Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


PADA PASIEN ANEMIA APLASTIK DI RUANG SOEPARJO RUSTAM
RSUD Prof. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

NAMA : Widya Lestari


NIM : 2211040011
RS : RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022-2023
1. Definisi
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah
merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packet red blood cell (hematokrit) per 100
ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan
perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik, dan laboratorium (Price, A, 2006 ).
Anemia berarti kurangnya hemoglobin didalam darah, yang dapat disebabkan
oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam sel
yang terlalu sedikit (Guyton & hall, 2008 ).
Anemia merupakan kelainan sistem hematologi yang sering dijumpai dimana
terjadi penurunan sirkulasi jumlah sel darah merah. Kondisi ini dapat terjadi akibat
produksi sel darah merah oleh sum – sum tulang berkurang atau tingginya
penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi (Smeltzer & Bare, 2002 ).
2. . Etiologi Menurut Salonder (2001)
etiologi anemia adalah sebagai berikut :
a. Faktor Genetik Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan
sebagian besar diturunkan menurut hukum mendell.
1) Anemia fanconi merupakan suatu sindrom yang meliputi hipoplasia sumsum tulang
disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi
mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.
2) Anemia Estren – Dameshek yaitu anemia tanpa kelainan fisik.
b. Obat – obatan dan Bahan Kimia Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar
hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Yang sering menyebatkan anemia aplastik
adalah kloramfenikol. Obat – obat lain yang juga sering dilaporkan adalah
fenilbutazon, senyawa sulfur, emas dan anti konvulsan, obat – obatan sitotoksik
misalnya mileran atau nitrosourea. Bahan kimia yang terkenal dapat menyebabkan
aemia aplastik ialah senyawa benzen.
c. Infeksi Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen.
d. Iradiasi Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan. Bila stem
cell hemopoietik yang terkena maka terjadi anemia aplastik ringan. Hal ini dapat
terjadi pada keganasan dengan sinar X. Dengan peningkatan dosis penyinaran sekali
waktu akan terjadi pansitopenia. Iradiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum
tulang, yaitu lingkungan mikro, dan menyebabkan fibrosis.
e. Kelainan Imunologis Zat anti terhadap sel – sel hemopoietik dan lingkungan mikro
dapat menyebabkan anemia aplastik.
f. Anemia Aplastik pada Keadaan / Penyakit Lain
1) Pada leukimia limfoblastik akut kadang – kadang ditemukan pansitopenia dengan
hipoplasia sumsum tulang.
2) Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH). Penyakit ini dapat bermanifestasi
berupa anemia aplastik.
3) Kehamilan Pada kehamilan kadang – kadang ditemukan pansitopenia disertai
aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara.
g. Kelompok Idiopatik Besarnya kelompok idiopatik tergantung pada usaha mencari
faktor etiologi.
3. Patofisiologi
a. Kerusakan pada microenvironment, Ditemukan gangguan pada mikrovaskuler,
faktor humoral (misal eritropoietin) maupun bahan penghambat pertumbuhan sel. Hal
ini mengakibatkan gagalnya jaringan sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan
pada microenvironment merupakan kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten
sehingga menyebabkan kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi
menjadi sel-sel darah. Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik ditemukan
cell inhibitors atau penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang. Sampai saat
ini, teori yang paling dianut sebagai penyebab anemia aplastik adalah gangguan pada
sel induk pluri poten. Kelainan microenvironmet memegang peranan terjadinya
anemia aplastik. Akibat radiasi, pemakaian kemoterapi yang lama atau dosis tinggi,
dapat menyebabkan microarchitecture mengalami sembab yang fibrinus dan infiltrasi
sel. Faktor humoral misalnya eritropoitin, ternyata tidak mengalami penurunan
(Permono, 2011).
b. Cell inhibitors Pada beberapa penderita anemia aplastik, dapat dibuktikan adanya
T-Limfosit yang menghambat pertumbuhan sel – sel sumsum tulang pada biakan
(Permono, 2011).
c. Kerusakan pada sel induk pluripoten, Gangguan pada sel induk pluripoten ini
menjadi penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel induk pluripoten yang
mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah yang
baru. Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten ataupun
karena fungsinya yang menurun (Permono, 2011).
d. Defek lingkungan micro sumsum tulang Kegagalan sum-sum terjadi akibat
kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada anemia aplastik,
tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada morfologi spesimen
biopsy dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker dari sel
hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan
primitive kebanyakan tidak ditemukan, pada pemeriksaan in vitro menjelaskan bahwa
“kolam” sel bakal berkurang hingga < 1% dari normal pada keadaan yang berat
(Permono, 2011).
e. Kerusakan intrinsik Kerusakan intrinsik pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik
konstitusional, sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan
kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu.
Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen yang
berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT) dapat diidentifikasi pada
beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan tanpa
anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa
(Mubarak, 2008)
f. Kerusakan ekstrinsik Kerusakan ekstrinsik pada sum-sum terjadi setelah trauma
radiasi dan kimiawi seperti dosis tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk
reaksi idiosinkronasi yang paling sering pada dosis rendah obat, perubahan
metabolisme obat kemungkinan telah memicu mekanisme kerusakan. Jalur
metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar dan
memiliki keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik
hingga menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate)
komponen ini bersifat toxic karena kecenderungannya untuk berikatan dengan
makromolekul seluler (Mubarak, 2008).
4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala menurut Sudoyo (2009) sebagai berikut :
a. Kelemahan
b. Pusing
c. Jantng berdebar
d. Pucat
e. Sesak napas
f. Perdarahan
g. Terjadi peningkatan suhu tubuh
h. Penglihatan kabur
i. Selera makan berkurang
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Salonder (2001) yaitu :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Sel Darah / Darah Tepi Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu
ditemukan. Jenis anemia adalah normokromosm normositer. Kadang – kadang
ditemukan pula makrositosis, anisositosis dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda
atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Granulosit
dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat lebih dari 75% kasus.
2) Laju Endap Darah Laju Endap Darah selalu meningkat.
3) Faal Hemostasis Waktu perdarahan memajang dan retraksi pembekuan buruk
disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.
4) Sumsum Tulang Karena adanya sarang – sarang hemopoiesis hiperaktif yang
mungkin teraspirasi, maka diperlukan aspirasi beberapa kali. Diharuskan melakukan
biopsi sumsum tulang pada setiap kasus anemia aplastik. Hasil pemeriksaan sumsum
tulang sesuai kriteria diagnosis.
5) Virus Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus Hepatitis,
HIV, Parvovirus, Sitomegalovirus.
6) Tes Ham atau tes Hemolisis Sukrosa Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya
PNH sebagai penyebab.
7) Kromosom Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom.
8) Defisiensi Imun Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer
immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.
9) Lain – lain Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak, dan mungkin
ditemukan pada anemia aplastik konstitusional. Kadar eritropoetin ditemukan
meningkat pada anemia aplastik.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Nuclear Magnetik Resonance Imaging Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik
untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara
daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.
2) Radionuclide Bone Marrow Imaging (bone marrow scaning) Luasnya kelainan
sumsum tulang dapat ditemukan oleh scanning tubuh setelah disuntik dengan koloid
radioaktiftechnetium sulfar yang akan terkait pada makrofag sumsum tulang atau
iodium chloride yang akan terkait pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum
tulang dapat ditentukan daerah hemopoesis aktif untuk memperoleh sel – sel guna
pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel–sel induk.
6. Penatalaksanaan Menurut Salonder (2001) penatalaksanaan pada anemia aplastik
dapat berupa :
a. Pengobatan terdiri atas :
1) Identifikasi dan eliminasi penyebab
2) Pengobatan suportif : terhadap infeksi, perdarahan dan anemia.
3) Usaha mempercepat penyembuhan pensitopenia melalui imunosupresif,
transplantasi sumsum tulang, obat – obatan anabolik dan kortikosteroid.
b. Pansitopenia (kekurangan sel – sel darah yaitu eritrosit, leukosit dan hemoglobin)
yang relatif ringan cukup di observasi saja.
c. Transfusi eritarosit, trombosit dan leukosit.
d. Pengobatan lain yaitu, pemberian imunoglobulin intravena bermanfaat bila
penyebab anemia aplastik adalah parvovirus.
7. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan
untuk tidur dan istiraha lebih banyak.
