Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pansitopenia adalah keadaan berkurangnya jumlah sel dari semua jalur sel
darah utama dari eritrosit, leukosit, dan trombosit. Penurunan sel darah merah
ditandai dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan hematokrit. Keadaan
tersebut sebagai akibat meningkatnya destruksi perifer atau menurunnya
produksi sumsum tulang.
Kemungkinan penyebab pansitopenia adalah anemia aplastik/hipoplastik
karena sebab-sebab seperti; infeksi virus (dengue/hepatitis), infeksi
mikrobakterial, kehamilan, penyakit Simmond, sklerosis tiroid, infiltrasi
sumsum tulang (leukemia, mieloma multipel, metastasis karsinoma, dll),
anemia defisiensi folat dan vitamin B12, lupus eritematosus sistemik, serta
paroxysmal nocturnal hemoglobinuria.
Angka insiden anemia aplastik ini berkisar antara antara 2 sampai 6 kasus
per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi geografis. Penelitian di Perancis
menemukan angka insiden sebesar 1,5 kasus per 1 juta penduduk per tahun. Di
Cina, insiden dilaporkan 0,74 kasus per 100.000 penduduk per tahun dan di
Bangkok 3,7 kasus per 1 juta penduduk per tahun. Ternyata penyakit ini lebih
banyak ditemukan di belahan Timur daripada di belahan Barat (Aru W. S.,
2010).
Kasus pansitopenia dengan berbagai sebab, yang tercatat di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya pada tahun 2012 sebanyak 44.Kemungkinan
penyebab pansitopenia kebanyakan belum diketahui secara pasti. Penelitian ini
ditujukan untuk mengetahui gambaran klinis dan laboratoris serta perjalanan
penyakit dan tindak lanjut pasien pansitopenia di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.

1
2

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini didapat
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Berapa banyak kasus pansitopenia yang dirawat di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya?
2. Apa kemungkinan penyebab pansitopenia?
3. Bagaimana gambaran klinis dan laboratoris pada pasien penderita
pansitopenia?
4. Bagaimana perjalanan penyakit dan tindak lanjut seorang pasien dengan
pansitopenia?

C. Batasan masalah

Penelitian ini membahas tentang gambaran klinis dan laboratoris pada


penderita pansitopenia yang dirawat inap di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya selama periode 08 Desember 2012 sampai 22 Juni 2013.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini dapat


dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa penyebab pansitopenia?
2. Bagaimanakah gambaran klinis dan laboratoris pansitopenia?
3. Bagaimanakah riwayat pasien pansitopenia?
3

E. Tujuan penulisan
1. Mengetahui berbagai kemungkinan penyebab pansitopenia.
2. Mengetahui gambaran klinis dan laboratoris pada pasien penderita
pansitopenia.
3. Mengetahui perjalanan penyakit pasien dengan pansitopenia.

F. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang pansitopenia dan kemungkinan
penyebab.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain tentang pansitopenia di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pansitopenia
Pansitopenia adalah keadaan berkurangnya jumlah sel dari semua jalur sel
darah utama yaitu eritrosit (anemia), leukosit (leukemia), dan trombosit
(trombositopenia) dengan segala manifestasinya. Pada dasarnya pansitopenia
disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi komponen
darah, atau akibat kerusakan komponen darah di darah tepi, atau akibat
maldistribusi komponen darah. Penyebab pansitopenia karena kegagalan fungsi
sumsum tulang diantaranya: infeksi virus (dengue/hepatitis), infeksi
mikrobakterial, kehamilan, penyakit Simmond, sklerosis tiroid, infiltrasi
sumsum tulang (leukemia, mieloma multipel, metastasis karsinoma, dll),
anemia defisiensi folat dan vitamin B12, lupus eritematosus sistemik, serta
paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (I Made Bakta, 2006).
Menurut Sacharin, (2002) anemia aplastik adalah suatu kegagalan
anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan
nyata atau tidak adanya unsur pembentuk darah dalam sumsum tulang. Hal ini
khas dengan penurunan produksi eritrosit akibat pergantian dari unsur produksi
eritrosit dalam sumsum oleh jaringan lemak hiposeluler, juga dapat
mempengaruhi megakariosit mengarah pada neutropenia.
Sedangkan menurut I Made Bakta, (2006) anemia aplastik adalah anemia
yang disertai oleh pansitopenia atau bisitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan pimer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang.
Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan
aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik.

