Etiologi
Secara etiologi, penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:
A.
B.
Faktor didapat
1.
2.
Aplasia yang mengenai seluruh seri hematopoetik dan biasanya
disertai dengan kelainan kongenital. Misalnya :
Sindrom kongenital
Diskeratosis bawaan.
Virus
Idiopatik
Epidemiologi
Anemia aplasik biasanya terdapat pada anak besar berumur lebih dari 6 tahun
despresi sum-sum tulang oleh obat atau bahan kimia meskipun dengan dosis
rendah tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan
melihat pengarunya setelah beberapa tahun kemudian, misalnya pemberian
kloramphenicol yang terlampau sering pada bayi (sejak umur2-3 bulan) baru
akan menyebabkan gejala anemia aplasik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun.
Disamping itu pada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat ia
kontak dengan agen penyebabnya.
Kriteria
Patofisiologi
Walaupun telah banyak dilakukan penelitian hingga saat ini, patofisiologi anemia
aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan
patofisiologi penyakit ini yaitu:
a.
b.
c.
Hingga saat ini teori yang banyak di anut adalah kerusakan pluri potent
stemsell, yaitu sel-sel primitive pada sum-sum tulang yang memiliki kemampuan
ber differensiasi menjadi berbagai seri hematoepotik. Dan juga dikembangkan
pula teori mengenai kerusakan micro environment yaitu kerusakan lingkungan
sekitar sel-sel pluri potent sehingga menyebabkan hilangnya kemampuan sel
tersebut untuk berdifferensiasi, apabila faktor yang merusak micro environment
diperbaik, maka kemampuan sel-sel pluri potent akan meningkat kembali. Faktorfaktor yang merusak mikro environment dihubungkan dengan penekan secara
imunulogi pada beberapa keadaan seperti anemia aplasik yang disebabkan oleh
virus, patogenesis kemungkinan karena kerusakan pada organ-organ perifer.
Manifestasi Klinis
Perdarahan
83
Badan lemah
30
Pusing
69
Jantung berdebar
36
Demam
33
29
Pucat
26
Sesak napas
23
Penglihatan kabur
19
Telinga berdengung
13
Pemeriksaan Fisik8
Tabel Pemeriksaan Fisik pada Pasien Anemia Aplastik (N=70) (Salonder, 1983)
Jenis Pemeriksaan Fisik
Pucat
100
Perdarahan
63
Kulit
34
Gusi
26
Retina
20
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
16
Hepatomegali
Splenomegali
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium 2, 6
Temuan Laboratorium
1.
Anemia bersifat normokrom normositik, atau makrositik (volume eritrosit
rata-rata (VER)
seringkali 95-110 fl). Jumlah retikulosit biasanya sangat rendah
jika dikaitkan dengan derajat anemia.
2.
Leukopenia. Terdapat penurunan selektif granulosit, tetapi biasanya tidak
selalu sampai dibawah 1,5 x 109/l. pada kasus-kasus berat jumlah limfosit juga
rendah. Netrofil tampak normal dan kadar fosfatase alkalinya tinggi.
3.
Trombositopenia selalu ada, dan pada kasus berat, kurang dari 10 x 10 9/l.
4.
5.
Laju endap darah selalu meningkat. Penulis menemukan bahwa 62 dari 70
kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam jam
pertama.
Faal Hemostasis
Sumsum Tulang
Virus
Kromosom
Defisiensi Imun
Lain-lain
B. Pemeriksaan Radiologis
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah
disuntik dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikan pada
makrofag sumsum tulang atau iodium chlorideyang akan terikat pada transferin.
Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoiesis aktif
untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel-sel
induk.
Diagnosis Banding
a. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan PTA. pemeriksaan darah tepi dari
kedua kelainan ini hanya menunjukan trombositopenia tanpa retikulositopenia
atau granulositopenia/leukopenia. Pemeriksaan sumsum tulang dari PTI
menunjukan gambaran yang normal atau ada peningkatan megakariosit,
sedangkan pada PTA tidak atau kurang ditemukan megakariosit.
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan etiologi dari
anemianya. Berbagai teknik pengobatan dapat dilakukan, seperti:
Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk
mencegah timbulnya infeksi.
1.
Terapi Konservatif
Terapi Imunosupresif
Terapi imunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian
besar pasien anemia aplastik. Obat-obatan yang termasuk dalam terapi
imunosupresif adalah antithymocyte globuline (ATG) atau antilymphocyte
globuline (ALG) dan siklosporin A (CsA). Mekanisme kerja ATG atau ALG pada
kegagalan sumsum tulang tidak diketahui dan mungkin melalui:
2.
Terapi Suportif 2, 5
Untuk meghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam ruangan
khusus yang suci hama. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang
tidak menyebabkan depresi sumsum tulang.
Transfusi darah
akibat dibentuknya antibodi terhadap sel darah merah, leukosit dan trombosit.
Dengan demikian transfusi darah diberikan bila diperlukan.
Resiko perdarahan meningkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm 3. Pada
keadaan yang sangat gawat (perdarahan massif, perdarahan otak, dan
sebagainya) dapat diberikan suspensi trombosit. Transfusi trombosit diberikan
bila perdarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm 3 (profilaksis). Pada
mulanya diberikan trombosit donor acak.
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversi dan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa
hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek. Pada infeksi berat khasiatnya
hanya sedikit sehingga pemberian antibiotik masih diutamakan.
Prognosis