Tanda : Takikardi/takipnea; dispneu pada saat bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan
penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda – tanda lain yang menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis, misal; perdarahan gastro intestinal,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endokarditis infeksi kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD: peningkatan diastol dengan siastolik stabil dan tekanan nadi melebar;
hipotensi postural. Disritmia, abnormalitas EKG, misal; depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung; murmur 25
sistolik (DB). Ekstremitas; pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva,
mulut, faring, bibir) dan dasar kuku (pada pasien kulit hitam, dapat tampak
sebagai keabu – abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning
lemon terang (AP). Sklera; biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler
melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompenssasi).
Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut; kering,
mudah putus, menipis, tumbuh uban secara prematur (AP).
c. Integritas Ego
Gejala : Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misal;
penolakan transfusi darah.
Tanda : Depresi.
d. Eliminasi
Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorbsi (DB).
Hematemesis, fase dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : Distensi abdomen.
e. Makanan dan cairan
Gejala : Penuruan makanan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring). Mual/muntah, dispepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
Tanda : Lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membran mukosa kering, pucat. Tugor kulit tidak elastis, kering (DB).
Stomatitis dan glostis. Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah (DB). f. Hygiene
Tanda : Kurang bertenaga, penampilan tak rapi.
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; parestesia tangan/kaki (AP),
klaudikasi. Sensasi menjadi dingin.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis. Mental; tak
mampu, berespon lambat dan dangkal. Oftalmik; hemoragis retina (AP).
Epistaksis, perdarahan dari lubang – lubang (AP). Gangguan koordinasi, ataksia;
penurunan rasa getar dan posisi, tanda romberg positif, paralisis (AP).
g. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen samar, sakit kepala (DB).
h. Pernapasan
Gejala : Riwayat TB, abses paru, napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : Takipnea, ortopnea, dispnea.
i. Keamanan
Gejala : Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, misal; benzen,
insektisida, fenilbutason, naftalen. Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai
pengobatan atau kecelakaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran
terhadap dingin dan/atau panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan. Penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : Demam redah, menggigil, berkeringat malam. Limfodenopati umum.
Pteki dan ekimosis (AP)
8. Diagnosa keperaatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
b. Intoleran aktvitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen
dan kebutuhan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau absobsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dan neorologis (anemia).
e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan
proses pencernaan. Efek samping terapi obat.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tidak
adekuat misal; penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit (respon
inflamasi tertekan). Pertahanan utama tidak adekuat misal; kerusakan kulit, stasis
cairan tubuh; prosedur invasif, penyakit kronis, malnutrisi.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan atau mengingat. Salah interpretasi informasi.
Tidak mengenal sumber informasi.
9. Perencanaan keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria Hasil : Menunjukkan perfusi adekuat mis. Tanda vitas stabil; membrane
mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat;
mental seperti biasa. Intervensi dan rasional :
1) Kaji tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa
dan dasar kuku.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2) Tinggikan kepala di tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler.
3) Awasi upaya pernapasan; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
4) Selidiki keluhan nyeri dada, papitasi.
Rasional : Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko
infark.
5) Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan
memori, bingung.
Rasional : Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia
atau difisiensi vitamin B12.
6) Orientasi/orientasikan-ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktivitas
pasien untuk dirujuk. Berikan cukup waktu untuk pasien berpikir, komunikasi
dan aktivitas.
Rasional : Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan
melakukan /mempertahankan kebutuhan AKS.
7) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai indikasi.
Rasional : Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.
Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan
untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi
organ).
8) Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air
mandi dengan thermometer.
Rasional : Termoreseptol jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
9) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium, mis; Hb/Ht dan jumlah
SDM,GDA.
Rasional: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons
terhadap terapi.
10) Kolaborasi dalam pemberian SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai
indikasi, Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki
defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.
11) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.
12) Kolaborasi dalam persiapan intervensi pembedahan sesuai indikasi.
Rasional : Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum
tulang/anemia aplastik.
b. Intoleran aktvitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplay oksigen
dan kebutuhan.
Tujuan : Mengalami peningkatan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari). Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, mis, Nadi,
pernapasan, dan TD masih dalam rentang normal pasien. Intervensi dan rasional :
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan
kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2) Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
Rasional : Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3) Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respons
terhadap tingkat aktivitas (mis, peningkatan denyut jantung/TD, disritmia,
pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya).
Rasional : Manifestasi kardio pulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Pantau dan batasi pengunjung, telepon dan gangguan berulang tindakan yang
tak direncanakan.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Rasional : Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut, dan peningkatan risiko cedera.
6) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. Pilih
periode istirahat dengan periode aktivitas.
