Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PARKINSON

Mata Kuliah : Keperawata Medikal Bedah II

Dosen : Ns Hotnida E Situmorang, S.kep.,M.Ng

Oleh :

Kelompok

1. Rohbert Rio Boven 2. Grace Kristin Marang

3. Stefani Benni 4. Maretha Boki

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA PAPUA

2019/2020
KATA KPENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

dan karunia-Nya lah maka kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.

Tugas yang kami buat tentang asuhan keperawatan sindrom parkinson. Tujuan tugas

ini dibuat agar dapat menambah wawasan mengenai apa itu sindrom parkinson,

proses penyakitnya dan bagaimana pemberian asuhan keperawatan yang tepat.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada:

1. dosen mata kuliah keperawatan medikal bedah Ibu Rumentalia


2. Perpustakaan
3. Teman-teman serta berbagai pihak yang telah membantu dalam proses

pembuatan tugas ini hingga selesainya.

Kami sadar bahwa selama pembuatan tugas ini terdapat banyak kekurangan,

maka kami pun menerima setiap kritik dan saran untuk kemajuandimasa yang akan

datang dan kami berharap semoga tugas ini dapat berguna. Akhir kata kami ucapkan

terima kasih.

Jayapura , September 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis


progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer.
Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga.
Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson
pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami
ganguan pergerakan.
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor,
rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut
merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal.
Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik
pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi
autonom.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65
tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh
dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5
% pada usia 85 – 89 tahun. Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita
parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang,
diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas
50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa
rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik
di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding
perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Tujuan umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran serta
asuhan keperawatan terkait klien dengan sindrom parkinson.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian sindrom Parkinson.
b. Untuk mengetahui bagaimana diagnosa keperawatan sindrom
Parkinson.
c. Untuk mengetahui bagaimana rencana keperawatan sindrom
Parkinson.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Definisi parkinson menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI) adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua
setelah penyakit Alzheimer. Pada Penyakit Parkinson terjadi penurunan
jumlah dopamin di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai
akibat kerusakan sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak.
Penyakit ini berlangsung kronik dan progresif, dan belum ditemukan obat
untuk menghentikan progresifitasnya. Progresifitas penyakit bervariasi dari
satu orang ke orang yang lain. (PERDOSSI, 2016).
Penyakit parkinson merupakan proses degeneratif yang melibatkan neuron
dopaminergik dalam substansia nigra (daerah ganglia basalis yang
memproduksi dan menyimpan neurotransmitter dopamin). Daerah ini
memainkan peran yang penting dalam sistem ekstrapiramidal yang
mengendalikan postur tubuh dan koordinasi gerakan motorik volunter,
sehingga penyakit ini karakteristiknya adalah gejala yang terdiri dari
bradikinesia, rigiditas, tremor dan ketidakstabilan postur tubuh (kehilangan
keseimbangan). Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh
tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural
akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab.
2. Etiologi
Etiologi penyakit parkinson belum diketahui, atau idiopatik. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-
konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah
umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, serta terjadinya
penuaan yang prematur atau dipercepat. Penyakit Parkinson disebabkan oleh
rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansia nigra. Suatu kelompok sel yang
mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya,
penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak
disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan timbulnya penyakit parkinson
adalah sebagai berikut:
1) Usia Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang
paling lazim setelah penyakit Alzheimer, dengan insidens di Inggris
kira-kira 20/100.000 dan prevalensinya 100-160/100.000.
Prevalensinya kira-kira 1% pada umur 65 tahun dan meningkat 4-5%
pada usia 85 tahun.
2) Genetik Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama
dibicarakan, karena kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis
dan penelitian awal pada orang kembar memperlihatkan persamaan
rata-rata rendah dari concordance pada kembar monozigot dan
dizigot. Pandangan bahwa genetik terlibat pada beberapa bentuk
penyakit Parkinson telah diperkuat, bagaimanapun, dengan penelitian
bahwa kembar monozigot dengan onset penyakit sebelum usia 50
tahun memiliki pembawa genetik yang sangat tinggi, lebih tinggi dari
kembar dizigot dengan penyakit early-onset. Lebih jauh, tanpa
memperhatikan usia onset, hal yang nyata terlihat antara kembar
monozigot dapat ditingkatkan secara signifikan jika uptake
dopaminergik striatal abnormal pada kembar tanpa gejala dari
pasangan yang tidak harmonis, sebagai pernyataan oleh tomografi
emisi positron dengan fluorodopa F18, digunakan sebagai tanda
penyakit Parkinson presimtomatik. Peningkatan risiko penyakit
Parkinson juga dapat dilihat pada hubungan tingkat-pertama pasien,
biasanya ketika hasil tomografi emisi positron hubungan asimtomatik
diambil untuk dihitung, memenuhi bukti lebih lanjut dari adanya
komponen genetik terhadap penyakit. Penelitian menunjukkan adanya
mutasi genetik yang berperan pada penyakit Parkinson. Yaitu mutasi
pada gen α-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK 1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien
dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK 2) di kromosom 6. Selain itu juga
ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit
Parkinson pada keluarga meningkatkan faktor resiko menderita
penyakit Parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun
dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang,
jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonism tampak pada usia
relatif muda. Kasus-kasus genetik di USA sangat sedikit, belum
ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di
Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada
70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada
keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia
46 tahun.
3) Periode Fluktuasi jumlah penderita penyakit Parkinson tiap periode
mungkin berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang
episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupun gaya hidup.
Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan besar
pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini
mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh
terhadap timbulnya penyakit Parkinson.
4) Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b. Pekerjaan Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang
lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi
faktor predisposisi penyakit parkinson melalui kerusakan
substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya
kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stres
oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit
parkinson. Sebaliknya, kopi merupakan neuroprotektif.
e. Ras Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit hitam.
f. Trauma kepala Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit
parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar.
g. Stress dan Depresi Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat
mendahului gejala motorik. Depresi dan stres dihubungkan dengan
penyakit parkinson karena pada stres dan depresi terjadi
peningkatan turnover katekolamin yang memacu stres oksidatif.
3. Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars
compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik
eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.

Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di
otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini
menjadi pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya
menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk
mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh
sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia
antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara).
Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion basalis.
Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion basalis
menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan
eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis
untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan
eksitasi terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik ataupun
non-motorik. Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di sistem
saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak
(bradikinesia), tremor, kekakuan (rigiditas) dan hilangnya refleks postural.
Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo
perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari
substansia nigra adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit
parkinson, karena terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal.
Untuk lebih memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu
tentang ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal. Dalam menjalankan
fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada dibawah kendali sel
piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang otak.
Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis,
sedangkan yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia
basalis ikut berperan. Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem
ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan
terprogram.
Ganglia Basalis (GB)tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:
a. Striatum (neostriatum dan limbic striatum) Neostriatum terdiri dari
putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
b. Globus Palidus (GP)
c. Substansia Nigra (SN)
d. Nucleus Subthalami (STN)
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran
sertanya GB dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik
dengan inti medula spinalis. Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari
korteks motorik, korteks premotor dan supplementary motor area menuju ke
GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi (Globus Palidus
internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) melalui
GPe (Globus Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke
intiinti talamus (antara lain: VLO: Ventralis lateralis pars oralis, VAPC:
Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM: centromedian). Selanjutnya
menuju ke korteks dari mana jalur tersebut berasal. Masukan dari GB ini
kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis (traktus
piramidalis).
Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan di
ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok inti disitu
sangat kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter
yang bermacam-macam. Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan
untuk dapat mengerti perannya dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis.
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan, yaitu berdasarkan cara
kerja obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan
saraf kolinergik, dan perubahan keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalur
indirek (eksitasi).
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron
SNc adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi
oksiradikal, seperti dopamin quinon yang dapat bereaksi dengan α-sinuklein
(disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh
ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc.
Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:
a. Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara
oksiradikal dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan
peroxynitric-radical.
b. Kerusakan mitikondria akibat penurunan produksi adenosin trifosfat
(ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres
oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian
sel.
c. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin
yang memicu apoptosis sel-sel SNc.
Dua hipotesis yang disebut juga mekanisme degenerasi neuronal pada
penyakit Parkinson ialah hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
a. Hipotesis Radikal Bebas Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari
dopamine dapat merusak neuron nigrostriatal, karena proses ini
menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun
ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress
oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
b. Hipotesis Neurotoksin Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik
berperan pada proses neurodegenerasi pada Parkinson. Pandangan
saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun
rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan,
dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi
informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan
gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan
program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi sewaktu program
gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan
ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.

4. Manifestasi Klinis
Klasifikasi penyakit Parkinson
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi
harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang
etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.
 Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk
jenis ini. Etiologi belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-
konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang
sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui,
terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
 Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced,
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain
yang merupakan obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin dan
menurunkan cadangan dopamin misalnya perdarahan serebral petekial
pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor
serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
 Sindrom paraparkinson ( Parkinson plus )
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada
Progressive supranuclear palsy, Multiple system atrophy, degenerasi
kortikobasal ganglionik, sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif,
dan Kelainan herediter (Penyakit Wilson, Penyakit Huntington,
Perkinsonisme familial dengan neuropati peripheral). Klinis khas
yang dapat dinilai dari jenis ini pada penyakit Wilson (degenerasi
hepatolentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager,
degenerasi striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).