4
5

Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang dan
pertama kali dilaporkan pada tahun 1888. Pada tahun 1959, Wintrobe
membatasi pemakaian nama anemia aplastik pada kasus tulang, hipoplasia berat
atau aplasia sumsum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang
menginfiltrasi, mengganti atau menekan jaringan hemopoietik sumsum tulang.

a b

c d

Gambar 2.1 pada apusan darah tepi: (a) eritrosit normal, (b) eritrosit
abnormal
pada apusan sumsum tulang: (c) biopsi sumsum tulang normal, (d) biopsi
sumsum tulang hiposelular
Sumber: Lecture Note Haematology
6

B. Etiologi
1. Faktor Kongenital
Jenis Fanconi memiliki suatu pola pewarisan resesif autosomal dan
sering disertai dengan retardasi pertumbuhan dan cacat kongenital di
rangka (misalnya ginjal pelvis atau ginjal tapal kuda), atau kulit (daerah-
daerah hiperpigmentasi); kadang-kadang terdapat retardasi mental.
Anemia fanconi biasanya terjadi pada usia 5-10 tahun. Sekitar 10%
pasien menderita leukemia mieloid akut (Hoffbrand, A.V, 2002).

2. Faktor didapat
a. Idiopatik
Penyakit ini merupakan jenis anemia aplastik yang paling
sering ditemukan. Walaupun mekanismenya belum diketahui,
respons yang baik terhadap globulin anti-limfosit (GAL) dan
siklosporin A menunjukkan bahwa kerusakan autoimun yang
diperantarai sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah
secara struktural dan fungsional.
Anemia aplastik idiopatik biasanya berakhir fatal bila anemia
timbul dalam waktu singkat. Banyak penderita dengan anemia
aplastik kronik kemudian menderita leukemia, kelainan
mieloproliferatif lain atau kelainan limforetikuler, tetapi pada
beberapa penderita penyakit berlangsung beberapa tahun tanpa
perubahan, bahkan beberapa lagi sembuh secara spontan. Pada
beberapa kasus anemia aplastik dapat dijumpai paroksismal
nokturnal hemoglobinuria.
7

b. Sekunder
Seringkali disebabkan oleh kerusakan langsung di sumsum
hemopoietik akibat radiasi atau obat sitotoksik. Obat anti-metabolit
(misal daunorubisin) menyebabkan aplasia sementara saja, tetapi
agen pengalkil, khususnya busulfan, dapat menyebabkan terjadinya
aplasia kronik yang sangat menyerupai penyakit idiopatik kronik.
Beberapa individu menderita anemia aplastik akibat efek samping
obat idiosinkrasi yang jarang terjadi, seperti kloramfenikol atau emas
yang tidak diketahui bersifat sitotoksik. Mereka juga dapat menderita
penyakit ini dalam beberapa bulan setelah hepatitis virus (hepatitis A
atau non-A, non-B, non-C). Kloramfenikol memiliki insidensi
toksisitas sumsum tulang sangat tinggi, sehingga obat ini harus
digunakan untuk pengobatan infeksi yang mengancam jiwa dan
untuk penyakit yang membutuhkan obat sebagai pengobatan
optimum (misal tifoid). Zat kimia seperti benzene mungkin terlibat
sebagai penyebab penyakit ini. Kadang-kadang, anemia aplastik
dapat merupakan gambaran yang muncul pada leukemia mieloid atau
limfoblastik akut, khusunya pada masa anak (Aru W. S., 2010).
Pada kehamilan, kadang-kadang ditemukan pansitopenia
disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini
mungkin disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan
presdisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau
tidak ada perangsang hematopoeisis. Anemia aplastik sering
sembuh setelah terminasi kehamilan, dapat terjadi lagi pada
kehamilan berikutnya.
8

C. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui tiga faktor
berikut ini :
1. Kerusakan sel hematopoetik(seed theory)
2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang(soil theory)
3. Proses imunologik yang menekan hematopoesis
Keberadaan sel induk hematopoeitik dapat diketahui dengan petanda
sel yaitu CD34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk
hematopoetik dikenal sebagai longterm culture-initiating cell (LTC-IC),
long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/CD34 sangat menurun
hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobblestone
area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang
menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi
sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan
pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada
pasien anemia aplastik (Sukman T. P., 2006).
Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung
melalui keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia
aplastik, yang berarti bahwa pengantian sel induk dapat memperbaiki proses
patologik yang terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui
tikus percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini
dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan pengobatan
imunosupresif. Pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau
metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%, dengan ketahanan hidup
jangka panjang menyamai hasil transplantasi sumsum tulang. Kelainan
imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari kerusakan sel induk
atau lingkungan mikro sumsum tulang. Patofisiologi timbulnya anemia
aplastik digambarkan secara skematik pada gambar 1.
9

Sel induk hemopoeitik

Kerusakan sel induk

Ganguan lingkungan mikro

Mekanisme imunologik

PANSITOPENIA

Eritrosit Leukosit Trombosit

Sindrom anemia mudah infeksi perdarahan

Febris - kulit
Ulkus mulut/faring - mukosa
Sepsis - organ dalam

Gambar 2.2 patofisiologi anemia aplastik

Sumber : Hematologi Klinik Ringkas

Karena terjadinya penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang,


aspirasi sumsum tulang sering hanya menghasilkan beberapa tes darah. Maka
perlu dilakukan biopsi untuk menentukan beratnya penurunan elemen
sumsum normal dan pergantian oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi
pada sel stem, prekusor granulosit, eritrosit, dan trombosit akibatnya terjadi
pansitopenia.
10

Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Penurunan sel darah merah (anemia) ditandai dengan menurunnya
tingkat hemoglobin dan hematokrit. Penurunan hemoglobin menyebabkan
penurunan jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan, biasanya ditandai
dengan kelemahan, kelelahan, takikardia, ekstermitas dingin atau pucat.
Kelainan kedua adalah leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah
putih atau leukosit kurang dari 4.500-10.000/mm3, penurunan sel darah putih
ini akan menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon
inflamasi. Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan
penurunan sistem imunitas fisis mekanik dimana dapat menyerang selaput
lendir, kulit, silia, saluran nafas sehingga bila selaput lendirnya yang terkena
maka akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring,
sehingga mengalami kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan
masukan diet dalam tubuh.
Kelainan ketiga adalah trombositopenia, trombositopenia didefinisikan
jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3. Akibat dari trombositopenia antara
lain ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih, perdarahan
susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran
cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare dan stomatitis
(sariawan pada lidah dan mulut), perdarahan saluran cerna dapat
menyebabkan hematemesis melena. Perdarahan trombositopenia
mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun.
11

D. Manifestasi Klinis
Anemia aplastik mungkin asimptomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin. Manifestasi klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia,
leukopenia, dan trombositopenia. Gejala yang dirasakan berupa gejala sebagai
berikut:
1. Lemah dan mudah lelah.
2. Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah terkena
infeksi bakteri.
3. Pucat
4. Pusing
5. Anoreksia
6. Peningkatan tekanan sistolik
7. Takikardia
8. Sesak nafas
9. Demam
10. Penglihatan kabur
11. Telinga berdenging
12. Nafsu makan berkurang
13. Sindrom anemia: gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai
berat.
14. Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit
seperti petekie dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena, dan
pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih
jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
15. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan, dan
sepsis.
16. Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali.
12

Gambar 2.3. (a) petekie dan (b) hematoma


Sumber : A. Halim Mubin, 2007

E. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim pada pasien pansitopenia ditemukan:
1. Darah Tepi
a) Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
b) Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai
retikulositopenia.
c) Kadang-kadang ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan
poikilositosis.
d) Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda
dalam darah tepi.
e) Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat
berat.

