Definisi
Anemia aplastik adalah kegagalan sumsum tulang baik secara fisiologis maupun anatomis.
Penyakit ini ditandai oleh penurunan atau tidak ada faktor pembentuk sel darah dalam sumsum
tulang, pansitopenia darah perifer, tanpa disertai hepatosplenomegali atau limfadenopati. (Sari
Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 26-33, Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat
Isyanto, Maria Abdulsalam).
Anemia aplastik juga merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi
yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia.
(Jurnal anemia aplastik oleh Ni Made Dharma Laksmi, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta
Yasa Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FK Universitas Udayana, Bagian Patologi
Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar)
Epidemiologi
Insiden anemia aplastik didapat bervariasi di seluruh dunia dan berkisa antara 2 sampai 6
kasus per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi geografis. Penelitian Rhe internatonal
Aplastic Anemia and Agranulobytosis Study di awal tahun 1980-an menemukan frekuensi di
Eropa dan Israel sebanyak 2 kasus per 1 juta penduduk.Penelitian di Prancis menemukan angka
insidensi sebesar 1,5 kasus pertahun. Di Cina, insidensi dilaporkan 0,74 kasus per 100.000
penduduk pertahun dan di Bangkok 3,7 kasus per 1 juta penduduk pertahun.Ternyata penyakit
ini banyak ditemukan di belahan Timur dunia daripada di belahan Barat.
Anemia aplastik umumnya muncul pada usia 15 sampai 25 tahun,puncak insiden kedua yang
lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun.Umur dan jenis kelamin bervariasi secara geografis.Di
Amerika Serikat dan Eropa umur sebagian besar pasien berkisar antara 15-24 tahun.Cina
melaporkan sebagian besar kasus anemia aplastik pada perempuan berumur di atas 50 tahun dan
pria di atas 60 tahun.
Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada perempuan.Perbedaan umur dan jenis
kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan,sedangkan perbedaan geografis mungkin
disebabkan disebabkan oleh pengaruh lingkungan. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
IV Hal 637)
Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia dapat diklasifikasikan menjadi tidak
berat, berat, atau sangat berat .
- Familial (Inherited) Anemia Aplastik, faktor familial atau keturunan dapat menyebabkan
anemia aplastik antara lain pansitopenia konstitusional Fanconi, defisiensi pancreas pada
anak, dan gangguan herediter pemasukan asam folat ke dalam sel. (Jurnal anemia aplastik
oleh Ni Made Dharma Laksmi, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Dokter FK Universitas Udayana, Bagian Patologi Klinik Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar)
Patofisiologi
Penyebab anemia aplastik sulit ditentukan, terutama karena banyak kemungkinan yang harus
disingkirkan. Jika tidak ditemukan penyebab yang pasti maka digolongkan ke dalam penyebab
idiopatik. Pendapat lain menyatakan bahwa penyebab terbanyak dari kegagalan sumsum tulang
adalah iatrogenik karena kemoterapi sitostatik atau terapi radiasi. Kerusakan yang terjadi pada
anemia aplastik terdapat pada sel induk dan ketidakmampuan jaringan sumsum tulang untuk
memberi kesempatan sel induk untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini berkaitan
erat dengan mekanisme yang terjadi seperti toksisitas langsung atau defisiensi selsel stromal.
Penyimpangan proses imunologis yang terjadi pada anemia aplastik berhubungan dengan infeksi
virus atau obat-obatan yang digunakan, atau zat-zat kimia. Hematopoesis normal yang terjadi di
dalam sumsum tulang, merupakan interaksi antara progenitor hematopoetik stem cell dengan
lingkungan mikro (microenvironment) pada sumsum tulang. Lingkungan mikro tersebut
mengatur hematopoesis melalui reaksi stimulasi oleh faktor pertumbuhan hematopoetik.
