Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI AKIBAT PATOLOGI SISTEM PERNAPASAN DAN
KARDIOVASKULER

PEMBIMBING :
PURBIANTO, S.Kp,M.Kep.Sp.KMB

DI SUSUN OLEH :
DHIA ISTIQOMAH
1814401012
TINGKAT 2/ REGULER 1

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
TA 2019/2020
LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1

PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI AKIBAT PATOLOGI SISTEM PERNAPASAN DAN
KARDIOVASKULER

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA KEPERAWATAN : BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK
EFEKTIF
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau
jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

A.2. PENYEBAB
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), penyebab dari bersihan jalan napas tidak
efektif antara lain:
1. Fisiologis
a) Spasme jalan napas
b) Hipersekresi jalan napas
c) Disfungsi neuromuskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan napas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hyperplasia dending jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakalogis (mis. Anastesi)
2. Situasional
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpapar polutan
A.3. GEJALA DAN TANDA MAYOR
1. Subjektif
(Tidak tersedia)
2. Objektif
a) Batuk tidak efektif
b) Tidak mampu batuk
c) Sputum berlebihan
d) Adanya suara tambahan seperti Mengi, wheezing dan ronkhi kering
e) Mekonium di jalan napas (pada neonates)

A.3. GEJALA DAN TANDA MINOR


1. Subjektif
a) Dispnea
b) Sulit bicara
c) Ortopnea
2. Objektif
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Frekuensi napas berubah
e) Pola napas berubah

A.4. KONDISI KLINIS TERKAIT


1. Infeksi saluran napas (Pneumonia)
Pneumonia terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada diudara, aspirasi organisme dari
nasofaring, atau penyebaran hematogen dari focus infeksi yang jauh. Bakteri yang
masuk ke paru melalui saluran pernapasan, masuk ke bronkiolus dan alveoli lalu
menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya
protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Bakteri pneumokokus dapat meluas
melalui porus khon dari alveoli ke alveoli diseluruh segmen lobus. Timbulnya
hepatisasi merah adalah akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari
kapiler paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi
eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi
melebar sehingga mengurangi luas permukaan alveoli untuk pertukarab oksigen
dengan karbondioksida. Peradangan yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan produksi sputum. Jika pasien tidak dapat batuk secara efektif,
berkurangnya luas permukaan alveoli serta peningkatan produksi sputum akan
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas sehingga akan menimbulkan bersihan
jalan napas tidak efektif (Bararah & Jauhar, 2013).
2. Myasthenia gravis
Dasar ketidaknormalan pada myastenia gravis adalah adanya kerusakan pada
transmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya
reseptor normal membran post sinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian
memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada
sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan
sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin
(AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermeilin yang berasal dari
sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar
aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang
bersangkutan bercabang berkali kali dan mampu merangsang 2000 serat otot rangka.
Kombinasi saraf motorik dengan serabut otot yang dipersyarafi disebut unit motorik.
Walaupun masing masing neuron motorik mempersarafi banyaj serabut otot, namun
masing masing otot dipersarafi oleh neuron motorik tunggal.
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot
disebut sinaps atau taut neuromuskular. Asetilkolin disimpan dan disintesis dalam
akson terminal (bouton). Membran pascasinaps mengandung reseptor asetilkolin
yang dapat membangkitkan lempeng akhir motorik dan sebalikya dapat
menghasilkan potensial aksi otot. Apabila implus saraf mencapai taut
neuromuskular, membrana akson parasimpatik terminal terdepolirisasi,
menyebabakan pelepasan asetilkolin kedalam membran parasimpatik. Asetilkolin
menyeberangi celah sinaptik secara difusi dan menyatu dengan bagian reseptor
asetilkolin dalam membran pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan
keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi ujung lempeng.
Ketika EPP mencapai puncak, EPP akan menghasilkan potensial aksi dalam
membran otot tidak bertaut yang menyebar sepanjang sarkonema. Potensial aksi ini
merangkai serangkaian reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu
terjadi transmisi melalui penghubung neuromuskular, asetilkolin akan dirusak oleh
enzin asetilkonlinetrase. Dalam MG konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah
reseptor asetilkolin normal menjadi menurun. (Keperawatan medikal bedah, 2001).

A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Infeksi saluran napas (Pneumonia)
Menurut Wahid & Suprapto (2013), penatalaksanaan pneumonia pada anak antara
lain:
a. Oksigen 1-2 L/menit
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% =3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi
c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
d. Jika sekresi lender berlebhan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam bas dan elektrolit
f. Antibiotic sesuai hasil biakan atau berikan:
1) Untuk kasus pneumonia community base:
a) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2) Untuk kasus pneumonia hospital base:
a) Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
b) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
2. Myasthenia gravis
Myasthenia gravis merupakan kelainan neurologic yang paling dapat diobati.
Antikolinesterase (asetikolineterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan
penatalaksanaan utama pada myasthenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien
dengan myasthenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang
rutin. Penatalaksanaan myasthenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan,
timomektomi ataupun dengan imunomudulasi dan imunosupresif terapi yang dapat
memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan myasthenia gravis.
Terapi pemberian antibiotic yang dikombinasikan dengan imunosupresif dan
imunomudulasi yang ditunjang dengan penunjang ventiasi, mampu menghambat
terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas. Pengobatan ini dapat digolongkan
menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepar dan tepat yang
memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat
mencegah terjadinya kekambuhan.

B. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Tujuan : bersihan jalan napas menjadi efektif
Kriteria Hasil :
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Frekuensi nafas membaik
4. Pola nafas membaik dan/atau efektif

Intervensi :
1. Pemantauan Respirasi
Rasional : Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan
napas dan keefektifan pertukaran gas.

2. Manajemen jalan napas


Rasional : Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.
3. Latihan batuk efektif
Rasional : Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk
membersihkan laring, trakea dan bronkiolus dari sekret atau benda
asing di jalan napas.

4. Pengaturan posisi, mengubah posisi pasien


Rasional : Untuk meningkatkan kesehatan fisologis dan psikologis, serta
memudahkan mengeluarkan sekret.

5. Penghisapan jalan napas


Rasional : Membersihkan sekret dengan memasukkan kateter suction bertekanan
negative kedalam mulut, nasofaring, trakea dan endotracheal tube
(FTT)
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP.
2. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP.
3. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP.
4. Potter & Perry.2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai