Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

PENYAKIT PARKINSON

Disusun Oleh:

Mega Rebeka

112021210

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RS PANTI WILASA DR CIPTO

PERIODE 18 April - 21 Mei 2022


PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson/Parkinson Disease (PD), dikenal sebagai Idiopathic Parkinsonism,


adalah penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan gejala motorik seperti: resting tremor,
rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postur. Pada PP ditemukan juga gejala non motorik
yang jarang disadari sudah terjadi pada stadium awal. Diantara manifestasi klinis non-motor,
ansietas memiliki prevalensi yang tinggi dan merupakan gejala yang pertama kali muncul
sebelum onset gejala motorik. 1

Penyakit Parkinson lebih banyak pada pria dengan rasio pria dibandingkan wanita 3:2.
Penyakit Parkinson meliputi lebih dari 80% parkinsonism. Di Amerika Utara meliputi 1 juta
penderita atau 1% dari populasi berusia lebih dari 65 tahun. Penyakit Parkinson mempunyai
prevalensi 160 per 100.000 populasi dan angka kejadiannya berkisar 20 per 100.000 populasi.
Keduanya meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada umur 70 tahun, prevalensi dapat
mencapai 120 dan angka kejadian 55 kasus per 100.000 populasi pertahun. Dengan semakin
meningkatnya usia harapan hidup prevalensi Penyakit Parkinson akan semakin meningkat.
Kematian biasanya tidak disebabkan oleh penyakit Parkinson sendiri tetapi oleh karena
terjadinya infeksi sekunder. 2

Penyebab pasti dari penyakit parkinson belom diketahui sampai saat ini. Namun, patologi
primer dari penyakit parkinson adalah penurunan neuron dopaminergik di substansia nigra yang
menyebabkan penurunan dopamin di striatum. Penelitian menunjukkan bahwa pasien parkinson
sering menunjukkan kadar dopamin di otak yang rendah. Pengobatan dari parkinson sampai saat
ini belum efektif dan hanya mengurangi gejala klinisnya saja, bahkan belakangan ini ditemukan
bahwa efek samping dari pengobatan penyakit parkinson lebih sering terjadi. Sedangkan
alternatif pengobatan lain masih dipertanyakan keefektifannya. Dampak penyakit parkinson bila
tidak terobati dapat memperpendek usia harapan hidup, menurunkan kualitas hidup, serta
menghabiskan biaya untuk perawatan pasien. 3
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi 
Penyakit Parkinsonn (PP) merupakan penyakit progresif, dengan kelainan
neurodegeneratif, ditandai dengan munculnya bradikinesia serta satu dari tiga gejala berikut
yaitu, tremor, rigiditas dan instabilitas postural. Penyakit ini merupakan penyakit kedua
terbanyak dari kelainan neurodegeneratif setelah penyakit Alzheimer. Penyakit Parkinson
merupakan penyakit neurodegeneratif dan disebabkan oleh hilangnya neuron dopaminergik
pada substania nigra. Penyakit Parkinson dikarakteristikan dengan adanya manifestasi gejala
motorik seperti bradikinesia, tremor statis, dan rigiditas. Sebagai tambahan dari gejala
motorik, terdapat juga gejala non motorik seperti hiposmia, gangguan tidur, gejala
neuropsikiatri, dan disfungsi otonom yang menjadi semakin dikenal sepanjang waktu. Gejala
non motorik ini mempercepat progresifitas penyakit dan memperberat dampak kualitas hidup
pasien. 2,4

Penyakit Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologi ditandai oleh
degenerasi ganglia basalis terutama dl substansia nigra pars kompakta yang disertai adanya
inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Parkinsonism adalah suatu sindroma yang
ditandai oleh tremor waktu istirahat, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. 4

