Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tiroidektomi merupakan sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua
atau sebagian dari kelenjar tiroid. Dalam persiapan untuk tiroidektomi, seorang dokter akan
malakukan tindakan fisik secara lengkap dan mengambil riwayat kesehatan yang
komprehensif. Seperti EKG, X-ray dada dan tes jantung lainnya dapat dilakukan terutama
pada pasien di atas usia 45 tahun atau orang-orang yang mempunyai riwayat penyakit jantung
(Reksa Prawiro, 2011)
Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid adalah
tiroidektomi,meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan
atau pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkanTiroidektomi total adalah pengangkatan
jaringan seluruh lobus termasuk istmus (Sudoyo, A., dkk., 2011). Tiroidektomi merupakan
prosedur bedah ya ng relative aman dengan morbiditas kurang dari 5 %. Menurut Lang
(2010).
Tindakan tersebut dimana sebelumnya pasien menjalani proses anestesi umum. Anestesi
umum adalah tidakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran
(reversible). Pada tindakan anestesi umum terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan
adalah anestesi umum dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
tekhnik intubasi yaitu pemasangan endotracheal tube atau dengan tekhnik gabungan keduanya
yaitu inhalasi dan intravena (Latief, 2009).
Berdasarakan uraian di atas, maka saya tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan
anestesi pada pasien dengan tiroidektomi dengan tekhnik anestesi umum pemasangan
endotracheal tube dengan pendekatan proses keperawatan anestesi di RSUD Pangeran Jaya
Sumitra Kotabaru.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan anestesi pada pasien dengan tiroidektomi dengan
tekhnik general anestesi serta sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
program pelatihan penata anestesi.

2. Tujuan Khusus
a. Peserta diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre,intra
dan post operasi yang akan dilakukan pemberian anestesi
b. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan perhitungan dosis pemberian
obat-obat anestesi dan cairan
c. Peserta didik diharapkan mampu melakukan manajemen jalan nafas
d. Peserta didik diharapkan mampu menentukan tipe anestesi yang akan dilakukan
e. Peserta didik diharapkan mampu memahami perbedaan -perbedaan yang diperoleh
antara teori dengan praktik yang dilakukan.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Menurut Kamus Keperawatan Dinamika (2013) Tiroidektomi adalah operasi untuk
mengangkat sebagian dan seluruh kelenjar tiroid. Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang
melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid.
Tiroidektomi adalah prosedur pembedahan di mana semua atau sebagian dari kelenjar
tiroid akan dihapus. Kelenjar tiroid terletak di maju (anterior) bagian dari leher tepat di bawah
kulit dan di depan jakun. Tiroid adalah salah satu kelenjar endokrin tubuh, yang berarti bahwa
mengeluarkan produk-produknya di dalam tubuh, ke dalam darah atau getah bening. tiroid
menghasilkan beberapa hormon yang memiliki dua fungsi utama: mereka meningkatkan
sintesis protein di sebagian besar jaringan tubuh, dan mereka meningkatkan tingkat konsumsi
oksigen tubuh.

Untuk menghapus kelenjar tiroid, sayatan dibuat di bagian depan leher (A). Otot dan
jaringan penghubung, atau fasia, dibagi (B). Pembuluh darah dan arteri atas dan di bawah
tiroid adalah putus (C), dan kelenjar akan dihapus dalam dua bagian (D). Jaringan dan otot
diperbaiki sebelum irisan kulit ditutup (E). (Ilustrasi oleh GGS Inc)
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum ialah suatu
keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat.

2
Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Keuntungan dan kerugian
anestesi umum (Soenarto RF, Chandra S, 2012)
Keuntungan
- Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung
- Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang diperoleh akibat ansietas dan
berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis
- Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama
- Memudahkan kontrolpenuh vetilasi pasien
Kerugian
- Sangat mempengaruhi fisiologis, hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul dibawah
anestesia umum
- Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit
- Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat, misalnya prubahan kesadaran
- Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar
- Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama
General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan dengan 3 teknik,
yaitu:
a) General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral
langsung ke dalam 11 pembuluh darah vena.
b) General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi
inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin
anestesi langsung ke udara inspirasi.
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi
dengan analgesia regional.
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan (Soenarto RF, Chandra S,
2012)

3
Jenis –jenis induksi :
Induksi Intravena Merupakan metode yang paling banyak dilakukan, obat induksi disuntkan secara
bolus intravena dengan kecepatan 30-60 detik
Induksi Obat induksi dibserika secara injeksi intra muscular
Intramuskular
Induksi Inhalasi Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur
intravena atau pada pasien dewasa yang takut disuntik
Induksi Per rektal Cara induksi ini hanya dilakukan pada bayi atau anak
Induksi mencuri Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur . induksi cara ini sama seperti
induksi biasa hanya sungkup muka tidak ditempelkan di muka pasien, namun
diberi jarak beberapa cm hingga pasien tertidur baru sungkup muka ditempelkan
Untuk mempersiapkan induksi anestesia, sebaiknya ingat “S T A T I C S”
S SCOPE
- Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung
- Laringoskop (pilih bilah atau blade yang sesuai dengan usia pasien, lampu harus terang
T TUBES
Pipa trakea. Pilih sesuai usia, usia< 5 tahun tanpa balon (jika tidak ada indikasi lain) dan Usia > 5
tahun dengan balon (cuffed)
A AIRWAY
Pipa mulut faring (guedel/ arotracheal airway) atau pipa nasofaring. Pipa ini untuk menahan lidah
saat pasien tidak sadar untuk menjaga agar lidah tidak menyumbat jalan nafas
T TAPE
Plester atau fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I INTRODUCER
Mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus plastik yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
agar pipa trakea mudah dimasukkan
C CONNECTOR
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S SUCTION
Penyedot lendir, ludah dan lain-lain

B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
3. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang
kedelai).
4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide, sulfonylurea
dan litium)

4
C. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua bagian
lobus yang dihubungka n oleh ismus yang masing- masing berbetuk lonjong berukuran
panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid
sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja
setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di
setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut
dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone)
yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar
pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang
mengandung yodium. Gambar anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini.

2. Fisiologi
Kelenjar Tiroid Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan
metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan
jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik,
menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi
intestinal terhadap glukosa, merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam
perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat
retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.

a. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis


1) Patofisiologi
Indikasi dilakukan tindakan tiroidektomi adalah gondok, hipertiroidisme, kanker
tiroid, hiperparatiroidisme. Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah membuat
sayatan dileher bagian depan atau bagian kelenjar tiroid dihilangkan. Dalam
membuat sayatan harus berhati-hati untuk menghindari kerusakan saraf di sekitarnya
atau pembuluh darah di leher. Apabila terjadi kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan udem laringeal yang akan meningkatkan terjadinya
resiko tinggi penurunan curah jantung. Selain itu pernafasan menjadi stidor, obstruksi
jalan nafas yang akhirnya mambuat pembersihan jalan napas tidak efektif. Nyeri
dapat terjadi dari edema jaringan yang disebabkan karena terputusnya saraf simpatis
dari kerusakan jaringan yang terjadi akibat tindakan tiroidektomi. Dari insisi yang
dilakukan pada tindakan ini akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga dapat terjadi karena kurangnya
informasi dalam perawatan luka setelah tindakan pembedahan dilakukan. Seseorang

5
yang telah melakukan tiroidektomi akan mengalami hambatan dalam berkomunukasi
karena terjadi kerusakan pada langireal yang menyebabkan perubahan tekanan atau
penyaringan suara, suara menjadi lemah, ketidakmampuan untuk berbicara. Resiko
cedera dapat terjadi akibat gangguan produksi hormon yang menurun. Tucker (1998),
Doengoes (2000:720), Tamboyang (2000).

2) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari tiroidektomi adalah suara serak, lemah, perdarahan, tempat
insisi kemerahan, sesak tenggorokan, pernafasan stidor, sianosis.

D. Klasifikasi
1. Tiroidektomi Subtotal
Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan
yang mengalami pembesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masih tersisa masih
dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormone-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan
terapi penggantian hormon.
2. Tiroidektomi Total
Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani
tindakan ini harus mendapat terapi hormone pengganti yang besar dosisnya beragam pada
setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, dan aktifitas.

