Disusun oleh :
NIM : P1337420819013
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan
oleh trauma, atau keadaan patologis. Fraktur dapat disebabkan oleh peristiwa
trauma (traumatic fracture) seperti kecelakaan lalu lintas maupun non-lalu
lintas. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung
dan trauma tidak langsung. Fraktur dapat terjadi jika tulang menerima tekanan
atau benturan yang kekuatannya lebih besar daripada kekuatan tulang. Fraktur
bisa terjadi di bagian tubuh mana pun, tetapi lebih sering terjadi di
tulang kaki, paha, tangan, pinggul, rusuk dan selangka. Pada keadaan fraktur,
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh dimana akan terjadi edema jaringan
lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan
saraf dan kerusakan pembuluh darah. Kerusakan-kerusakan diatas
menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang khas, salah satunya yaitu
nyeri.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012
terdapat 1,3 juta orang menderita fraktur, prevalensi cukup tinggi yaitu
insiden fraktur ekstremitas bawah sekitar 40%. Insiden fraktur didunia kini
semakin meningkat hal ini terbukti menurut badan kesehatan dunia (WHO)
mencatat fraktur yang terjadi didunia kurang lebih 13 juta orang pada tahun
2008, dengan angka prevalensi 2,7%. Sementara itu pada tahun 2009 terdapat
kurang lebih 18 juta orang dengan angka prevalensi 4,2%. Tahun 2010
mengalami peningkatan menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%
(Nurcahiriah dkk, 2014).
Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di
Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah memiliki prevalensi yang paling
tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan
kasus fraktur ektremitas bawah, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang
femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3775 orang mengalami fraktur
tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336
orang mengalami fraktur fibula (Kemenkes, 2015)
Survey kesehatan Nasional mencatat bahwa kasus fraktur pada tahun
2008 menunjukan bahwa prevalensi fraktur secara nasional sekitar 27,7%.
Prevalensi ini khususnya pada laki-laki mengalami kenaikan dibanding tahun
2009 dari 51,2% menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun
yaitu sebanyak 2% di tahun 2009, pada tahun 2010 menjadi 1,2%. Prevalensi
fraktur terbanyak di Indonesia terjadi di Papua dengan prevalensi 8,3 %
sedangkan di Jawa Tengah 6,2% (Kemenkes, 2015). Secara nasional, angka
kejadian pada tahun 2011 mencapai 1,25 juta kasus sedangkan di Provinsi
Jawa Timur pada tahun 2011 tercatat 67.076 ribu kasus (Anugerah, 2017).
Perawatan fraktur yang diberikan untuk menangani fraktur dapat
dilakukan metode konservatif atau non operatif dan metode operatif. Metode
konservatif atau non operatif adalah penanganan fraktur berupa reduksi atau
reposisi tertutup. Sedangkan metode operatif adalah penanganan fraktur
dengan reduksi terbuka yaitu membuka daerah yang mengalami fraktur dan
memasang fiksasi interna maupun eksterna dan penanganan fraktur lainnya
berupa imobilisasi yang dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, dan gerakan. Perkiraan
imobilisasi yang dibutuhkan penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah
sekitar 3 bulan (Nurarif Amin Huda, 2015).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya atau potensi
rusaknya jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan jaringan
tersebut. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah mengalami
suatu tindakan pembedahan. Pembedahan adalah suatu penanganan medis
secara invasif yang dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit,
injuri, atau deformitas tubuh yang akan mencederai jaringan yang dapat
menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh
lainnya, klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi dalam
aktivitas sehari-hari dan nyeri yang berat dapat menghambat gaya hidup
seseorang apabila tidak segera diatasi.( Yudiyanta et al, 2015)
Berbagai masalah pasien yang ditimbulkan akibat pasca tindakan
pembedahan pada pasien fraktur yang diderita menyebabkan gangguan rasa
nyaman nyeri yang perlu diatasi. Rasa nyaman merupakan bagian perawatan
yang penting untuk diperhatikan. Kenyamanan merupakan nilai dasar yang
menjadikan tujuan keperawatan pada setiap waktu. Pendekatan teori comfort
yang dikembangkan oleh Kolcaba menawarkan kenyamanan sebagai bagian
terdepan dalam proses keperawatan. Kolcaba memandang bahwa kenyamanan
holistik adalah kenyamanan yang menyeluruh meliputi kenyamanan fisik,
psikospiritual, lingkungan dan psikososial. Untuk memenuhi kebutuhan
kenyamanan yang holistik yaitu kenyamanan fisik, psikospiritual, lingkungan
dan sosiokultural diperlukan kerja sama antara tenaga perawat dan keluarga
pasien, karena keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam
meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan pasien.
