PADA PASIEN ANEMIA APLASTIK DI RUANG SOEPARJO RUSTAM RSUD Prof. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
NAMA : Widya Lestari
NIM : 2211040011 RS : RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2022-2023 1. Definisi Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packet red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan laboratorium (Price, A, 2006 ). Anemia berarti kurangnya hemoglobin didalam darah, yang dapat disebabkan oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit (Guyton & hall, 2008 ). Anemia merupakan kelainan sistem hematologi yang sering dijumpai dimana terjadi penurunan sirkulasi jumlah sel darah merah. Kondisi ini dapat terjadi akibat produksi sel darah merah oleh sum – sum tulang berkurang atau tingginya penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi (Smeltzer & Bare, 2002 ). 2. . Etiologi Menurut Salonder (2001) etiologi anemia adalah sebagai berikut : a. Faktor Genetik Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar diturunkan menurut hukum mendell. 1) Anemia fanconi merupakan suatu sindrom yang meliputi hipoplasia sumsum tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa. 2) Anemia Estren – Dameshek yaitu anemia tanpa kelainan fisik. b. Obat – obatan dan Bahan Kimia Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Yang sering menyebatkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat – obat lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas dan anti konvulsan, obat – obatan sitotoksik misalnya mileran atau nitrosourea. Bahan kimia yang terkenal dapat menyebabkan aemia aplastik ialah senyawa benzen. c. Infeksi Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen. d. Iradiasi Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan. Bila stem cell hemopoietik yang terkena maka terjadi anemia aplastik ringan. Hal ini dapat terjadi pada keganasan dengan sinar X. Dengan peningkatan dosis penyinaran sekali waktu akan terjadi pansitopenia. Iradiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang, yaitu lingkungan mikro, dan menyebabkan fibrosis. e. Kelainan Imunologis Zat anti terhadap sel – sel hemopoietik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan anemia aplastik. f. Anemia Aplastik pada Keadaan / Penyakit Lain 1) Pada leukimia limfoblastik akut kadang – kadang ditemukan pansitopenia dengan hipoplasia sumsum tulang. 2) Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH). Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. 3) Kehamilan Pada kehamilan kadang – kadang ditemukan pansitopenia disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. g. Kelompok Idiopatik Besarnya kelompok idiopatik tergantung pada usaha mencari faktor etiologi. 3. Patofisiologi a. Kerusakan pada microenvironment, Ditemukan gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misal eritropoietin) maupun bahan penghambat pertumbuhan sel. Hal ini mengakibatkan gagalnya jaringan sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pada microenvironment merupakan kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga menyebabkan kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel darah. Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik ditemukan cell inhibitors atau penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang. Sampai saat ini, teori yang paling dianut sebagai penyebab anemia aplastik adalah gangguan pada sel induk pluri poten. Kelainan microenvironmet memegang peranan terjadinya anemia aplastik. Akibat radiasi, pemakaian kemoterapi yang lama atau dosis tinggi, dapat menyebabkan microarchitecture mengalami sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel. Faktor humoral misalnya eritropoitin, ternyata tidak mengalami penurunan (Permono, 2011). b. Cell inhibitors Pada beberapa penderita anemia aplastik, dapat dibuktikan adanya T-Limfosit yang menghambat pertumbuhan sel – sel sumsum tulang pada biakan (Permono, 2011). c. Kerusakan pada sel induk pluripoten, Gangguan pada sel induk pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah yang baru. Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten ataupun karena fungsinya yang menurun (Permono, 2011). d. Defek lingkungan micro sumsum tulang Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada morfologi spesimen biopsy dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan primitive kebanyakan tidak ditemukan, pada pemeriksaan in vitro menjelaskan bahwa “kolam” sel bakal berkurang hingga < 1% dari normal pada keadaan yang berat (Permono, 2011). e. Kerusakan intrinsik Kerusakan intrinsik pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik konstitusional, sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT) dapat diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan tanpa anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa (Mubarak, 2008) f. Kerusakan ekstrinsik Kerusakan ekstrinsik pada sum-sum terjadi setelah trauma radiasi dan kimiawi seperti dosis tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi yang paling sering pada dosis rendah obat, perubahan metabolisme obat kemungkinan telah memicu mekanisme kerusakan. Jalur metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar dan memiliki keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik hingga menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate) komponen ini bersifat toxic karena kecenderungannya untuk berikatan dengan makromolekul seluler (Mubarak, 2008). 4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala menurut Sudoyo (2009) sebagai berikut : a. Kelemahan b. Pusing c. Jantng berdebar d. Pucat e. Sesak napas f. Perdarahan g. Terjadi peningkatan suhu tubuh h. Penglihatan kabur i. Selera makan berkurang 5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang menurut Salonder (2001) yaitu : a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Sel Darah / Darah Tepi Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia adalah normokromosm normositer. Kadang – kadang ditemukan pula makrositosis, anisositosis dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat lebih dari 75% kasus. 2) Laju Endap Darah Laju Endap Darah selalu meningkat. 3) Faal Hemostasis Waktu perdarahan memajang dan retraksi pembekuan buruk disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal. 4) Sumsum Tulang Karena adanya sarang – sarang hemopoiesis hiperaktif yang mungkin teraspirasi, maka diperlukan aspirasi beberapa kali. Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap kasus anemia aplastik. Hasil pemeriksaan sumsum tulang sesuai kriteria diagnosis. 