Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN MULTIPLE FRAKTUR


DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI ORIF RADIUS ULNA DAN FEMUR DENGAN
TINDAKAN GENERAL ANESTESIA

Di susun Oleh :

1. Annora Adhevania Sorenggani (2011604034)


2. Latifah Az Zahra (2011604035)
3. Farah Alfinabila (2011604036)
4. Haerul Lutfi (2011604037)
5. Feni Melinda (2011604038)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peristiwa kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas diseluruh dunia sebesar
1,25 juta (WHO, 2015). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013
mengungkapkan bahwa angka kejadian kecelakaan lalu lintas mencapai 120.2226 kali atau
72% dalam setahun. Di Indonesia, kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu kejadian
yang dinilai sebagai pembunuh setelah dua penyakit yakni penyakit jantung dan
tuberkulosis (Departemen Kesehatan Indonesia, 2014). Data yang diperoleh dari Depkes
RI tahun 2005 bahwa sebanyak 50 % dari kecelakaan yang terjadi menyebabkan adanya
cedera pada kepala. Adapun cedera kepala didefenisikan sebagai cedera yang bersifat
langsung dan tidak langsung pada kepala serta terdapat kerusakan jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan neurologi. Angka kejadian cedera kepala di Amerika Serikat
dapat digolongkan menjadi cedera kepala ringan sebesar 80% selanjutnya cedera kepala
sedang sebesar 10% serta cedera kepala berat 10% (Miranda & Hilman, 2014). Cedera
kepala ringan didefenisikan dengan adanya GCS 13-15 dimana pasien tidak kehilangan
kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri akut, serta terdapat abrasi dan hematoma
(Soertidewi, 2006). Pasien dengan cedera kepala ringan jika tidak mendapatkan
penanganan maka keadaannya dapat bertambah buruk, sesak nafas dan emosional yang tak
terkontrol (Kartikawati, 2013).

Secara umum fraktur dibagi menjadi dua macam yakni fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup merupakan patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit
atau kulit yang tidak tembus oleh fragmen tulang. Sedangkan fraktur terbuka yaitu patah
tulang dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Salah satu
masalah yang sering ditemui pada pasien fraktur adalah nyeri. Nyeri merupakan sensasi
ketidaknyamanan yang bersifat individual. Nyeri tidak lagi dipandang sebagai kondisi
alami dari cidera atau trauma yang akan berkurang secara bertahap seiring waktu, karena
nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan komplikasi, peningkatan lama rawat inap di
rumah sakit dan distress

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep teori dari general anestesi ?
2. Bagaimana konsep teori dari multiple fraktur ?
3. Bagaimana konsep teori dari ORIF radius ulna dan femur

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep teori dari genera anestesi
2. Untuk mengetahui konsep teori dari multiple fraktur
3. Untuk mengetahui konsep teori dari ORIF radius ulna dan femur
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Teori General Anestesi


1. Pengertian General Anestesi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang
dapat dilakukan adalah general anestesi denggan teknik intravena anestesi dan general
anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi
yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena. General
anestesi meliputi:
a. General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral
langsung ke dalam pembuluh darah vena.
b. General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi
inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin
anestesi langsung ke udara inspirasi
2. Indikasi General Anestesi
Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan bedah yang lebih panjang, misalnya
pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang dan lain-
lain. Selain itu, anestesi umum biasanya dilakukan pada pembedahan yang luas.
3. Kontraindikasi General Anestesi
Kontraindikasi general anestesi tergantung dari efek farmakologi obat anestetika
terhadap organ tubuh, misalnya pada kelainan:
1) Jantung : hindarkan pemakaian obat-obat yang mendespresi miokard atau menurunkan aliran
darah coroner .
2) Hepar : hindarkan obat hepatotoksik, obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat diturunkan .
3) Ginjal : hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat yang diekskresi melalui ginjal.
4) Paru : hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru .
5) Endokrin : hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes
penyakit basedow, karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
4. Teknik General Anestesi
a. Anestesi umum inhalasi
Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/ mesin
anestesi langsung ke udara inspirasi. Obat-obat anestesi umum di antaranya nitrous oksida
(N2O), halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Berdasarkan khasiatnya, obat-
obat tersebut dikombinasikan saat digunakan.
b. Anestesi umum intravena
Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat
anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena. Obat-obat anestesia intravena di
antaranya ketamin HCl, tiopenton, propofol, diazepam, deidrobenzperidol, midazolam,
petidin, morfin, fentanil/ sufentanil.
c. Anestesi imbang
Teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi
intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum dengan
analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.
5. Komplikasi General Anestesi
Risiko komplikasi pada anestesi umum minimal apabila kondisi pasien sedang
optimal, namun sebaliknya jika pasien mempunyai riwayat kebiasaan yang kurang baik
misalnya riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, alergi pada komponen obat,
perokok, mempunyai riwayat penyakit jantung, paru dan ginjal maka risiko komplikasi
anestesi umum akan lebih tinggi. Terdapat beberapa risiko komplikasi anestesi umum,
diantaranya :
a. Kedinginan
b. Mual
c. Cedera pada pita suara
d. Serangan jantung
e. Infeksi paru-paru
f. Linglung untuk sementara
g. Stroke
h. Cedera pada gigi atau lidsh
i. Alergi obat anestesi.

2.2 Konsep Teori Multiple Fraktur


1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari
suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau
sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare,
2013). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total
maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012). Fraktur dapat
terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut dengan fraktur
ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang
membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan,
dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat
meimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan,
krepitasi, dan rasa nyeri (Ghassani, 2016).

2. Klasifikasi
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe
fraktur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi (Black,
2014). Menurut Wahid (2013) penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi
untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu:

a. Berdasarkan sifar fraktur

1). Fraktur tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena kulit masih utuh tanpa
komplikasi.

2) Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen


tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur

1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma:

1) Fraktur tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.

2) Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.

3) Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.

4) Fraktur kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fieksi yang
mendorong tulang arah permukaan lain.

5) Fraktur avulsi: Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang

d. Berdasarkan jumlah garis patah


1) Fraktur komunitif: Fraktur dimana garis patah lebuh dari satu dan saling
berhubungan.

2) Fraktur segmental: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan

3) Fraktur multiple: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak padda
tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): Garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan masih utuh

2) Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga


disebut lokasi fragmen

f. Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

g. Fraktur patologis: Fraktur yang diakibatkan karena proses

patologis tulang

3. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan
jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin
hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak
terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan
fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap.
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2018) dapat dibedakan
menjadi:

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan

2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

b. Fraktur patologik

Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :


1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul salah satu proses yang progresif

3) Rakhitis

4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

4. Anatomi Fisiologi

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan menjaditempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan tubuh. Tulang dlh jaringan terstruktur
dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama:

1.) Membentuk rangka badan

2.) Sebagi pengumpil dan tempat melekat otot

3.) Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alt
dalam (otot, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru)

4.) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium dangaram.

5.) Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai fungsitambahan
lain, yaitu sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksisel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit.

Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik (kolagen dan
proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristalgaram (hidroksiapatit),
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.Matriks organik tulang juga
disebut osteosid. Sekitar 70% dari osteosid adalah kolagen tipe I yang kaku dan
memberi tinggi pada tulang. Materi organik lainyang juga menyusun tulang berupa
proteoglikan.Secara garis besar, tulang dibagi menjadi 6 :

1) Tulang panjang (long bone): femur, tibia, fibula, ulna, humerus.


2) Tulang pendek (short bone): tulang-tulang karpal

3)Tulang pipih (flat bone): tulang parietal, iga, skapula, dan pelvis.

4) Tulang tak beraturan (irregular bone): tulang vertebra

5) Tulgang Sesmoid: tulang patella

6) Tulang Sutura: atap tengkorakTulang terdiri atas daerah yang kompak pada
bagian luarnya yang disebutdengan korteks dan bagian luarnya dilapisi periosteum.

Fisiologi tulangTulang terdiri dari 3 jenis sel :

1)Osteoblast

Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai


matriks tulang atau jaringan osteosid melaluisuatu proses yangh disebut osifikasi.

2) Osteosit

Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.

3) Osteoklas

Adalah sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral danmatriks
tulang dapat di absorbsi. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik, yang memecah
matriks dan beberapa asam yang melarutklan mineral tulang sehingga kalsium dan
fosfat terlepas kedalam aliran darah.

5. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan.Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks
tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis.
kanker ke tulang.
6. Patofisiologi
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak
saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang
dapat pecah berkeping- keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung
tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur
keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan
mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang
patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor
penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser
ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain.
Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.Selain itu, periosteum dan pembuluh darah
di korteks serta sumsum dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat
menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera
jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula),
hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan
tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang
hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi
plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.

7. Manifestasi Klinis
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,
pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur sering langsung tampak
jelas; beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen (sinar –x). Pengkajian fisik
dapat menemukan beberapa hal berikut. Deformitas, Pembengkakan (edema),
Echimosisi (memar), Spasme otot , Nyeri, Ketegangan , Kehilangan fungsi, Pegerakan
abnormal dan krepitasi, Perubahan neurovaskular , syok.

8. Komplikasi
Komplikasi fraktur dibedakan menjadi komplikasi awal dan lama yaitu:
a. Komplikasi awal
1).Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas
yang disebabkan oleh tindakan emergency splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Kompartemen syndrom.
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh odema atau peredaran arah yang menekan otot, tulang, saraaf dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang
terlalu kuat.
3) Fat embolism syndrom
Kompilasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, takikardi, hipertensi, takipneu dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena pengunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat .
5) Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran daarah ke tulang rusak atau
terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebakan menurunnya oksigenasi.
b, Komplikasi lanjut.
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya fraktur paada
pasien yang telah menjalani proses pembedahan. Menurut kutipan dari Smeltzer dan Bare
(2013),
komplikasi ini dapat berupa:
1) Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan penyakit
degeneratif sendi pasca trauma.
2) Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak normal (delayed
union, mal union, non union).
3) Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
4) Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf menebal akibat adanya
fibrosis intraneural.

9. Pemriksaan Penunjang
a. X-ray, menentukan lokasi/luasnya fraktur.
b. Scan tulang, memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
c. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
pendarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan. Profil
koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cidera hati.
e. Kretinin trauma otot meningkatkan kreatinin untuk klirens ginjal.

10. Penatalaksanaan Medis

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :

a. Diagnosis dan penilaian fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk


mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.

b. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang
yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup
dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian,
kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi
tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi
terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan
posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara
lain pen, kawat, skrup, dan plate. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur
melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka
ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung
kembali.

c. Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan


mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi
dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.

2.3 konsep Teori ORIF Radius Ulna dan Femur


1. Pengertian
Adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu pada operasi
terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang,
fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau
memfasilitasi penyembuhan.

Radius ulna berada pada lengan bagian bawah, yang sebelah proksimal berhubungan
dengan sendi siku dan distal berhubungan dengan sendi pergelangan tangan. Radius
ulna mempunyai peran spesifik dibandingkan tulang lainnya. Ulna memiliki peran
besar dalam arikulasi pada sendi siku dengan humerus, sedangkan radius berperan
dalam artikulasi dengan pergelangan tangan.16,17 Fraktur radius ulna adalah fraktur
tulang panjang yang paling banyak terjadi, lalu diikuti oleh humerus. Fraktur pada
ekstremitas atas pada anak-anak lebih banyak dibandingkan dengan eksremitas bawah.
Fraktur radius ulna adalah salah satu fraktur pada lengan bawah, lengan bawah ini
terdiri atas dua tulang panjang yaitu radius dan ulna.Tulang paha ( femur ) adalah
tulang terpanjang dan terkuat dalam tubuh.

Tulang femur terdiri atas:

-Kepala (kaput)

-Leher (collum)

-Batang (shaft)

-Epicondyle

2. Indikasi
Indikasi tindakan pembedahan ORIF :

1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan metode
terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.

2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intraartikular
disertai pergeseran.

3. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada


struktur otot tendon

3. Komplikasi

Komplikasi dari pemasangan ORIF pada pasien fraktur terdiri dari komplikasi
lokal dan komplikasi umum, komplikasi lokal terjadi pada otot dan kulit yaitu adanya
vulvus (abrasi, sayatan dan laserasi), avolsi dan kontusio.
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN MULTIPLE FRAKTUR
DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI ORIF RADIUS ULNA DAN FEMUR DENGAN
TINDAKAN GENERAL ANESTESIA

