Di susun Oleh :
Secara umum fraktur dibagi menjadi dua macam yakni fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup merupakan patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit
atau kulit yang tidak tembus oleh fragmen tulang. Sedangkan fraktur terbuka yaitu patah
tulang dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Salah satu
masalah yang sering ditemui pada pasien fraktur adalah nyeri. Nyeri merupakan sensasi
ketidaknyamanan yang bersifat individual. Nyeri tidak lagi dipandang sebagai kondisi
alami dari cidera atau trauma yang akan berkurang secara bertahap seiring waktu, karena
nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan komplikasi, peningkatan lama rawat inap di
rumah sakit dan distress
2. Klasifikasi
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe
fraktur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi (Black,
2014). Menurut Wahid (2013) penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi
untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu:
1). Fraktur tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena kulit masih utuh tanpa
komplikasi.
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
1) Fraktur tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fieksi yang
mendorong tulang arah permukaan lain.
5) Fraktur avulsi: Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang
2) Fraktur segmental: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur multiple: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak padda
tulang yang sama.
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): Garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan masih utuh
patologis tulang
3. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan
jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin
hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak
terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan
fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap.
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2018) dapat dibedakan
menjadi:
a. Cedera traumatik
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
b. Fraktur patologik
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan menjaditempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan tubuh. Tulang dlh jaringan terstruktur
dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama:
3.) Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alt
dalam (otot, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru)
4.) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium dangaram.
5.) Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai fungsitambahan
lain, yaitu sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksisel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit.
Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik (kolagen dan
proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristalgaram (hidroksiapatit),
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.Matriks organik tulang juga
disebut osteosid. Sekitar 70% dari osteosid adalah kolagen tipe I yang kaku dan
memberi tinggi pada tulang. Materi organik lainyang juga menyusun tulang berupa
proteoglikan.Secara garis besar, tulang dibagi menjadi 6 :
3)Tulang pipih (flat bone): tulang parietal, iga, skapula, dan pelvis.
6) Tulang Sutura: atap tengkorakTulang terdiri atas daerah yang kompak pada
bagian luarnya yang disebutdengan korteks dan bagian luarnya dilapisi periosteum.
1)Osteoblast
2) Osteosit
Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.
3) Osteoklas
Adalah sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral danmatriks
tulang dapat di absorbsi. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik, yang memecah
matriks dan beberapa asam yang melarutklan mineral tulang sehingga kalsium dan
fosfat terlepas kedalam aliran darah.
5. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan.Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks
tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis.
kanker ke tulang.
6. Patofisiologi
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak
saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang
dapat pecah berkeping- keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung
tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur
keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan
mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang
patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor
penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser
ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain.
Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.Selain itu, periosteum dan pembuluh darah
di korteks serta sumsum dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat
menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera
jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula),
hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan
tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang
hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi
plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.
7. Manifestasi Klinis
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur sering langsung tampak
jelas; beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen (sinar –x). Pengkajian fisik
dapat menemukan beberapa hal berikut. Deformitas, Pembengkakan (edema),
Echimosisi (memar), Spasme otot , Nyeri, Ketegangan , Kehilangan fungsi, Pegerakan
abnormal dan krepitasi, Perubahan neurovaskular , syok.
8. Komplikasi
Komplikasi fraktur dibedakan menjadi komplikasi awal dan lama yaitu:
a. Komplikasi awal
1).Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas
yang disebabkan oleh tindakan emergency splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Kompartemen syndrom.
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh odema atau peredaran arah yang menekan otot, tulang, saraaf dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang
terlalu kuat.
3) Fat embolism syndrom
Kompilasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, takikardi, hipertensi, takipneu dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena pengunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat .
5) Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran daarah ke tulang rusak atau
terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebakan menurunnya oksigenasi.
b, Komplikasi lanjut.
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya fraktur paada
pasien yang telah menjalani proses pembedahan. Menurut kutipan dari Smeltzer dan Bare
(2013),
komplikasi ini dapat berupa:
1) Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan penyakit
degeneratif sendi pasca trauma.
2) Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak normal (delayed
union, mal union, non union).
3) Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
4) Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf menebal akibat adanya
fibrosis intraneural.