Perawat lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pasien yang
mengalami nyeri dibanding tenaga kesehatan lainnya dan perawat mempunyai
kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang
membahayakan. Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman kerusakan jaringan
tubuh, seperti pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan
konsekuensi akan mengeluarkan zat-zat kimia bersifat algesik yang
berkumpul sekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri. akan terjadi pelepasan
beberapa jenis mediator seperti zat-zat algesik, sitokin serta produk-produk
seluler yang lain, seperti metabolit eicosinoid, radikal bebas dan lain-lain.
Mediator-mediator ini dapat menimbulkan efek melalui mekanisme spesifik.
Penatalaksanaan nyeri yang dijumpai dan dilaksanakan di Ruang
Bougenville RSUD RAA Soewondo Pati diantaranya adalah terapi
farmakologi dan non farmakologi yaitu distraksi dan teknik relaksasi nafas
dalam, Penatalsanaan nyeri yang merupakan inovasi keperawatan yang
diterapkan adalah teknik relaksasi otot progresif. Terapi relaksasi otot
progresif yaitu terapi digunakan untuk menurunkan ketegangan otot
seseorang. Prinsip dari terapi ini adalah melakukan latihan pengagangan otot
setelah dilakukan relaksasi otot. Latihan relaksasi otot progresif dapat
memberikan pemijitan halus pada berbagai kelenjer-kelenjer pada tubuh,
menurunkan produksi kortisol dalam darah, mengembalikan pengeluaran
hormon yang secukupnya sehingga memberi keseimbangan emosi dan
ketenangan pikiran. Keuntungan terapi ini selain mengurangi nyeri adalah
meningkatkan kualitas hidup, menurunkan tingkat stress dan kecemasan.
Berdasarkan pemaparan diatas maka pada kedua pasien yang sama-
sama mengalami fraktur akan diberikan tindakan berdasarkan evidence based
nursing dengan menggunakan teknik relaksasi otot ptogresif untuk
mengurangi nyeri pada pasien fraktur dengan pemasangan ORIF yang
kemudian akan dipadukan dengan teori keperawatan yaitu teori comfort atau
teori Kolkaba.
2. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran fenomena kasus asuhan keperawatan pasien
fraktur dengan pemasangan ORIF di Ruang Bouegenville RSUD RAA
Soewondo Pati.
3. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah untuk memaparkan dan
melakukan pembahasan mengenai :
a. Pengkajian asuhan keperawatan pasien fraktur dengan pemasangan ORIF.
b. Aplikasi teori comfort dalam asuhan keperawatan keperawatan pasien
fraktur dengan pemasangan ORIF.
c. Perbedaan asuhan keperawatan antar kasus pasien dengan fraktur femur
pasca operasi pemasangan ORIF.
d. Hasil penerapan teknik relaksasi otot progresif (reflective practice) pada
pasien fraktur dengan pemasangan ORIF.