Sel-sel hematologik imatur dapat terlihat dengan pemeriksaan flouresent activate flow
citometry, yang dapat mendeteksi sel antigen CD34+ dan adhsesi protein kurang dari 1% pada
sumsum tulang normal. Anemia aplastik dapat terjadi secara heterogen melalui beberapa
mekanisme yaitu kerusakan pada lingkungan mikro, gangguan produksi atau fungsi dan faktor-
faktor pertumbuhan hematopoetik, dan kerusakan sumsum tulang melalui mekanisme
imunologis. Limfosit T sitotoksik aktif, memegang peran yang besar dalam kerusakan jaringan
sumsum tulang melalui pelepasan limfokin seperti interferon-α(IFN-γ) dan tumor necrosis factor
β (TNF-β). Peningkatan produksi interleukin-2 mengawali terjadinya ekspansi poliklonal sel T.
Aktivasi reseptor Fas melalui fas-ligand menyebabkan terjadinya apoptosis sel target. Efek IFN-
γ melalui interferon regulatory factor 1 (IRF-1), adalah menghambat transkripsi gen dan masuk
ke dalam siklus sel. IFN-γ juga menginduksi pembentukan nitric oxide synthase (NOS), dan
produksi gas toksik nitric oxide (NO) yang mungkin menyebabkan efektoksiknya menyebar.
(Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 26-33, Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik
Didapat Isyanto, Maria Abdulsalam)
Pemeriksaan
1. Fisik
2. Laboratorium
- Darah tepi, pasien dengan anemia aplastik memiliki tingkat pansitopenia yang beragam.
Anemia diasosiasikan dengan indeks retikulosit yang rendah. Jumlah retikulosit biasanya
kurang dari satu persen atau bahkan mungkin nol. Makrositosis mungkin dihasilkan dari
tingkat eritropoietin yang tinggi, merangsang sedikit sisa sel eritroblas untuk berkembang
dengan cepat, atau dari klon sel eritroid yang tidak normal. Jumlah total leukosit
dinyatakan rendah, jumlah sel berbeda menyatakan sebuah tanda pengurangan dalam
neutropil. Platelet juga mengalami pengurangan, tetapi fungsinya masih normal. Kadar
Hb <7 g/dl. Penemuan lainnya yaitu besi serum normal atau meningkat, Total Iron
Binding Capacity (TIBC) normal, HbF meningkat.
- Laju endap darah, selalu meningkat.
- Sumsum tulang, sumsum tulang biasanya mempunyai tipikal mengandung spicule dengan
ruang lemak kosong, dan sedikit sel hematopoetik. Limfosit, plasma sel, makrofag, dan
sel induk mungkin mencolok. Anemia aplastik berat sudah didefinisikan oleh
International Aplastic Anemia Study Group sebagai sumsum tulang kurang dari 25 persen
sel, atau kurang dari 50 persen sel dengan kurang dari 30 persen sel hematopoetik,
dengan paling sedikit jumlah neutropil kurang dari 500/ l (0.5 109/liter), jumlah
platelet kurang dari 20.000/ l (20 109/liter), dan anemia dengan indeks koreksi
retikulosit kurang dari 1 persen. Pengembangan in vitro menunjukkan, kumpulan
granulosit monosit atau Colony Forming Unit-Granulocyte/Macrophage (CFU-GM) dan
eritroid atau Burst Forming Unit-Erythroid (BFU-E) dengan pengujian kadar logam
menyatakan tanda pengurangan dalam sel primitif.
- Virus, evaluasi diagnose anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis, HIV,
parvovirus, dan sitomegalovirus.
- Tes Ham/ tes hemolisis sukrosa, diperlukan untuk mengetahui adanya paroxysmal
nocturnal hemoglobinuria (PHN) sebagai penyebab.
- Kromosom, pada anemia aplastik tidak ditemukan kelainan kromosom.
- Defisiensi imun, adanya defisiensi imun diketehui melalui penentuan titer
imuunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T.