Anatomi
Basal Ganglia terdiri dari striatum (nukleus kaudatus dan putamen), globus palidus
(eksterna dan interna), substansia nigra dan nucleus sub-thalamik. Nukleus pedunkulopontin
tidak termasuk bagian dari basal ganglia, meskipun dia memiliki koneksi yang signifikan
dengan basal ganglia. Korpus striatum terdiri dari nukleus kaudatus, putamen dan globus
palidus. Striatum dibentuk oleh nuldeus kaudatus dan putamen. Nukleus lentiformis dibentuk
oleh putamen dan kedua segmen dari globus palidius. Basal Ganglia terdiri dari striatum
(nukleus kaudatus dan putamen), globus palidus (eksterna dan interna), substansia nigra dan
nucleus sub-thalamik.Kapsula interna terletak diantara nuleus kaudatus dan nukleus
lentiformis. Kapsula interna adalah tempat relay dari traktus motorik volunter, sehingga jika
ada lesi pada lokasi ini akan menyebabkan gangguan motorik seperti hemiparesis ataupun
gangguan motorik lain. Ganglia basalis, seperti serebellum membentuk system asesori
motorik lain yang biasanya berfungsi tidak sendirinya tetapi berkaitan erat dengan korteks
serebri dan system pengatur motorik kortikospinal. Pada kenyataannya sebenarnya ganglia
basalis menerima sebagian besar input dari korteks serebri itu sendiri dan juga
mengembalikan hampir seluruh sinyal outputnya ke korteks juga. 5

Klasifikasi
Penyakit parkinson dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: 4

1. Parkinson primer/ idiopatik/ paralysis agitans.


Sering dijumpai dalam kasus sehari-hari dan bersifat kronis. Penyebab parkinson
primer masih belum jelas. Sekitar 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis parkinson
primer.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik.
Disebabkan karena pasca ensefalitis virus dan pasca infeksi lain seperti
tuberculosis, sifilis meningovaskuler. 
3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
Pada kelompok ini didapatkan pada progressive supranuclear palsy, multiple
system atrophy, degenerasi kortikobasal ganglionic, sindrom demensia, hidrosefalus
normotensive, dan kelainan herediter (penyakit wilson, penyakit huntington,
parkinsonisme familial dengan neuropati peripheral).

Epidemiologi
Penyakit Parkinson paling banyak dialami pada umur lanjut dan jarang dibawah umur 30
tahun. Biasanya mulai timbul pada usia 40-70 tahun dan mencapai puncaknya pada dekade
keenam. Penyakit Parkinson meliputi > 80% parkinsonism. Di Indonesia insiden Penyakit
Parkinson diperkirakan 10 tahunnya dan estimasi sementara terdapat sekitar 200.000 –
400.000 penderita, dimana laki-laki lebih banyak terkena dibanding perempuan yaitu 3 : 2.
Terdapat peningkatan insidens PP seiring dengan bertambahnya usia, baik pada laki-laki dan
perempuan. Pada kelompok laki-laki insidens berkisar dari 3,59 per 100.000 penduduk pada
usia 40 - 49 tahun yang meningkat menjadi 132,72 per 100.000 pada usia 70 - 79 tahun, lalu
menurun menjadi 110,48 per 100.000 penduduk pada usia diatas 80 tahun. Pada kelompok
perempuan, insidens mulai dari 2,94 per 100.000 penduduk (usia 40 - 49 tahun), mencapai
insidens tertinggi 104,99 per 100.000 penduduk pada usia 70-79 tahun, lalu menurun menjadi
66,02 per 100.000 penduduk (usia di atas 80 tahun). Peningkatan angka harapan hidup ini,
proyeksi jumlah kasus PP meningkat lebih dari 50% pada tahun 2030. 6

Etiologi
Etiologi parkinson primer masih belum diketahui pasti. Terdapat beberapa dugaan, di
antaranya karena infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadpa virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, terjadinya penuaan yang premature atau dipercepat. Parkinson disebabkan oleh
rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur
Gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya penderita tidak dapat
menahan/mengatur gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana
kerusakan ini masih belum jelas, akan tetapi terdapat beberapa faktor yang telah
diidentifikasikan, yaitu: 7

a. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 hingga 200 dari
10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi microglial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit
parkinson.
b. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutase genetic yang berperan pada penyakit
parkinson. Mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan Panjang kromosom 4 (PARKI) pada
pasien dengan parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif
parkinson ditemukan delesi dan mutase point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6.
Selain itu ditemukan adnaya disfungsi mitokondria. Adanya Riwayat parkinson pada
keluarga meningkatkan factor resiko menderita parkinson sbeesar 8,8 kali pada usia
kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun.
c. Faktor Lingkungan
 Xenobiotik: Berhubungan erat dengan paparan peptisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria.
 Pekerjaan: Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan
lama.
 Infeksi: Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi factor predisposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. 
 Diet: Konsumsi lemak dan kalori tinggi dapat meningkatkan stress oksidatif, salah
satu mekanisme keruskan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi
merupakan neuroprotektif.
d. Ras
Angka kejadian parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit
berwarna.
e. Trauma Kepala
Cedera kranio serebral dapat menyebabkan penyakit parkinson, meski pernannya
masih belum jelas benar.
f. Stress dan Depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motoric.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan
depresi dapat terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena adanya
penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc)
sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan
penyebab multifaktor. Substansia nigra (sering disebut black substance) merupakan suatu
region kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis.bagian ini
menjadi pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine, berfungsi sebagai pengatur seluruh Gerakan otot
dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh system saraf pusat. Dopamine diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur
pergerakan, keseimbangan, refleks postural, dan kelancaraan komunikasi (bicara). Pada
penyakit parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi
dopamine menurun dan akibatnya seluruh fungsi neuron di system saraf pusat (SSP)
menurun dan menghasilkan kelambat bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekakuan
(rigiditas).  
8

Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah
stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti
dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (protofibrils). Formasi ini
menumpuk, tidak dapat digradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga
menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan
antara lain efek lain dari stress oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan
nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitiric-radical. Kerusakan mitokondria sebagai
akibat penurunan produksi adenosis trifosfat (ATP) dan akumulasi electron-elektron yang
memperburuk stress oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian
sel. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu
apoptosis sel-sel SNc. 8

Manifestasi klinis
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis, penyakit neurologis progresif. Pada
Penyakit Parkinson terdapat empat manifestasi motorik berupa: tremor pada saat istirahat,
rigiditas, bradikinesia (atau melambatnya pergerakan) dan ketidakstabilan postur. 6

Tidak semua pasien awalnya menunjukkan adanya manifestasi dari keseluruhan tanda
klasik dari gangguan ini, bisa saja hanya terdapat satu atau dua manifestasi. Seringnya,
keluhan utama dari pasien Penyakit Parkinson berupa satu dari kelemahan motorik atau
kekaukan, dan penyebabnya umumnya adalah misdiagnosa. Namun, defisit postur dan tremor
dapat segera muncul. Penting untuk dicatat, bahwa diagnosis klinis Penyakit Parkinson
dibuat atas dasar riwayat medis dan pemeriksaan neurologis. Saat ini tidak ada tes
laboratorium yang pasti dapat menegakkan diagnosis. Bahkan neuroimaging, yang dapat
digunakan untuk memperoleh perkiraan kehilangan dopamin, tidak sempurna dan terlalu
mahal untuk digunakan sebagai alat diagnostik rutin. 9

Gejala awal mungkin sulit untuk dikenali dan biasanya disadari oleh anggota keluarga
karena pasien memperlihatkan perlambatan dan cenderung berhubungan dengan perubahan
usia. Bicara menjadi lebih lembut, monoton, dan berantakan. Untuk waktu yang lama pasien
mungkin tidak sadar penyakit ini sedang berjalan. 9
Gejala yang dilaporkan oleh pasien ketika tangan yang dominan adalah melibatkan
adanya mikrografia (tulisan yang kecil abnormal, tulisan yang sempit) dan gangguan dalam
melakukan tugas lain yang biasa, seperti mengancing. Gejala motorik biasanya muncul tidak
simetris tetapi perlahan menyebar ke sisi kontralateral, meskipun sisi awal yang terlibat
cenderung mengakibatkan keparahan penyakit. 9

Gambaran motorik lain dapat berupa: distonia, distonia pagi hari biasa pada ibu jari,
hemidistonia, rasa kaku, sulit memulai gerak, rasa kaku saat berjalan dan berputar mengikuti
garis, rasa kaku pada berbagai kegiatan lain dan menulis, suara monoton dan oculogyric
cries. Dimana oculogyric cries merupakan spasme berupa elevasi mata, atau kombinasi
elevasi mata dan kepala. 9