Gejala Klinis
 Gejala Motorik

a. Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah
satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar)
jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan
sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting
tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang
logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi-
ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-
ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-
tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu
emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga
terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan
(seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat
istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang
jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika
disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya
terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa
terjadi pada kedua belah sisi.
b. Rigiditas/kekakuan
Pada stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstremitas atas
dan hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Biasanya lebih jelas bila
pergelangan difleksi dan ekstensi pasif dan pronasi serta supinasi
lengan bawah secara pasif. Pada stadium lanjut rigiditas menjadi
menyeluruh dan berat sehingga memberikan tahanan bila persendian-
persendian digerakkan secara pasif. Rigiditas merupakan peningkatan
terhadap regangan otot pada otot antagonis dan agonis. Salah satu
gejala dini dari rigiditas ialah hilangnya gerak asosiasi lengan bila
berjalan. Peningkatan tonus otot pada sindrom prakinson disebabkan
oleh meningkatnya aktifitas neuron motorik alfa. Kombinasi dengan
resting tremor mengakibatkan bunyi seperti gigi roda yang disebut
dengan cogwheel phenomenon muncul jika pada gerakan pasif.
c. Akinesia/bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada
impuls optik, labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia
basalis. Hal ini mengakibatkan berubahan aktivitas refleks yang
mempengaruhi motorneuron gamma dan alfa.
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian
sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita
menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat
pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan
baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik
sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang,
suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering
keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak
asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai
berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah
dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya
ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang,
misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya
gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah Gejala lain
adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-
ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Keadaan
tersebut juga berimplikasi pada hilangnya refleks postural disebabkan
kegagalan integrasi dari saraf proprioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang
akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
e. Mikrografia Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat,
pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
f. Langkah dan Gaya Jalan (sikap Parkinson) Berjalan dengan langkah
kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas),
stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke
depan, punggung melengkung bila berjalan.
g. Bicara Monoton Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot
pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau
mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus
(suara bisikan) yang lambat.
h. Demensia Adanya perubahan status mental selama perjalanan
penyakitnya dengan deficit kognitif.
i. Gangguan behavioral Lambat-laun menjadi dependen (tergantung
kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara
berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya
masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang
cukup.
j. Gejala lain Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada
pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).

 Gejala Non-Motorik
a. Disfungsi otonom
 Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter
terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
 Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
 Pengeluaran urin yang banyak
 Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan
melemahnya hasrat seksual, perilaku orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
 Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang,
pembedaan warna.
 Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan system saraf otonom
untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan.
 Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau
(microsmia atau anosmia).

5. Pemeriksaan Penunjang
A. EEG (Elektroensefalografi) Melalui pemeriksaan EEG, diharapkan
akan didapatkan perlambatan dari gelombang listrik otak yang
bersifat progresif.
B. CT Scan Kepala Melalui pemeriksaan CT Scan kepala, diharapkan
akan didapatkan gambaran terjadinya atropi kortikal difus, dengan
sulki melebar, dan hidrosefalus eks vakuo.

6. Penatalaksanaan
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah :
1) Terapi simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien,
2) Neuroproteksi
3) Neurorestorasi
Neuroproteksi dan neurorestorasi keduanya untuk menghambat
progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderitanya. Penyakit Parkinson
merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara
holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk
menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat
mengatasi gejala yang timbul. Pengobatan penyakit parkinson bersifat
individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah
untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin
yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.Perawatan pada
penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan
menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat
dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan,
terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan
sehari-hari.
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan ,sebagai berikut :
 Terapi Famakologik
1) Bekerja pada sistem dopaminergik
2) Bekerja pada sistem kolinergik
3) Bekerja pada Glutamatergik
4) Bekerja sebagai pelindung neuron
5) Lain-lain
 Terapi Pembedahan
1) Deep-Brain Stimulation (DBS)
2) Transplantasi
 Non Farmakologik
1) Edukasi
2) Terapi rehabilitasi
7. Pathway

Ketidakseimbangan Berkurang dopamin Lesi di ganglio


aktivitas gamma dan di substansi nigra basal dan batang
alfa,  gamma,  dan korpus striatum otak
alfa karena proses
degenerasi

Factor predisposisi lesi di substansia nigra: usia dan arteriosklerotis, post ensefatiltis, induksi obat
dan keracunan logam berat

Dopamine menipis dalam substansia nigra dan korpus


striatum

Kehilangan kelola dari substansia nigra

Globus palidus mengeluarkan impuls yang abnormal

Impuls globus palidus ini tidak melakukan inhibisi terhadap korteks piramidalis dan
ekstrapiramidalis

Kerusakan kontrol gerakan volunter yang memiliki ketangkasan sesuai dengan gerakan
otomatis

Aliran darah cerebral Gangguan S III Regiditasi Tremor ritmik


regional menurun deserembr bradikinesa

Gangguan kontraksi Perubahan gaya


Manifestasi psikiatrik otot-otot bola mata berjalan, kekakuan Perubahan
dalam beraktifitas wajah dan
sikap tubuh
Perubahan Gangguan
konvergensi Penurunan aktifitas fisik
kepribadian, MK:gangguan
umum
psikosis, demensia citra diri
Pandangan kabur
Kognitif menurun MK:hambatan
mobilitas fisik
Persepsi menurun MK: Perubahan persepsi
sensori

MK: kerusakan komunikasi verbal

MK: koping individu tidak efektif

BAB III
PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dengan gangguan sistem
persarafan meliputi anamnesis, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, dan pengkajian psikososial.

Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut,
pada usia 50-an dan 60-an), jenis kelamin (lebih banyak laki-laki), pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register dan diagnosis medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah gangguan gerakan, kaku otot, tremor menyeluruh, kelemahan otot,
dan hilangnya refleks postural.

Riwayat Penyakit Saat Ini


Pada anamnesis, sering klien mengeluhkan adanya tremor pada salah satu
lengan dan tangan, kemudian kebagian lain, dan akhirnya bagian kepala, walaupun
tremor ini tetap unilateral. Karakteristik tremor dapat berupa lambat, gerakan
membalik (pronasi-supinasi) pada lengan bawah dan telapak tangan, dan gerakan ibu
jari terhadap jari-jari seolah-olah memutar sebuah pil diantara jari-jari. Keadaan ini
meningkat bila klien sedang berkonsentrasi atau merasa cemas dan muncul pada saat
klien istirahat.
Keluhan lainnya pada penyakit meliputi adanya perubahan pada sensasi
wajah, sikap tubuh, dan gaya berjalan. Adanya keluhan rigiditas deserebrasi,
berkeringat, kulit berminyak dan sering menderita dermatitis seboroik, sulit menelan,
konstipasi, dan gangguan kandung kemih yang diperberat oleh obat-obat
antikolinergik dan hipertrofi prostat.
Pertanyaan yang bisa disampaikan pada klien pada pengkajian ini meliputi :
 Apakah Anda mengalami kekakuan tangan atau kaki?
 Apakah Anda mengalami sentakan tidak teratur pada tangan atau
kaki?
 Apakah Anda mengalami “beku” atau terpaku dan tidak mampu
bergerak?
 Apakah air liur Anda berlebihan?
 Pernakah Anda (orang lain) melihat diri Anda meringis atau membuat
gerakan wajah atau menguyah?
 Aktivitas fisik apa yang sulit Anda lakukan?

Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian yang dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan tentang
adalah riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, dan penggunaan obat-obat antikolinergik dalam
jangka waktu yang lama.

Riwayat Penyakit Keluarga


Walaupun tidak ditemukan adanya hubungan penyakit Parkinson dengan
sebab genetik yang jelas, perawat perlu melakukan pengkajian riwayat penyakit pada
keluarga. Pengkajian dilakukan dengan menanyakan apakah anggota keluarga
terdahulu yang menderita hipertensi dan DM. Hal ini diperlukan untuk melihat
adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit.

Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan dalam
keluarga dan masyarakat, dan respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri yang ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah dan tidak kooperatif.
Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit Parkinson adalah
tanda depresi. Manifestasi mental muncul dalam bentuk penurunan kognitif, persepsi
dan penurunan memori (ingatan). Beberapa manifestasi psikiatrik (perubahan
kepribadian, psikosis, demensia, konfusi akut) umumnya terjadi pada lansia.

Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data yang diperoleh dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6)
dan terarah dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 dan dihubungkan
dengan keluhan klien.

Keadaan Umum
Klien dengan penyakit Parkinson umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda vital, yaitu bradikardi, hipotensi, dan
penurunan frekuensi pernafasan.

B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernapasan yang terjadi berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas,
aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
Inspeksi : ditemukan klien batuk atau mengalami penurunan kemampuan untuk
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas dan penggunaan otot bantu
napas.
Palpasi, : ditemukan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi : ditemukan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering ditemukan pada klien dengan inaktivitas.

B2 (Blood)
Hipotensi postural yang terjadi berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan
juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.

B3 (Brain)
pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Pada inspeksi umum ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum
pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan.

B4 (Bladder)
Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan
persepsi klien secara umum. Klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Selama periode
ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.

B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi kurang
karena kelemahan fisik umum, kelelahan otot dan adanya tremor menyeluruh. Klien
sering mengalami konstipasi karena penurunan aktivitas.

B6 ( Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kelelahan otot, tremor secara
umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari.
Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan
karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan memberikan
risiko pada trauma fisik bila melakukan aktivitas.

Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis dan juga bergantung pada
penurunan aliran darah serebri regional mengakibatkan perubahan pada status
kognitif klien.

Pemeriksaan fungsi serebri


Status mental : biasanya mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori baik jangka
pendek dan memori jangka panjang.