- Lain-lain, hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan kadar eritropoetin
meningkat. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV Hal 639)
3. Radiologis
Nuclear Magnetic Resonance Imaging (NMRI) dapat digunakan untuk membedakan antara
lemak sumsum dan sel hemapoetik. Ini dapat memberikan perkiraan yang lebih baik untuk
aplasia sumsum tulang dari pada teknik morpologi dan mungkin membedakan sindrom
hipoplastik mielodiplastik dari anemia aplastik. (Jurnal anemia aplastik oleh Ni Made Dharma
Laksmi, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Dokter FK Universitas Udayana, Bagian Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar)
Penatalaksanaan
Berdasarkan patofisiologi penyakit ini, pendekatan terapi anemia aplastik terdiri dari tata
laksana suportif yang ditujukan untuk mengatasi keadaan pansitopenia yang ditimbulkannya,
penggantian stem cell dengan transplantasi sumsum-tulang atau penekanan proses imunologis
yang terjadi dengan menggunakan obatobat imunosupresan. (Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005:
26-33, Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat Isyanto, Maria Abdulsalam)
- Terapi suportif
Terapi suportif ditujukan pada gejala-gejala akibat keadaan pansitopenia yang
ditimbulkan. Untuk mengatasi keadaan anemia dapat diberikan transfuse leukocyte-poor red
cells yang bertujuan mengurangi sensitisasi terhadap HLA (human leukocyte antigen),
menurunkan kemungkinan transmisi infeksi hepatitis, virus sitomegalo dan toksoplasmosis.
Transfusi ini dapat berlangsung berulang-ulang sehingga perlu diperhatikan efek samping
dan bahaya transfusi seperti reaksi transfusi, hemolitik dan nonhemolitik, transmisi penyakit
infeksi, dan penimbunan zat besi. Perdarahan yang terjadi sering menyebabkan kematian.
Untuk mencegah perdarahan terutama pada organ vital dapat dilakukan dengan
mempertahankan jumlah trombosit di atas 20.000/uL.5,13 Hal ini dapat dilakukan dengan
transfusi suspensi trombosit. Bila perdarahan tetap terjadi dapat ditambahkan antifibrinolisis.
Untuk mengatasi infeksi yang timbul karena keadaan leukopenia, dapat diberikan pemberian
antibiotik profilaksis dan perawatan isolasi. Kebersihan kulit dan perawatan gigi yang baik
sangat penting, karena infeksi yang terjadi biasanya berat dan sering menjadi penyebab
kematian. Pada pasien anemia aplastik yang demam perlu dilakukan pemeriksaan kultur
darah, sputum, urin, feses, dan kalau perlu cairan serebrospinalis. Bila dicurigai terdapat
sepsis dapat diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis tinggi secara intravena dan
kalau penyebab demam dipastikan bakteni terapi dilanjutkan sampai 10-14 hari atau sampai
hasil kultur negatif. Bila demam menetap hingga 48 jam setelah diberikan antibiotic secara
empiris dapat diberikan anti jamur. Pada tata laksana anemia aplastik, yang tidak kalah
penting adalah penghindaran dari bahan-bahan fisika maupun kimiawi, termasuk obat-obatan
yang mungkin menjadi penyebab (Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 26-33, Masalah pada
Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat Isyanto, Maria Abdulsalam)
- Imunosupresan, merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar pasien anemia
aplastik. Obat-obat yang termasuk dalam terapi ini adalah Antitymocyt Globulin (ATG),
Siklosporin A (Cs A), Antilimfosit globulin (ALG). (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi IV Hal 637)
a. Antilimfosit globulin (ALG), adalah sitolitik sel T yang bersama dengan siklosponin
berperan dalam menghambat fungsi sel T, khususnya dalam produksi limfokin-limfokin
supresif. Pemberian ALG secara cepat akan mengurangi limfosit dalam sirkulasi
sehingga berkurang 10%, dan ketika limfosit total kembali normal berarti limfosit T aktif
jumlahnya berkurang. Sediaan ALG invitro merangsang proliferasi sel T dan
mempromosikan sekresi beberapa faktor pertumbuhan.
b. Antitymocyt Globulin (ATG), menghambat mediasi respons imun dengan mengubah
fungsi sel T atau menghilangkan sel reaktif antigen. Dosis yang diberikan 100- 200mg/kg
berat badan intravena. Kontraindikasi ATG adalah reaksi hipersensitivitas, keadaan
leukopenia dan atau trombositopenia.
