Anda di halaman 1dari 10

penjemur atau tikar.

Pengeringan dengan alat pengering dilakukan pada suhu 50-


55 ° C, agar diperoleh warna yang haik, lama pengeringan adalah 7 jam . Syarat
utarna simplisia sebagai bahan baku obat tradisional maupun keperluan ekspor,
harus bersih dari jamur . Untuk itu penanganan pasca panen yang pertama kali
harus diperhatikan adalah proses pengeringan .
1. Morfologi Temulawak

Gambar 2. Struktur Xanthorizzol (Jantan et al, 2012)

Kandungan xanthorrizol dalam temulawak adalah sebesar 32% (Jantan


dkk., 2012). Berdasarkan Setiawan dkk. (2013) kelebihan senyawa
xanthorrizol adalah tidak berwarna, tidak berbau, tidak volatil, tahan panas
dan keasaman. Xanthorrizol merupakan antibakteri potensial yang mempunyai
spektrum luas terhadap aktifitas anti bakteri, stabil terhadap panas, dan aman
terhadap kulit manusia. Menurut Hwang (2004) xanthorrizol mempunyai
ketahanan yang baik terhadap panas
Kurkumin merupakan senyawa turunan fenol yang banyak dijumpai pada
kunyit dan temulawak (Setyowati dkk. 2013). Adanya gugus fenolik pada
senyawa kurkuminoid menyebabkan kurkuminoid mempunyai aktivitas
antioksidan yang kuat (Cahyono dkk. 2011).
Kurkumin adalah pigmen berwarna kuning. Pada isolasi senyawa murni,
kurkumin berbentuk bubuk kristalin dengan titik leleh 180- 183°C (Camble
dkk., 2011). Pigmen kurkumin larut dalam pelarut polar seperti etanol 95%
(Setyowati dkk. 2013). Berdasarkan Cahyono dkk. (2011) kurkumin
mengalami degradasi dibawah kondisi asam, basa, pengoksidasian, dan
pencahayaan. Kurkumin terdegradasi apabila terkena cahaya ultraviolet dan
daylight. Perlakuan pemanasan berupa pendidihan menyebabkan penurunan
kandungan kurkumin mengalami penurunan sebesar 32%.
4. Efek farmakologis Temulawak
a) Antibakteri
Temulawak bersifat bakteriostatik atau antibakteri pada mikroba jenis
staphyllococcus dan salmonella. Sifat antibakteri yang dimiliki temulawak
dipicu karena adanya kandungan curcuminoid di dalamnya. Curcuminoid
adalah kelompok senyawa fenolik yang terkandung dalam rimpang
tanaman famili Zingiberaceae, termasuk temu giring. Curcuminoid terdiri
dari curcumin, demethoxy-curcumin, dan Bis-demetoxy-curcumin, dan
mempunyai aktivitas antibakteria.

Gambar 4. Struktur (a) Kurkumin (b) demethoxy-curcumin (c) Bis-


demetoxy-curcumin
b) Antikanker
Zat aktif antikanker yang dikandung temulawak telah banyak diketahui,
yaitu curcumin. Curcumin mempunyai kemampuan untuk memacu sel T
dan sel B, sehingga mempunyai prospek cukup baik untuk meningkatkan
sistem imum (Varalakshmi dkk, 2008). Sel kanker dikenal sebagai nonself
yang bersifat antigenic pada sistem imun sehingga akan menimbulkan
respon imun seluler maupun humoral. Fungsi primer dari sitem imun
adalah untuk mengenal dan mendegradasi antigen asing (nonself)
yangtibul dalam tubuh. Institut Nasional Kanker telah mencoba
mengembangkan bahan ini dalam uji klinis anti kanker (Kelloff, 2000).
Efek antioksidan dari curcumin dapat menghambat proliferasi sel tumor,
kanker usus besar dan kanker payudara, sehingga temulawak bersifat
antikanker.
c) Antioksidan
Curcuminoid terdiri dari curcumin, demethoxy-curcumin, dan Bis-
demetoxy-curcumin. Keberadaan gugusan phenolik pada ketiga senyawa
tersebut dilaporkan juga menyebabkan aktivitas antioksidan yang kuat
pada sistem biologis (Ahsan, 1998), sehingga dapat mencegah penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan reaksi peroksidasi. Efek antioksidan
dari curcumin dapat menghambat proliferasi sel tumor, kanker usus besar
dan kanker payudara. Selain itu, minyak atsiri yang terkandung dalam
temulawak memiliki kandungan flavonoid yang juga bersifat antioksidan.
d) Hipokolesterolemik
Hipokolestrolemik memiliki arti kadar kolesterol darah yang rendah.
Curcumin merupakan zat aktif yang memiliki efek hipokolesterolemia.
Melalui aktivitas hipokolesterolemik Curcumin, temulawak dapat
menurunkan kadar kolesterol total, dan mempunyai indikasi meningkatkan
kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL) kolesterol.
e) Anti-Inflamasi
Curcumin, zat warna kuning alami yang diperbolehkan untuk pewarna
makanan ini telah cukup lama dikenal sebagai obat inflamasi atau anti
radang. Melalui aktivitas anti-inflamasinya, temulawak efektif untuk
mengobati penyakit radang sendi, rematik, atau artritis rematik.