5) Virus Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus Hepatitis, HIV, Parvovirus, Sitomegalovirus. 6) Tes Ham atau tes Hemolisis Sukrosa Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab. 7) Kromosom Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom. 8) Defisiensi Imun Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T. 9) Lain – lain Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak, dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional. Kadar eritropoetin ditemukan meningkat pada anemia aplastik. b. Pemeriksaan Radiologi 1) Nuclear Magnetik Resonance Imaging Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang berselular. 2) Radionuclide Bone Marrow Imaging (bone marrow scaning) Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditemukan oleh scanning tubuh setelah disuntik dengan koloid radioaktiftechnetium sulfar yang akan terkait pada makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang akan terkait pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoesis aktif untuk memperoleh sel – sel guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel–sel induk. 6. Penatalaksanaan Menurut Salonder (2001) penatalaksanaan pada anemia aplastik dapat berupa : a. Pengobatan terdiri atas : 1) Identifikasi dan eliminasi penyebab 2) Pengobatan suportif : terhadap infeksi, perdarahan dan anemia. 3) Usaha mempercepat penyembuhan pensitopenia melalui imunosupresif, transplantasi sumsum tulang, obat – obatan anabolik dan kortikosteroid. b. Pansitopenia (kekurangan sel – sel darah yaitu eritrosit, leukosit dan hemoglobin) yang relatif ringan cukup di observasi saja. c. Transfusi eritarosit, trombosit dan leukosit. d. Pengobatan lain yaitu, pemberian imunoglobulin intravena bermanfaat bila penyebab anemia aplastik adalah parvovirus. 7. Pengkajian a. Aktivitas dan Istirahat Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istiraha lebih banyak. Tanda : Takikardi/takipnea; dispneu pada saat bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda – tanda lain yang menunjukkan keletihan. b. Sirkulasi Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis, misal; perdarahan gastro intestinal, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infeksi kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda : TD: peningkatan diastol dengan siastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Disritmia, abnormalitas EKG, misal; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung; murmur 25 sistolik (DB). Ekstremitas; pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku (pada pasien kulit hitam, dapat tampak sebagai keabu – abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera; biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompenssasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut; kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara prematur (AP). c. Integritas Ego Gejala : Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misal; penolakan transfusi darah. Tanda : Depresi. d. Eliminasi Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorbsi (DB). Hematemesis, fase dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine. Tanda : Distensi abdomen. e. Makanan dan cairan Gejala : Penuruan makanan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dispepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tanda : Lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membran mukosa kering, pucat. Tugor kulit tidak elastis, kering (DB). Stomatitis dan glostis. Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah (DB). f. Hygiene Tanda : Kurang bertenaga, penampilan tak rapi. f. Neurosensori Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; parestesia tangan/kaki (AP), klaudikasi. Sensasi menjadi dingin. Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis. Mental; tak mampu, berespon lambat dan dangkal. Oftalmik; hemoragis retina (AP). Epistaksis, perdarahan dari lubang – lubang (AP). Gangguan koordinasi, ataksia; penurunan rasa getar dan posisi, tanda romberg positif, paralisis (AP). g. Nyeri dan Kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen samar, sakit kepala (DB). h. Pernapasan Gejala : Riwayat TB, abses paru, napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : Takipnea, ortopnea, dispnea. i. Keamanan Gejala : Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, misal; benzen, insektisida, fenilbutason, naftalen. Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan/atau panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan. Penyembuhan luka buruk, sering infeksi. Tanda : Demam redah, menggigil, berkeringat malam. Limfodenopati umum. Pteki dan ekimosis (AP) 8. Diagnosa keperaatan a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel. b. Intoleran aktvitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau absobsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal. d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neorologis (anemia). e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan. Efek samping terapi obat. f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tidak adekuat misal; penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan). Pertahanan utama tidak adekuat misal; kerusakan kulit, stasis cairan tubuh; prosedur invasif, penyakit kronis, malnutrisi. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau mengingat. Salah interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber informasi. 9. Perencanaan keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel. Tujuan : Perfusi jaringan adekuat Kriteria Hasil : Menunjukkan perfusi adekuat mis. Tanda vitas stabil; membrane mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat; mental seperti biasa. Intervensi dan rasional : 1) Kaji tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa dan dasar kuku. Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi. 2) Tinggikan kepala di tempat tidur sesuai toleransi. Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. 3) Awasi upaya pernapasan; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius. Rasional : Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung. 4) Selidiki keluhan nyeri dada, papitasi. Rasional : Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark. 5) Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung. Rasional : Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau difisiensi vitamin B12. 