Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

SISTEM MUSKULOSKELETAL

DI RUANG IGD RSPAU DR. S HARDJO LUKITO

OLEH :

Jumiati Yaroliah (P07120118031)

Putri Tsaniatussa’ada (P07120118038)

Herlinda Yulianingrum (P07120118048)

PRODI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2020
LEMBARAN PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


KEGAWATDARURATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL INI DIBUAT UNTUK
MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT MEMPEROLEH NILAI PRAKTEK
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MANAJEMEN BENCANA PADA PRODI DIII
KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN

OLEH :

Jumiati Yaroliah (P07120118031)

Putri Tsaniatussa’ada (P07120118038)

Herlinda Yulianingrum (P07120118048)

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL …………………………

OLEH :

PEMBIMBING LAPANGAN : …………………………………..

PEMBIMBING PENDIDIKAN :……………………………………


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik

berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2013) .
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur di bawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan
oleh kecelakaan kendaraan bermotor, sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering
mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause (Reeves, Roux,
Lockhart, 2013).
World Healtth Organization (WHO) mencatat pada tahun 2013-2017 terdapat 5,7
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.
Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadinya inkontinuitas integritas tulang.
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik kecelakaan lalu lintas maupun
kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.
Menurut Data Riskesdas tahun 2018, prevalensi tertinggi diantara fraktur adalah
fraktur ektremitas bawah sebesar 67,9%. Dari 92.976 orang dengan kasus fraktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.754 orang mengalami fraktur femur, 14.027
orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang
mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 337 orang mengalami fraktur
fibula. (Kemenkes RI, 2019)
Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor patologik dan
yang lainnya karena faktor beban. Tanda dan gejala pada fraktur Tibia adalah nyeri hebat
bagian bawah,kesulitan berjalan, berlari, atau menendang, ketidakmampuan untuk
menanggung berat pada kaki yang terluka, kelainan bentuk di daerah kaki bagian bawah,
lutut, tulang kering atau pergelangan kaki, tulang yang menonjol, bengkak sekitar lokasi
cedera serta memar dan kebiruan pada kaki yang terluka.
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang salah satunya berfokus pada
sistem muskuloskeletal memeiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, dan
perawat harus mampu berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan yang
komprehensif serta mampu mengidentifikasi masalah-masalah klien yang dirumuskan
sebagai diagnosa keperawatan, mampu mengambil keputusan yang tepat dalam
mengatasi masalah keperawatan yang dialami oleh klien, asuhan keperawatan yang
secara holistik yaitu dilihat dari segi bio-psiko-sosial dan spiritual, serta mampu
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberikan asuhan keperatan yang
maksimal (Potter & Perry, 2013)
B. Tujuan
1. Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien dengan
fraktur yang komprehensif.
2. Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian asuhan keperawatan pada klien dengan
closed fraktur tibial plateau
b. Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada klien dengan closed fraktur
tibial plateau
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada klien dengan closed fraktur
tibial plateau
d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan closed
fraktur tibial plateau
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan closed fraktur
tibial plateau
C. Metode
1. Laporan asuhan keperawatan ini mendeskripsikan asuhan keperawaatan yang telah
dilakukan dengan cara pengumpulan data.
2. Teknik pengumpulan data asuhan keperawatan pada klien dengan closed fraktur tibial
plateau adalah :
a. Wawancara
Wawancara yaitu menanyakan atau melakukan tanya jawab yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi klien. Perawat mengajak klien dan keluarga klien
dengan komunikasi terapueutik.
b. Observasi
Observasi yaitu mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data
tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. Hal yang harus diperhatikan
saat observasi adalah sebaiknya tidak diketahui klien sehingga data yang
diperoleh bisa bersifat murni, hasilnya dicatata dalam catatan kepeerawatan.
c. Studi dokumentasi
Studi dokumentasu merupakan teknik pengumpulan yang diperoleh dengan
mempelajari buku laporan, catatan medik, atau pemeriksaan yang telah ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur atau patahan tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan karena rudapaksa. (Lukman dan Ningsi, Nurna,
2013)
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Nurarif, 2015).

B. Patofisiologi
Menurut Wahid (2013), Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan
dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medulla tulang. Jaringan tulang akan segera berdekatan kebagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respons inflamasi
yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma, dan leukosit dan inflitrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

C. Etiologi
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mengalami rudapaksa misal terjadi benturan atau pukulan langsung yang
mengakibatkan patah tulang.
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan keadaan
lengan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
3. Trauma akibat tarikan otot atau kontrkasi otot ekstrim sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan kombinasi dari
ketiganya dan penarikan. (Carpenito 2013).
4. Trauma patologis, terjadi pada tulang yang mengalami kelainan (kista, neoplasma,
osteoporosis). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka
yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor (Muttaqin. 2014).
D. Klasifikasi
Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Nurarif 2015, fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan
etiologis, klinis, dan radiologis.
1. Klasifikasi Fraktur berdasarkan etiologis
2. Klasifikasi berdasarkan klinis
a. fraktur tertutup bila tidak terdapat hubungan antara frakmen tulang dan dunia luar.
b. fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara frakmen dan dunia luar.
c. fraktur dengan komplikasi missamal-union, delayed, union, naunion dan infeksi
tulang.
3. Klasifikasi fraktur berdasarkan radiologis
a. Lokalisasi: diafisal, Metafisal, intra-antikuler, fraktur dengan dislokasi.
b. Kofigurasi: fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur segmental.
Fraktur komunitif (lebih dari defragment), fraktur baji biasa pada vertebra karena
trauma, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur pecah dan fraktur epifisis.
c. Menurut ekstensi: fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau torus,
fraktur garis rambut, fraktur green stick. Menurut hubungan antara fragmen
dengan fragmen lainnya: tidak bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi,
distraksi, over-riding, impaksi).

E. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Bare, BG., 2010) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke
jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis
dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi frakturglobula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien
akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak
pada aliran darah
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisadisebabkan
karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus
otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasditandai denagan tidak ada nadi,
CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan infeksi Sistem
pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. f. Avaskuler
nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’sIschemia.
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi
yang baik.
b. Delayed Union Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus
berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah
yang kurang.
F. Pathway

G. Penatalaksanaan
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi semula
dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang. Cara
pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi, misalnya
menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur klavikula pada
anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada
patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah reposisi dengan cara
manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang
radius distal. Cara keempat adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus
selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi
akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan
imobilisasi dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif
diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh berupa
reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut dengan
ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen
patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidajat, 2010)

H. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Identitas Penanggung jawab pasien
3. Primary Survey
a. Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing,
fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea. Usaha
untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena
kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini
dapat dilakukan jaw thrust apabila terdapat indikasi cidera tulang belakang atau
fraktur multiple.
b. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan
yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam
paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga
pleura. Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang
mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema pada
klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi
yang berat adalah tension pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, open
pneumothoraks dan hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang demikian siapkan
klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.

c. Circulation
Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian sirkulasi pada pasien. Hal ini
dapat dilakukan dengan merasakan pulsasi dari arteri radialis dan meraba
pergelangan. Waktu yang dibutuhkan hanya lima sampai sepuluh detik. Jika ada
perdarahan, kontrol pendarahan vena dengan menekan langsung sisi area
perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area
perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin,
lembab dan nadi halus. Darah yang keluar berkaitan dengan fraktur femur dan
pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan infus IV, plasma. Berikan transfuse
untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah tersedia darah. Berikan
oksigen karena obstruksi jantung paru menyebabkan penurunan suplai oksigen
pada jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstremitas dan
pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai fraktur
d. Disability
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran ukuran
dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau
penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran
menuntutu dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan
oksigenasi. Selain itu pula di identifikasi apakah ada kelainan pada ekstremitas.
4. Secondary Survey
a. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka kadang
tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat
menceritakan kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan klien. 2.
b. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepa;a sampai kaku secara
sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas. 3.
c. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
d. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan trauma
pada lumbal.
e. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan
trauma panggul.
f. Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan dan siku
harus dievakuasi bersamaan.
g. Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada tungkai
bawah.
h. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
i. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
j. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur.
k. Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat menyebabkan
perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup sehingga menyebabkan
penekanan saraf.
l. Kaji TTV secara continue.

I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Menurut SDKI, 2017 diagnosa keperawatan pada fraktur yang mungkin muncul adalah
a. Gangguan mobilitas fisik
1. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
2. Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Penurunan kendali otot
c) Kekakuan sendi
d) Gangguan muskuloskeletal
e) Nyeri
3. Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif : mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b) Objektif : kekuatan otot menurun, Rentang gerak menururn (ROM)
4. Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif : Nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa
cemas saat bergerak.
b) Objektif : Sendi kaku, gerakan tidak terkondisi, gerakan terbatas, fisik lemah.
b. Gangguan integritas kulit / jaringan (SDKI 2017, Hal 282)
1. Penyebab
f) Perubahan sirkulasi
g) Faktor mekanis
2. Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif : Tidak ada
b) Objektif : Kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit
3. Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif : Tidak ada
b) Objektif : Nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.
c. Syok Hipovolemik (SDKI 2017, Hal 64)
d. Perfusi Perifer tidak efektif (SDKI 2017, Hal 37)
1. Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu
metabolisme tubuh
2. Penyebab
a) Peningkatan tekanan darah
b) Kekurangan volume cairan darah
c) Penurunan arteri dan atau vena
3. Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif : tidak tersedia
b) Objektif : Pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba,
akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor menurun

4. Gejala dan Tanda Minor


a) Subjektif : Parastesia, Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermitten)
b) Objektif : Edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle brachial <0,90,
bruit femoral
Hasil Pemeriksaan Laboratorium

NAMA HASIL NILAI SATUAN


PEMERIKSAA RUJUKAN
N

Darah Rutin

Hemoglobin 14.0 L:13.2-17.4; gr/dL


P:11.7-15.5

Eritrosit 4.39 L:4.4-5.9; P:3.8- Juta/uL


5.2

Leukosit 15.600* L:3.800-10.000; Sel/uL


P:3.600-11.000

Trombosit 199.000 15.000-450.000 Sel/uL

Hematokrit 41.2 35-47 %

Hitung jenis

Granulosit 92 52-73 %

Limfosit 4 25-40 %

Monosit 4 2-8 %

Asam Urat 8.4* L:2.3-6.6; P:4.4- mg/dL


7.6

Gula Darah 120 <200 mg/dL


Sewaktu

NLR 23

ALC 624
DAFTAR PUSTAKA

Bare, BG., S. S. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC.

Kemenkes RI. (2019). Laporan Nasional Riskesdas 2018 (B. P. dan Pengembangan (ed.)). Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba

Medika.

Potter, P. A. A. G. P. (2013). Fundamental Of Nursing (D. Sjabana (ed.); 7th ed.). Salemba

Medika.

PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (I). DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP PPNI.

Price, W. (2006). Patofisiology Vol 2 ; Konsep Klinis Proses-proses penyakit. EGC.

Putri Meisora W. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. B Dengan Diagnosa Medis Post
Operative Close Fracture Femur Dextra Di RSUD Bangil Pasuruan. Sidoarjo (ID):
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.
Retno Dwi P. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Tn. A dengan Diagnosa Medis Post Operative
Closed Frakture Tibia 1/3 Distal Di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan. Sidoarjo (ID):
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.
Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (II). EGC.

Anda mungkin juga menyukai