Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial, yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Mandibula merupakan bagian dari tulang wajah yang sering
mengalami cedera karena posisinya yang menonjol, dan merupakan sasaran pukulan dan
benturan. Fraktur mandibula adalah salah satu cedera wajah yang sering ditemukan dan
biasanya disebabkan oleh trauma langsung.
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan seperti jalan
nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok
(circulation), penanganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi
terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif
yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka
(open reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah
dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.
Tindakan tersebut dimana sebelumnya pasien menjalani proses anestesi umum. Anestesi
umum adalah tidakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran
(reversible). Pada tindakan anestesi umum terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan
adalah anestesi umum dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
tekhnik intubasi yaitu pemasangan endotracheal tube atau dengan tekhnik gabungan keduanya
yaitu inhalasi dan intravena (Latief, 2009).
Berdasarakan uraian di atas, maka saya tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan
anestesi pada pasien dengan fraktur mandibula dengan tekhnik anestesi umum pemasangan
endotracheal tube dengan pendekatan proses keperawatan anestesi di RSUD Pangeran Jaya
Sumitra Kotabaru.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan anestesi pada pasien dengan fraktur mandibula
dengan tekhnik general anestesi serta sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan program pelatihan penata anestesi.

2. Tujuan Khusus
a. Peserta diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre,intra
dan post operasi yang akan dilakukan pemberian anestesi
b. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan perhitungan dosis
pemberian obat-obat anestesi dan cairan
c. Peserta didik diharapkan mampu melakukan manajemen jalan nafas
d. Peserta didik diharapkan mampu menentukan tipe anestesi yang akan dilakukan
e. Peserta didik diharapkan mampu memahami perbedaan -perbedaan yang
diperoleh antara teori dengan praktik yang dilakukan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh teruma atau tenaga fisik. Kekuatan
otot dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akn
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson,
2016). Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan merupakan satu-
satunya tulang kepala yang dapat bergerak (Watson, 2002). Fraktur mandibula adalah salah satu
cedera wajah yang sering ditemukan dan biasanya disebabkan oleh trauma langsung.
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum ialah
suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat
induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Keuntungan
dan kerugian anestesi umum (Soenarto RF, Chandra S, 2012)
Keuntungan
- Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung
- Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang diperoleh akibat ansietas dan
berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis
- Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama
- Memudahkan kontrolpenuh vetilasi pasien
Kerugian
- Sangat mempengaruhi fisiologis, hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul
dibawah anestesia umum
- Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit
- Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat, misalnya prubahan
kesadaran
- Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar
- Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama
General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan dengan 3
teknik, yaitu:
a) General Anestesi Intravena

3
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalam 11 pembuluh darah vena.
b) General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi
dengan analgesia regional.
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan (Soenarto RF,
Chandra S, 2012)
Jenis –jenis induksi :
Induksi Intravena Merupakan metode yang paling banyak dilakukan, obat induksi disuntkan secara
bolus intravena dengan kecepatan 30-60 detik
Induksi Obat induksi dibserika secara injeksi intra muscular
Intramuskular
Induksi Inhalasi Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur
intravena atau pada pasien dewasa yang takut disuntik
Induksi Per rektal Cara induksi ini hanya dilakukan pada bayi atau anak
Induksi mencuri Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur . induksi cara ini sama seperti
induksi biasa hanya sungkup muka tidak ditempelkan di muka pasien, namun
diberi jarak beberapa cm hingga pasien tertidur baru sungkup muka ditempelkan
Untuk mempersiapkan induksi anestesia, sebaiknya ingat “S T A T I C S”
S SCOPE
- Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung
- Laringoskop (pilih bilah atau blade yang sesuai dengan usia pasien, lampu harus terang
T TUBES
Pipa trakea. Pilih sesuai usia, usia< 5 tahun tanpa balon (jika tidak ada indikasi lain) dan Usia > 5
tahun dengan balon (cuffed)
A AIRWAY
Pipa mulut faring (guedel/ arotracheal airway) atau pipa nasofaring. Pipa ini untuk menahan lidah
saat pasien tidak sadar untuk menjaga agar lidah tidak menyumbat jalan nafas
T TAPE
Plester atau fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I INTRODUCER

4
Mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus plastik yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
agar pipa trakea mudah dimasukkan
C CONNECTOR
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S SUCTION
Penyedot lendir, ludah dan lain-lain

B. Etiologi
1. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area
benturan.
3. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma.
Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor
tulang.

C. Anatomi dan Fisiologi


Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka,
terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang mengadakan
fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus yaitu suatu lengkungan
tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang mengarah keatas pada bagian
belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua buah
penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosesus
kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula pada
garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum, yang
merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang.
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris,
yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula
mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula, kurang
lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan nervus
mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan linea
milohiodea yang merupakan pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus
mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikularis.

5
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa artikularis
permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago artikuler melapisi bagian
superior dan anterior dari prosesus kondiloideus, sedangkan bagian posterior tidak.
Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak
di depan tragus. Antara prosesus koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk
sulkus mandibula dimana lewat vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari permukaan
medial ramus mandibula didpatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk
kedalam kanal yang mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui
oleh vasa pembuluh darah dan saluran limfe.
Mandibula mendapat nutrisi dari a.alveolaris inferior cabang pertama dari
a.maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan n.alveolaris.
A.alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah serta gusi sekitarnya,
kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis. Sebelum keluar dari foramen
mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke depan di dalam tulang. A.mentalis
beranastomosis dengan a.fasialis, a.submentalis, a.labii inferior.
A.submentalis dan a.labii inferior merupakan cabang dari a.facialis. a.mentalis
memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari mandibula melalui v.alveolaris
inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis mengalirkan darah ke v.submentalis yang
selanjutnya mengalirkan darah ke v.fasialis anterior. V. fasialis posterior dan v.fasialis
comunis mengalirkan darah ke v.jugularis interna.
Aliran limfe ,mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang selanjutnya
menuju ke rantai jugularis interna. N.alveolaris inferior cabang dari n.mandibularis
berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk melalui foramen mandibularis
berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang sensoris ke gigi bawah, dan keluar di
foramen sebagai n.mentalis, merupakan araf sensoris daerah dagu dan bibir bawah.
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter,
m.temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis. Sedangkan
m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai fungsi
yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri berkontraksi mandibula
bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi terbuka. Saat mandibula