9. Pemriksaan Penunjang
a. X-ray, menentukan lokasi/luasnya fraktur.
b. Scan tulang, memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
c. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
pendarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan. Profil
koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cidera hati.
e. Kretinin trauma otot meningkatkan kreatinin untuk klirens ginjal.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang
yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup
dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian,
kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi
tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi
terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan
posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara
lain pen, kawat, skrup, dan plate. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur
melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka
ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung
kembali.
c. Retensi
Radius ulna berada pada lengan bagian bawah, yang sebelah proksimal berhubungan
dengan sendi siku dan distal berhubungan dengan sendi pergelangan tangan. Radius
ulna mempunyai peran spesifik dibandingkan tulang lainnya. Ulna memiliki peran
besar dalam arikulasi pada sendi siku dengan humerus, sedangkan radius berperan
dalam artikulasi dengan pergelangan tangan.16,17 Fraktur radius ulna adalah fraktur
tulang panjang yang paling banyak terjadi, lalu diikuti oleh humerus. Fraktur pada
ekstremitas atas pada anak-anak lebih banyak dibandingkan dengan eksremitas bawah.
Fraktur radius ulna adalah salah satu fraktur pada lengan bawah, lengan bawah ini
terdiri atas dua tulang panjang yaitu radius dan ulna.Tulang paha ( femur ) adalah
tulang terpanjang dan terkuat dalam tubuh.
-Kepala (kaput)
-Leher (collum)
-Batang (shaft)
-Epicondyle
2. Indikasi
Indikasi tindakan pembedahan ORIF :
1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan metode
terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.
2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intraartikular
disertai pergeseran.
3. Komplikasi
Komplikasi dari pemasangan ORIF pada pasien fraktur terdiri dari komplikasi
lokal dan komplikasi umum, komplikasi lokal terjadi pada otot dan kulit yaitu adanya
vulvus (abrasi, sayatan dan laserasi), avolsi dan kontusio.
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN MULTIPLE FRAKTUR
DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI ORIF RADIUS ULNA DAN FEMUR DENGAN
TINDAKAN GENERAL ANESTESIA
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Nogotirto
No RM : 1234567***
Diagnosa medis : Multiple fraktur
Tindakan operasi : ORIF radius ulna dan femur
Tindakan anestesi : General anestesia dengam LMA
Tanggal operasi : 29 Februari 2016
Dokter bedah : dr. Iswadi, Sp. B
Dokter anestesi : dr. Rosealdy, Sp. An
2. Anamnesa
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan sakit pada tangan dan kaki sebelah tangan, pasien tampak cemas
dan takut. Saat setelah dioperasi klien mengatakan sakit pada tangan dan kulit yang di
operasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke rumah sakit mengalami kecelakaan pada saat ingin pulang dan
mengatakan sakit pada tangan dan kaki sebelah tangan, pasien tampak cemas dan
takut. Saat setelah dioperasi klien mengatakan sakit pada tangan dan kulit yang di
operasi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak ada riwayat penyakit dahulu seperti asma, DM dan hipertensi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pasien tidak ada riwayat dari keluarga seperti asma, DM dan hipertensi.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kesadaran : Composmentis BB : 65 kg
GCS : E3 V5 M6 TB : 170 cm
TD : 135/85 mmHg IMT : 22,4
N : 95 x /menit RR : 16 x/menit
b. Status generalis
- Kepala : bentuk kepala pasien mesocephal
- Mata : sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
- Hidung : tidak ada sekret, fraktur (-)
- Mulut : gigi lengkap, tidak ada pembesaran tonsil
- Telinga : pendengaran baik, tidak ada perdarahan
- Leher : tidak ada lesi, edema, fraktur
- Thoraks : tidak ada peningkatan JVP, tidak ada jejas pada dinding thorak,
kedua dinding thoraks tampak simetris pada pergerakan.
Pulmo
Inspeksi : irama napas teratur, pengembangan paru kiri dan kanan sama,
tidak ada barel chest, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak ada lesi
maupun jejas.
Palpasi : fremitus raba kanan dan kiri sama
Perkusi : suara perkusi paru sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
- Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada massa
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : redup
- Genetalia : normal
- Ekstermitas
Atas : sakit dan tidak dapat bergerak bebas pada tangan bagian kanan
Bawah : sakit dan tidak dapat bergerak bebas pada kaki bagian kanan
2 Hematokrit 37-47.0 %
6 MCH 27– 31 pg
7 MCHC 32 - 36%
8 MCV 80 – 95 fL
9 Eosinofil 30-350 %
10 Basofil 0-300/mcL
15 Masa Pembekuan(CT)
Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang identitas pasien, nama, alamat
dan menanyakan ulang puasa makan dan minum, dan alergi makanan atau obat,
riwayat penyakit sebelumnya serta berat badan saat ini.
Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada pasien.
Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien mengatakan
takut dan cemas menjalani operasi.
Melakukan pemeriksaan pulmo pasien
Melaporkan kepada dokter anestesi hasil pemeriksaan di ruang penerimaan dari
kolaborasi dengan dokter anestesi pasien dipindahkan ke meja operasi.
4. Penatalaksanaan Anestesi
Penatalaksanaan anestesi di mulai dari memasang alat pelindung diri (APD), alat monitor,
finger sensor, memberitahu pasien akan di bius, menganjurkan pasien untuk berdoa,
memulai persiapan dengan menyuntikkan obat premedikasi, menyuntikan obat induksi,
pengakhiran anestesi dan oksigenasi sampai dengan perawatan di recovery room.
Pukul 08.00 di IBS RSUD Bendan Pukul 08.00 Pasien diatar ke IBS oleh perawat
bangsal dan dilakukan serah terima pasien Pukul 08.15 Pasien dipindahkan dari ruang
penerimaan ke meja Operasi,
PAsien dipasang Alat monitoring, pasien terlihat cemas. TD 130/90mmHg, Nadi
100x/menit, SpO2 100%
Pasien diberikan Premedikasi Fentanyl 100mcg dan Induksi Recofol 80mg/IV. Setelah
rangsang bulumata pasien tidak ada pasien dilakukan Intubsi LMA dengan N2O:O2 3:3
liter, Sevofluran 3vol%
Setelah dilakukan Insisi TD 120/80mmHg; N : 95x/mnt; SpO2: 100%; RR : 20x/mnt,
N2O:O2 3:3 liter, Sevofluran 3vol% pernapasan spontan.
Pasien diberikan Cairan RL 500cc Pukul 09.00. TD pasien 90/55 mmHg; N : 75x/mnt;
SpO2: 100%; RR : 20x/mnt, pernapasan spontan dengan Nasal Kanul 3 lt/mnt. Loading
Tutofusin 500 ml,
Pasien mengalami kehilangan darah ±500 ml. Dokter menyarankan untuk menyiapkan
darah. Pada pukul 09.30 Tekanan darah sudah naik hingga selesai operasi. TD pasien
110/75 mmHg; 86 N : 85x/mnt; SpO2: 100%; RR : 20x/mnt,
Pada pukul 10.315 Pasien selesai operasi dan dibawa ke ruang RR.
C. Maintanance
- Maintanance menggunakan :
O2 : 3,3 lt/mnt, N2O : 3,3 lt/mnt dengan sevofluran 3%Vol
Kebutuhan cairan Basal (M) = 2 x 65 = 130 cc
Pengganti puasa (PP) lama puasa x M = 6 x 130 = 780 cc
Stress operasi (SO) = 8 x BB =8 x 65 = 520 cc
Jam ke 1 = M + 1/2PP +SO = 130 +390+ 520 = 1040cc
Jam ke 2 = M + 1/4PP +SO =130+195+520=845cc
Jam ke 3 = M + 1/4PP +SO =130+195+520=845cc
Jam ke 4 = M+ SO =130+520 = 650 cc
D. Monitoring Selama Operasi (monitoring setiap 5 menit)
O2 +
Jam TD N SPO RR Sevo/Isofluran
N2O Tindakan
(WIB) (mmHg) (x/mnt) 2 (x/mnt) ce (%)
(lt/mnt)
(%)
08.00 - - - - - - Pasien diantar
ke IBS
08.15 Paien
dipindahkan
dari ruang
penerimaan ke
meja operasi
08.20 Pasien
diberikan
premedikasi
fentanyl 100
mcg dan induksi
recofol 80
mg/IV
08.25 3,3 liter 3 vol % Intubasi LMA
08.30 120/80 95 100% 3.3 liter 20 3 vol % Dilakukan insisi
mmHg x/menit x/menit dan diberikan
RL 500 cc
09.00 90/55 75 100% 3 liter 20 Pasien
mmHg x/menit x/menit kehilangan
darah 500 ml.