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Nogotirto
No RM : 1234567***
Diagnosa medis : Multiple fraktur
Tindakan operasi : ORIF radius ulna dan femur
Tindakan anestesi : General anestesia dengam LMA
Tanggal operasi : 29 Februari 2016
Dokter bedah : dr. Iswadi, Sp. B
Dokter anestesi : dr. Rosealdy, Sp. An
2. Anamnesa
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan sakit pada tangan dan kaki sebelah tangan, pasien tampak cemas
dan takut. Saat setelah dioperasi klien mengatakan sakit pada tangan dan kulit yang di
operasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke rumah sakit mengalami kecelakaan pada saat ingin pulang dan
mengatakan sakit pada tangan dan kaki sebelah tangan, pasien tampak cemas dan
takut. Saat setelah dioperasi klien mengatakan sakit pada tangan dan kulit yang di
operasi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak ada riwayat penyakit dahulu seperti asma, DM dan hipertensi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pasien tidak ada riwayat dari keluarga seperti asma, DM dan hipertensi.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kesadaran : Composmentis BB : 65 kg
GCS : E3 V5 M6 TB : 170 cm
TD : 135/85 mmHg IMT : 22,4
N : 95 x /menit RR : 16 x/menit
b. Status generalis
- Kepala : bentuk kepala pasien mesocephal
- Mata : sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
- Hidung : tidak ada sekret, fraktur (-)
- Mulut : gigi lengkap, tidak ada pembesaran tonsil
- Telinga : pendengaran baik, tidak ada perdarahan
- Leher : tidak ada lesi, edema, fraktur
- Thoraks : tidak ada peningkatan JVP, tidak ada jejas pada dinding thorak,
kedua dinding thoraks tampak simetris pada pergerakan.
 Pulmo
Inspeksi : irama napas teratur, pengembangan paru kiri dan kanan sama,
tidak ada barel chest, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak ada lesi
maupun jejas.
Palpasi : fremitus raba kanan dan kiri sama
Perkusi : suara perkusi paru sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
- Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada massa
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : redup
- Genetalia : normal
- Ekstermitas
 Atas : sakit dan tidak dapat bergerak bebas pada tangan bagian kanan
 Bawah : sakit dan tidak dapat bergerak bebas pada kaki bagian kanan

- Pemeriksaan vertebrata: normal


4. Psikologis
Pasien mengatakan deg – degan dan takut akan dioperasi karena pasien belum pernah
operasi sebelumnya, pasien mengatakan tidak ingin dioperasi karena takut.
5. Pemeriksaan Penunjang

No Nilai Pemeriksaan Nilai Normal

1 HB (Hemaglobin) 12-16.0 g/dL

2 Hematokrit 37-47.0 %

3 Trombosit 150-470 ribu/ul

4 Leukosit 4.5-13.0 ribu/ul

5 Eritrosit 3.0-5.8 juta/ul

6 MCH 27– 31 pg

7 MCHC 32 - 36%
8 MCV 80 – 95 fL

9 Eosinofil 30-350 %

10 Basofil 0-300/mcL

11 Netrosinofil 4,5 - 6,5 juta sel/ul

12 Limfosit 1.000 - 4.800 mcL

13 Monosit 200-600 mcL

14 Masa Perdarahan(BT) 100.000/ mm3

15 Masa Pembekuan(CT)

16 GDS 70-130 mg/dL

17 Albumin 3,5 - 5,9 g/dL

a. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal


Interpretasi : Tidak ada
b. Pemeriksaan Rontgen tanggal
Interpretasi : Tidak ada
c. Pemeriksaan CT Scan tanggal
Interpretasi : Tidak ada
d. Pemeriksaan Lainnya tanggal
Interpretasi : Tidak ada
6. Diagnosa Anestesi
Pasien atas nama Tn.L yang berusia 16 tahun Diagnosa medis Multiple Fraktur dilakukan
tindakan ORIF Radius Ulna dan Femur status fisik ASA II direncanakan general anestesi
dengan teknik intubasi LMA.

B. Persiapan Penatalaksanaan Anestesi


1. Persiapan Alat
S : stetoskop dan laringoskop
T : LMA
A : ambubag, OPA, NPA
T : plester, hypapix
I : stilet
C : konektor
S : suction, spuit
2. Persiapan Obat
a. Obat Premedikasi : fentanyl 100 mcg
b. Obat Induksi : recofol 80 mg/IV
c. Obat Pelumpuh Otot
d. Obat Analgetik
e. Obat 5HT – antagonis
f. Obat anti pendarahan
g. Obat Emergensi
h. Cairan Infuse
Kristaloid : RL 500 cc
Koloid
Darah : 500 ml
3. Persiapan Pasien
 Pasien tiba di IBS pukul 08.00 dilakukan serah terima pasien dengan petugas ruangan,
memeriksa status pasien termasuk

 Informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan diruang perawatan.

 Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang identitas pasien, nama, alamat
dan menanyakan ulang puasa makan dan minum, dan alergi makanan atau obat,
riwayat penyakit sebelumnya serta berat badan saat ini.
 Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada pasien.
 Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien mengatakan
takut dan cemas menjalani operasi.
 Melakukan pemeriksaan pulmo pasien
 Melaporkan kepada dokter anestesi hasil pemeriksaan di ruang penerimaan dari
kolaborasi dengan dokter anestesi pasien dipindahkan ke meja operasi.

4. Penatalaksanaan Anestesi

Penatalaksanaan anestesi di mulai dari memasang alat pelindung diri (APD), alat monitor,
finger sensor, memberitahu pasien akan di bius, menganjurkan pasien untuk berdoa,
memulai persiapan dengan menyuntikkan obat premedikasi, menyuntikan obat induksi,
pengakhiran anestesi dan oksigenasi sampai dengan perawatan di recovery room.

 Pukul 08.00 di IBS RSUD Bendan Pukul 08.00 Pasien diatar ke IBS oleh perawat
bangsal dan dilakukan serah terima pasien Pukul 08.15 Pasien dipindahkan dari ruang
penerimaan ke meja Operasi,
 PAsien dipasang Alat monitoring, pasien terlihat cemas. TD 130/90mmHg, Nadi
100x/menit, SpO2 100%
 Pasien diberikan Premedikasi Fentanyl 100mcg dan Induksi Recofol 80mg/IV. Setelah
rangsang bulumata pasien tidak ada pasien dilakukan Intubsi LMA dengan N2O:O2 3:3
liter, Sevofluran 3vol%
 Setelah dilakukan Insisi TD 120/80mmHg; N : 95x/mnt; SpO2: 100%; RR : 20x/mnt,
N2O:O2 3:3 liter, Sevofluran 3vol% pernapasan spontan.
 Pasien diberikan Cairan RL 500cc Pukul 09.00. TD pasien 90/55 mmHg; N : 75x/mnt;
SpO2: 100%; RR : 20x/mnt, pernapasan spontan dengan Nasal Kanul 3 lt/mnt. Loading
Tutofusin 500 ml,
 Pasien mengalami kehilangan darah ±500 ml. Dokter menyarankan untuk menyiapkan
darah. Pada pukul 09.30 Tekanan darah sudah naik hingga selesai operasi. TD pasien
110/75 mmHg; 86 N : 85x/mnt; SpO2: 100%; RR : 20x/mnt,
 Pada pukul 10.315 Pasien selesai operasi dan dibawa ke ruang RR.

C. Maintanance
- Maintanance menggunakan :
O2 : 3,3 lt/mnt, N2O : 3,3 lt/mnt dengan sevofluran 3%Vol
Kebutuhan cairan Basal (M) = 2 x 65 = 130 cc
Pengganti puasa (PP) lama puasa x M = 6 x 130 = 780 cc
Stress operasi (SO) = 8 x BB =8 x 65 = 520 cc
Jam ke 1 = M + 1/2PP +SO = 130 +390+ 520 = 1040cc
Jam ke 2 = M + 1/4PP +SO =130+195+520=845cc
Jam ke 3 = M + 1/4PP +SO =130+195+520=845cc
Jam ke 4 = M+ SO =130+520 = 650 cc
D. Monitoring Selama Operasi (monitoring setiap 5 menit)

O2 +
Jam TD N SPO RR Sevo/Isofluran
N2O Tindakan
(WIB) (mmHg) (x/mnt) 2 (x/mnt) ce (%)
(lt/mnt)
(%)
08.00 - - - - - - Pasien diantar
ke IBS
08.15 Paien
dipindahkan
dari ruang
penerimaan ke
meja operasi
08.20 Pasien
diberikan
premedikasi
fentanyl 100
mcg dan induksi
recofol 80
mg/IV
08.25 3,3 liter 3 vol % Intubasi LMA
08.30 120/80 95 100% 3.3 liter 20 3 vol % Dilakukan insisi
mmHg x/menit x/menit dan diberikan
RL 500 cc
09.00 90/55 75 100% 3 liter 20 Pasien
mmHg x/menit x/menit kehilangan
darah 500 ml.
Diberikan
tutofusin 500 ml
09.30 110/75 75 100% - 20 Tekanan darah
mmHg x/menit x/menit naik
E. Pengakhiran Anestesi