Pemeriksaan saraf kranial


Saraf I. Biasanya pada klien cedera tulang belakang tidak ditemukan kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Hasil uji ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia,
biasanya klien lanjut usia dengan penyakit Parkinson mengalami penurunan
ketajaman penglihatan.
Saraf III, IV, dan VI. Gangguan saraf okulomotorius : sewaktu melakukan
konvergensi penglihatan menjadi kabur karena tidak mampu mempertahankan
kontraksi otot- otot bola mata.
Saraf V. Pada klien dengan penyakit Parkinson umumnya ditemukan perubahan pada
otot wajah. Adanya keterbatasan otot wajah menyebabkan ekspresi wajah klien
mengalami penurunan , saat bicara wajah seperti topeng (sering mengedipkan mata).
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi yang berhubungan dengan proses
senilis dan penurunan aliran darah regional.
Saraf IX dan X. Ditemukan kesulitan menelan dalam menelan makanan.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.

Sistem Motorik
 Inspeksi umum, ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara
umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan. Klien sering
mengalami rigiditas deserebrasi.
 Tonus otot ditemukan meningkat.
 Keseimbangan dan koordinasi, ditemukan mengalami gangguan karena
adanya kelemahan otot, kelelahan, perubahan pada gaya berjalan, tremor
secara umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan.

Pemeriksaan Refleks
Terdapat kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri,
klien akan berdiri dengan kepala cenderung kedepan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan
(salah satunya kedepan atau kebelakang) dapat menimbulkan sering jatuh.

Sistem Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia Klien dengan penyakit Parkinson mengalami
penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada
merupakan hasil dari neuropati.

2. DIAGNOSA
1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekakuan dan
kelemahan otot.
2. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan, kehilangan kontrol otot/koordinasi.
3. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan medikasi dan
penurunan aktivitas.
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
tremor, pelambatan dalam proses makan, kesulitan menguyah dan menelan.
5. Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan volume
bicara, pelambatan bicara, ketidakmampuan menggerakan otot-otot wajah.
6. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi dan disfungsi
karena perkembangan penyakit.
7. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan sumber informasi prosedur
perawatan rumah yang tidak adekuat.

3. INTERVENSI

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan
otot. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan
peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi aktivitas.
motorik.

Lakukan program latihan yang meningkatkan Meningkatkan koordinasi dan ketangkasan, menurunkan
kekuatan otot. kekakuan otot dan mencegah kontraktur bila otot tidak
digunakan.

Lakukan latihan postural. Latihan postural untuk melawan kecenderungan kepala dan
leher tertarik kedepan dan kebawah.

Ajarkan teknik berjalan khusus : Teknik berjalan khusus dapat juga dipelajari untuk
 Ajarkan untuk berkosentrasi pada mengimbangi gaya berjalan menyeret dan kecenderungan tubuh
berjalan tegak, memandang lurus condong kedepan.
kedepan, dan menggunakan cara
berjalan dengan dasar lebar (misalnya
berjalan dengan kaki terpisah).
 Klien dianjurkan untuk latihan berjalan
dengan diiringi musik marching band
atau lagu, karena hal ini memberikan
rangsangan sensorik.
 Latihan bernapas sambil berjalan
membantu untuk menggerakan rangka
tulang rusuk dan transpor oksigen untuk
mengisi bagian paru-paru yang kadar
oksigennya rendah.
 Melakukan periode istirahat yang sering
untuk membantu pencegahan frustasi
dan kelelahan.

Anjurkan mandi hangat dan masase otot. mandi hangat dan masase membantu otot-otot rileks saat
melakukan aktivitas pasif dan aktif dan mengurangi nyeri otot
akibat spasme yang mengakibatkan kekakuan.

Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
diri, sesuai toleransi.

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat
fisik klien. ditingkatkan dengan latihan fisik oleh tim fisioterapis.

Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya


kekuatan, kehilangan kontrol otot/koordinasi.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, perawatan diri klien terpenuhi.


Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuannya, mengidentifikasi
personal/masyarakat dapat yang membantu.

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
skala 0-4 untuk melakukan ADL. pertemuan kebutuhan individual.

Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan Menghindari klien dari keadaan cemas dan
bantu bila perlu. ketergantungan untuk mencegah frustasi dan harga
diri klien rendah.

Ajarkan dan dukung klien selama aktivitas. Dukungan pada klien selama aktivitas kehidupan
sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.

Rencanakan tindakan untuk mengatasi Klien akan mampu melihat dan memakan makanan,
keterbatasan penglihatan seperti tempatkan akan mampu melihat keluar masuknya orang
makanan dan peralatan dalam suatu tempat, keruangan.
dekatkan tempat tidur kedinding.

Modifikasi lingkungan. Modifikasi lingkungan diperlukan untuk


mengompensasi ketidakmampuan fungsi.

Gunakan pagar disekeliling tempat tidur. Gunakan pagar disekeliling tempat tidur baik tempat
tidur di rumah sakit dan dirumah, atau sebuah tali
yang diikatkan pada kaki tempat tidur untuk memberi
bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa
bantuan orang lain.

Kaji kemampuan komunikasi untuk buang air Ketidakmampuan komunikasi dengan perawat dapat
kecil, kemampuan menggunakan urinal, pispot. menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih
Antarkan kekamar mandi bila kondisi oleh karena masalah neurogenik.
memungkinkan.