E. Penatalaksanaan
1. Perawatan Pre Operasi
a. Sebelum tindakan operasi, kadar hormone tiroid harus diupayakan dalam keadaan
noemal untuk mencegah tirotoksikosis pada saat operasi yang dapat mengancam hidup
klien.
b. Pemberian obat antitiiroid masih tetap dipertahankan disamping menurunkan kadar
hormone darah juga dimaksudkan untuk mencegah perdarahan pada saat operasi karena
obat ini mempunyai efek mengurangi vaskularisasi darah ke kelenjar tiroid.
c. Kondisi nutrisi harus optimal oleh karena itu diet tinggi protein dan karbohidrat sangat
dianjurkan.
d. Latih klien batuk secara efektif dan latih nafas dalam.
e. Ajarkan cara mengurangi peregangan pada luka operasi akibat rangsangan batuk dengan
menahan dibawah insisi dengan kedua tangan.
f. Beritahukan klien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi akibat penggunaan
ETT pada saat operasi. Jelaskan bahwa itu adalah hal yang wajar dan dapat kembali
seperti semula. (Rumahorbo, 2006)

2. Perawatan Post Operasi


a. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai stabil dan kemudian setiap 30 menit
selama 6 jam.
b. Gunakan bantal atau bantal tambahan untuk menahan posisi kepala tetap ekstensi
sampai klien sadar penuh.
c. Bila klien sudah sadar, berikan posisi semifowler. Apabila memindahkan klien
hindarkan penekanan pada daerah insisi.
d. Berikan obat analgetik sesuai program terapi.

6
e. Bantu klien batuk dan nafas dalam setiap 30 menit sampai 1 jam.
f. Gunakan pengisap oral atau trakea sesuai kebutuhan.
g. Monitor komplikasi antara lain :
1) Perdarahan
2) Distress pernafasan
3) Hipokalsemi akibat pengangkatan paratiroid yang ditandai dengan tetani
4) Kerusakan saraf laryngeal

7
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
Nama : Tn. T
No. Rekam Medis : 095499
Umur : 52 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Karya Utama gg.Karya 1
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 24 Juli 2019, Jam 17.00 wita
Tanggal Pengkajian di IBS : 25 Juli 2019, jam 10.00 wita
Diagnosa Medis : Hipertiroid subklinik
Rencana Tindakan : Ismolobektome

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sejak 1 tahun timbul benjolan dileher dan terus membesar
b. Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan merasa cemas dengan tindakan anestesi dan operasi yang akan
dijalaninya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus,
hipertensi, kardiovaskuler, TB, asma). Pasien juga mengatakan tidak memiliki riwayat
mengkonsumsi obat-obatan. Serta tidak merokok maupun konsumsi minuman
beralkohol.
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan ada benjolan cukup besar dileher kadang
terasa nyeri dengan skala 3-4
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan
diderita sekarang dan tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, penyakit
jantung, asma dll

4. Data Psikologis
Pasien mengatakan cemas dengan rencana tindakan operasinya, pasien mengatakan
sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit, apalagi sampai harus operasi. Pasien
menanyakan mengenai lama tindakan operasi dan efek dari pembiusan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum
Keadaan umum baik dengan kesadaran compos mentis

8
Tanda – tanda vital :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 83x/menit, reguler, adekuat
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36 º C
Berat badan : 65 kg
Tinggi Badan :170 cm
b. Pemeriksaan Kepala
Tidak ada jejas pada kepala maupun wajah, tidak ada perdarahan baik dari mulut
ataupun hidung, keadaan jalan nafas baik, bibir terlihat kering dan simetris tidak ada
sumbing, buka mulut > 2 jari, jarak thromental >3 jari, mallampati 1, gerak leher ada
bengkak maupun nyeri tekan, jumlah gigi tidak lengkap.
c. Pemeriksaan Dada
Dada simetris, tidak ada lesi, penarikan nafas seimbang dada kiri dan kanan tidak ada
krepitasi.
d. Pemeriksaan Tulang Belakang
Bentuk tulang belakang normal, tidak ada luka maupun benjolan
e. Pemeriksaan Abdomen
Pasien mulai dianjurkan puasa sejak jam 03.00 wita, rencana tindakan 10.00 wita.
tidak ada jejas maupun luka, tidak ada nyeri tekan.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
Pergerakan sendi pada lengan tidak terbatas, tidak ada kemerahan dan tidak ada
pembengkakan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
JENIS
HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
PEMERIKSAAN
LEUKOSIT 7,14 4,0-10.0 Rb/UL
HEMOGLOBIN 15,2 L (13-16)/W (12-14) G/DL
TROMBOSIT 310 150-450 Rb/UL
LIMFOSIT 32.2 20.0-48.0 %
MONOSIT 7.8 2.0-8.0 %
NEUTROPIL 57.2 50.0-70.0 %
EOSINOFIL 2.5 1.0-3.0 %
BASOFIL 0.3 0.0-1.0 %
ERITROSIT 4.90 L (4.50-5.50)/W (4.0-5.0) %
HEMATOKRIT 44.8 L (40-48)/W (12-14) %
MCV 91.4 82.0-92.0 fL
MCH 31.0 27.0-31.0 pg
MCHC 33.9 31.0-35.0 Rb/UL
PT 9.1 9.5-13.0 DETIK
APTT 27 20-40 DETIK
GLUKOSE STIK 110 70-140 MG/DL

9
7. Status ASA
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit lain, pasien mengatakan perokok
berat,tidak mengkonsumsi obat-obatan maupun minuman beralkohol, Sehingga pasien
dapat dikategorikan memiliki status fisik ASA II

B. Persiapan Anestesi
1. Persiapan Alat
a. Mesin Anestesi
Sebelum melakukan tindakan anestesi, wajib untuk melakukan persiapan mesin
anestesi yang meliputi :
- Persiapan sumber gas anestesi
- Pemeriksaan reservoir O2
- Pengecekan vaporizer
- Pengecekan system pernafasan dan konektor
- Cek katup pernafasan
- Lakukan uji kebocoran sirkuit
b. Monitor Pasien tanda-tanda vital dan gambaran EKG
c. Persiapan S T A T I C S
S : Stetoscope dewasa dan Laringoscope bentuk Macintosh No. Blade
T : Tube (selang endotrakheal tube ) no. 7,5 kingking
A : Airway (Oropharingeal airway) ukuran 3 dan 4
T : Tape (plester)
I : Introducer (mandrin atau stilet) jika dibutukan
C : Connector
S : Suction

2. Persiapan Obat
a. Obat Emergency
- Adrenalin/ Epinefrin 1 ampul ( 1 mg )
- Noradrenalin / Norepinefrin 1 ampul ( 4 mg )
- Ephedrine 2 ampul ( @ 50 mg )
- Amiodaron 1 ampul ( 150 mg )
- Dexametason 2 ampul (@ 5 mg )
b. Premedikasi
- Midazolam 1ampul ( 5 mg)
- Ondansentron 1 ampul (8 mg)
- Sulfat Atropin 6 ampul ( @ 0,25 mg)
c. Induksi
- Propofol 2 ampul ( @ 200 mg)
d. Analgetik
- Fentanyl 1 ampul ( 100 mcg)
e. Relaksan
- Rocuronium (20 mg)
d. Anestesi Inhalasi
- Sevoflurance

10
C. Penalaksanaan Anestesi
1. Ruang Persiapan
Jam 10.00 wita, pasien masuk ke ruang tunggu kamar bedah dengan memakai pakaian
dan topi operasi. Pasien telah puasa, Pasien terpasang IV line pada tangan kiri dengan
ukuran 18 , tetesan cairan lancar. Kesadaran pasien compos mentis, pasien terlihat cemas.
Sebelum di bawa masuk ruang tindakan bedah, sign in dilakukan untuk mempersiapkan
dan memastikan kondisi pasien, serta menjelaskan kembali prosedur tindakan anestesi
dan operasi yang akan dilakukan untuk menenangkan pasien.
Tanda –tanda vital pasien :
Tekanan Darah : 132/83 mmHg Spo2 : 100 %
Nadi : 83x/ menit Berat Badan : 65 kg
Respirasi : 22/menit

Jam 11.00 wita Pasien diberi suntikan premedikasi :


- Midazolam 2 mg (iv)
- Ondansentron 4 mg (iv)
Pasien terlihat lebih rileks dan tenang , kemudian pasien di bawa masuk keruang tindakan
bedah.
2. Ruang Operasi
a. Jam 11.45 wita, pasien masuk ruang tindakan operasi
b. Pasien di baringkan di meja operasi dengan posisi supinasi. Pasang tensi, saturasi.
Nyalakan monitor. Nyalakan mesin anestesi. Atur kecepatan infuse
c. Tunggu instruksi dan Lapor kepada dokter anestesi dan operator untuk memulai
proses anestesi
Jam 12.00 wita
d. Suntikan propofol 100 mg
e. Suntikan fentanyl 100 mcg
f. Suntikan propofol 100 mg
g. Tunggu sampai reflek bulu mata hilang, dan awasi saturasi oksigen pasien
h. Naikan oksigen sampai 6-10 liter
i. Bila reflek bulu mata telah hilang pasang masker dengan posisi benar (jaw trust,chin
lift, tekan masker dengan ibu jari dan telunjuk membentuk E- C clamp)
j. Kurangi oksigen 3-4 liter, buka sevoflurance sesuai kebutuhan
k. Awasi respon pasien dan tanda-tanda vital, dengan sesekali melakukan pemompaan
jika diperlukan
l. Melakukan pelaksanaan intubasi
- Buka mulut pasien dengan cross finger, pegang laringoskope dengan tangan kiri
masukan ke dalam mulut dari sisi kanan untuk menyingkirkan lidah ke kiri dan
memperjelas lapang pandang
- Jaga agar bibir tidak terjepit diantara bilah laringoskope dan gigi
- Cari epiglotis dan tempatkan ujung laringoskope pada valekula
- Angkat laringoskope dengan bertumpu pada mandibula sehingga pita suara
berwarna putih terlihat dengan jelas
- Bila perlu lakukan sellick maneuver
- Masukan ETT diantara pita suara sampai ujung proksimal balon (cuff) tidak
terlihat lagi dan berada dibawah pita suara

11
- Hubungkan ETT dengan sirkuit mesin anestesi dan lakukan ventilasi kendali
- Kembangkan cuff dengan dispo 20 cc, berikan udara 5-10 cc atau hingga tidak
terdengar suara kebocoran udara saat dilakukan ventilasi kendali
- Pastikan posisi ETT telah tepat dengan caramelihat pengembangan dada yang
simetris saat ventilasi
- Lakukan auskultasi di kedua lapang paru dan di atas lambung
- Jika bunyi nafas hanya terdengar di satu sisi paru, ETT harus ditarik sampai
terdengar bunyi nafas yang simetris di kedua paru
- Catat panjang ETT yang masuk dengan melihat angka pada posisi bibir
- Lakukan fiksasi dengan melingkari selang ETT
m. Jam 12.15 wita, operasi dimulai
n. Lakukan ventilasi kendali, bagging secara manual dan atur dosis sevoflurance
sesuai kebutuhan
o. Rasakan pernafasan pasien jika sudah spontan, tidak perlu di bagging.
p. Lakukan pengawasan tanda-tanda vital dan respon nyeri pasien terhadap tindakan
operasi.
q. Jam 13.30 wita operasi selesai, pasien bernafas spontan dengan adekuat, lakukan
suction jika ada lendir dengan terpasang mayo.
Tekanan Darah : 120 / 78 mmHg Nadi : 80 x/menit
Spo2 : 100%
r. Jam 13.45 wita ekstubasi pasien, matikan agen sevoflurance, berikan pasien bantuan
oksigen dengan masker, suction jika terdapat banyak lendir, bangunkan pasien dan
pindahkan ke ruang pemulihan.