FENOMENA KELOLAAN
2) NUTRITION
a. A (Antopometri)
BB biasanya : 120 kg dan BB sekarang : 120 kg
TB : 173 cm
IMT : 40,09 (obesitas)
b. B (Biochemical) meliputi data : laboratorium abnormal
22 November 2020
Hemoglobin : 10,1 g/dL (nilai normal 13,2 – 17,3)
Leukosit : 11,4 10^3/Ul (nilai normal 3,8-10,6)
Eritrosit : 3.58 10^6/Ul (nilai normal 4,7-6,1)
Hematoktrit : 28,9 % (nilai normal 40-52)
c. C (Clinical)
Rambut hitam, bersih tidak berbau
Turgor kulit kering
Mukosa bibir kering
Conjungtiva tidak anemis
d. D (Diet)
Nafsu makan pasien mampu menghabiskan makanan yang
disediakan, nafsu makan baik
Jenis makanan bubur
Frekuensi makan 3 kali sehari
e. E (Energy)
Pasien hanya bedrest ditempat tidur semua kebutuhan dibantu oleh
perawat dan keluarga
f. F (Faktor)
Pasien mampu menelah namun sulit mengunyah makanan yang
disediakan. sehingga mendapat diet lunak
g. Penilaian Status Gizi
Pasien mendapatkan diet lunak tinggi protein 3 kali/hari ditambah
makanan selingan (snack)
h. Cairan masuk : 1000 cc
i. Cairan keluar : urine :600 cc
j. Penilaian status cairan (balance cairan) : + 400 cc
k. Pemeriksaan abdomen
Tidak terlihat adanya asites
Palpasi tidak adanya pembesaran hepar
Auskultasi terdengar suara bising usus 6x/menit
Perkusi suara thympani
3) ELIMINATION
a. Sistem Urinaria
Pola pembuangan Pasien terpasang DC Chateter uk 16 sejak
urine tanggal 18 November 2020
Riwayat kelainan Tidak ada
kandung kemih
Pola urine (jumlah, Produksi urine 700 dalam 24 jam, warna
warna, kekentalan, kuning pekat
bau)
Distensi kandung Terjadi distensi kandung kemih dan retensi
kemih/retensi urine urine
b. Sistem gastrointestinal (Pola eliminasi)
Pasien belum BAB selama kurang lebih 2 hari
c. Sistem integument (integritas kulit/hidrasi/turgor/warna/suhu)
Kulit : warna coklat, akral hangat.
4) ACTIVITY/REST
a. Istrirahat/tidur
Pasien tidur nyenyak, tidak ada gangguan pola tidur.
b. Aktivitas
Pekerjaan Supir
ADL Sebagian besar kegiatan dibantu oleh keluarga
dan perawat
Bantual ADL Selama di Rumah Sakit, aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat, pasien
tidak melakukan aktifitas, hanya bed rest ,
dari pengkajian ketergantungan skor yang
didapat oleh pasien adalah 50-74 yang artinya
pasien mengalami ketergantungan sedang.
Kekuatan otot 5 5
3 5
Rom Pasif
Resiko cidera Skor resiko jatuh yaitu 40 yaitu resikosedang
c. Cardio respon
Penyakit jantung Tidak ada kelainan
Edema ekstremitas Tidak ada edema
Tekanan darah dan nadi 130/80 mmHg dan nadi 88x/menit
Tekanan vena jugularis Tidak terdapat distensi vena jugularis
Pemeriksaan jantung
Inspeksi Tidak terlihatpulsasi, tidak terlihat
mengangkat (lifting), gelombang
(heaving) atau retraksi di keempat
daerah katup pada dinding dada
Palpasi Teraba pulsasi/ictus cordis pada ICS 5,
CRT <3 dtk, nadi teraba kuat dan
teratur
Auskultasi Bunyi S1 dan S2 tunggal reguler dan
tidak terdengar bunyi S3 dan S4
Perkusi Suara pekak jantung melebar
d. Pulmonary respon
Penyakit sisten nafas Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit sistem pernafasan
Penggunaan O2 Tidak menggunakan O2
Kemampuan bernafas Normal
Gangguan pernafasan Tidak ada
Permeriksaan paru-paru
5) PERSEPTION/COGNITION
a. Orientasi/kognisi
Tingkat pendidikan SMK
Kurang pengetahuan pasien tidak mengerti tentang
penyakit yang dialaminya
c. Comunikasi
Bahasa yang digunakan jawa
Kesulitan berkomunikasi tidak ada
6) SELF PERCEPTION
Self-concept/self esteem
Perasaan cemas/takut pasien tidak merasakan cemas
dengan keadaanya sekarang
7) ROLE RELATIONSHIP
Peranan hubungan
Status hubungan belum menikah
Orang terdekat bapak dan ibu
Perubahan konflik/peran tidak ada perubahan
Perubahan gaya hidup pasien tidak mampu melakukan
aktivitasnya sehari-hari secara mandiri
sehingga dibantu total oleh keluarga
dan perawat
8) SEXUALITY
Pasien berjenis kelamin laki-laki, tidak ada masalah/disfungsi seksual
9) COPINGS/STRESS TOLERANCE
Coping respon
Rasa sedih/takut/cemas tidak ada keluhan
Kemampuan untuk mengatasi tidak ada
Perilaku yang menampakkan tidak ada
cemas
12) COMFORT
Kenyamanan/nyeri
Provokes Saat bergerak
Quality Seperti ditusuk-tusuk
Region Paha kana
Scale 5 (sedang)
Time Hilang timbul
13) GROWTH/DEVELOPMENT
Pertumbuhan dan Perkembangan : pasien dewasa pertumbuhan dan
perkembangan tidak terkaji
C. Catatan Perkembangan
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmetis
Selasa , 24 November 2020
JAM 10.00 12.00
TD 130/80 130/80
NADI 88 81
TTV
RR 22 22
SUHU 36,7 36.6
EYE 4 4
GCS VERBAL 5 5
MOTORIK 6 6
OUTPUT
Cairan
NGT
Input :1000
BALANCE/
Total Output :600
6 jam
+400
Hasil Rontgen
- Foto Thoraks (18 November 2020)
Kesan : Cor Tidak Membesar, Pulmo Normal
- Foto Knee Joint Dx (18 November 2020)
Kesan : Fraktur pada femur dextra
- Foto Knee Joint Dx (20 November 2020)
Kesan : Kedudukan tulang yang fraktur post ORIF baik
DAFTAR MASALAH
Data Objektif :
Pasien terlihat lemah
Pasien terlihat tidak dapat
melakukan aktivitas secara
mandiri
ADL Selama di Rumah sakit,
aktivitas pasien dibantu oleh
perawat, pasien tidak
melakukan aktifitas, hanya
bed rest , dari pengkajian
ketergantungan skor yang
didapat oleh pasien adalah
50-74 yang artinya pasien
mengalami ketergantungan
sedang
kekuatan otot
5 5
2 3
2. Diagnosa Keperawatan
a. (D0077) Nyeri Akut b.d prosedur operasi
Ditandai dengan :
1. Pasien terlihat meringis kesakitan jika kaki sebelah kanan disentuh
2. Skala nyeri sedang
P : tiba-tiba dan saat mencoba untuk digerakkan
Q : seperti tertusuk
R : paha kanan
S:4
T : hilang timbul dan saat mencoba untuk digerakkan
3. Vita sign : TD 130/80 mmHg, Suhu 36,7ºC, HR 88x/menit, RR
22x/menit
b. (D0054) Gangguan Mobilitas Fisik b.d nyeri
Ditandai dengan :
1. Pasien terlihat tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri
2. ADL Selama di Rumah sakit, aktivitas pasien dibantu oleh perawat,
pasien tidak melakukan aktifitas, hanya bed rest , dari pengkajian
ketergantungan skor yang didapat oleh pasien adalah 50-74 yang
artinya pasien mengalami ketergantungan sedang
3. Kekuatan otot
5 5
3 5
3. Perencanaan dengan Evidence Based
Hari Kedua
D.0054 26 S
Nov Pasien merasa nyaman setelah diganti balutan luka
2020 Pasien dan keluarga mengatakan mengerti mengenai
penjelasan perawat
O
Luka bekas operasi tidak terdapat PUS dan tampak
kemerahan
Pasien tampak lemah
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan intervensi untuk merawat luka sekali sehari
Lanjutkan intervensi dengan membantu mobilisasi pada
pasien agar pasien mampu mobilisasi secara mandiri
D.007 27 S
Nov Pasien mengatakan sudah merasa nyaman namun tetap
2020 merasa nyeri pada daerah luka operasi
O
Skala nyeri 4
A
Masalah teratasi sebagian
P
Lanjutkan intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam,
posisi 30º, mengalihkan rasa nyeri dan memberikan teknik
relaksasi otot progresif
D.0054 27 S
Nov Pasien mengatakan merasa segar setelah dibantu melakukan
2020 pergerakan namun tetap masih merasakan nyeri dan pusing
serta merasa tidak mampu melakukan pergerakan sendiri
tanpa bantuan petugas kesehatan
O
Pasien terlihat lemah
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan intervensi dengan membantu mobilisasi pada
pasien agar pasien mampu mobilisasi secara mandiri
Pengkajian Keperawatan Kasus II
A. Data Umum
1) Nama Inisial Klien : Tn. J
2) Umur : 23 Tahun
3) Alamat : Karangawen RT 2/RW 1, Tambakromo, Pati
4) Agama : Islam
5) Tanggal Masuk RS : 18 Novenber 2020
6) No. Rekam Medis : 275076
7) Diagnosa Medis : Fraktur Forearm Part Unspecified Sinistra
8) Bangsal : Bougenville (Ruang Bedah Pria)
3 ELIMINATION
a. Sistem Urinaria
Pola pembuangan urine Pasien tidak terpasang DC
Riwayat kelainan kandung kemih Tidak ada
Pola urine (jumlah, warna, Produksi urine 950 dalam 6 jam,
kekentalan, bau) warna kuning pekat
b. Sistem Gastrointestinal
Pasien BAB 1x sehari
c. Sistem integument (integritas kulit/hidrasi/turgor/warna/suhu)
Kulit : warna coklat, akral hangat.
4 ACTIVITY/REST
a. Istirahat/tidur
Waktu tidur pasien tidak menentu karena pasien gelisah dan
merasakan nyeri. Pertolongan untuk merangsang tidur : diberikan
penjelasan kesehatan agar tidak cemas dan dibantu untuk
melakukan doa
b. Aktivitas
Pekerjaan Buruh Bangunan
ADL Kegiatan pasien dibantu minimal oleh
perawat dan keluarga
Bantuan ADL Minimal
Kekuatan otot 5 5
5 3
ROM Aktif dengan bantuan minimal
Resiko untuk cidera Dengan skor resiko jatuh yaitu 20 ( tidak
beresiko)
c. Cardio respons
Penyakit jantung Tidak ada kelainan
Edema ekstremitas Tidak ada edema
Tekanan darah dan nadi 120/80 mmHg dan nadi 80x/menit
Tekanan vena jugularis Tidak terdapat distensi vena jugularis
Pemeriksaan jantung
(a) Inspeksi : dada simetris
(b) Palpasi : iktus cordis teraba di ics 5
(c) Perkusi : suara pekak jantung melebar
(d) Auskultasi : bunyi S1 S2 ireguler
d. Pulmonary respon
Penyakit sisten nafas
Penggunaan O2 Tidak menggunakan O2
Kemampuan bernafas dapat bernapas tanpa menggunakan alat bantu
dan tidak mengalami sesak nafas dengan RR
22x/menit
Gangguan pernafasan Tidak ada
Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi bentuk dada simetris, gerakan dinding dada simetris,
bentuk dada normal, tidak ada deviasi trakea
5 PERSEPTION/COGNITION
a. Orientasi/kognisi
Tingkat pendidikan SMK
Kurang pengetahuan pasien tidak mengerti tentang penyakit
yang dialaminya
Pengetahuan tentang penyakit pasien dan keluarga tidak mengetahui
mengenai sakit yang diderita
7 ROLE RELATIONSHIP
Peranan hubungan
Status hubungan Belum menikah
Orang terdekat Bapak dan Ibu
Perubahan konflik/peran tidak ada perubahan
Perubahan gaya hidup pasien tidak mampu lagi melakukan
aktivitasnya sehari-hari secara
mandiri sehingga dibantu minimal
oleh keluarga dan perawat
Interaksi dengan orang lain Baik
8 SEXUALITY
Tidak ada keluhan
9 COPINGS/STRESS TOLERANCE
Coping respon
(1) Rasa sedih/takut/cemas : pasien tidak cemas
(2) Kemampuan untuk mengatasi : -
(3) Perilaku yang menampakkan cemas : -
10 LIFE PRINCIPLESSAFETY PROTECTION
Nilai kepercayaan
Kegiatan keagamaan jarang mengikuti kegiatan keagamaan yang
dilakukan di lingkungan rumahnya
Kemampuan berpartisipasi pasien mampu berpartisipasi dengan baik
dilingkungan rumah tempat tinggalnya
Kegiatan kebudayaan jarang mengikuti kegiatan kebudayaan
11 SAFETY/PROTECTION
Alergi : tidak ada riwayat alergi
Penyakit autoimune : tidak ada
Tanda infeksi : tidak ada
Gangguan thermoregulasi : tidak ada
Gangguan/resiko : pasien mengalami resiko jatuh yaitu
dengan skor 20
12 COMPORT
Kenyamanan/nyeri
Provokes (yang menimbulkan nyeri) : tiba-tiba dan saat mencoba kaki
kiri untuk digerakkan
Quality ( bagaimana kualitasnya) : seperti tertusuk benda tajam
Regio (dimana letaknya) : lutut kiri
Scale (berapa skalanya) :6
Time (waktu) : hilang timbul dan saat
mencoba digerakkan
Rasa tidak nyaman lainnya : terpasang infus dan perban di lutut kiri
Gejala yang menyertai : pasien nampak meringis
13 GROWTH/DEVELOPMENT
Pertumbuhan dan Perkembangan : pasien dewasa pertumbuhan dan
perkembangan tidak terkaji
C. Catatan Perkembangan
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmetis
Rabu, 25 November 2020
JAM 09.00 11.00
TD 120/80 120/90
NADI 80 100
TTV
RR 22 22
SUHU 36,5 36
EYE 4 4
GCS VERBAL 5 5
MOTORIK 6 6
OUTPUT
Cairan
NGT
BALANCE Input :1150
/ Total Output :950
6 jam +200
DAFTAR MASALAH
Data Objektif :
Pasien terlihat lemah
Pasien terlihat tidak dapat
melakukan aktivitas secara
mandiri
ADL Selama di Rumah sakit,
aktivitas pasien dibantu oleh
keluarga, pasien melakukan
aktifitas di tempat tidur , dari
pengkajian ketergantungan
skor yang didapat oleh pasien
adalah 50-74 yang artinya
pasien mengalami
ketergantungan sedang
kekuatan otot
5 5
5 3
4. Diagnosa Keperawatan
a. (D.0077) Nyeri Akut b.d prosedur operasi
Ditandai dengan :
4. Pasien terlihat meringis kesakitan jika kaki sebelah kanan disentuh
5. Skala nyeri sedang
P : tiba-tiba dan saat mencoba untuk digerakkan
Q : seperti tertusuk
R : lutut kiri
S : 6 Sedang)