c. Siklosporin A (Cs A), merupakan cyclic polypeptide yang menghambat imunitas
humoral, sebagai inhibitor spesifik terhadap sel limfosit T, mencegah pembentukan
interleukin-2 dan interferon-y serta dapat menghambat reaksi imun seperti penolakan
jaringan transplan, dan lain-lain. (Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 26-33, Masalah
pada Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat Isyanto, Maria Abdulsalam)
Prognosis
Prognosis penyakit ini sukar diramalkan namun pada umumnya buruk, karena seperti telah
dikemukakan baik etiologi maupun patofisiologinya sampai sekarang belum jelas. Sekitar dua
pertiga pasien meninggal sekitar 6 bulan setelah diagnosis ditegakkan, kurang dari 10-20 %
sembuh tanpa transplantasi sumsum tulang dan sepertiga pasien meninggal akibat perdarahan
dan infeksi yang tidak teratasi. Penyebab kematian pada umumnya adalah sepsis akibat infeksi
Pseudomonas dan Stafilokokus. Oleh karena itu, menentukan prognosis pasien anemia aplastik
penting karena akan menentukan terapi yang sesuai.
Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan prognosis pasien anemia
aplastik adalahusia pasien, gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler, gambaran darah
tepi, dan ada tidaknya infeksi sekunder. Prognosis pasien anemia aplastik disebut buruk jika
ditemukan pada usia muda, gambaran sumsum tulang aseluler dengan pengurangan proporsi
komponen mieloid dari sumsum tulang lebih dari 30% limfosit, gambaran darah tepi dengan
jumlah retikulosit<1%, leukosit<500/uL, dan trombosit < 20.000/uL, disertai infeksi sekunder.
Di antara halhal di atas yang paling baik dijadikan sebagai pegangan dalam menentukan
prognosis adalah gambaran sumsum tulang. (Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 26-33, Masalah
pada Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat Isyanto, Maria Abdulsalam)
Komplikasi
- Myeodisplasia Hiposelular
Penyakit ini juga dapat menjadi diagnosis untuk sumsum tulang yang kosong atau
diaplastik.Limfosit granular besar dapat dikenali dari fenotipenya yang berbeda pada
pemeriksaan mikroskopik darah,yaitu pola pulasan sel-sel khusus pada flow cytometry,dan
ketidakteraturan reseptor sel T yang membuktikan adanya ekspansi monoclonal populasi sel
T.
Terdapat hubungan klinis yang sangat kuat antara anemia aplastik dan PNH.Pada
PNH,sel asal hematopoietik abnormal menurunkan populasi sel darah merah,granulosit,dan
trombosit yang semuanya tidak mempunyai sekelompok protein permukaan sel.Dasar genetic
PNH adalah mutasi didapat pada gen PIG-A di kromosom X yang menghentikan sintesis
struktur jangkar glikosilfostati dilinositol.Defisiensi protein ini menyebabkan hemolisis
intravascular,yang mengakibatkan ketidakmampuan eritrosit untuk meng-inaktivasi
komplemen permukaan.Tidak adanya protein tersebut mudah dideteksi dengan flow
cytometry eritrosit dan leukosit,tes Ham dan sukrosa sudah ketinggalan jaman(obsolete).
Telah lama diketahui bahwa beberapa pasien PNH akanmengalami kegagalan sumsum
tulang,dan sebaiknya,PNH dapat ditemukan sebagai “peristiwa klonal lanjut” bertahun-tahun
setelah diagnosis anemia aplastik.Pemeriksaan flow cytrometry memperlihatkan bahwa
sejumalh besar pasien dengan kegagalan sumsusm tulang mengalami ekspansi klom PNH
hemtopoietik pada saat datang.
Dapus
- Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 26-33, Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik
Didapat Isyanto, Maria Abdulsalam
- Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV bagian hematologi
- Jurnal anemia aplastik oleh Ni Made Dharma Laksmi, Sianny Herawati, I Wayan Putu
Sutirta Yasa Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FK Universitas Udayana,
Bagian Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar