapa penyebab lain yang sering dikaitkan dengan anemia aplastik adalah toksisitas

langsung dan penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler. Beberapa etiologi

tersebut yaitu diantaranya

1. Penyebab primer

a. Kelainan kongenital; fanconi, nonfanconi, dyskeratosis kongenital

b. Idiopatik

2. Penyebab sekunder

a. Radiasi, bahan kimia atau obat

4
5

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana

stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-

jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis angat sensitive

(Bakta, 2007). Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka dapat

mengakibatkan terjadinya anemia aplastik. Radiasi berpengaruh pula pada

stroma sumsm tulang dan menyebabkan fibrosis (Widjanarko, 2002). Efek

radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya

paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Kehilangan stem sel yang irreversible

terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi (> 100-250 rads). Bahkan pasien

dapat meninggal disebabkan kerusakan susmsum tulang pada dosis radiasi 5

samoai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan

jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan kejadian

anemia aplastik (Bakta, 2007)

Bahan kimia seperti benzene dan derivate benzene berhubungan dengan anemia

aplastik dan akut myelositik leukemia. Beberapa bahan lain seperti insektisida

dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan

kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia (Bakta, 2007)

Anemia aplastik juga dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat

berlebihan.

b. Obat-obat idiosinkratik

Anemia aplastik juga dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat

berlebihan (Young, 2005)

c. Penyebab lain seperti; infeksi virus (hepatitis virus/ virus lain), dan kehamilan

Anemia aplastik dapat disebaban oleh infeksi virus seperti hepatitis, Epstein barr,

HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab tersering. Pansitopenia


6

timbul sampai satu atau dua bulan setelah terinfeksi hepatitis. Infeksi virus

biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang, biasnaya

terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat

menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung dengan sitolisis

hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunderr.

Inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan

progenitor sel atau destruksi jaringan stroma penunjang (Widjanarko, 2002).

Menurut Brunner & Suddart (2002), hampir sebagian besar kasus anemia aplastik

bersifat idiopati dimana masih belum dipastikan penyebabnya. Namun ada faktor-faktor

yang diduga dapat memicu terjadinya penyakit anemia aplastik diantaranya adalah:

1. Faktor genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar

diturunkan menurut hukum Mendel, meliputi anemia fanconi, diskeratosis bawaan,

anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang, sindrom aplastik

parsial, sindrom pearson, sindrom Dubowitz dan lain sebagainya. Penyakit ini diduga

dikaitka dengan kegagalan sumsum tulang yang mengakibatkan terjadinya

pansitopenia (deficit sel darah).

2. Zat kimia

Anemia aplastik terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan.

3. Kelainan imunologik

Zat anti terhadap sel-sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan

anemia aplastik.
7

C. Manifestasi Klinis Anemia Aplastik

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang

timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hypoplasia eritoportik akan

menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dypsnoe,

palpotasi cordis, takikardia, pucat dan lain sebagainya. Pengurangan elemen lekopoesis

menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka

terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat local

maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatan terjadinya

pendarahan di kulit, selaput lendi atau pendarahan organ.

Manifestasi pada pasien dengan anemia aplastik yang biasanya dijumpai adalah

sebagai berikut:

1. Sindroma anemia

Sistem kardiovaskuler, rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas, intoleransi

terhadap aktivitas fisik, angina pectoris, hingga gejala payah jantung.

Susunan saraf, sakit kepala, pusing, telinga mendenging, ata berkunang-kunang

terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi jongkok ke posisi berdiri, iritabel,

lesu dan perasaan dingin pada bagian ekstremitas pasien.

Sistem pencernaan, anoreksia, mual dan muntah, flatulensi, perut kembung, enek di

bagian ulu hati, diare atau konstipasi.

Epitel dan kulit, kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah, rambut tipis dan

kekuning-kuningan.

Sistem urogenital, gangguan haid, dan libido menurun.


8

2. Gejala perdarahan

Ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subonjungtiva, perdarahan gusi,

hematemesis/melena atau menoraghia pada wanita. Perdarahan organ lebih jarang

dijumpai, namun jika perdarahan otak sering bersifat fatal.

3. Tanda-tanda infeksi

Ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris, sepsi atau syok septik (Bakta,

2007).

D. Klasifikasi Anemia Aplastik

Berdasarkan etiologinya, anemia aplastik dapat dibedakan menjadi dua,

diantaranya adalah:

1. Anemia aplastik didapat

Anemia aplastik didapatk disebabkan oleh bahan-bahan kimia, seperti senyawa

benzene ataupun hipersensitivitas terhadap obat atau dosis obat yang berlebihan

seperti kloramfenikol, fenilbutazon sulfue, mileran atau nitroseurea.

