Kelompok 1 :
- Aleda Veronika Sineri
- Deloni M
- Marni Nenabu
- Rohbert Rio Boven
- Stevani Benny
- Sintiche P. Patakke
- Virginia Tangapo
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmat-Nya sehingga Makalah Keperawatan Medika Bedah yang penulis buat
dengan judul “KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MEDULA
SPINASLI” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini bukanlah usaha dari penulis
sendiri melainkan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu baik secara
moril maupun materil.
Tentunya dalam penulisan dan penyusunan makalah ini tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
perbaikan atas segala kekurangannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Trauma Medula Spinalis
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Trauma Medula Spinalis
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Trauma Medula Spinalis
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Medula
Spinalis
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).Trauma medulla
spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan gangguan
sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :
1. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
2. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal
pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf
frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan
mekanik dapat digunakan.
2.2 Etiologi
Penyebab utama Cedera Medula Spinalis (CMS) lumbal adalah trauma, dan dapat
pula disebabkan oleh kelainan lain pada vertebra, seperti arthropathi spinal, keganasan
yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, osteoporosis, kelainan kongenital, dan
gangguan vaskular. Penyebab trauma spinal lumbal yang paling banyak dikemukakan
adalah kecelakaan lalu lintas, olah raga, tembakan senapan, serta bencana alam (Islam,
2006).
4
2.3 Patofisiologi
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis lumbal secara langsung.
Sedangkan penyebab tidak langsung yaitu trauma menimbulkan fraktur dan instabilitas
vertebra sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis lumbal. Beberapa saat
setelah trauma, cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh
darah yang terjadi. Iskemia mengakibatkan pelepasan glutamat, influks kalsium dan
pembentukan radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis yang mengakibatkan
kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula spinalis
yang terkena (lumbal). Akson yang telah rusak tidak akan tersambung kembali karena
terhalang jaringan parut (Islam, 2006).
Kondisi kerusakan saraf lumbal dapat berakibat pada masalah-masalah
biopsikososiospiritual. Masalah biologis yang muncul yaitu nyeri akut, kerusakan
mobilitas fisik, gangguan eliminasi urin dan fekal, dan disfungsi seksual. Masalah
psikologis, pasien mengalami harga diri rendah situasional akibat kerusakan fungsional
pada lumbal. Masalah sosial yaitu gangguan interaksi sosial karena keterbatasan dalam
mobilitas fisik. Masalah spiritual, pasien yang mengalami penurunan tingkat keyakinan
dapat berisiko terhadap kerusakan dalam beribadah/beragama.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1 : Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian daribokong.
2. Lesi L2 : Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
3. Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
4. Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
5. Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
5
2.4 Pathway
Hemoragi
Kerusakan Mobilitas
Fisik
6
2.5 Manifestasi Klinis
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
2. Paraplegia
3. Tingkat neurologik
4. Paralisis sensorik motorik total
5. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
6. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
7. Penurunan fungsi pernafasan
8. Gagal nafas
7
2. Skan ct
Pencitraan ini menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena (lumbal) dan
dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon. Teknik ini dapat mengidentifikasai
lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi. Pemindaian CT
selalu dilakukan pertama tanpa zat kontras, namun jika dengan zat kontras, maka akan
diinjeksi melalui intravena (Brunner dan Suddarth, 2001).
3. MRI
MRI adalah teknik pencitraan khusus, noninvasif, yang menggunakan medan
magnet, gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatakan abnormalitas jaringan
lunak seperti otot, tendon, dan tulang rawan. MRI mempunyai potensial untuk
mengidentifikasi keadaan abnormal serebral dengan mudah dan lebih jelas dari tes
diagnostik lainnya. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan kimia dalam
sel, namun tidak menyebabkan radiasi sel (Brunner dan Suddarth, 2001).
8
4. Mielografi.
Merupakan penyuntikan bahan kontras ke dalam rongga subarachnoid spinalis
lumbal. Mielogram menggambarkan ruang subarachnoid spinal dan menunjukkan
adanya penyimpangan medula spinalis atau sakus dural spinal yang disebabkan oleh
tumor, kista, hernia diskus vertebral, atau lesi lain. Zat kontras dapat menggunakan
larutan air atau yang mengandung minyak. Metrizamid adalah zat kontras yang larut air,
diabsorbsi oleh tubuh, serta diekskresi melalui ginjal (Brunner dan Suddarth, 2001).
2.7 Komplikasi
1. Neurogenik shock.
2. Hipoksia.
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic Hipotensi
6. Ileus Paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia blader
11. Konstipasi
9
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang
tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara , Trauma olahraga kontak,
jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan
mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
a. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan
spinal( punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk
mencegah Trauma komplit.
b. Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
c. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
d. Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan
fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk ketrauma spinal regional atau pusat trauma karena
personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan
dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah Trauma. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika
merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini
bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa
bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka
pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan
tempat tidur dibawahnya.
10
2. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
2.1.8 Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medulla.
Tindakan Respiratori :
a. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
b. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
c. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal :
a. Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan
stabilisasi koluma vertebrata.
b. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
c. Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi:
Dilakukan Bila :
a. Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
b. Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
c. Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
d. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau
dislokasi atau dekompres medulla.
2.1.9 Pencegahan
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia dan
jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan dengan Trauma
medula spinalis bertindak untuk menekankan pentingnya pencegahan primer. Untuk
mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1. Menurunkan kecepatan berkendara.
11
2. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4. Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
5. Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6. Mencegah jatuh.
7. Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil
dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan korban yang tepat
kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan
menetap pada medula spinalis.
12
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN TRAUMA MEDULLA SPINALIS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Primer
1. Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan
adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat
disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur
tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra
servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau
rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw
thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari
atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan
pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas.
2. Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum dapat
memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3. Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan
denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan
eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut
nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang
relatif normovolemik.
4. Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
13
5. Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)
dengan :
a. Simple head injury bila tanpa deficit neurology
b. Dilakukan rawat luka
c. Pemeriksaan radiology
d. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
14
10. Pernapasan.
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis.
11. Keamanan.
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
12. Seksualitas.
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
15
untuk menggunakan rute analgesic
Kontrol Nyeri (oral, IM, IV, suppositoria)
- Klien 5. Monitor vital sign sebelum dan
mengetahui pe-nyebab sesudah pemberian analgetik jenis
nyeri narkotik
- Klien 6. Evaluasi efektifitas dan efek
mengetahui wak-tu samping yang ditimbulkan akibat
timbulnya nyeri pemakaian analgetik.
- Klien mengenal 7. Kolaborasi dengan dokter jika
gejala timbulnya nyeri ada perubahan advis dalam pemakaian
- Klien analgetik
menggunakan
analgetik jika diper- Distraksi
lukan 1. Tentukan jenis distraksi yang
sesuai dengan pasien (musik, televisi,
membaca, dll)
2. Ajarkan teknik buka-tutup mata
dengan focus pada satu obyek, jika
memungkinkan
3. Ajarkan teknik irama (ketukan
jari, bernafas teratur) jika
memungkinkan
4. Evaluasi dan catat teknik yang
efektif untuk menurunkan nyeri pasien
Terapi Oksigen
1 Bersihkan jalan nafas dari secret
2 Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3 Berikan oksigen sesuai instruksi
4 Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
16
5 Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian oksigen
6 Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7 Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8 Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama aktivitas dan
tidurr
Mengatur Posisi
1. Atur posisi yang nyaman untuk
pasien
17
terpenuhidg a. Bantu pasien bak/bab
bantuan/mandiri b. Lakukan perawatan inkontinensia
4. Buang air usus
kecil/besar dg c. Manajemen nutrisi
bantuan/mandiri d. Libatkan keluarga dalam perawatan
18
Perawatan Retensi Urin
1. Berikan prifasi untuk eliminasi
urin
2. Gunakan kekuatan sugesti
dengan aliran air untuk memancing
eliminasi
3. Stimulasi reflek kandung
kencing dengan pemberian kompres
dingan pada abdomen atau dengan
mengalirkan air
4. Berikan waktu yang cukup untuk
me-ngosongkan kandung kencing (10
menit)
5. Gunakan manuver Crede jika
diperlukan
6. Masukkan kateter urin jika
diperlukan
7. Monitor intake dan output cairan
8. Monitor adanya distensi kandung
kencing dengan palpasi atau perkusi
9. Bantu toileting dengan jarak
teratur jika memungkinkan
10. Lakukan kateterisasi untuk
residu, jika perlu
11. Lakukan kateterisasi secara
intermiten jika perlu
12. Rujuk ke ahli urinary Continance
jika perlu
Bladder Training
19
4 Inkontinensia usus Setelah dilakukan Manajemen Usus
b.d dengan tindakan keperawatan 1. Catat tanggal terakhir pasien
kerusakan saraf selama .. x 24 jam b.a.b
motorik bawah saluran 2. Monitor b.a.b pasien (frekuensi,
Batasan gantrointestinal pasien konsistensi, volume, warna)
Karakteristik mampu membentuk 3. Monitor suara usus
massa feses dan 4. Catat adanya peningkatan
mengevakuasi secara frekuensi bising usus
efektif , dengan 5. Monitor terhadap tanda dan
criteria : gejala diare
6. Evaluasi terhadap incontinensia
Eliminasi usus 7. Ajarkan pasien tentang makanan
- Mampu yang dianjurkan
mengontrol b.a.b. 8. Evaluasi jenis obat yang
- Tidak terjadi menimbulkan efek samping pada fungsi
diare gastrointestinal
Bowel Training
1. Rencanakan program latihan
dengan pasien
2. Konsul dengan dokter dalam
pemakaian suppositoria/laksatif
3. Ajarkan pasien dan keluarga
prinsip-prinsip bowel training
4. Anjurkan pasien tentang jemis
makanan yang harus diperbanyak
5. Berikan diit yang cukup sesuai
jenis yang diperlukan
6. Pertahankan intake cairan yang
adekuat
7. Pertahankan latihan fisik yang
cukup
20
8. Jaga posisi pasien
9. Evaluasi status bowel secara
teratur
10. Modifikasi program usus jika
diperlukan
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).Penyebab dari
Trauma medulla spinalis yaitu :kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga,
menyelam ,luka tusuk, tembak dan tumor.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi
kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi
proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis
akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia,
edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi
neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma
medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama
pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan
pemindahan.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis
berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena kesalah
dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma semakin komplit
dan dapat menyebabkan kematian.
4.2 SARAN.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat menjaga
kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula spinalis dapat
terhindar. Adapun jika sudah terjadi , mahasiswa dapat melakukan perawatan seperti
yang telah tertulis dalam makalah ini
22
Daftar Pustaka
https://mikimikiku.wordpress.com/2014/03/22/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-
cedera-medula-spinalis-sistem-neurobehaviour/
http://askepdoumbojo.blogspot.co.id/2011/09/laporan-pendahuluan-cedera-medulla.html
23