T : hilang timbul dan saat mencoba untuk digerakkan
6. Vita sign : TD 120/80 mmHg, Suhu 36,5ºC, HR 80x/menit, RR
22x/menit
b. (D.0054) Gangguan Mobilitas Fisik b.d nyeri
Ditandai dengan :
4. Pasien terlihat tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri
5. ADL Selama di Rumah sakit, aktivitas pasien dibantu oleh keluarga,
pasien melakukan aktivitas di tempat tidur, dari pengkajian
ketergantungan skor yang didapat oleh pasien adalah 50-74 yang
artinya pasien mengalami ketergantungan sedang
6. Kekuatan otot
5 5
5 3
4. Perencanaan dengan Evidence Based
Evidence Based
Practice :
Teknik Relaksasi Otot
Progresif (Progressive
Muscle Relaxation)
Evidence Based
Practice :
Teknik Relaksasi Otot
Progresif (Progressive
Muscle Relaxation)
27 Nov Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan 10.20 WIB Pasien
2020 fisik intervensi keperawatan Mobilisasi (I.05173) Membantu pasien melakukan mengatakan
selama 3 x 24 jam, Observasi mobilisasi ekstremitas atas merasa nyaman
diharapkan mobiltas fisik a. identifikasi nyeri miring kanan dan kiri/1 jam setelah dibantu
meningkat atau keluhan dan posisi kaki diganjal bantal
Dengan kriteri hasil : dengan posisi kaki abduksi, melakukan
fisik lainnya pergerakan
e. Nyeri menurun eksorotasi diganjal bantal
b. identifikasi ditengah (diselangkangan) namun tetap
f. Kecemasan menurun
toleransi fisik masih merasakan
g. Gerakan terbatas
melakukan nyeri dan pusing
menurun
h. Kelemahan fisik pergerakan serta merasa tidak
menurun c. monitor mampu
frekuensi melakukan
jantung dan pergerakan
tekanan darah sendiri tanpa
sebelum bantuan petugas
melakukan kesehatan
mobilisasi
d. monitor keadaan
umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
a. fasilitasi
aktivitas
mobilisasi
dengan alat
bantu (mis.
pagar tempat
tidut)
b. fasilitasi
melakukan
pergerakan
c. libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
a. jelaskan tujuan
dan prodsedur
mobilisasi
b. ankurkan
melakukan
mobilisasi dini
c. ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. duduk
ditempat tidur)
Evaluasi
D.0054 27 S
Nov Pasien mengatakan merasa nyaman setelah dibantu
2020 melakukan pergerakan namun tetap masih merasakan
nyeri dan pusing serta merasa tidak mampu
melakukan pergerakan sendiri tanpa bantuan petugas
kesehatan
O
Pasien terlihat lemah
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan intervensi dengan membantu mobilisasi
pada pasien agar pasien mampu mobilisasi secara
mandiri
BAB III
PEMBAHASAN
Sejak tahun 1900 sampai dengan tahun 1929, rasa nyaman menjadi
tujuan profesi keperawatan dan kedokteran, dimana terdapat keyakinan rasa
nyaman akan membantu proses penyembuhan dan merupakan modal dasar
utama dalam memperbaiki kondisi klien. Perbaikan kondisi klien tidak akan
tercapai jika kebutuhan akan rasa nyaman tidak terpenuhi. Kolcaba
menyatakan bahwa teori kenyamanan sebagai middle range theory karena
memiliki tingkat abstrak yang rendah dan mudah diterapkan dalam praktik
keperawatan. Kolcaba meningkatkan tipe kenyamanan dalam 4 aspek yaitu
pengalaman kenyamanan fisik (sensasi tubuh yang dirasakan oleh individu
sendiri), psikospiritual (konsep diri, harga diri, makna kehidupan, seksualitas