2. Anemia aplastik familial

Meskipun anemia alplastik paling banyak bersifat idiopatik, namun faktor heredite

juga diketahui dapat menyebabkan terjadinya anemia aplastik yang diturunkan.

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat diklasifikasin

menjadi tidak berat, berat atau sangat berat.

1. Anemia aplastik berat

Selularitas sumsum tulang


-
< 25% atau selularitas < 50% dengan < 30% sel-sel hemopoetik

Sitopenia, sedikitnya 2 dari 3 dari seri sel darah


-
Granulosit < 0,5 x 109
-
Trombosit < 20 x 109
9

-
Corrected reticulocyte < 1%

2. Anemia aplastik sangat berat

Sama seperti anemia aplastik berat diatas kecuali hitung neutrophil < 200 ul

3. Anemia aplastik tidak berat

Sumsum tulang hiposeluler namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat.

E. Patofisiologi Anemia Aplastik

Penyebab anemia aplastik adalah faktor kongenital, faktor didapat antara lain : bahan

kimia, obat, radiasi, faktor individu, infeksi, idiopatik. Apabila pajanan dilanjutkan

setelah tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai

titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel. Disinilah pentingnya

pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan atau

terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia aplastik.

Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang

sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsy untuk

menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan pergantianoleh lemak.

Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor granulosit, eritrosit dan

trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia. Pansitopenia adalah menurunnya sel darah

merah, sel darah putih, dan trombosit. Penurunan sel darah (anemia) ditandai dengan

menurunnya tingkat hemoglobin dan hematokrit. Penurunan sel darah merah

(Hemoglobin) menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang dikirimkan ke jaringan,

biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardia, ekstremitas dingin

dan pucat. Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnyajumlah sel

darah putih ( leukosit ) kurang dari 4500-10000/mm3 penurunan sel darah putih ini akan

menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi. Respon inflamasi

yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan penurunan systemimunitas fisis mekanik
10

dimana dapat menyerang pada selaput lendir, kulit, silia, saluran nafas sehingga bila

selaput lendirnya yang terkena maka akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut

serta faring, sehingga mengalami kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan

masukan diet dalam tubuh.

Kelainan ketiga setelah anemia dan leukopenia yaitu trombositopenia,

trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3. Akibat

dari trombositopenia antara lain ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih,

perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran

cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare dan stomatitis ( sariawan pada

lidah dan mulut ) perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan hematemesis melena.

Perdarahan akibat trombositopenia mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun

(Brunner and Suddart, 2002)

Tiga faktor penting terjadinya anemia aplastik, diantaranya dapat diketahui

sebagai berikut:

1. Gangguan sel induk hemopoetik

2. Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang

3. Proses imunologik

Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui

keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita. Hal ini dapat diartikan bahwa

penggantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan

lingkungan mikro dibuktikan dengan penggunan tikus percobaab dalam enelitian yang

diberikan radiasi. Dan teori imunologik dibuktikan secara tidak langsung melalui

keberhasilan pengobatan imunosupresif. Kelainan imunologik diperkirakan menjadi

penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang.
11

Gambar Destruksi imun hematopoetik

F. Penatalaksanaan Anemia Aplastik

1. Transplantasi sumsum tulang

2. Imunoterapi dengan globulin antitimosit ATG atau globulin anti limfosit (ALG)

3. Transfusi darah (trombosit, eritrosit,

4. Antibiotik untuk mengatasi infeksi

5. Androgen. Androgen merangsang eritroprotein dan sel-sel progesteron sumsum

tulang, androgen terutama neotrondrotolon 1 mg/kg BB/ hari.

6. Diet Tinggi kalori dan protein

7. Istirahat (Betz & Sowden, 2002)

G. Pemeriksaan Penunjang Anemia Aplastik

1. Hitung darah lengkap disertai diferensial anemia makrositik, penurunan granulosit,

monosit dan limfosit.

2. Jumlah trombosit menurun.


12

3. Jumlah retikulosit menurun.

4. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang hiposeluler.

5. Elektroforesis hemoglobin-kadar hemoglobin janin meningkat.

6. Titer antigen sel darah merah naik.

7. Kadar folat dan B12 serum normal atau meningkat.

8. Uji kerusakan kromosom positif untuk anemia fanconi.

9. Noclear Manetik Resonance Imaging (NMRI). Merupakan pemeriksaan ini

merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat

pemisahan darah sumsum tulang berlemak dan sumsum selular.

