Anda di halaman 1dari 6

Anemia Aplastik

2.1. Definisi
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoiesis yang ditandai oleh penurunan produksi
eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia
pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya keganasan sistem hematopoiesis ataupun kanker
metastatik yang menekan sumsum tulang (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012).
Anemia aplastik merupakan sindrom kerusakan sumsum tulang yang ditandai dengan
pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum. Meskipun anemia aplastik sering normositik, tetapi
makrositosis ringan juga dapat ditemukan, diasosiasikan dengan stres eritropoiesis dan
peningkatan fetal hemoglobin levels (Bakhshi & Besa, 2016).

Gambar 1. Hypocellular Bone Marrow with Increased Adipose Tissue and Decreased
Hematopoietic Cells in the Marrow Space
2.2 Etiologi
Pansitopenia ditandai dengan penurunan nilai normal dari leukosit, platelet dan eritrosit.
Pansitopenia membutuhkan pemeriksaan biopsi dan aspirasi sumsum tulang untuk menilai
selularitas dan morfologi secara keseluruhan. Terdapat tiga kategori umum pansitopenia
berdasarkan temuan dari sumsum tulang (Freedman, 2016):

Hypocellular marrow pada biopsi (dapat dilihat pada penyakit-penyakit seperti inherited
marrow failure syndrome. acquired aplastic anemia, myelodysplastic syndrome (MDS),
dan beberapa kasus paroxysmal nocturnal hemoglobinuria dengan pansitopenia

Cellular marrow dapat bisa dilihat pada:


o Primary bone marrow disease seperti pada penyakit leukemia akut dan
myelodysplastic syndrome
o Secondary to systemic disease seperti pada penyakit autoimun (systemic lupus

erythematosus, dan defisiensi vitamin B12 atau asam folat


o Storage disease (Gaucher dan Niemann-Pick disease)
o Overwhelming infection, sarcoidosis, dan hipersplenism
Bone marrow infiltration dapat menyebabkan pansitopenia akibat metastase solid tumor,
myelofibrosis, hemophagocytic lymphohistiocytosis, dan osteopetrosis.

2.3 Klasifikasi
Anemia aplastik dibagi atas dua golongan besar yaitu, inherited pancytopenia dan acquired
pancytopenia. Lebih dari delapan puluh persen kasus merupakan anemia aplastik yang didapat.
Secara klinis dan laboratorium, sebagian besar acquired pancytopenia merupakan penyakit
autoimun (Bakhshi & Besa, 2016).

Inherited Pancytopenia
Merupakan penurunan produksi sumsum tulang pada sistem hematopoiesis yang didapat

secara genetik, yang akhirnya menyebabkan anemia, neutropenia, dan trombositopenia.

Gambar 2. Inherited Pancytopenia Syndromes (Freedman, 2016)


Semua kondisi ini dapat ditransmisikan sebagai simple Mendelian disorder oleh gen mutan
dengan pola warisan autosomal dominan, autosomal resesif, atau tipe X-linked. Inherited
pancytopenia menyebabkan 30% kasus kelainan sumsum tulang pada pediatrik. Anemia
Fanconi merupakan kasus tersering dari kelainan ini.

Gambar 2. Distinguishing Clinical Features of the Inherited Bone Marrow Failure


Syndromes That May Be Initially Diagnosed in Adulthood

Acquire Pancytopenia

Obat-obatan, toksin, agen infeksius, radiasi, dan kelainan sistem imun dapat menyebabkan
pansitopenia. Hal ini disebabkan oleh kerusakan langsung pada progenitor hemotopoiesis,
disruption of the marrow microenvironment, atau imunne-mediated suppresion of marrow
elements. Sebagian besar kasus acquire pancytopenia pada anak-anak bersifat idiopatik, dimana
agen penyebabnya tidak ditemukan. Diperkirakan banyak disebabkan oleh mediasi sistem imun
dengan mengaktifkan limfosit T dan sitokin yang akan menghancurkan sel progenitor sumsum.
Supresi sumsum tulang yang hebat dapat terjadi karena penggunaan obat-obatan dan bahanbahan kimia, termasuk agen kemoterapi, insektisida, antibiotik (kloramfenikol), antikonvulsan,
agen inflamasi non steroid (NSAID), benzene, gold, dan 3,4,- methylenedioxymethamphetamine
(ectasy).
Beberapa virus secara langsung ataupun tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan
sumsum tulang. Parvovirus B19 diasosiasikan dengan aplasia sel darah merah, tetapi pada pasien