Rasional : Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada
system jantung dan pernapasan.
7) Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien
untuk melakukannya sebanyak mungkin.
Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan
sesuatu sendiri.
8) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien
pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri
dan rasa terkontrol.
9) Gunakan teknik penghematan energy, mis. Mandi dengan duduk, duduk untuk
melakukan tugas-tugas.
Rasional : Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi
penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
10) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas
pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
Rasional : Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/stress dapat
menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau absobsi nutrien
yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil
dengan nilai laboratorium normal. Tidak mengalami tanda malnutrisi.
Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi dan rasional :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
3) Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu
makan.
Rasional : Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
pemasukan juga mencegah distensi gaster.
4) Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus, dan gejala lain yang
berhubungan.
Rasional : Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
5) Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik; sebelum dan sesudah makan,
gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci
mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan
mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan
nyeri berat.
6) Kolaborasi untuk konsul pada ahli gizi.
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.
7) Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium, mis. Hb/Ht, BUN,
albumin, protein, transferin, besi serum, B12 , asam folat, TIBC, elektrolit
serum.
Rasional : meningkatkan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber
diet nutrisi yang dibutuhkan.
8) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, Mis. Vitamin dan suplemen
mineral, mis. Sianokobalamin (vitamin B12), Asam folat (Flovite), asam
askorbat (vitamin C).
Rasional : Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan/atau
adanya masukan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi. Besi
dextran (IM/IV). Rasional : Diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi dan
disimpan uuntuk yang tak dapat untuk diabsorbsi atau terapi besi oral, atau
bila kehilangan darah terlalu cepat untuk penggantian oral menjadi efektif.
Tambahan besi oral, mis. Fero sulfat (Feosol); fero glukonat (Fergon).
Rasional : Mungkin berguna pada beberapa tipe anemia defisiensi besi. Asam
hidroklorida (HCI).
Rasional : Mempunyai sifat absorbs vitamin B12 selama minggu pertama
terapi. Anti jamur atau pencuci mulut anestetik jika diindikasi.
Rasional : Mungkin diperlukan pada adanya stomatitis/glositis untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan masukan.
9) Kolaborasi dalam pemberian diet halus, rendah serat, menghindari makanan
panas, pedas, atau terlalu asam sesuai indikasi.
Rasional : Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat
ditoleransi pasien.
10) Kolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi mis. Ensure, Isocal.
Rasional : Meningkatkan masukan protein dan kalori.
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dan neorologis (anemia).
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil : Mempertahankan integritas kulit. Mengidentifikasi faktor
risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal. Intervensi dan rasional :
1) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat
lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi.
Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak
bergerak atau di tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi kesemua area kulit membatasi iskemia
jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
3) Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
Rasional : Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik
untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit
secara berlebihan dan meningkatkan iritasi.
4) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
5) Kolaborasi dalam menggunakan alat pelindung, mis. Kulit domba, keranjang,
kasur tekanan udara/air, pelindung tumit/siku, dan bantal sesuai indikasi.
Rasional: Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah / menurunkan
tekanan terhadap permukaan kulit
e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan
proses pencernaan. Efek samping terapi obat.
Tujuan : Tidak terjadi konstipasi atau diare
Kriteria Hasil : Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus. Menunjukkan
perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, faktor
pemberat. Intervensi dan rasional :
1) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, warna dan jumlah.
Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab,faktor pemberat dan
intervensi yang tepat.
2) Auskultasi bunyi usus.
Rasional : Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada
konstipasi.
3) Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan.
Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat
dalam mengidentifikasi defisiensi diet.
4) Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
Rasional : Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi.
Akan membantu mempertahankan status dehidrasi pada diare.
5) Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : Menurunkan distress gastrik dan distensi abdomen.
6) Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan dalam kondisi kulit
atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi
diare. Rasional : Mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
7) Kolaborasi untuk konsul dengan ahli gizi dalam memberikan diet seimbang
dengan tinggi serat dan bulk.
Rasional : Serat menahan enzim dalam pencernaan dan mengabsorbsi air
dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian
menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
8) Kolaborasi dalam pemberian pelembek feses, stimulant ringan, laksatif
pembentuk bulk, atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan.
Rasional : Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
9) Kolaborasi dalam pemberian obat anti diare mis, difenoxilat hidroklorida
dengan atropine (Lomotil) dan obat pengabsorbsi air mis, Metamucil.