10. Radio Noklid Bonemarrow Imaging (Bonemarow Skening). Luasnya kelainan

sumsum tulang dapat ditemukan oleh skening tubuh setelah di suntik dengan koloic

radiatif teknitum sulfur yang akan terkait pada makrofag sumsum tulang atau indium

klorida yang akan terikat pada transfering/ koma dengan bantuan sken sumsum tulang

dapat ditentukan daerah hematosis aktif untuk memperoleh sel-sel progenitor. (Betz

&Sowden, 2002)

H. Prognosis

Prognosis penyakit ini sukar diramalkan namun pada umumnya buruk, karena

seperti telah dikemukakan baik etiologinya maupun patofisiologinya sampai sekarang

belum jelas. Sekitar dua pertiga pasien meninggal sekitar 6 bulan setelah diagnosis

ditegakkan. Kurang dari 10-20% sembuh tanpa transplantasi sumsum tulang dan

sepertiga meningga akibat perdarahan dan infeksi yang tidak teratasi. Penyebab kematian

pada umumnya adalah sepsis akibat infeksi pseudomonas dan Stafilokokus. Oleh karena

itu, menentukan prognosis anemia aplastik pentik karena akan menentukan terapi yang

sesuai (Isyanto &Abdulsalam, 2005)


13

Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam menetukan prognosis pasien

anemia aplastik adalah usia pasien, gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler,

gambaran darah tepi, dan ada tidaknya infeksi sekunder. Prognosis anemia aplastik

disebut buruk jika ditemukan pada usia muda, gambaran sumsum tulang aseluler dengan

pengurangan proporsi komponen myeloid dari sumsum tulang lebih dari 30% limfosit,

gambaran darah tepi dengan jumlah retikulosit < 1%, leukosit < 500/ul, dan trombosit <

20.000/ul, disertasi infeksi sekunder (Isyanto & Abdulsalam, 2005).

II. Asuhan Keperawatan Anemia Aplastik

1. Pengkajian (Brunner & Suddart, 2002; Nurarif & Kusuma, 2016)

1) Aktivitas atau Istirahat

a) Keletihan, kelemahan otot, malaise umum

b) Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak

c) Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat

d) Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya

e) Ataksia, tubuh tidak tegak

f) Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang

menunjukkan keletihan

2) Sirkulasi

a) Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI

b) Palpitasi (takikardia kompensasi)

c) Hipotensi postural

d) Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau

depresi gelombang T

e) Bunyi jantung murmur sistolik


14

f) Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut,

faring, bibir) dan dasar kuku

g) Sclera biru atau putih seperti mutiara

h) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan

vasokonsriksi kompensasi)

i) Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)

j) Rambut kering, mudah putus, menipis

3) Integritas Ego

a) Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis

transfusi darah

b) Depresi

4) Eliminasi

a) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal

b) Flatulen, sindrom malabsorpsi

c) Hematemesis, feses dengan darah segar, melena

d) Diare atau konstipasi

e) Penurunan haluaran urine

f) Distensi abdomen

5) Makanan atau cairan

a) Penurunan masukan diet

b) Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)

c) Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia

d) Adanya penurunan berat badan

e) Membrane mukusa kering,pucat

f) Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis


15

g) Stomatitis

h) Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah

6) Neurosensori

a) Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan

berkonsentrasi

b) Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata

c) Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki

d) Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis

e) Tidak mampu berespon lambat dan dangkal

f) Hemoragis retina

g) Epistaksis

h) Gangguan koordinasi, ataksia

7) Nyeri atau kenyamanan

a) Nyeri abdomen samar, sakit kepala

8) Pernapasan

a) Napas pendek pada istirahat dan aktivitas

b) Takipnea, ortopnea dan dispnea

9) Keamanan

a) Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida,

fenilbutazon, naftalen

b) Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas

c) Transfusi darah sebelumnya

d) Gangguan penglihatan

e) Penyembuhan luka buruk, sering infeksi

f) Demam rendah, menggigil, berkeringat malam


16

g) Limfadenopati umum

h) Petekie dan ekimosis

2. Diagnosa Keperawatan (Brunner & Suddart, 2002; Nurarif & Kusuma, 2016)

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sel darah

merah yang diperlukan untuk pengiriman oksigen /nutrient ke sel.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay

oksigen dan kebutuhan

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna /absobsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan

SDM normal

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas, perubahan

sirkulasi dan neurologis, devisit nutrisi

6) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekuder yang tidak adekuat

3. Intervensi Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan anemia

Tujuan: Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal dan Saturasi .

Kriteria hasil : Tidak sesak nafas, tidak gelisah, GDA dalam batas Normal (pa O 2 80-

100 mmHg dan Saturasi >95%

Intervensi :

a) Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan

b) Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa

c) Pertahankan posisi duduk atau tirah baring dengan bagian kepala di tinggikan 20 –

30

d) Tatalaksana oksigen sesuai indikasi


17

e) Pantau irama jantung.