Selain gejala motorik, dapat juga ditemukan adanya gejala non motorik yaitu
disfungsi otonom yang memperlihatkan beberapa gejala seperti disfungsi kardiovaskular
(hipotensi ortostatik, aritmia jantung), gastrointestinal (gangguan dismotilitas lambung,
gangguan pencernaan, sembelit, dan regurgitasi), saluran kemih (frekuensi, urgensi atau
inkontinensia), seksual (impotensi atau hypersexual drive), termoregulator (berkeringan
berlebihan atau intolerasni panas atau dingin). Patofisiologi disfungsi otonom diakibatkan
degenerasi dan disfungsi nucleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nucleus vagus dorsal,
nukleurs ambigus dan pusat medullary lainnya seperti medulla ventrolateral, rostral medulla,
medulla ventromedial dan nukleurs rafe kaudal. 8

Diagnosis 
Diagnosis penyakit parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria secara klinis yang
didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motoric yaitu tremor saat istirahat atau
gangguan refleks postural, rigiditas, dan bradykinesia yang berlangsung 1 tahun atau lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang (minimal 1.000
mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih. Kriteria Gelb & Gilman,
yaitu gejala kelompok A (khas untuk penyakit parkinson) terdiri dari resting tremor,
bradykinesia, rigiditas, dan permulaan asimetris. Gejala kelompok B (gejala dini tak laszim),
diagnose alternatif yang terdiri dari instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
adanya fenomena tidak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama,
halusinasi (tidak berhubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama, demensia
sebelum gejala motoric pada tahun pertama. 10

Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A yaitu salah satu
diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala  kelompok B. Lama
gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan tidak terdapat
gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap
levodopa atau dopamine agonis. Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif. 10

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam
hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn dan Yahr yaitu: 10

Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala
yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu
anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman).
Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu. 
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.
Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu,
rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan
stadium sebelumnya.
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachcactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan
berjalan walaupun dibantu. 

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat ditemukan hasil sebagai berikut: 10

a. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi
hipotensi ortostatik.
b. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan,
menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat,
berarti belum berespon terhadap medikasi.
c. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis
kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran- lingkaran konsentris dengan tangan
kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan bila ada indikasi, antara lain dengan melakukan
pemeriksaan: 10

a. Neuroimaging: CT-Scan, MRI, PET


b. Laboratorium (Penyakit parkinson sekunder) : Patologi anatomi, pemeriksaan kadar
bahan
Cu (Wilson’s disease, prion ( Bovine spongiform encephalopathy). 

Tatalaksana
Penyakit parkinson merupakan suatu penyakit degenerative yang berkembang progresif dan
penyebabnya tidak diketahui. Maka dari itu diperlukan strategi penatalaksanaannya yaitu terapi
simtomatik sebagai pertahanan independensi pasien, neuroproteksi dan neurorestorasi dimana
keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit parkinson. Tujuan dari strategi ini adalah
untuk mempertahankan kualitas hidup penderita. 11

Terapi Farmakologi
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa), Levodopa merupakan pengobatan
utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-
dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam
amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-
Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat,
mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi
inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa
dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai
neuron dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki
gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara
normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya &
mengurangi efek sampingnya. Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan
levodopa sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat
bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa
melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan
ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa neusea, muntah, distress abdominal, hipotensi
postural, sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi
jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol. Diskinesia yang
paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka. Diskinesia sering
terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan
gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi
sejenak. Abnormalitas laboratorium, granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan
motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang
mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan
efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan
memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti
dopamine agonis, COMT inhibitor atau MAO B inhibitor. 11,12

b. Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol


(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan
tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna
untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan
diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan
subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala
motorik. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki,
mual dan muntah. 11

c. Antikolinergik, obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat
aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu
mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi
gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit
parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya
yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan
procyclidine (kamadrin). Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan
kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia
diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat. 11

d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor). Selegiline (Eldepryl), Rasagaline


(Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi
dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa
dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan. Selegilin dan rasagilin
mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B),
sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik.
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai
kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi
sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah
dan aritmia. 11

e. Amantadin berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat
ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan
gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada
awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off)
dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai
kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk. 11

f. Penghambat Catechol-Methyl Transferase/COMT. Entacapone (Comtan), Tolcapone


(Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh
enzim COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai
kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu
diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin
berwarna merah-oranye. Neuroproteksi, Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron
dari kematian sel yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan
sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering
digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline),
dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10. 11