dengan penyakit sickle cell atau imunodefisiensi, itu dapat menyebabkan transient pancytopenia.
Pancytopenia berkepanjangan dapat terjadi setelah infeksi virus hepatitis, virus herpes, EpsteinBarr virus, sitomegalovirus, dan HIV. Pasien yang mengalami kerusakan sumsum tulang harus
dievaluasi apakah terdapat kerusakan pembentukan sumsum yang diwariskan secara genetik,
paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH), ataupun penyakit kolagen vaskular.

.
Gambar 3. Etiology of Acquired Aplastic Anemia
2.4 Epidemiologi
Ditemukan lebih dari tujuh puluh persen anak-anak menderita anemia aplastik derajat berat
pada saat didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan perempuan,
namun dalam beberapa penelitian insidensi laki-laki lebih banyak dari perempuan. Penyakit ini
termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insidensi satu sampai tiga kasus
per satu juta penduduk per tahun. Namun di negara timur seperti Thailand, negara Asia lainnya
seperti Indonesia, Taiwan, dan Cina, insidensinya jauh lebih tinggi. Perbedaan insidensi ini
diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat-obatan yang tidak
pada tempatnya, pemakaian pestisida, serta insidensi virus hepatitis yang lebih tinggi (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2012).

Secara keseluruhan, insidensi acquired aplastic anemia relatif rendah, sekitar dua sampai
enam kasus per juta penduduk per tahun baik pada anak-anak maupun dewasa. Insidensi lebih
tinggi di Asia, yaitu empat belas kasus/juta penduduk per tahun di Jepang (Hord, 2016).
2.5 Patofisiologi
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia
aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada tiga teori yang dapat menerangkan patofisiologi
penyakit ini yaitu:

Kerusakan sel induk hematopoiesis


Keberadaan sel induk hematopoiesis dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34 atau

biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoiesis dikenal sebagai long-term
culture-initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/CD 34
sangat menurun hingga satu sampai sepuluh persen dari normal. Demikian juga pengamatan
pada cobble-stone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang
menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada
enam puluh sampai delapan puluh persen kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian
sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik.
Beberapa sarjana menganggap gangguan ini dapat disebabkan oleh proses imunologik.

Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang

Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoiesis tergantung
pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilkan berbagai
sitokin. Pada berbagai penelitian dijumpai bahwa sel stroma sumsum tulang pasien anemia
aplastik tidak menunjukkan kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang seperti GM-CSF, GCSF, dan IL-6 dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat seperti interferon- (IFN- ),
tumor necrosis factor- (TNF-), protein macrophage inflammatory 1 (MIP-1) dan
transforming growth factor-2 (TGF- 2) akan meningkat. Sel stroma pasien anemia aplastik
dapat menunjang pertumbuhan sel induk, tetapi sel stroma normal tidak dapat menumbuhkan sel
induk yang berasal dari pasien. Berdasarkan temuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro
sumsum tulang sebagai penyebab mendasar anemia aplastik mulai ditinggalkan.

Proses imunologik yang menekan hematopoiesis

Kenyataan bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada sebagian besar pasien
anemia aplastik merupakan bukti meyakinkan tentang peran mekanisme imunologik dalam
patofisiologi penyakit ini. Pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau
metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar tujuh puluh lima persen dengan ketahanan hidup
jangka panjang menyamai hasil transplantasi sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini
sangat mendukung teori proses imunologik.

Anda mungkin juga menyukai