2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sel darah

merah yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.

Tujuan : Menunjukan perfusi jaringan perifer adekuat

Kriteria hasil :

a) Tanda vital stabil

b) Membran mukosa warna merah muda

c) Pengisian kapiler baik

d) Haluran urine baik

Intervensi :

a) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa

dan dasar kuku.

Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan

dan membantu menentukan kebutuhan

b) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk

kebutuhan seluler.

c) Awasi upaya pernafasan dengan auskultasi bunyi nafas dan selidiki keluhan nyeri

dada, palpitasi.

Rasional : Dispnea, gemericik menunjukan GJK karena regangan jantung

lama/peningkatan kompensasi curah jantung.

d) Kaji untuk respon melambat, mudah terangsang, agitasi, bingung gangguan

memori.

Rasional : Dapat mengidentifikasi gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau

defisiensi vitamina B12.


18

e) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai

indikasi.

Rasional : vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.

f) Kolaborasi : Awasi pemeriksaan laboratorium, misal Hb/Ht.

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons

terhadap nyeri.

g) Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi, awasi ketat

untuk komplikasi tranfusi.

Rasional : Meningkatkan sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk

menurunkan risiko perdarahan.

h) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Rasional : Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen (pengirim) dan kebutuhan.

Tujuan gangguan intoleransi aktifitas dapat berkurang/hilang

Kriteria Hasil :
-
Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
-
Pemahaman tentang pembatasan terapeutik yang diperlukan
-
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi : misal TTV dalam batas

normal.

Intervensi :

a) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/aktifitas (catat laporan

kelelahan/gangguan keseimbangan gaya berjalan kelemahan otot).

Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

b) Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.


19

Rasional : Menunjukan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12

c) Awasi TTV selama dan sesudah aktifitas.

Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk

membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

d) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

Rasional : Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing,

berdenyut, dan peningkatan resiko cedera.

e) Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan, batasi

pengunjung.

Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh

dan menurunkan regangan jantung dan paru.

f) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila nyeri dada, nafas pendek,

kelemahan, atau pusing terjadi.

Rasional : Regangan atau stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat

menimbulkan dekompensasi/kegagalan.

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk

pembentukan SDM normal.

Tujuan : Gangguan nutrisi dapat berkurang/hilang

Kriteria Hasil :
-
Tidak mengalami tanda malnutisi
-
Menunjukan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau

mempertahankan berat badan yang sesuai berat badan ideal.


-
BB meningkat.
20

Intervensi :

a) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi

b) Timbang berat badan tiap hari.

Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi sendiri.

c) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering/makan di antara waktu makan.

Rasional : Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan

pemasukan juga mencegah distensi gaster.

d) Observasi dan catat kejadian mual/muntah dan gejala lain yang berhubungan.

Rasional : gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ

e) Berikan dan bantu higiene mulut sesudah dan sebelum makan.

Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan

pertumbuhan bakteri.

f) Pantau pemeriksaan laboratorium Hb/Ht , BUN, albumin, protein, transferin, besi

serum.

Rasional : Meningkatkan efektifitas program pengobatan termasuk sumber diet

nutrisi yang dibutuhkan.

5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas, perubahan

sirkulasi dan neurologis, devisit nutrisi.

Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi

Kriteria Hasil :

- Dapat mempertahankan integritas kulit

- Mengidentifikasikan faktor resiko/perilaku untuk mencegah udara edema


21

Intervensi :

a) Kaji integral kulit, catat pada perubahan turgor gangguan warna kulit, hangat,

lokal eritema, ekskorlasi, dan imobilisasi jaringan dapat menjadi rapuh dan

cenderung untuk infeksi.

Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi nutrisi dan imobilisasi.

b) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak

atau ditempat tidur.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi kesemua aliran kulit, membatasi iskemia

jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.

c) Anjurkan permukaan kulit kering dan batasi penggunaan sabun

Rasional : Untuk mencegah iritasi

d) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif/aktif.

Rasional : Meningkarkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.

6) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak

adekuat, anemia.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :

- Dapat mengidentifikasi prilaku untuk mencegah

- Menurunkan resiko infeksi

- Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulent atau eritema dan

demam.

Intervensi :

a) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberian perawatan dan pasien.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bakterial.

b) Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.


22

Rasional : Menurunkan risiko kolonosasi/infeksi bakteri.

c) Dorong perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan nafas dalam.

Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu

memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.

d) Tingkatkan masukan cairan adekuat.

Rasional : Membantu dalam pengenceran sekret pernapasan unruk mempermudah

pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh.

e) Pantau/batasi pengunjung.

Rasional : Membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi.

f) Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau tanpa demam.

Rasional : Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

g) Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : Digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk

pengobatan proses infeksi lokal.

Anda mungkin juga menyukai