Terapi Non Farmakologis


Edukasi pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati
darianggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal. Terapi
rehabilitasi tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai
berikut Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom,
Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan perubahan psikologik. 12

Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan
psikoterapi. Latihan fisioterapi meliputi latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai,
latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki
tangga dan bangkit dari kursi. Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien,
pengkajian lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu Strategi kognitif untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya
melakukan satu tugas kognitif maupun motorik. Strategi gerak seperti bila akan belok saat
berjalan gunakan tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin
memungut sesuatu dilantai. Strategi keseimbangan melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari escalator
atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh
jangan bicara atau melihat sekitar. Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif,
kepribadian, status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi
rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi. 12

Prognosis
Prognosis sangat tergantung dari etiologi dan adanya parkinson sekunder, gejala akan
berkurang apabila penyakit primer dapat diatasi. Pada Parkinson primer / idiopatik keadaan
bersifat progresif, sesuai dengan tingkat hilangnya sel-sel pembentuk dopamin. Penyakit
Parkinson berhubungan dengan harapan dan kualitas hidup yang lebih rendah daripada
papulasi umum. Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan risiko mortalitas pada
penderita Parkinson diantaranya adalah usia lebih tua saat diagnosis, jenis kelamin laki-laki,
adanya gejala demensi/gangguan kognitif, stadium Hoehn & Yahr lebih tinggi, skor motorik
UPDRS dan subskor bradikinesia yang lebih tinggi. 6,13
KESIMPULAN

Penyakit Parkinson/Parkinson Disease (PD), dikenal sebagai Idiopathic Parkinsonism, adalah


penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan gejala motorik seperti: resting tremor, rigiditas,
bradikinesia dan ketidakstabilan postur. Penyebab pasti dari penyakit parkinson belom diketahui
sampai saat ini. Namun, patologi primer dari penyakit parkinson adalah penurunan neuron
dopaminergik di substansia nigra yang menyebabkan penurunan dopamin di striatum.
Pengobatan dari parkinson sampai saat ini belum efektif dan hanya mengurangi gejala klinisnya
saja, bahkan belakangan ini ditemukan bahwa efek samping dari pengobatan penyakit parkinson
lebih sering terjadi. Sedangkan alternatif pengobatan lain masih dipertanyakan keefektifannya.
Dampak penyakit parkinson bila tidak terobati dapat memperpendek usia harapan hidup,
menurunkan kualitas hidup, serta menghabiskan biaya untuk perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurrniawan YS, Syafrita Y, Susanti R. Hubungan ansietas dengan penyakit parkinson pada
pasien rawat jalan. Jurnal Kesehatan.2021; 4(2): 170-6
2. Muliawan E, Jehosua S, Tumewah R. Diagnosis dan terapi deep brain stimulation pada
penyakit Parkinson. Jurnal Sinaps.2018; 1(1): 67-84
3. Bakrie M. Terapi nikotin pada rokok terhadap penyakit parkinson. Jurnal Redoks. 2016; (1):
41-2
4. Ritonga PPB. Hubungan tingkat keparahan dengan tingkat depresi pada pasien Parkinson.
Program Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rsup.
H. Adam Malik Medan 2020
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377
6. Syamsudin, T. 2015. Penyakit Parkinson. Dalam: Syamsuddin, T., Subagya, dan Akbar, M.
(editor). Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak Lainnya.
Kelompok Studi Movement Disorder. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. hal: 9-
31.
7. Antonina K, et al. Parkinson’s Disease: Etiology, Neuropathology, and Pathogenesis.
Brisbane (AU) Codon Publications. 2018
8. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi
Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144
9. Ropper, A.H., Samuels, M.A., dan Klein, J.P. 2014. Adams and Victor’s Principles of
Neurology. 10th ed. McGraw Hill Education. New York.
10. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi II.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.
11. Rizek P, et al. An update on the diagnosis and treatment of Parkinson disease. CMAJ. 2016
Nov 1; 188(16): 1157–1165
12. Michael T, et al. Parkinson's Disease and Parkinsonism. The American Journal of Medicine.
2019 July; 132(7): 802-807

Anda mungkin juga menyukai