2. Laju Endap Darah


Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 (89%) kasus
mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam pertama
(Salonder, dalam IPD jilid II).
13

3. Faal Hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk
yang disebabkan oleh trombositopenia.

4. Sumsum tulang
Sumsum tulang menunjukkan hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak
menyebar secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum
tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat
menyingkirkan diagnosa anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulangi
pada tempat-tempat yang lain.

5. Virus
Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus
Hepatitis, Parvovirus, dan Sitomegalovirus.

6. Tes Ham atau Hemolisis Sukrosa


Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab.

7. Kromosom
Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom.
Pemeriksaan sitogenetik dengan flourescence in situ hybridization (FISH)
dan imunofenotipik dengan flowcytrometry diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding, seperti myelodisplasia hiposeluler.

8. Defisiensi imun
Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer
immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.
14

9. Lain-lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF
meningkat.

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi sebagai dampak dari pemeriksaan

laboratorium tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gagal jantung dan kematian akibat beban jantung yang berlebihan dapat

terjadi pada anemia berat.

2. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel darah putih atau

trombosit juga terlibat.

G. Diagnosa Banding

Adanya sumsum tulang berlemak pada biopsi menunjukkan aplasia;


namun hiposelularitas sumsum dapat terjadi pada penyakit hematologi lainnya.
Perbedaan anemia aplastik didapat dan herediter telah dipertajam dengan assay
spesifik untuk kelainan kromosom dan zat kimia tertentu yang menandai
anemia fanconi. Meskipun biasanya muncul pada anak-anak, anemia fanconi
dapat didiagnosis pada saat dewasa, walaupun tanpa kelainan skeletal atau
urogenital.

1. Myelodisplasia Hiposelular

Membedakan anemia aplastik dari sindrom myelodisplastik


hipoplastik dapat menjadi tantangan, khususnya pada pasien yang lebih
tua, karena sindrom ini lebih banyak terjadi. Proporsi sel-sel 34 di
15

sumsum tulang mungkin membantu pada beberapa kasus. 34


diekspresikan pada sel-sel asal atau induk hemopoetik dan bersifat
fundamental untuk patofisiologi kedua kelainan ini. Pada sindrom
myelodisplastik, ekspansi klonal muncul dari sel asal 34 ; pada
anemia aplasia didapat, sel-sel CD34 merupakan target serangan
autoimun. Dengan demikian, proporsi sel-sel CD34 adalah 0,3% atau
kurang pada pasien anemia aplastik, sedangkan proporsinya normal
(0,51,0%) atau lebih tinggi pada sindrom myelodisplastik hipoplasia.

2. Leukemia Limfositik Granula Besar

Penyakit ini juga dapat menjadi diagnosis untuk sumsum tulang


yang kosong atau displastik. Limfosit granular besar dapat dikenali dari
fenotipenya yang berbeda pada pemeriksaan mikroskopis darah, yaitu
pola pulasan sel khusus flowcytrometry, dan ketidakteraturan reseptor sel
T yang membuktikan adanya ekspansi monoklonal populasi sel T.

3. Anemia Aplastik dan Hemoglobinuria Nokturnal Paroksismal (PNH)

Terdapat hubungan klinis yang sangat kuat antara anemia aplastik


dan PNH. Pada PNH, asal hematopoeitik abnormal menurunkan populasi
sel darah merah, granulosit, dan trombosit yang semuanya tidak
mempunyai sekelompok protein permukaan sel. Dasar genetik PNH
adalah mutasi didapat pada gen PIG A di kromosom X yang
menghentikan sintesis struktur jangkar glikosilfostatidilinositol.
Defisiensi protein ini menyebabkan hemolisis intravaskular, yang
mengakibatkan ketidakmampuan eritrosit untuk menginaktivasi
komplemen permukaan. Tidak adanya protein tersebut mudah dideteksi
dengan flowcytrometry eritosit dan leukosit, tes Ham dan sukrosa
sekarang sudah ketinggalan zaman (obsolete) (Aru W. S., 2010).
16

