Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KOMUNIKASI KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN BERDUKA

Dosen pembimbing : Ns. Sutejo, M.Kep., Sp.Kep J

Di susun oleh:
Kelompok 10
1. Fina Amalia (P07120118023)
2. Aulia Pratiwi Maulidya (P07120118018)
3. Septina Putri Rahayu (P07120118034)
4. Ratri Riszi Klarasati (P07120118037)
5. Estu Putri Wahyuni (P07120118049)

PRODI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, cemas, gelisah, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain. (NANDA, 2011)
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini
diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan
pada pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
(Aziz Alimul, 2014)
Berduka adalah respon psikososial yang ditunjukkan oleh klien akibat
kehilangan (orang, objek, fungsi, status, bagian tubuh atau hubungan). (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017)
Berduka diantisipasi merupakan suatu status pengalaman individu dalam
merespons kehilangan aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe berduka
diantisipasi ini masih dalam batas normal. Sementara itu, berduka disfungsional
merupakan kondisi individu dalam merespon suatu kehilangan dimana respons
kehilangan dibesar-besarkan pada saat individu kehilangan secara aktual maupun
kehilangan secara potensial, hubungan, objek, dan ketidakmampuan fungsional. Tipe
ini kadang-kadang menjurus ke tipikal abnormal atau kesalahan/kekacauan. (Sutejo,
2019)
2. Etiologi
Menurut Sutejo, 2019:
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Adanya riwayat keluarga dengan depresi akan lebih sulit mengembangkan sikap
optimistic dalam menghadapi permasalahan.
2) Kesehatan fisik
Keadaan fisik yang sehat cenderung mampu mengatasi stress dibandingkan
individu yang mengalami gangguan fisik.
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa dengan riwayat depresi merasa masa
depan suram dan peka dengan situasi kehilangan serta berisiko untuk kambuh.
4) Pengalaman kehilangan masa lalu
Kehilangan yang dialami di masa kanak-kanak mempengaruhi kemampuan
menghadapi kehilangan di masa dewasa.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan,
diantarana perasaan stress nyata atau imajinasi individu dan kehilangan yang
bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit, kehilangan fungsi seksualitas,
kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, dan kehilangan
posisi di masyarakat.
3. Tahap Proses Berduka
Menurut Potter & Perry, 2012:
a. Tahap penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan menolak menerima
kenyataan adanya rasa kehilangan. Individu menunjukkan seolah-olah tidak
memahami apa yang terjadi.
b. Tahap kemarahan (Anger)
Terhadap rasa kehilangan, individu mengungkapkan pertahanan dan terkadang
merasakan kemarahan yang hebat terhadap tuhan, individu lain, atau situasi.
c. Tahap penawaran (Bargaining)
Melindungi dan menunda kesabaran akan rasa kehilangan dengan mencoba
mencegahnya untuk terjadi. Individu yang berduka atau sekarat membuat janji
dengan dirinya sendiri, tuhan, atau orang yang di cintai bahwa mereka akan hidup
atau mempercayai secara berbeda jika mereka dapat dihindarkan dari kehilangan
yang menakutkan itu.
d. Tahap depresi
Beberapa individu merasa sedih, putus asa, dan kesendirian yang berlebihan.
Karena mengalami hal yang buruk,mereka kadang menarik diri dari hubungan dan
kehidupan.
e. Tahap penerimaan
Individu memasukkan rasa kehilangan ke dalam kehidupan dan menemukan
cara untuk bergerak maju.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Sutejo, 2019, berduka merupakan respons kehilangan, yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
b. Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali kejadian
kehilangan.
c. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan menangis,
keluhan sesak pada dada, tercekik, dan nafas pendek.
d. Mengenang orang yang telah pergi secara terus-menerus.
e. Mengalami perasaan berduka.
f. Mudah tersinggung dan marah.
5. Dimensi (Repons) dan Gejala Klien dengan Berduka
Menurut Sutejo, 2019:
a. Kognitif
1) Klien membuat makna tentang kehilangan
2) Gangguan asumsi dan keyakinan
3) Berupaya mempertahankan keberadaaan orang yang sudah meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan orang-orang yang meninggal seolah-olah
adalah pembimbing
b. Emosional
1) Perasaan mati rasa
2) Marah, sedih, cemas
3) Kebencian
4) Merasa bersalah
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau suatu
benda yang hilang
8) Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
c. Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan, berat badan turun
3) Tidak bertenaga
4) Palpitasi, gangguan pencernaan
5) Perubahan sistem imun dan endokrin
d. Spiritual
1) Kecewa atau marah kepada Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
e. Perilaku
1) Menangis terisak, menangis tidak terkendali
2) Melakukan fungsi secara “otomatis”
3) Sangat gelisah; perilaku mencari
4) Iritabilitas dab sikap bermusuhan
5) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang pernah dilakukan bersama
dengan orang yang sudah meninggal
6) Menyimpan benda berharga milik orang yang telah meninggal, padahal ingin
membuangnya
7) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alcohol
8) Kemungkinan melakukan gestur atau upaya bunuh diri atau pembunuhan
9) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
10) Klien mempertahankan hubungan dengan almarhum atau almarhumah
6. Penatalaksanaan Klinik
Menurut Prabowo, 2014, berduka termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak
tergolongkan. Maka jenis penatalaksanaannya yang bisa di lakukan yaitu:
a. Electro convulsive therapy (ETC)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 eletrode yang ditempatkan di area temporal kepala (pelipis kanan
dan kiri).
Tujuan di lakukan ECT yaitu terapi tang digunakan untuk mengobati:
1) Gangguan efek yang berat pasien dengan depresi berat tidak berespon
terhadap obat anti depresan dengan ECT diharapkan pasien menunjukkan
respon yang baik dengan ECT 80-90%.
2) Gangguan skizofrenia; skisifenia kata tonik tipe stufor atau tipe exsided
memberikan respon yang baik dengan ECT.
3) Pasien bunuh diri: ECT digunakan ketika pasien menimbulkan ancaman bagi
diri sendiri.
4) Pada pasien hipoaktifitas penggunaan ECT sangat dianjurkan bagi pasien
tersebut.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, meliputi memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, bersikap ramag, memotivasi pasien, sopan kepada
pasien.
c. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki diri seseorang.
Jenis terapi okupasi yaitu waktu luang. Aktifitas mengisi waktu luang adalah
aktifitas yang dilakukan pada waktu luang yang bermotivasi dan memberikan
kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien. Aktifitas tidak wajib
yang pada hakikatnya kebebasan beraktifitas, adapun jenis-jenis aktifitas waktu
luang seperti menjelajah waktu luang (mengidentifikasi minat, keterampilan,
kesempatan, dan aktifitas waktu luang yang sesuai) dan partisipasi waktu luang
(merencanakan dan berpartisipasi dalam aktifitas waktu luang yang sesuai,
mengatir keseimbangan waktu luang dengan kegiatan yang lainnya, dan
memperoleh, memakai, dan mengatur peralatan dan barang yang sesuai.
7. Mekanisme koping
Menurut Sutejo, 2019, adapun mekanisme koping yang dilakukan terhadap
kehilangan adalah:
a. Denial
b. Regresi
c. Intelektualisasi/rasionalisasi
d. Supresi
e. Proyeksi

B. Data yang Perlu di Kaji


Menurut Direja, 2011:
1. Data Objektif
a. Klien tampak sedih dan menangis
b. Klien tampak putus asa dan kesepian
c. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan,pola tidur,tingkat aktivitas
d. Reaksi emosional klien tampak melambat
e. Klien tampak marah berlebihan
2. Data Subjektif
a. Mengingkari kehilangan
b. Kesulitan mengekspresikan perasaan
c. Konsentrasi menurun
d. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
e. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
f. Reaksi emosional yang lambat

C. Pohon Masalah dan Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Pohon masalah

Isolasi sosial
Harga diri rendah Akibat

Berduka Masalah

Kehilangan Penyebab

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Berduka
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
d. Kehilangan
3. Proritas diagnosa keperawatan
Berduka
E. Referensi
Alimul, Aziz. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1 Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Direja. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
NANDA. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Potter & Perry. 2012. Fundamental of Nursing Buku 2 Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sutejo. 2019. Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan
Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN PERTEMUAN PERTAMA

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Seorang perempuan berusia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja
di suatu perusahaan sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu,
suaminya meninggal karena kecelakaan. Selepas meninggalnya suaminya itu ia
merasa tidak ada harapan lagi untuk hidup. Ia slalu merasa bersalah atas
kecelakaan yang terjadi pada suaminya. Sejak kejadian tersebut, ia sering
menyangkal bahwa suaminya telah meninggal, selain itu ia juga menghindari
untuk bertemu orang lain. Ia mengalami perubahan suasana hati yang sulit ditebak
dan sering mengurung diri di kamarnya sendiri bahkan ia masih belum bisa
menerima dukungan yang anaknya berikan kepadanya.
2. Diagnosa Keperawatan
Berduka
3. Tujuan
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Pasien bisa mengungkapkan perasaan yang berkaitan dengan kehilangan dan
perubahan.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara mengucapkan salam
terapeutik, memperkenalkan diri perawat sambil berjabat tangan dengan klien
b. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan dan
diskusikan kehilangan secara terbuka.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu. Saya Ayu, mahasiswa praktikan dari
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Ibu bisa memanggil saya perawat Ayu.Saya
perawat yang dinas pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang
akan merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil apa?”
2. Evaluasi / validasi:
“Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu hari ini?”
3. Kontrak:
a. Topik :
“Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar tentang
keadaan ibu? Tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang bu dalam menghadapi
keadaan ini, dengan ibu mau berbagi cerita dengan saya, kesedihan ibu
mungkin bisa berkurang”
b. Waktu :
“Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?”
c. Tempat :
“Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”

KERJA
“Baiklah Ibu, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan Ibu saat ini?”
“Iya bu, saya paham dengan perasaan ibu saat ini,ibu sedih dan kita semua disini
juga sedih,”
“Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi kondisi sebenarnya
memang suami Ibu telah meninggal. Jadi Ibu harus tetap kuat dan bersabar.”
“Apakah ibu mau minum dulu, karena saya lihat ibu lemas. Saya ambilkan teh
hangat ya bu. Bagaimana bu, apakah sudah mendingan? Kalau ibu sudah merasa
baikan. Jika ingin bercerita saya sangat siap mendengarkan”.
“Ibu tidak perlu khawatir, semua yang ibu ceritakan kepada saya akan saya jaga
kerahasiannya.”
"Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba dipikirkan kembali,
jika Ibu pulang kerumah nanti, Ibu tidak akan bertemu dengan suami Ibu karena
beliau memang sudah meninggal. Akan tetapi, ibu juga harus ingat bahwa Ibu juga
tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudara-saudara, anak-anak dan orang
lain yang sayang dan peduli sama Ibu.”
TERMINASI
1. Evaluasi:
a. Evaluasi Subjektif:
“Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai memahami kondisi
yang sebenarnya terjadi?”
b. Evaluasi Objektif:
“Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu dapatkan dari
perbincangan kita tadi.”
2. Tindak Lanjut :
“Ya, bagus sekali Bu dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan
kenyataan ini, Ibu dapat mengingat kembali perbincangan kita hari ini.”
3. Kontrak yang akan datang:
a. Topik
“Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit dan
sekarang sudah 30 menit bu! Bu, kapan ibu mau kita melanjutkan
perbincangan kita? Bagaimana kalau kita besok membicarakan tentang hobi
ibu.”
b. Waktu
“Untuk waktunya bagaimana kalau sama dengan tadi, 30 menit?”
c. Tempat
“Tempatnya mau dimana bu, sama seperti disini atau mau pindah ketempat
lain?”

Anda mungkin juga menyukai