5. Pemisahan Senyawa Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer


Chromatography)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan kromatograsi kolom pada prinsipnya
sama. Apabila suatu cuplikan yang merupakan campuran dari beberapa
komponen yang diserap lemah oleh adsorben akan keluar lebih cepat bersama
eluen, sedangkan komponen yang diserap kuat akan keluar lebih lama
(Hostettman, 1995). KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan
menggunakan adsorben (fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang
disalutkan pada permukaan bidang datar berupa lempeng kaca, pelat
aluminium, atau pelat plastik. Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase
gerak tertapis melewati adsorben (Deinstrop, Elke H,2007 ).
KLT dapat digunakan jika:
1. Senyawa tidak menguap atau tingkat penguapannya rendah.
2. Senyawa bersifat polar, semi polar, non polar, atau ionik.
3. Sampel dalam jumlah banyak harus dianalisis secara simultan, hemat
biaya, dan dalam jangka waktu tertentu.
4. Sampel yang akan dianalisis akan merusak kolom pada Kromatografi
Cair (KC) ataupun Kromatografi Gas (KG).
5. Pelarut yang digunakan akan mengganggu penjerap dalam kolom
Kromatografi Cair.
6. Senyawa dalam sampel yang akan dianalisis tidak dapat dideteksi
dengan metode KC ataupun KG atau memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi.
7. Setelah proses kromatografi, semua komponen dalam sampel perlu
dideteksi (berkaitan dengan nilai Rf).
8. Komponen dari suatu campuran dari suatu senyawa akan dideteksi
terpisah setelah pemisahan atau akan dideteksi dengan berbagai metode
secara bergantian (misalnya pada drug screening).
9. Tidak ada sumber listrik.
KLT digunakan secara luas untuk analisis solute-solute organic terutama
dalam bidang biokimia, farmasi, klinis, forensic, baik untuk analisis kualitatif
dengan cara membandingkan nilai Rf solut dengan nilai Rf senyawa baku atau
untuk analisis kualitatif (Gandjar IG., 2008). Penggunaan umum KLT adalah
untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi
senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektifitas
pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta
untuk memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat
(Gandjar IG, 2008).
Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan
adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan
dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada
polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang
berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT
dipilih dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh
terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh.
6. Faktor Retensi
Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi
dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah:

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu.


Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan
senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti
mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan
kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT
yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus
dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya.
A. ALAT DAN BAHAN
 Alat
1. Gelas ukur
2. Beaker gelas
3. Kertas saring
4. Timbangan
5. Pipet kapiler
6. Erlemeyer
7. Chamber
8. Silika gel
 Bahan
1. Chlroform
2. Etil asetat
3. Air
4. Etanol 96%
5. Etanol 80%,
6. Etanol 70%
7. Etanol 50%

D. CARA KERJA
1. Pembuatan pelarut etanol dengan metode aligasi
Contoh pembuatan 50 ml etanol 80% berbahan dasar etanol 96% dan air :

Aquadest yang diperlukan : 16/(16+80) x 50 ml = 8,33 ml


Etanol yang diperlukan : 80/(16+80) x 50 ml = 41,67 ml
2. Estraksi Bertingkat

Timbang simplisia temulawak 4g kemudian dimaserasi menggunakan


kloroform 20 ml (digojog selama 10 menit).

Kemudian disaring, filtrat diuapkan sampai 5 ml sedangkan maserat


dimaserasi lagi menggunakan etil asetat 20 ml (digojog selama 10
menit).

Kemudian disaring, filtrat diuapkan sampai 5 ml sedangkan maserat


dimaserasi lagi menggunakan etanol 96% 20 ml (digojog selama 10
menit).

Kemudian disaring, filtrat diuapkan sampai 5 ml sedangkan maserat


dimaserasi lagi dengan aquadest 20 ml (digojog selama 10 menit).

Kemudian disaring, filtrat diuapkan sampai 5 ml

Filtrat sebanyak 5 ml dari masing-masing maserasi (pelarut kloroform,


etil asetat, etanol 96%, dan air) kemudian ditotolkan menggunakan pipa
kapiler masing-masing 3 totolan pada plat KLT dan dieluasi
menggunakan fase gerak kloroform : etanol 96% : asam asetat (94: 5:
1).