H. Penatalaksaan

1. Terapi Suportif
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia
a. Untuk mengatasi infeksi lain :
1) Higienis mulut
2) Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat
dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika
berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan
negatif. Biasanya digunakan derivat penisilin semisinterik
(ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering digunakan
sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah jelas,
sesuaikan antibiotika dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7
hari panas tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan
amphotericin-B atau flukonasol parenteral.
3) Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat
kuman gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak
memberikan respons pada antibiotika adekuat. Granulosit
konsentrat sangat sulit dibuat dan masa efektifnya sangat pendek.

b. Usaha untuk mengatasi anemia: berikan transfusi packed red cell


(PCR) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau
anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl, tidak
perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoesis internal.
Pada penderita yang akan transplantasi sumsum tulang pemberian
transfusi harus lebih berhati-hati.
c. Usaha untuk mengatasi perdarahan: berikan transfusi konsentrat
trombosis jika terdapat perdarahan major atau trombosit
17

<20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan


efektivitas trombosis karena timbulnya antibodi antitrombosit.
Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit (Wiwik H., 2008).

2. Terapi Definitif

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan


jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis
pilihan terapi:
a) Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang sangat baik, jika dilakukan pada


saat penderita berusia kanak-kanak. Saudara kandung atau saudara
kembar atau orang tua biasanya memiliki kecocokan sumsum tulang
lebih besar daripada pendonor yang tidak memiliki hubungan darah.
Usia dan kecocokan sumsum tulang akan sangat menentukan
keberhasilan transplantasi hingga 80%. Semakin tua usia pendonor
akan semakin meningkatkan risiko penolakan terhadap sumsum
tulang pendonor.

b) Terapi Imunosupresif

Pada penderita anemia aplastik yang telah melewati masa


kanak-kanak dan tidak mungkin lagi dilakukan transplantasi sumsum
tulang, terapi imunosupresif dengan mengkonsumsi obat, misal
antithymocyte globulin, siklosporin A dan oxymethalone menjadi
pilihan terbaik.

I. Prognosis atau Perjalanan Penyakit


18

Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi,


tetapi tanpa pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk.
Prognosis dapat dibagi empat, yaitu:
1. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan: merupakan
10-15% kasus.
2. Penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relapse.
Meninggal dalam 1 tahun, merupakan 50% kasus.
3. Penderita yang mengalami remisi sempurna atau parsial. Hal ini jarang
terjadi kecuali bila iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi.
4. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup
lama namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.

Jadi, pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokkan lain untuk
membedakan anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia
aplastik ringan dengan prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan
pengobatan prognosis menjadi lebih baik. Penggunaan imunosupresif dapat
meningkatkan keganasan sekunder. Pada penelitian di luar negeri dari 103
pasien yang diobati dengan ALG, 20 pasien diikuti jangka panjang berubah
menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi
hepatoma. Kejadian ini mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit
walaupun komplikasi tersebut lebih jarang ditemukan pada transplantasi
sumsum tulang (Aru W. S., 2010).
19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 08 Desember 2012 - 27 Februari
2013 dan dilanjutkan pada tanggal 14 Mei 22 Juni 2013.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, dimana peneliti
menggambarkan hasil pemeriksaan pasien yang dinyatakan dalam akumulasi
data dasar yang diperoleh dengan cara anamnesis dan melihat catatan kondisi
fisik pasien serta hasil pemeriksaan laboratorium.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien
pansitopenia yang terdata di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

2. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu.
Pasien dengan pemeriksaan hematologi lengkap, apusan darah tepi, dan
hitung retikulosit. Sampel dalam penelitian ini adalah dua orang pria
dewasa, ibu hamil, dan anak-anak dengan pansitopenia.

19
20

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh dari hasil anamnesis dengan pasien dan
keluarga pasien untuk mendapatkan berbagai informasi menyangkut
keluhan dan riwayat penyakit yang dialami.

2. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari rekam medik berupa buku catatan
dan lembar hasil pemeriksaan klinis dan laboratoris pasien serta slide
morfologi darah tepi pasien.

E. Definisi Operasional Variabel


1. Pansitopenia
Pansitopenia adalah suatu keadaan yang ditandai adanya anemia,
leukopenia, dan trombositopenia dengan segala manifestasinya.

2. Gambaran klinis
Merupakan kondisi fisik yang ditemukan pada pasien yang diteliti.

3. Gambaran laboratoris
Merupakan hasil laboratorium pasien yang diteliti, digunakan
sebagai bahan menarik kesimpulan dalam penelitian.
21

F. Pengembangan Instrumen

Pengembangan instrumen yang dilakukan untuk mendapatkan data dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. slide dokumentasi morfologi darah tepi pasien
2. mikroskop untuk mengamati morfologi darah tepi pasien
3. lembar hasil pemeriksaan/rekam medik pasien
4. rekorder untuk wawancara

G. Teknik Analisa Data

Peneliti menggunakan teknik analisa data berdasarkan data hasil


anamnesis kepada pasien dan keluarga pasien, tanda klinis dan hasil
pemeriksaan hematologi yang dilakukan di Laboratorium RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya. Data hasil pemeriksaan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam tabel dan dari tabel tersebut dapat dianalisa jenis
pansitopenia berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan laboratoris yang
ditemukan. Berikut adalah tabel analisa data:

Tabel Anamnesis pasien


No. Nama Gejala Tanda klinis

Demam Nafsu Pusing Badan Pucat Konjungtiva Petekie hematuria P.Gusi


makan lemah palpebra
berkurang pucat
22

Tabel Riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan pasien


No. Nama Umur Riwayat penyakit Riwayat pekerjaan
sebelumnya (dengan gejala Kontak dengan bahan Lain-lain
yang sama) kimia

Tabel Data pemeriksaan laboratorium


No. Nama Hasil laboratorium
pasien Hb (g/dl) Ht (%) eritrosit leukosit trombosit MDT
6 3 3 3 3 3
(10 /mm ) (10 /mm ) (10 /mm )
23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Pasien dengan diagnosis observasi pansitopenia yang tercatat di rekam
medis RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tahun 2012 sebanyak 44
pasien. Selama periode penelitian ditemukan pasien pansitopenia sebanyak 4
orang yaitu 2 orang laki-laki dengan usia Tn. S 37 tahun dan Tn. A 48 tahun,
seorang perempuan berusia 19 tahun, serta seorang anak-anak beruasia 8
tahun.
Berdasarkan hasil anamnesis dengan pasien dan keluarga pasien yang
ada yaitu demam, pusing, nafsu makan berkurang, pucat, serta tanda klinis
yang didapati yaitu, diperoleh data sebagaimana tabel berikut:

Tabel 4.1. gejala dan tanda klinis pasien dengan pansitopenia


No. Nama Gejala Tanda klinis

Demam Nafsu Pusing Badan Pucat Konjungtiva Petekie Hematuria P. gusi


makan lemah palpebra
berkurang pucat
1. Tn. S -
2. An. D - - -
3. Tn. A - - -
4. Ny. M

23
24

Dari hasil anamnesis juga diperoleh hasil riwayat penyakit sebelumnya


dan penyakit, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.2. Riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan pasien


No. Nama Umur Riwayat Riwayat pekerjaan
penyakit
sebelumnya Kontak Lain-lain
(dengan gejala dengan
yang sama) bahan kimia
1. Tn. S 37 tahun -
2. An. D 8 tahun - (sekolah)
3. Tn. A 48 tahun - (buruh)
4. Ny. M 19 tahun - (IRT)
25

Hasil pemeriksaan laboratoris pada pasien pansitopenia adalah sebagai


berikut:

Tabel 4.3. Data pemeriksaan laboratorium pasien pansitopenia

No. Nama Hasil laboratorium


Hb Ht Jumlah Jumlah Jumlah MDT (morfologi
(g/dl) (%) eritrosit leukosit trombosit darah tepi)
(106/mm3) (103/mm3) (103/mm3)
1. Tn. S 10.2 28,5 3.45 3.59 8
3.9 20.3 2.78 2.55 6 kesan;
11.9 34 3.45 3.57 20 pansitopenia DD
anemia aplastik
2. An. D 3.5 10.4 1.33 1.21 46 kesan;
pansitopenia DD
anemia aplastik
3. Tn. A 3.0 9.0 0.86 17.31 2 kesan;
4.7 13.7 1.57 6.04 5 pansitopenia DD
2.4 6.9 0.80 0.84 0 anemia aplastik
4.2 12.1 1.42 3.72 3
2.5 7.9 0.85 7.78 3
4. Ny. M 3.9 11.2 1.31 3.28 0 kesan;
8.1 24.7 2.69 1.90 1 pansitopenia DD
11.1 31.1 3.71 1.76 12 anemia aplastik,
4.5 12.9 1.54 2.00 0 jumlah trombosit
5.0 14.5 1.72 1.90 0 menurun berat
7.8 23 2.73 2.10 1 (tidak ditemukan
pada apusan dan
tidak terbaca oleh
alat)
Sumber: register hasil hematologi laboratorium RSUD dr. Doris Sylvanus palangka
Raya
26

Salah satu gambaran morfologi darah tepi pasien pansitopenia

Gambar 4.1. eritrosit normal Gambar 4.2. eritrosit normokrom


normositik

Pada gambar 4.1. menunjukkan eritrosit normal dan terdapat trombosit


pada apusan darah tepi. Sedangkan pada gambar 4.2 trombosit tidak ditemukan
pada apusan tersebut. Bentuk dan ukuran eritrosit normal, tetapi jumlahnya
sangat sedikit.
27

B. Pembahasan
Pansitopenia adalah suatu keadaan dimana berkurangnya sel darah merah,
sel darah putih dan trombosit. Penurunan sel darah merah (anemia) ditandai
dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan hematokrit. Kadar hemoglobin
yang menurun menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang dikirim ke
jaringan, biasanya ditandai dengan gejala kelemahan, kelelahan, ekstermitas
dingin atau pucat serta tanda klinis konjungtiva palpebra anemis pada pasien
pansitopenia.
Leukopenia adalah menurunnya jumlah leukosit dan menekan respon
inflamasi. Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan
penurunan sistem imunitas fisis mekanik dimana dapat menyerang selaput
lendir, kulit, silia, saluran nafas sehingga bila selaput lendirnya yang terkena
maka akan mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring, sehingga
mengalami kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan nafsu makan.
Tanda klinis lainnya yang terjadi pada Tn. A adalah batuk darah.
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi
darah. Kelainan ini berkaitan dengan peningkatan risiko perdarahan hebat,
bahkan hanya dengan cidera ringan atau perdarahan spontan kecil.
Trombositopenia ditandai dengan bercak kecil akibat perdarahan di
subkutaneus, yang disebut petekie. Tanda klinis yang sama pada pasien
pansitopenia berupa perdarahan gusi. Perdarahan lainnya dialami pada beberapa
pasien pansitopenia, yaitu perdarahan hidung, kencing darah (hematuria),
perdarahan mata pada Ny. M. Keadaan tersebut sebagai akibat meningkatnya
destruksi perifer atau menurunnya produksi sumsum tulang (Corwin, 2007).
Dari semua pasien yang diteliti menunjukkan gejala klinis dan laboratoris
yang hampir sama, meskipun ada beberapa hal yang berbeda dari pasien
tersebut.
Berdasarkan onset atau awal terjadinya, dapat ditemukan pada pasien
anak-anak dengan kisaran umur 5 sampai 10 tahun, salah satunya disebabkan
28

karena pemberian obat kloramfenikol pada bayi sejak suia 2 sampai 3 bulan.
Sedangkan usia dewasa 30 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Pebedaan umur dan jenis kelamin mungkin
disebabkan oleh risio pekerjaan, sedangkan perbedaan geografis mungkin
disebabkan oleh pengaruh lingkungan. (Aru W.S., 2010). Hal ini sesuai dengan
keempat pasien tersebut. seorang anak laki-laki, 2 orang laki-laki dewasa, dan
seorang perempuan.
Riwayat pekerjaan pada pasien Tn. S adalah penambang emas dan
bekerja di kebun karet. Pansitopenia dapat terjadi karena terpapar bahan kimia
seperti benzene dan insektisida. Pada Tn. S kemungkinan sebab pansitopenia
adalah paparan bahan kimia.
An. D adalah seorang anak berusia 8 tahun, dalam perjalanan penyakitnya
An. D dirujuk ke rumah sakit provinsi lain dan dilakukan pemeriksaan Bone
Marrow Puncture (BMP). Dari pemeriksaan tersebut disimpulkan suatu
keganasan hematologi (leukemia). Sesuai teori, leukemia dapat ditandai dengan
pansitopenia. Banyak penderita dengan anemia aplastik kronik kemudian
menderita leukemia, karena sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan
oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat
ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi
hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh
penderita. Pada beberapa kasus anemia aplastik dapat dijumpai paroksismal
nokturnal hemoglobinuria. Pada hasil BMP ditemukan peningkatan sel-sel
muda. Biasanya pada anak adalah seri limpositik.
Pasien Tn. A merupakan salah satu contoh bahwa penyebab pansitopenia
adalah idiopatik atau mekanismenya belum diketahui. Mungkin dapat
diberikan obat globulin anti-limfosit (GAL) dan siklosporin A, karena respon
yang baik terhadap obat tersebut menunjukkan bahwa kerusakan autoimun
yang diperantarai sel T. Kemungkinan terhadap sel induk yang berubah secara
struktural dan fungsional.
29

Pasien Ny. M datang dalam keadaan hamil 3 bulan dengan perdarahan


gusi hebat disertai hematuria. Pada kulit tampak hematoma, tanda perdarahan
tersebut berkaitan dengan sangat rendahnya jumlah trombosit Ny. M, bahkan
sampai nol. Data terakhir jumlah trombosit 1000/mm3. Pansitopenia pada
kehamilan adalah contoh kasus yang sangat jarang terjadi. Ada beberapa teori
tentang pansitopenia pada kehamilan. Kemungkinan sebab adalah respon imun
tubuh terhadap kehamilan atau hormonal.
30

BAB V

KESIMPULAN

A. Simpulan

Pada penelitian tentang gambaran klinis dan laboratoris serta


perjalanan penyakit dan tindak lanjut pasien pansitopenia ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada 4 pasien pansitopenia ditemukan gejala klinis yang hampir
sama seperti pucat, pusing, dan lemah. Sedangkan tanda klinis
perdarahan yang umum berupa perdarahan gusi, petekie, dan
hematoma. Ada pula yang berupa perdarahan hidung dan mata.
2. Hasil laboratoris pada keempat pasien tersebut menunjukkan
anemia, leukopenia, trombositopenia, dan ada pasien dengan
jumlah trombosit yang menurun berat.
3. Perjalanan penyakit dan tindak lanjut pada pasien-pasien tersebut
menunjukkan anemia aplastik dengan penyebab yang berbeda,
yaitu disebabkan karena bahan-bahan kimia, respon imun tubuh
terhadap kehamilan atau hormonal, leukemia, dan idopatik.
B. Saran

1. Untuk Pihak Rumah Sakit


Rumah sakit diharapkan dapat membuat kebijakan untuk menyediakan
pusat pelayanan yang lebih lengkap yaitu pemeriksaan sumsum tulang
untuk penegakkan diagnosis anemia aplastik dan transfusi trombosit.
2. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan tertarik untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang penyebab pansitopenia lainnya.

30

Anda mungkin juga menyukai