Rasional : Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat misal, penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit
(respon inflamasi tertekan). Pertahanan utama tidak adekuat misal, kerusakan
kulit, stasis cairan tubuh; prosedur invasif, penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah /menurunkan resiko
infeksi. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema,
dan demam. Intervensi dan rasional :
1) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan: Pasien
dengan anemia berat/aplastik dapat beresiko akibat flora normal kulit.
2) Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3) Berikan perawatan kulit, perianal dengan oral dengan cermat.
Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
4) Dorong perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk, dan napas
dalam. Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu
memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5) Tingkatkan masukan cairan adekuat.
Rasional : Membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk
mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh (mis.
Pernapasan dan ginjal).
6) Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan. Batasi
tumbuhan hidup/bunga potong.
Rasional : Membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi
dapat dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respon imun sangat terganggu.
7) Pantau suhu. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam. Rasional : Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
8) Amati eritema/cairan luka
Rasional : Indikator infeksi lokal.
Catatan: Pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
9) Kolaborasi dalam pengambilan spesimen untuk kultur/sensitivitas sesuai
indikasi. Rasional : Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen
khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
10) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik topikal; antibiotik sistemik.
Rasional : Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan
kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan atau mengingat. Salah interpretasi informasi.
Tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien dapat bertambah
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostik, dan
rencana pengobatan. Mengidentifikasi faktor penyebab. Melakukan tindakan yang
perlu atau perubahan pola hidup.
1) Berikan informasi tentang anemia secara spesifik. Diskusikan kenyataan
bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratya anemia.
Rasional : Menberikan dasar pengetahuan sehingga klien dapat membuat
pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama
dan program terapi.
2) Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.
Rasional : Ansietas atau takut ketidaktahuan meningkatkan tingkat stres, yang
selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan tentang apa yang
diperkirakan menurunkan ansietas.
3) Jelaskan bahwa darah diambil untuk prosedur pemeriksaan laboratorium dan
tidak akan memperburuk anemia.
Rasional: Ini sering merupakan kekutiran yang tidak diungkapkan yang dapat
memperkuat ansiets pasien.
4) Tinjau perubahan diet yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan diet
khusus (ditentukan oleh tipe anemia/defisiensi).
Rasional: Daging merah, hati, kuning telur, sayuran berdaun hijau, biji
bersekam dan berbuah yng dikeringkan adalah sumber asam folat dan vitamin
C ( menigkatkan absorsi besi)
5) Kaji sumber – sumber (mis, keuangan dan memasak).
Rasional: Sumber yang tidak adekuat mepengaruhi kemampuan untuk
membuat/menyiapkan makanan yang tepat.
6) Anjurkan untuk menghentikan merokok.
Rasional: Menurunkan ketersedian oksigen dan menyebabkan vasokontriksi.
7) Intruksikan dan peragakan pemberian mandiri preparat besi oral.
Rasional: Penggantian besi biasanya mebutuhkan waktu 3-6 bulan, sementara
injeksi vitamin B12 mungkin perlu untuk selama hidup pasien.
8) Intruksikan pasien atau orang terdekat tentang pemberian besi parenteral.
Rasional: Mencegah ekstravasi (kebocoran) dengan nyeri yang menyertai.
9) Peringatkan tentang kemungkinan reaksi sistemik, (misal, kemerahan pada
wajah, muntah, mual, mialgia) dan diskusikan pentingnya melaporkan gejala.
Rasional: Kemungkinan efek samping terapi memerlukan evluasi ulang untuk
pilihan atau dosis obat.
10) Diskusikan penigkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan gejala yang
merupakan intervensi medis. Misanya demam, sakit tenggorokan:
eritema/luka basah, urine berkabut, rasa terbakar saat defekasi.
Rasional: Penurunan produksi leukosit potensial untuk infeksi.
11) Kaji kebersihan tubuh, pentingnya perawatan gigi tratur.
Rasional: Efek anemia(lesi oral) tau suplemen besi meningkatkan resiko
infeks/ bkterimia.
12) Instruksikan untuk menghindari produk aspirin
Rasional: Meningkatkan kecenderungan perdarahan
13) Rujuk ke sumber komunitas yang tepat bila indikasi, misanya kupon makanan
dari pelayanan sosial
Rasional: Mungkin memerlukan bantuan dengan persiapan makan/ penjual
makanan

Anda mungkin juga menyukai