6
terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid mengangkat os hyoid, keadaan ini penting
untuk proses menelan.
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu :
1. Rotasi melalui sumbu horisontalyang melalui senteral dari kondilus
2. Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian temporomandibuler.
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
1. Fase membuka.
2. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami kontraksi isotonic
atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevbator hanya terjadi bila gigi atas dan bawah
rapat atau bila terdapat bahan yang keras diantaranya akhir fase menutup.
3. Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus pada otot
elevator.Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus dilanjutkan dengan proses
menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut, mengunyah dan menelan yang baik dibutuhkan
:
1. Tulang mandibula yang utuh dan rigid
2. Oklusi yang ideal
3. Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
4. Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.

7
D. JENIS/KLASIFIKASI

gambar 2 : jenis fraktur

1. Menurut garis fraktur :


a. Fraktur komplit : Apabila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua konteks tulang
b. Fraktur inkomplit : Apabila garis patah tidak melalui penampang tulang.
2. Menurut bentuk fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur tranfersal : Fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Segmen patah tulang direposisi atau direduksi kembali ketempatnya
semula, maka segmen akan stabil dan biasanya akan mudah dikontrol dengan bidai
gips
b. Fraktur patah oblique : Fraktur dimana garis patahannya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil.
c. Fraktur serial : Fraktur ini terjadi akibat torsi pada ekstremitas. Menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d. Fraktur kompresi : Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga
yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan vertebra lain.
e. Fraktur anulasi : Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat insisi tendon
atau ligament. Contohnya fraktur patella

8
3. Menurut jumlah garis fraktur
a. Fraktur komminute : Terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen kecil yang
terlepas
b. Fraktur segmental : Apabila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
sehingga satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk
sembuh.
c. Fraktur multiple : Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempat.

Gambar 3 : Tipe fraktur mandibula. A. Greenstick B. Simple C. Kominuisi


D. Kompoun

4. Menurut hubungannya antara fragmen dengan dunia luar


a. Fraktur terbuka : Apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
Fragmen terbuka dibagi menjadi tiga tingkat yaitu :
1) Pecah tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit terkontaminasi ringan,
luka kurang dari 1 cm.
2) Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar dari 1 cm

9
3) Luka besar sampai dengan 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neuromaskular,
kontaminasi besar.

Grade/derajat fraktur terbuka :

1) Grade I : Sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.


2) Grade II : fraktur terbuka merobek kulit dan otot.
3) Grade III : banyak sekali jejas kerusakan kulit otot, jaringan syaraf, pembuluh
darah serta luka sebesar 6-8cm.
b. Fraktur tertutup : Terjadi pada tulang yang abnormal atau sakit. Penyebab
terbanyaknya adalah osteoporosis dan osteomalacia.

5. Lokasi fraktur
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur mandibula
dapat terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut :
a. Dentoalveolar
b. Kondilus
c. Koronoideus
d. Ramus
e. Sudut mandibula
f. Korpus mandibula
g. Simfisis
h. Parasimfisis

Gambar 4 : Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan lokasi fraktur

10
E. Penatalaksanaan
1. Perawatan Pre Operasi
a. Sebelum tindakan operasi, kadar hormone tiroid harus diupayakan dalam keadaan
noemal untuk mencegah tirotoksikosis pada saat operasi yang dapat mengancam
hidup klien.
b. Pemberian obat antitiiroid masih tetap dipertahankan disamping menurunkan kadar
hormone darah juga dimaksudkan untuk mencegah perdarahan pada saat operasi
karena obat ini mempunyai efek mengurangi vaskularisasi darah ke kelenjar tiroid.
c. Kondisi nutrisi harus optimal oleh karena itu diet tinggi protein dan karbohidrat
sangat dianjurkan.
d. Latih klien batuk secara efektif dan latih nafas dalam.
e. Ajarkan cara mengurangi peregangan pada luka operasi akibat rangsangan batuk
dengan menahan dibawah insisi dengan kedua tangan.
f. Beritahukan klien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi akibat
penggunaan ETT pada saat operasi. Jelaskan bahwa itu adalah hal yang wajar dan
dapat kembali seperti semula. (Rumahorbo, 2006)

2. Perawatan Post Operasi


a. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai stabil dan kemudian setiap 30
menit selama 6 jam.
b. Gunakan bantal atau bantal tambahan untuk menahan posisi kepala tetap ekstensi
sampai klien sadar penuh.
c. Bila klien sudah sadar, berikan posisi semifowler. Apabila memindahkan klien
hindarkan penekanan pada daerah insisi.
d. Berikan obat analgetik sesuai program terapi.
e. Bantu klien batuk dan nafas dalam setiap 30 menit sampai 1 jam.
f. Gunakan pengisap oral atau trakea sesuai kebutuhan.
g. Monitor komplikasi antara lain :
1) Perdarahan
2) Distress pernafasan
3) Hipokalsemi akibat pengangkatan paratiroid yang ditandai dengan tetani
4) Kerusakan saraf laryngeal

11

Anda mungkin juga menyukai