hingga hubungan yang sangat dekat), lingkungan (temperatur, warna, suhu,
pencahayaan dan suara) dan sosial (interpersonal, keluarga, sosial dan
masyarakat). Konsep teori kenyamanan adalah kebutuhan kenyamanan,
intervensi kenyamanan comfort care, intervening variabels, peningkatan
kenyamanan, health seeking behaviors, dan integritas institusional. Seluruh
konsep tersebut terkait dengan pasien dan keluarga. Tingkat kenyamanan
terbagi menjadi tiga yaitu relief dimana pasien memerlukan kebutuhan
kenyamanan yang spesifik, ease yaitu terbebas dari rasa ketidaknyamanan
atau meningkatkan rasa nyaman, dan transcendence yaitu mampu
mentoleransi atau dapat beradaptasi dengan ketidaknyamanan
Rasa nyaman merupakan bagian perawatan yang penting untuk
diperhatikan. Kenyamanan merupakan nilai dasar yang menjadikan tujuan
keperawatan pada setiap waktu. Pendekatan teori comfort yang dikembangkan
oleh Kolcaba menawarkan kenyamanan sebagai bagian terdepan dalam proses
keperawatan. Kolcaba memandang bahwa kenyamanan holistik adalah
kenyamanan yang menyeluruh meliputi kenyamanan fisik , psikospiritual,
lingkungan dan psikososial.
Dalam salah satu proses keperawatan pada implementasi keperawatan
perawat menggunakan hipotesis dalam memberikan perawatan kepada pasien
sesuai dengan rencana yang telah disusun dari hasil pengkajian dan masalah
serta tujuan keperawatan. Dalam teori Kolcaba, ada 4 prinsip pendekatan
dalam intervensi dan semuanya disusun untuk melaksanakan implementasi. 1)
kebutuhan kenyaman fisik yang jelas terlihat seperti sakit, mual, muntah,
menggigil, atau gatal dapat ditangani baik menggunakan obat maupun tanpa
obat. Diharapakan standar kenyaman intervensi ini dapat mempertahankan
homeoststis. 2) kebutuhan kenyamanan psikosporitual didalamnya termasuk
motivasi, dan kepercayaan diri dimana pasien dan keluarga lebih tenang serta
percaya terhadap prosedur tindakan invasif yang dilaksanakan atau trauma
yang tidak kunjung sembuh. Selain itu tindakan keperawatan yang
menenangkan jiwa pasien seperti pijat, perawatan mulut, pengunjung khusus,
treatment khusus, dan fasilitas strategi menghibur serta kalimat motivasi. 3)
kebutuhan kenyamanan sosiocultural merupakan kebutuhan untuk budaya,
bahasa, tubuh yang positif dan caring. Terpenuhinya kebutuhan ini melalui
pembinaan, yang terdiri dari sikap optimisme, kata penyemangat,
perkembangan informasi dan rehabilitasi. 4) kebutuhan kenyamanan
lingkungan terdiri dari tertib, tenang dan aman. Termasuk juga perhatian dan
saran pada pasien dan keluarga untuk beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit. Perawat harus mampu mengurangi kebisingan, cahaya lampu, gangguan
istirahat dan tidur dalam rangka memfasilitasi lingkungan.
2. Saran
a. Diharapkan pemberian asuhan keperawatan yang komperhensif dan
tingkat pelayanan keperawatan dapat dijadikan pertimbangan dalam tata
laksana perbaikan kualitas hidup pasien dengan keluhan nyeri dengan
terapi non farmakologis yaitu dengan teknik relaksasi otot progresif
dilingkungan rumah sakit.
b. Diharapkan perawat dapat melaksanakan pendidikan kesehatan secara
berkelanjutan pada setiap pasien dan menerapkan terapi non farmakologis
dalam perawatan pasien fraktur.
DAFTAR PUSTAKA