3. Ruang Pemulihan
Jam 14.00 wita pasien masuk ruang pemulihan. Terpasang nasal canule 3lpm,
injeksi ketorolak 30 mg.
Jam 14.10 wita pasien diijinkan pidah keruang perawatan dengan alderete score > 8
dan tanda-tanda vital stabil. (terlampir)

D. Analisa Data
PRE ANESTESI
NO SYMPTOM/SIGN ETIOLOGI MASALAH
.
1. DS : Insisi pada kelenjar Nyeri akut
- Pasien mengatakan nyeri tiroid
dibagian leher
DO :
- Leher terlihat mengalami
pembengkakan
- TD 130/80 mmHg, nadi
83x/menit, Pernafasan
22x/menit
2. DS : Kurang pengetahuan Cemas
- Pasien mengatakan merasa tentang masalah
cemas dengan tindakan pembiusan dan
operasi yang akan tindakan operasi

12
dilakukannya
- Pasien mengatakan
sebelumnya tidak pernah
dirawat di rumah sakit,
apalagi sampai menjalani
tindakan operasi
- Pasien menanyakan mengenai
lama tindakan operasi dan
efek dari pembiusan
DO :
- Pasien terlihat cemas
- Pasien banyak bertanya
tentang proses pembiusan dan
pembedahan
- TD 130/80 mmHg, nadi
83x/menit, Pernafasan
22x/menit
INTRA ANESTESI
3. DS : - Kurangnya intake Risiko gangguan
DO : cairan, peningkatan hemodinamik
- Pasien puasa selama 7 jam permeabilitas
- Penggunaan obat-obatan pembuluh darah,
anestesi yang memiliki efek risiko perdarahan
vasodilatasi (repofol, pada tindakan
sevoflurance) operasi
- Tindakan operasi yang
memiliki risiko perdarahan
4. DS : - Anestesi narkotik Risiko cidera
DO :
- Posisi tubuh supine
- Pasien menjalani proses
anestesi umum
POST ANESTESI
5. DS : Cidera fisik Nyeri akut
- Pasien mengatakan luka (tindakan operasi)
operasi terasa nyeri
- Skala nyeri
P : post op tiroidektomi
Q: seperti disayat-sayat (perih)
R : di bagian leher
S : 5 (nyeri sedang)
T : hilang timbul
DO :
- TD 130/80 mmHg, Nadi
85x/menit,RR 22 x/mnt

13
E. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Anestesi
- Nyeri akut berhubungan dengan Insisi pada kelenjar tiroid
- Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang masalah pembiusan dan
tindakan operasi
2. Intra Anestesi
- Risiko gangguan hemodinamik berhubungan dengan perubahan permeabilitas
pembuluh darah dan kurangnya volume cairan
- Risiko cidera berhubungan anestesi narkotik
3. Post Anestesi
- Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik (tindakan operasi)

F. PERENCANAAN (HANYA DIAGNOSA PRIORITAS PERTAMA )


NO DIAGNOSA TUJUAN/NOC INTERVENSI/NIC KET
1. Nyeri Akut NOC NIC
Pain Level, Pain Management
Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort komprehensif termasuk lokasi,
level karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi.
Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dan
Mampu ketidaknyamanan
mengontrol nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
(tahu penyebab untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
nyeri, mampu 4. Bantu pasien dan keluarga untuk
menggunakan mencari dan menemukan dukungan
tehnik 5. Kontrol lingkungan yang dapat
nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
untuk mengurangi pencahayaan dan kebisingan
nyeri, mencari 6. Kurangi faktor presipitasi nyeri
bantuan) Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Melaporkan (farmakologi, non farmakologi dan inter
bahwa nyeri personal)
berkurang dengan 7. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menggunakan menentukan intervensi
manajemen nyeri 8. Ajarkan tentang teknik non
Mampu farmakologi
mengenali nyeri 9. Berikan anaIgetik untuk mengurangi
(skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda 10. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
nyeri) 11. Tingkatkan istirahat
Menyatakan Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
rasa nyaman setelah dan tindakan nyeri tidak berhasilan.
nyeri berkurang 12. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi

14
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala

15

Anda mungkin juga menyukai