6) Orientasi/orientasikan-ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktivitas pasien untuk dirujuk. Berikan cukup waktu untuk pasien berpikir, komunikasi dan aktivitas. Rasional : Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan /mempertahankan kebutuhan AKS. 7) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi. Rasional : Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ). 8) Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. Rasional : Termoreseptol jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen. 9) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium, mis; Hb/Ht dan jumlah SDM,GDA. Rasional: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons terhadap terapi. 10) Kolaborasi dalam pemberian SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi, Awasi ketat untuk komplikasi transfusi. Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan. 11) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional : Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan. 12) Kolaborasi dalam persiapan intervensi pembedahan sesuai indikasi. Rasional : Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang/anemia aplastik. b. Intoleran aktvitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplay oksigen dan kebutuhan. Tujuan : Mengalami peningkatan toleransi aktivitas Kriteria Hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari). Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, mis, Nadi, pernapasan, dan TD masih dalam rentang normal pasien. Intervensi dan rasional : 1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas. Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan. 2) Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot. Rasional : Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera. 3) Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respons terhadap tingkat aktivitas (mis, peningkatan denyut jantung/TD, disritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya). Rasional : Manifestasi kardio pulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan. 4) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan. Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru. 5) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. Rasional : Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan peningkatan risiko cedera. 6) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas. Rasional : Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada system jantung dan pernapasan. 7) Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin. Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri. 8) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi. Rasional : Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol. 9) Gunakan teknik penghematan energy, mis. Mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas. Rasional : Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan. 10) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi. Rasional : Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/stress dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau absobsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal. Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal. Tidak mengalami tanda malnutrisi. Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi dan rasional : 1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi. 2) Observasi dan catat masukan makanan pasien. Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan. 3) Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan. Rasional : Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster. 4) Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus, dan gejala lain yang berhubungan. Rasional : Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ. 5) Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka. Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat. 6) Kolaborasi untuk konsul pada ahli gizi. Rasional : Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual. 7) Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium, mis. Hb/Ht, BUN, albumin, protein, transferin, besi serum, B12 , asam folat, TIBC, elektrolit serum. Rasional : meningkatkan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan. 8) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, Mis. Vitamin dan suplemen mineral, mis. Sianokobalamin (vitamin B12), Asam folat (Flovite), asam askorbat (vitamin C). Rasional : Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan/atau adanya masukan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi. Besi dextran (IM/IV). Rasional : Diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi dan disimpan uuntuk yang tak dapat untuk diabsorbsi atau terapi besi oral, atau bila kehilangan darah terlalu cepat untuk penggantian oral menjadi efektif. Tambahan besi oral, mis. Fero sulfat (Feosol); fero glukonat (Fergon). Rasional : Mungkin berguna pada beberapa tipe anemia defisiensi besi. Asam hidroklorida (HCI). Rasional : Mempunyai sifat absorbs vitamin B12 selama minggu pertama terapi. Anti jamur atau pencuci mulut anestetik jika diindikasi. Rasional : Mungkin diperlukan pada adanya stomatitis/glositis untuk meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan masukan. 9) Kolaborasi dalam pemberian diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas, atau terlalu asam sesuai indikasi. Rasional : Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi pasien. 10) Kolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi mis. Ensure, Isocal. Rasional : Meningkatkan masukan protein dan kalori. d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neorologis (anemia). Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit Kriteria Hasil : Mempertahankan integritas kulit. Mengidentifikasi faktor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal. Intervensi dan rasional : 1) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi. Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak. 2) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di tempat tidur. Rasional : Meningkatkan sirkulasi kesemua area kulit membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler. 3) Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun. Rasional : Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan iritasi. 4) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif. Rasional : Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis. 5) Kolaborasi dalam menggunakan alat pelindung, mis. Kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air, pelindung tumit/siku, dan bantal sesuai indikasi. Rasional: Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah / menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan. Efek samping terapi obat. Tujuan : Tidak terjadi konstipasi atau diare Kriteria Hasil : Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus. Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, faktor pemberat. Intervensi dan rasional : 1) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, warna dan jumlah. Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab,faktor pemberat dan intervensi yang tepat. 2) Auskultasi bunyi usus. Rasional : Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi. 3) Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan. Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet. 4) Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung. Rasional : Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu mempertahankan status dehidrasi pada diare. 5) Hindari makanan yang membentuk gas. Rasional : Menurunkan distress gastrik dan distensi abdomen. 6) Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan dalam kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare. Rasional : Mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan. 7) Kolaborasi untuk konsul dengan ahli gizi dalam memberikan diet seimbang dengan tinggi serat dan bulk. Rasional : Serat menahan enzim dalam pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi. 8) Kolaborasi dalam pemberian pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk, atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. Rasional : Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi. 9) Kolaborasi dalam pemberian obat anti diare mis, difenoxilat hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat pengabsorbsi air mis, Metamucil. Rasional : Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat misal, penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan). Pertahanan utama tidak adekuat misal, kerusakan kulit, stasis cairan tubuh; prosedur invasif, penyakit kronis, malnutrisi. Tujuan : Tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil : Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah /menurunkan resiko infeksi. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam. Intervensi dan rasional : 1) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien. Rasional : Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan: Pasien dengan anemia berat/aplastik dapat beresiko akibat flora normal kulit. 2) Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka. Rasional : Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri. 3) Berikan perawatan kulit, perianal dengan oral dengan cermat. Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi. 4) Dorong perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk, dan napas dalam. Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia. 5) Tingkatkan masukan cairan adekuat. Rasional : Membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh (mis. Pernapasan dan ginjal). 6) Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan. Batasi tumbuhan hidup/bunga potong. Rasional : Membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dapat dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respon imun sangat terganggu. 7) Pantau suhu. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam. Rasional : Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan. 8) Amati eritema/cairan luka Rasional : Indikator infeksi lokal. Catatan: Pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan. 9) Kolaborasi dalam pengambilan spesimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi. Rasional : Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan. 10) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik topikal; antibiotik sistemik. Rasional : Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau mengingat. Salah interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : Pengetahuan klien dapat bertambah Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostik, dan rencana pengobatan. Mengidentifikasi faktor penyebab. Melakukan tindakan yang perlu atau perubahan pola hidup. 1) Berikan informasi tentang anemia secara spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratya anemia. Rasional : Menberikan dasar pengetahuan sehingga klien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dan program terapi. 2) Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik. Rasional : Ansietas atau takut ketidaktahuan meningkatkan tingkat stres, yang selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan tentang apa yang diperkirakan menurunkan ansietas. 3) Jelaskan bahwa darah diambil untuk prosedur pemeriksaan laboratorium dan tidak akan memperburuk anemia. Rasional: Ini sering merupakan kekutiran yang tidak diungkapkan yang dapat memperkuat ansiets pasien. 4) Tinjau perubahan diet yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan diet khusus (ditentukan oleh tipe anemia/defisiensi). Rasional: Daging merah, hati, kuning telur, sayuran berdaun hijau, biji bersekam dan berbuah yng dikeringkan adalah sumber asam folat dan vitamin C ( menigkatkan absorsi besi) 5) Kaji sumber – sumber (mis, keuangan dan memasak). Rasional: Sumber yang tidak adekuat mepengaruhi kemampuan untuk membuat/menyiapkan makanan yang tepat. 6) Anjurkan untuk menghentikan merokok. Rasional: Menurunkan ketersedian oksigen dan menyebabkan vasokontriksi. 7) Intruksikan dan peragakan pemberian mandiri preparat besi oral. Rasional: Penggantian besi biasanya mebutuhkan waktu 3-6 bulan, sementara injeksi vitamin B12 mungkin perlu untuk selama hidup pasien. 8) Intruksikan pasien atau orang terdekat tentang pemberian besi parenteral. Rasional: Mencegah ekstravasi (kebocoran) dengan nyeri yang menyertai. 9) Peringatkan tentang kemungkinan reaksi sistemik, (misal, kemerahan pada wajah, muntah, mual, mialgia) dan diskusikan pentingnya melaporkan gejala. Rasional: Kemungkinan efek samping terapi memerlukan evluasi ulang untuk pilihan atau dosis obat. 10) Diskusikan penigkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan gejala yang merupakan intervensi medis. Misanya demam, sakit tenggorokan: eritema/luka basah, urine berkabut, rasa terbakar saat defekasi. Rasional: Penurunan produksi leukosit potensial untuk infeksi. 11) Kaji kebersihan tubuh, pentingnya perawatan gigi tratur. Rasional: Efek anemia(lesi oral) tau suplemen besi meningkatkan resiko infeks/ bkterimia. 12) Instruksikan untuk menghindari produk aspirin Rasional: Meningkatkan kecenderungan perdarahan 13) Rujuk ke sumber komunitas yang tepat bila indikasi, misanya kupon makanan dari pelayanan sosial Rasional: Mungkin memerlukan bantuan dengan persiapan makan/ penjual makanan