Operasi selesai pada pukul 10.315. Setelah operasi selesai , terpasang infus RL 20 tpm,
pasien tampak lemah, pucat TD 90/68 mmHg Nadi 80x/menit lemah, pasien mengeluh
kedinginan.Pasien kehilangan darah Intra operasi ±500 ml, Pasien diberikan tranfusi darah
sebanyak 350cc di RR. Setelah dilakukan pemantauan di ruang PACU nilai Aldrete Skor 9.
Pasien dipindahkan ke ruang Perawatan

F. Pemantauan di Ruang Recovery Room atau PACU

Aldrete/
Jam TD N SPO O2 RR
Bromage/ Tindakan
(WIB) (mmHg) (x/mnt) 2 (lt) (x/mnt)
Steward Score
(%)
10.15 90/68 80 100 % 20 9 Pasien dibawa
mmHg x/menit x/menit ke RR Pasien
mengeluh
kedinginan

G. ANALISA DATA

No Data Masalah Etiologi


PRE ANESTESI
1 Data Subjektif : Nyeri akut berhubungan
Nyeri akut dengan agen cidera
Pasien mengatakan kaki
biologis
terasa sakit seperti tertusuk,
nyeri terasa saat meggerakan
kaki tapi berkurang saat
mendapat injeksi obat. Skala
nyeri 5
P= Nyeri pada kaki
Q= seperti ditusuk
R=Tidak menjalar
S= 5
T=Hilang timbul

Data Objektif :
 Terpasang infus Nacl
20 TPM
 TD : 135/85 mmHg
 N : 95 x/menit
 RR : 16 x/menit
2. Data Subjektif : Anxietas Berhubungan dengan
Pasien mengatakan takut dan ancaman aktual atau
cemas akan tindakan operasi presepsi ancaman
ini, pasien mengatakan jika terhadap intergritas
ia baru pertama kali operasi biologis , sekunder
Data Objektif : akibat : Prosedur Invasif
- Klien tampak cemas
dan takut.
- TD 135/85mmHg
- Nadi 95x/menit

RR 16x/menit.
INTRA ANESTESI
1. Data Subjektif : - Resiko perdarahan Berhubungan dengan
efek samping
Data Objektif : pembedahan mis.
- Pasien kehilangan darah Surgery
500 ml
- N : 75 x/mnt, TD : 90/55
mmHg, RR : 20 x/mnt.
POST ANESTESI
1.D Data Subjektif : - Hipotermi Berhubungan dengan
- Pasien factor situsional
mengeluh/mengataka (lingkungan,suhu)
n kedinginan

Data Objektif :

- Pasien terlihat pucat

2. Hambatan mobilitas fisik Berhubungan dengan


Data Subjektif : -
kekuatan dan daya tahan,
sekunder akibat
Data Objektif :
kerusakan
- Pasien tampak lemah muskuloskeletal yaitu
fraktur
- Pasien kesulitan
menggerakkan
tangan dan kakinya
- TD 90/68 mmHg
- Nadi 80x/menit

H. MASALAH KEPENATAAN ANESTESI


1. Pre Anestesi : nyeri akut, anxietas
2. Intra Anestesi : resiko perdarahan
3. Pasca Anestesi : hipotermia, hambatan mobilitas fisik.
I. RENCANA INTERVENSI KEPENATAAN ANESTESI
RENCANA INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN RASIONAL
KEPENATAAN
PRE ANESTESI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan O: - Untuk menentukan intervensi
keperawatan selama 1 x 24 jam
Kaji Nyeri termasuk lokasi, durasi dan mengetahui efek dari terapi
Nyeri Akut teratasi/berkurang
dengan kriteria hasil : dan juga skala nyeri serta pantau yang dilakukan dan dapat
- Skala nyeri pasien berkurang
tanda-tanda vital. memastikan perkembangan
dari skala 7 menjadiskala 4
T: pasien
- Pasien terlihat nyaman dan
Atur posisi pasien
intensitas nyeri berkurang
E: - Posisi yang nyaman dapat
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam meredakan nyeri secara efektif.
C:
Konsultasi dengan dokter untuk - Teknik napas dalam dapat
memberikan obat analgesic.
mengalihkan perhatian pasien,
sehingga nyeri berkurang.

- Obat ketorolac ampuh untuk


meredakan nyeri, dan agar nyeri
terus berkurang hingga target
yang diharapkan.
2 Anxietas Setelah dilakukan tindakan O - Pengkajian tingkat ansietas
- Observasi tanda-tanda vital pasien
keperawatan selama 1 x15 menit dilakukan agar perawat bisa
dan Kaji tingkat kecemasan
diharapkan ansietas, Berkurang mengetahui tingkat ansietas
T
dengan kriteria hasil: pasien
- Ajarkan pasien teknik relaksasi
untuk mengurangi rasa cemas - Teknik relaksasi dapat
- Tingkat kecemasan pasien mengubah kerespon lebih
E
berkurang TTV membaik - Edukasikan pada keluarga pasien rileks
untuk sedasi
- Pengetahuan yang cukup
C tentang tindakan operasi
- Kolaborasi pemberian obat sedasi
dapat mengurangi tingkat
kecemasan

- Pemberian obat sedasi yang


tepat dapat mengurangi
tingkat kecemasan
INTRA ANESTESI

1. Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan - Kaji penyebab perdarahan - Untuk mengetahui penyebab
keperawatan anestesi selama 1x15 - Monitor ketat tanda – tanda dari perdarahan
menit diharapkan tidak akan perdarahan. - Agar tidak terjadi perdarahan
terjadi cedera kriteria : - Monitor status cairan intake - Tidak kekurangan cairan atau
- Tidak ada perdarahan dan output dehidrasi
- Tekanan darah dalam batas - Tubuh tidak kekurangan
- Kolaborasi dalam pemberian
normal sistol dan diastole produk darah pasokan darah sehingga
- Hemoglobin dan terjadi penurunan trombosit.
hematrokrit dalam batas
normal Memantau pasien
agar tidak terjadi aspirasi

POST ANESTESI

1. Hipotermia Setelah di lakukan tindakan O : - Untuk mengetahui intervensi


keperawatan 1x 24 jam diharpkan
hipotermia berkurang dengan Observasi ttv pasien penyebab hipotermia
kriteria: sehingga dapat  memastikan
- Pasien tidal terlihat pucat T :
perkembangan pasien
- Pasien tampa akral hangat
Mengompres dengan air hangat dan - Selimut hangat dapat
- Pasien tidak merasa
memberikan selimut menghangatkan tubuh,
kedinginan
sehingga dapat mencegah
E:
terjadinya hipotermia
Edukasi keluarga pasien untuk
megecek suhu tubuh pasien secara
- Mengurangi pajanan agar
berkala
C: dapat meminimalisir dari
- Kolaborasi dengan dokter jika kedinginan
pasien masih meraskan
kedinginan - Agar mendapatkan
penanganan sesuai dengan
pemasalahan yang spesifik

2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan O : - Melakukan pengukuran


fisik keperawatan anestesi selama 1x24
jamdiharapkan masalah resiko - Pantau virtual sign pasien bromage score dan
jatuh dapat hilang dengan kriteria memperoleh hasil 3,
: T:
- TTV dalam batas normal sehingga pasien belum boleh

- Kaji kemampuan pasien untuk dipindah di ruang


- Ekstrimitas bagian bawah dan
ekstrimitas atas pasien sudah dalam menggerakkan bangsal
dapat digerakkan
ekstrimitas bawah dan
- Dilakukan pengukuran bromage ekstrimitas atas - Menjelaskan kepada
score untuk mengukur blok motor
dan didapatkan hasil <2 keluarga pasien dan pasien
E:
tentang belum dapat
- Memperagakan penggunaan alat - Jelaskan kepada keluarga
bantu jalan untuk mobilisasi digerakkannya ektrimitas
(walker) pasien dan juga pasien alasan bawah dan ektremitas atas
ekstrimistas bawah belum pasien
- Efek obat anestesi sudah hilang
dapat digerakkan - Membantu dan mendampingi
pasien dalam memakai kursi
C: roda atau krek (walker)
dengan baik dan benar
- Kolaborasi dengan keluarga
- Mengajarkan pasien cara
untuk membantu pasien saat
merubah posisi dan berikan
mobilisasi
bantuan jika diperlukan