Lihat warna noda dan banyak noda yang timbul, dan bandingkanlah

Hasil yang diharapkan (mengandung kurkuminoid) yaitu terbentuk 3


noda pada plat KLT dengan Rf masing-masing : noda warna kuning
(Rf=1,2), noda warna jingga (Rf=1,45), noda warna jingga tua (Rf=2,2)
dimana masing-masing menunjukkan kandungan dari
desmetoksikurkumin, bisdesmetoksikurkumin, dan kurkumin
3. Ekstraksi Dengan Perbedaan Konsentrasi Pelarut

Siapkan masing-masing pelarut yang akan digunakan untuk maserasi


yaitu etanol 96%, etanol 80%, etanol 70%, dan etanol 50% dalam
erlenmeyer.

Kemudian timbang simplisia temulawak 4g kemudian dimaserasi


menggunakan masing-masing pelarut (etanol 96%, etanol 80%, etanol
70%, etanol 50% ) sebanyak 20 ml (digojog selama 10 menit).

Kemudian disaring, filtrat diuapkan sampai 5 ml sedangkan maserat


disimpan.

Filtrat sebanyak 5 ml dari masing-masing maserasi (pelarut etanol 96%,


etanol 80%, etanol 70%, etanol 50%) kemudian ditotolkan
menggunakan pipa kapiler masing-masing 3 totolan pada plat KLT dan
dieluasi menggunakan fase gerak kloroform : etanol 96% : asam asetat
(94: 5 : 1).

Lihat warna noda dan banyak noda yang timbul, dan bandingkanlah

Hasil yang diharapkan (mengandung kurkuminoid) yaitu terbentuk 3


noda pada plat KLT dengan Rf masing-masing : noda warna kuning
(Rf=1,2), noda warna jingga (Rf=1,45), noda warna jingga tua (Rf=2,2)
dimana masing-masing menunjukkan kandungan dari
desmetoksikurkumin, bisdesmetoksikurkumin, dan kurkumin.
E. HASIL PRATIKUM
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E., dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak Rimpang Penyembuh Aneka
Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Ahsan, H., Parveen, N., Khan, N.U., and Hadi, S.M., (1999), Pro-Oxidant, Anti-Oxidant And
Cleavage Activities On DNA Of Curcumin And Its Derivatives Demethoxycurcumin And
Bisdemethoxycurcumin, Chem.-Biol. Interact., 121, pp. 161-175.

Cahyono, B., Huda, M. D. K. dan Limantara, L. (2011). Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) terhadap Kandungan dan Komposisi
Kurkuminoid. Reaktor, 13 (3), hlm 165-171.

Deinstrop, Elke. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography. 2 nd ed. Weinheim: Wiley-VCA


hal. 1-2.

Gandjar IG & Abdul R. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Hidayat, S. dan Tim Flona. 2008. Khasiat Tumbuhan Berdasar Warna, Bentuk, Rasa, Aroma,
dan Sifat. PT Samindra Utama

Hostettman, 1995. Cara Kromatografi Preparatif”Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam”


ITB, Bandung.

Ibrahim bin Jantan, A.S. Ahmad, N.A.M. Ali, A.R. Ahmad dan H. Ibrahim, 1999. Chemical
composition of the rhizome oils of four Curcuma species from Malaysia. J.Essent.Oil.Res.
11 : 719 - 723.

M. Mateblowski (1991), Curcuma xanthorrhiza Roxb, penerbit PMI Verlag Said, Ahmad.
Khasiat & Manfaat Temulawak. PT. Sinar Wadja Lestari

Setyowati A., dan Suryani C. L. (2013). Peningkatan Kadar Kurkuminoid Dan Aktivitas
Antioksidan Minuman Instan Temulawak Dan Kunyit. Agritech, 33 (4).

Varalakshmi, Ch., A. Mubarak Ali., and B.V.V. Pardhasaradhi. 2008. Immunomodulatory Effect
of Curcumin : In Vivo. Int. J. Imm. 8 : 68

Anda mungkin juga menyukai

  • Kina
    Kina
    Dokumen2 halaman
    Kina
    Adi Putra
    Belum ada peringkat
  • Jsjskjs
    Jsjskjs
    Dokumen7 halaman
    Jsjskjs
    Adi Putra
    Belum ada peringkat
  • JBHKJ
    JBHKJ
    Dokumen58 halaman
    JBHKJ
    Adi Putra
    Belum ada peringkat
  • Neteru Sukinini
    Neteru Sukinini
    Dokumen34 halaman
    Neteru Sukinini
    Adi Putra
    Belum ada peringkat
  • Cengkeh
    Cengkeh
    Dokumen11 halaman
    Cengkeh
    Adi Putra
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Gerd
    Jurnal Gerd
    Dokumen18 halaman
    Jurnal Gerd
    Adi Putra
    Belum ada peringkat
  • Kawalumet
    Kawalumet
    Dokumen13 halaman
    Kawalumet
    Adi Putra
    Belum ada peringkat
  • 4513 Uas
    4513 Uas
    Dokumen2 halaman
    4513 Uas
    Adi Putra
    Belum ada peringkat