Diberikan
tutofusin 500 ml
09.30 110/75 75 100% - 20 Tekanan darah
mmHg x/menit x/menit naik
E. Pengakhiran Anestesi
Operasi selesai pada pukul 10.315. Setelah operasi selesai , terpasang infus RL 20 tpm,
pasien tampak lemah, pucat TD 90/68 mmHg Nadi 80x/menit lemah, pasien mengeluh
kedinginan.Pasien kehilangan darah Intra operasi ±500 ml, Pasien diberikan tranfusi darah
sebanyak 350cc di RR. Setelah dilakukan pemantauan di ruang PACU nilai Aldrete Skor 9.
Pasien dipindahkan ke ruang Perawatan
Aldrete/
Jam TD N SPO O2 RR
Bromage/ Tindakan
(WIB) (mmHg) (x/mnt) 2 (lt) (x/mnt)
Steward Score
(%)
10.15 90/68 80 100 % 20 9 Pasien dibawa
mmHg x/menit x/menit ke RR Pasien
mengeluh
kedinginan
G. ANALISA DATA
Data Objektif :
Terpasang infus Nacl
20 TPM
TD : 135/85 mmHg
N : 95 x/menit
RR : 16 x/menit
2. Data Subjektif : Anxietas Berhubungan dengan
Pasien mengatakan takut dan ancaman aktual atau
cemas akan tindakan operasi presepsi ancaman
ini, pasien mengatakan jika terhadap intergritas
ia baru pertama kali operasi biologis , sekunder
Data Objektif : akibat : Prosedur Invasif
- Klien tampak cemas
dan takut.
- TD 135/85mmHg
- Nadi 95x/menit
RR 16x/menit.
INTRA ANESTESI
1. Data Subjektif : - Resiko perdarahan Berhubungan dengan
efek samping
Data Objektif : pembedahan mis.
- Pasien kehilangan darah Surgery
500 ml
- N : 75 x/mnt, TD : 90/55
mmHg, RR : 20 x/mnt.
POST ANESTESI
1.D Data Subjektif : - Hipotermi Berhubungan dengan
- Pasien factor situsional
mengeluh/mengataka (lingkungan,suhu)
n kedinginan
Data Objektif :
1. Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan - Kaji penyebab perdarahan - Untuk mengetahui penyebab
keperawatan anestesi selama 1x15 - Monitor ketat tanda – tanda dari perdarahan
menit diharapkan tidak akan perdarahan. - Agar tidak terjadi perdarahan
terjadi cedera kriteria : - Monitor status cairan intake - Tidak kekurangan cairan atau
- Tidak ada perdarahan dan output dehidrasi
- Tekanan darah dalam batas - Tubuh tidak kekurangan
- Kolaborasi dalam pemberian
normal sistol dan diastole produk darah pasokan darah sehingga
- Hemoglobin dan terjadi penurunan trombosit.
hematrokrit dalam batas
normal Memantau pasien
agar tidak terjadi aspirasi
POST ANESTESI
Latifah
Latifah
Farah Farah
INTRA
ANESTESI
29 Februari Resiko perdarahan Pukul 09.15 WIB Pukul: 09:45 WIB
2016 S:-
- Mengkaji penyebab perdarahan
O:
Pukul 09.00 - - Monitoring ketat tanda – tanda
09.45 WIB - TD : 110/75 mmhg
perdarahan
- N : 85x/menit
- Monitoring status cairan intake dan
- RR : 20 x/menit
output
A : Resiko pendarahan teratasi sebagian
- Mengkolaborasikan dalam pemberian
P : Lanjutkan intervensi sampai td dalam batas
produk darah
normal
Lutfi Lutfi
POST
ANESTESI
29 Februari Hipotermia Pukul 10.30 WIB Pukul 10.45 WIB
S:
2016 - Mengobservasi ttv
- Pasien mengatakan suhu tubuh sudah agak
Pukul 10.30 – - Mengompres dengan air hangat dan hangat
11.05 WIB O: Tampak pasien tidak terlalu pucat
memberikan selimut A: Hipotermia teratasi sebagian
- Mengedukasi keluarga pasien P: Lanjutkan intervensi