J. IMPLEMENTASI KEPENATAAN ANESTESI


TANGGAL
DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
WAKTU
PRE
ANESTESI
29 Februari Nyeri akut PuPukul 08.00 WIB Pukul 08.15 WIB
2016 - Mengaji Nyeri termasuk lokasi, durasi
: Pasien mengatakan nyeri
08.00 – 08.20 dan juga skala nyeri serta pantau tanda-
P= Nyeri pada kaki
WIB tanda vital.
Q= seperti ditusuk
- Mengatur posisi pasien senyaman
R=Tidak menjalar
mungkin
S= 5
T=Hilang timbul
- Mengajarkan teknik relaksasi nafas
 Tetapi pada saat sudah diberikan injeksi, pasien
dalam
mengatakan nyeri berkurang.
- Mengajarkan teknik relaksasi nafas
O :
dalam
Td: 90/68mmHg
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu 36,2
Spo2 100%
 Wajah pasien yang diawal kesakitan meringis
karna nyeri setelah diberi tindakan menjadi
lebih baik.
A : Masalah teratasi Sebagian.

P : Kolaborasikan dengan dokter memberikan obat


anti nyeri.

Latifah
Latifah

Pukul 08.40 WIB


29 Februari Anxietas Pukul 08.20
S: Pasien mengatakan takut akan dilakukan tindakan
2016 - Mengkaji tingkat ansietas pasien
operasi
- Memberikan kenyamanan dan
08.20 – 08.50 ketentraman hati pada pasien. O:
WIB
Berbicara dengan perlahan dan - Klien tampak cemas dan takut.
tenang - TD 135/85mmHg
- Mengedukasi Pasien tentang prosedur - Nadi 95x/menit
pembedahan yang akan dilaksanakan
- RR 16x/menit
- Berkolaborasi dengan dokter untuk
A: Masalah ansietas pada pasien teratasi sebagian
pemberian obat.
P: Lanjutkan intervensi mengedukasi pasien tentang
prosedur pembedahan

Farah Farah
INTRA
ANESTESI
29 Februari Resiko perdarahan Pukul 09.15 WIB Pukul: 09:45 WIB
2016 S:-
- Mengkaji penyebab perdarahan
O:
Pukul 09.00 - - Monitoring ketat tanda – tanda
09.45 WIB - TD : 110/75 mmhg
perdarahan
- N : 85x/menit
- Monitoring status cairan intake dan
- RR : 20 x/menit
output
A : Resiko pendarahan teratasi sebagian
- Mengkolaborasikan dalam pemberian
P : Lanjutkan intervensi sampai td dalam batas
produk darah
normal

Lutfi Lutfi

POST
ANESTESI
29 Februari Hipotermia Pukul 10.30 WIB Pukul 10.45 WIB
S:
2016 - Mengobservasi ttv
- Pasien mengatakan suhu tubuh sudah agak
Pukul 10.30 – - Mengompres dengan air hangat dan hangat
11.05 WIB O: Tampak pasien tidak terlalu pucat
memberikan selimut A: Hipotermia teratasi sebagian
- Mengedukasi keluarga pasien P: Lanjutkan intervensi

tentang cara mengecek suhu pasien


- mengkolaborasikan dengan dokter
jika pasien masih merasa
kedinginan
Feni
Feni
29 Februari Hambatan mobilitas fisik Pukul 10.50 WIB Pukul 11.00 WIB
S:
2016 - Memantau TTV pasien - Pasien mengatakan tidak mampu mengangkat
Pukul 10.40 – - Mengkaji kemampuan pasien dalam tungkai dan menggerakan lutut, tetapi masih bisa
menggerakan kaki
11.05 WIB menggerakkan kedua ekstrimitas
bawah O:
- Nilai bromage skor 2
- Menjelaskan kepada keluarga
A:
pasien dan juga pasien alasan
- Masalah hambatan mobilitas teratasi sebagian
ekstrimistas bawah belum dapat
P:
digerakkan
- Lanjutkan intervensi masalah hambatan
- Melakukan kajian bromage score mobilitas fisik
kepada pasien
- Mendampingi dan membantu pasien
saat mobilisas
Annora
Annora

Anda mungkin juga menyukai