Kolaborasi
Pemberian supositoria dan pelumas Pertolongan utama terhadap fungsi bowel atau buang
feses/pencahar. air besar.

Konsultasi kedokter terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi


kebutuhan khusus.

Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan medikasi dan penurunan
aktivitas.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, kebutuhan eliminasi alvi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat, konsistensi feses
lembek, tidak teraba massa pada kolon, bising usus normal (15-30x/mnt).

Intervensi Rasionalisasi

Monitor adanya konstipasi. Klien Parkinson mempunyai masalah konstipasi


berat. Faktor-faktor yang menyebabkan kondisi
ini adalah melemahnya otot-otot yang digunakan
dalam defekasi, kurangnya latihan, tidak
adekuatnya asupan cairan, dan penurunan
aktivitas sistem saraf otonom dan obat-obatan
digunakan untuk mengobati penyakit, juga
menghambat sekresi normal usus.

Berikan penjelasan pada klien dan keluarga Klien dan keluarga akan mengerti tentang
penyebab konstipasi. penyebab obstipasi.

Modifikasi defekasi yang teratur. Anjurkan Defekasi yang teratur dan rutin dapat membangun
pada klien untuk makan makanan yang semangat klien untuk mengikuti pola yang
mengandung serat. teratur, sadar untuk meningkatkan asupan cairan
dan makan makanan serat. Diet seimbang tinggi
kandungan serat merangsang peristaltik dan
eliminasi reguler.

Atur posisi duduk toilet. Dudukan toilet ditinggikan untuk memudahkan


aktivitas toileting karena klien sulit bergerak dari
posisi berdiri ke posisi duduk.

Bila klien mampu minum, berikan asupan Asupan cairan adekuat membantu
cairan yang cukup (2liter/hari) jika tidak ada mempertahankan konsistensi feses yang sesuai
kontraindikasi. pada usus dan membantu eliminasi reguler.

Kolaborasi dengan tim dokter dalam Pelunak feses meningkatkan efisiensi


pemberian pelunak feses (laksatif, pembasahan air pada usus, yang mulunakkan
supositoria, enema). massa feses dan membantu eliminasi.

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan tremor, pelambatan
dalam proses makan, kesulitan menguyah dan menelan.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.


Kriteria Hasil : Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan
sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium.

Intervensi Rasionalisasi

Evaluasi kemampuan makan klien. Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan


berat badan mereka. Mulut mereka kering akibat obat-
obatan dan mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan.

Observasi/timbang berat badan jika Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan
memungkinkan. kekurangan asupan nutrisi menunjang terjadinya
masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam otot,
dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator.

Manajemen mencapai kemampuan menelan. Meningkatkan kemampuan klien dalam menelan dan
1. Gangguan menelan disebabkan oleh dapat membantu pemenuhan nutrisi klien melalui oral.
tremor pada lidah, ragu-ragu dalam Tujuan lain adalah mencegah terjadinya kelelaha,
memulai menelan, kesulitan dalam memudahkan masuknya makanan, dan mencegah
membentuk makanan dalam bentuk gangguan pada lambung.
bolus.
2. Makanan setengah padat dengan sedikit
air memudahkan untuk menelan.
3. Klien dianjurkan untuk menelan secara
berurutan.
4. Klien diajarkan untuk meletakkan
makanan diatas lidah, menutup bibir dan
gigi, dan menelan.
5. Klien dianjurkan untuk mengunyah
pertama kali pada satu sisi mulut dan
kemudian kesisi lain.
6. Untuk mengontrol air liur, klien
dianjurkan untuk menahan kepala tetap
tegak dan membuat keadaan sadar untuk
menelan.
7. Masase otot wajah dan leher sebelum
makan dapat membantu.
8. Berikan makanan kecil dan lunak.

Monitor pemakaian alat bantu. Pemakaian elektrik digunakan untuk menjaga


makanan tetap hangat dan klien diizinkan untuk
istirahat selama waktu yang ditetapkan untuk makan,
alat-alat khusus juga membantu makan.
Penggunaan piring yang stabil, cangkir yang tidak
pecah pecah bila jatuh, dan alat-alat makan yang dapat
digenggam sendiri digunakan sebagai alat bantu.

Kaji fungsi sistem gastrointestinal meliputi suara Fungsi sistem gastrointestinal sangat penting untuk
bising usus, catat terjadinya perubahan didalam asupan makanan. Ventilator dapat menyebabkan
lambung seperti mual, muntah. Observasi kembung pada lambung dan perdarahan lambung.
perubahan pergerakan usus misalnya diare,
konstipasi.

Anjurkan pemberian cairan 2500 cc/hari selama Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan
tidak terjadi gangguan jantung. ventilator selama klien tidak sadar dan mencegah
terjadinya konstipasi.

Lakukan pemeriksaan laboratorium yang Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan
diindikasikan, seperti serum, transferin, nutrisi yang dibutuhkan klien.
BUN/kreatinin, dan glukosa.

Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan volume bicara,


pelambatan bicara, ketidakmampuan menggerakan otot-otot wajah.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 klien mampu membuat teknik/metode komunikasi yang dapat
dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Kriteria Hasil : klien dapat berkomunikasi dengan sumber yang ada.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi. Gangguan bicara ditemukan pada banyak klien
dengan penyakit Parkinson. Bicara mereka yang
lemah, monoton, dan terdengar halusmenuntut
kesadaran berupaya untuk bicara dengan lambat,
dengan penekanan perhatian pada apa yang
mereka katakan.

Menentukan cara-cara komunikasi seperti Mempertahankan kontak mata akan membuat


mempertahankan kontak mata, memberikan klien tertarik selama komunikasi. Jika klien dapat
pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggerakan kepala, mengedipkan mata, atau
menggunakan kertas dan pensil/bolpoin, senag dengan isyarat-isyarat sederhana, lebih baik
gambar, atau papan tulis, bahasa isyarat, dengan menggunakan pertanyaan ya/tidak.
perjelas arti dari komunikasi yang Kemampuan menulis kadang-kadang melelahkan
disampaikan. klien, selain itu dapat mengakibatkan frustasi
dalam upaya memenuhi kebutuhan komunikasi.
Keluarga dapat bekerja sama untuk membantu
memenuhi kebutuhan klien.

Pertimbangkan bentuk komunikasi bila Kateter intravena yang terpasang ditangan akan
terpasang kateter intravena. mengurangi kebebasan klien dalam menulis atau
memberi isyarat.

Letakkan bel pemanggil dalam jangkauan Ketergantungan klien pada ventilator akan
klien dan berikan penjelasan cara membuat klien lebih baik dan rileks, merasa
menggunakannya. Jawab panggilan tersebut aman dan mengerti bahwa selama menggunakan
dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. ventilator, perawat akan memenuhi segala
Katakan kepada klien bahwa perawat siap kebutuhannya.
membantu jika dibutuhkan.

Buatlah catatan dikantor perawat tentang Mengingatkan staf perawat untuk berespon
keadaan klien yang dapat bicara. dengan klien selama memberikan perawatan.

Buatlah rekaman pembicaraan klien. Rekaman pembicaraan klien dalam pita kaset
secara periodik dibutuhkan dalam memantau
perkembangan klien. Amplifier kecil membantu
bila klien mengalami kesulitan mendengar.

Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat Keluarga dapat merasa akrab dengan klien dalam
dengan klien untuk berbicara dengan klien, berada dekat klien selama berbicara. Pengalaman
memberikan informasi tentang keluarganya, ini dapat membantu atau mempertahankan kontak
dan keadaan yang sedang terjadi. nyata seperti merasakan kehadiran anggota
keluarga yang dapat mengurangi perasaan kaku.

Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa. Ahli terapi wicara bahasa dapat membantu dalam
membentuk peningkatan latihan percakapan dan
membantu petugas kesehatan untuk
mengembangkan metode komunikasi untuk
memenuhi kebutuhan klien.

Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi dan disfungsi karena
perkembangan penyakit.

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 koping individu menjadi efektif.


Kriteria Hasil : mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui, dan
menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji perubahan gangguan persepsi dan hubungan Menentukan bantuan individual dalam menyusun
dengan derajat ketidakmampuan. rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
Dukung kemampuan koping klien. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan
membantu perlambat kemajuan penyakit. Dukungan
dan sumber bantuan dapat diberikan melalui
ketekunan berdoa dan penekanan keluar terhadap
aktivitas dengan mempertahankan partisipasi aktif.

Catat ketika klien menyatakan sekarat atau Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau
mengingkari dan menyatakan inilah kematian. perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan
kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan
intervensi serta dukungan emosional.

Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, Membantu klien untuk melihat bahwa perawat
mengingatkan kembali fakta kejadian tentang menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh
realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya
yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat. harapan dan mulai menerima situasi baru.

Beri dukungan psikologis secara menyeluruh. Klien penyakit Parkinson sering merasa malu, apatis,
tidak adekuat, bosan, dan merasa sendiri. Perasaan ini
dapat disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat
dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas
kecil. Klien dibantu dan didukung untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya
mobilitas). Karena Parkinson mengarah akan
menunjukkan menarik diri dan depresi, klien harus
aktif berpartisipasi dalam program terapi yang
mencakup program sosial dan rekreasi.

Bantu dan ajarkan perawatan yang baik dengan Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan
memperbaiki kebiasaan. mengontrol lebih dari satu area kehidupan.

Buat rencana program aktivitas harian pada Program aktivitas pada keseluruhan hari mencegah
keseluruhan hari. waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah
pada tidak adanya keinginan beraktivitas dan apatis.
Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar
dari tugas-tugas yang termasuk koping dengan
kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk
klien mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk
keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan
meningkatnya kemampuan koping.

Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
melakukan sebanyak mungkin hal untuk dirinya. membantu perkembangan harga diri serta
memengaruhi proses rehabilitasi.

Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi. pengertian tentang peran individu masa mendatang.

Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan Dapat mengindikasikan terjadinya depresi. Depresi
konsentrasi, letargi dan penolakan. umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke yang
memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting
konseling bila ada indikasi. untuk perkembangan perasaan. Kerjasam fisioterapi,
psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan
partisipasi kelompok dapat menolong mengurangi
depresi yang juga sering muncul pada keadaan ini.

Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan sumber informasi prosedur perawatan


rumah yang tidak adekuat.

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24, informasi dapat diterima klien.


Kriteria Hasil : klien mampu mengulang informasi tentang prosedur perawatan rumah.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang Mengetahui tingkat pengetahuan dan tingkat
perawatan kesehatan dirumah. pendidikan akan memudahkan perawat dalam
memberikan informasi yang sesuai dengan
kondisi klien.

Jelaskan pentingnya perawatan kesehatan Kebutuhan informasi tentang penyakit Parkinson


dirumah pada klien dan keluarga. ditujukan agar klien mampu beradaptasi dan
mempunyai kemampuan menghadapi penyakit.
Setiap upaya yang dibuat untuk menjelaskan
keadaan nyata, penyakit, dan pengelolaan
kecemasan dan ketakutan yang muncul, dan
mungkin merupakan ketidakmampuan akibat
penyakit itu sendiri.

Beri dukungan pada keluarga dalam merawat Keluarga mengalami stress akinat hidup dan
klien Parkinson. merawat orang yang mengalami
ketidakmampuan.

Fasilitasi anggota keluarga untuk Akan memudahkan dalam menentukan intervensi


mengekspresikan perasaannya terhadap selanjutnya.
frustasi, marah, dan perasaan bersalah,
karena hal ini sering membantu mereka.

Berikan mereka informasi tentang Memberi pelayanan kesehatan diikutsertakan


pengobatan dan perawatan yang mencegah dalam perencanaan dan mungkin sebagai
masalah yang tidak perlu ada. konsultan dalam mengajarkan klien dan keluarga
tentang teknik menurunkan stress, bekerjasama
dalam proses memberikan perawatan.
4. IMPLEMENTASI
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamin. Terapi
obat-obatan mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa,
anhibitor monoamin oksidasi (MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini
menyebabkan efek sampik psikiatrik pada lansia meliputi :
 Antihistamin
Antihistamin mempunyai efek sedatif dan antikolinergik pusat ringan, dapat
membantu dalam menghilangkan tremor.

 Terapi Antikolinergik
Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin mesilat)
efektif untuk mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson. Obat-obatan ini
dapat digunakan dalam kombinasi dengan levodopa. Agen ini menghilangkan
aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek smaping mencakup penglihatan
kabur, wajah memerah, ruam pada wajah, konstipasi, retensi urine, dan
kondusi akut. Tekanan intraokular dipantau ketat karena obat-obat ini
kontraindikasi pada klien dengan glaukoma meskipun glaukoma yang dialami
klien hanya sedikit. Klien dengan hiperplasia prostatik dipantau terhadap
adanya tanda-tanda retensi urine.
 Amantadin Hidroklorida
Amantadin hidroklorida (Symmetrel), agen antivirus yang digunakan pada
awal pengobatan penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor
dan bredikinesia. Agen ini diperkirakan bekerja melalui pelepasan dopamin
dari daerah psikiatrik (perubahan perasaan hati, konfusi, halusinasi), muntah,
adanya tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.
 Terapi Levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agen yang
paling efektif untuk pengobatan pada penyakit Parkinson. Levodopa diubah
dari (MD4)L dan (MD4)-dopa menjadi dopamin pada basal ganglia. Seperti
disebutkan diatas dopamin dengan konsentrasi normal yang terdapat didalam
sel-sel substansia nigra menjadi hilang pada klien dengan penyakit Parkinson.
Gejala yang hilang juga dapat terjadi akibat kadar dopamin yang lebih tinggi
akibat pemberian levodopa.
 Derivat Ergoet-Agonis Dopamin
Agen-agen ini (bromokriptin dan pergolid) dianggap sebagai reseptor
dopamin; agen ini bermanfaat bila ditambahkan dengan levodopa dan pada
klien yang mengalami reaksi on-off terhadap fluktuasi klinis ringan.

BAB IV
PENUTUP

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis


progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis
akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke
globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Penyakit Parkinson
merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi
berbagai bidang.

Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi
pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Tanpa perawatan,
gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering
disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan
kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah. Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.
Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA

Kemp Charles. 2010: Klien Sakit Sterminal Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Prince & Wilson Lorraine M. 2005: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Saputra Lindon. 2009: Kapita Salekta Kedokteran Klinik Edisi Terbaru. Binarupa
Aksara

Nanda Internasional. 2009-2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai