ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN BERDUKA DISFUNGSIONAL Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan jiwa Dosen pembimbing NS. Sri Nyumirah, S.kep
AH TING GI KOL I SE
KESEHATA N MU L
Disusun Oleh : Kelompok III 1. 2. 3. 4. 5. Dewi Murdiyanti Eka Sri Nurhayati Ningrum Nurul Lestiyoningsih Nurul Ulya Amalina Syaifun Nuha
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami
2
kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005). A. Permasalahan Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah: Tujuan umum : 1. 2. Mengetahui konsep kehilangan dan berduka. Mengetahui disfungsional Tujuan khusus : 1. 2. 3. Mengetahui jenis-jenis kehilangan. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan. asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka
BAB II KONSEP DASAR A. Definisi Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. ( Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG. )
B. Etiologi Kehilangan dan berduka dapat disebabkan oleh 1. 2. 3. 4. Kehilangan seseorang yang dicintai Kehilanganm yang ada pada diri sendiri ( lose of self ). Kehilangan objek eksternal. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal.
5.
C. Manifestasi Klinik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Perasaan sedih, menangis. Perasaan putus asa, kesepian Mengingkari kehilangan Kesulitan dalam mengekspresikan perasaan Konsenterasi menurun Kemarahan yang berlebihan Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan Reaksi emosional yang lambat Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas.
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal. a. Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan. b. Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. c. Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. d. Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. e. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. 2. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: a). Penyangkalan (Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti Tidak, tidak mungkin seperti itu, atau Tidak akan terjadi pada saya! umum dilontarkan klien. b). Kemarahan (Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin bertindak lebih pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. c). Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain. d). Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. e). Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. 3. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun. 4. Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: 1. Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. 2. Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. 3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia seharihari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA ENGEL (1964) Shock dan tidak percaya Berkemb angnya kesadara n Restitusi KUBLE R-ROSS (1969) Menyan gkal Marah MARTO CCHIO (1985) Shock and disbelief Yearning and protest RANDO (1991) Penghin daran
Tawarmenawar
Idealizati on
Depresi
Penerim aan
Anguish, disorganiz ation and despair Identificati on in bereaveme nt Reorganiz ation and restitution
Konfront asi
Akomod asi
10
F. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis 1. Terapi Psikofarmakologi Pada Pasien Jiwa Psikofarmako adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi: a. Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat psikofarmaka, lobektomi dan electro convulsi therapy (ECT) b. Psikoterapeutik c. Terapi modalitas
2. Konsep Psikofarmakologi a. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi b. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka c. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain d. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental e. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan
neurotransmitter
3. Konsep Psikofarmakologi a. Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat kimia tubuh, mengatur jumlah dan kecepatan zat yang memasuki otak b. Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi sistem saraf c. Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap ekstrapiramidal) terjadi akibat penggunaan obat penghambat dopamin, agar didapat keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin
10
11
d. Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik) terjadi akibat penggunaan obat penghambat acetilkolin. Menurut Rusdi Maslim yang termasuk obat- obat psikofarmaka adalah golongan: 1) Anti psikotik, pemberiannya sering disertai pemberian anti Parkinson 2) Anti depresi 3) Anti maniak 4) Anti cemas (anti ansietas) 5) Anti insomnia 6) Anti obsesif-kompulsif 7) Anti panic
11
12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Data yang dapat dikumpulkan adalah: a. Perasaan sedih, menangis. b. Perasaan putus asa, kesepian c. Mengingkari kehilangan d. Kesulitan mengekspresikan perasaan e. Konsentrasi menurun f. Kemarahan yang berlebihan g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain. h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan. i. Reaksi emosional yang lambat j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas 2. Identitas 3. Alasan masuk RS 4. Keluhan utama 5. Faktor predisposisi 6. Faktor presipitasi 7. Riwayat kesehatan sekarang 8. Riwayat kesehatan dahulu 9. Riwayat kesehatan keluarga 10. Faktor biologis y Penyakit y Trauma y Riwayat masuk RS y Pengobatan sembuh/tidak y Terakhir minum obat 11. Faktor psikologi y konsep diri
12
13
y harga diri 12. Sosial spiritual y umur y agama y pekerjaan y pendidikan y status
Berduka Disfungsional
Dx. kep
7an umumkhusus
Kriteria evaluasi
intervensi
Rasional
13
14
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat 2) Klien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami klien. 3) Klien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan
keadaan dirinya. 4) Klien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialami. 5) Klien dapat memanfaatkan faktor pendukung b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya a. b. c. d. 2) Mengucapkan salam teraupetik Berjabat tangan Menjelaskan tujuan interaksi Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu klien. Berdiskusi mengenai kondisi klien saat ini ( kondisi pikiran, perasaan, fisik,
sosial, dan spiritual sebelum atau sesudah mengalami peristiwa kehilangan dan hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa kehilangan yang terjadi ).
3) Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami a. b. c. d. 4) Cara verbal ( mengungkapkan perasaan ) Cara fisik ( memberikan kesempatan aktifitas fisik ) Cara sosial ( sharing melalui self help group ) Cara spiritual ( berdoa, berserah diri ) Memberikan informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk
saling memberikan pengalaman yang seksama. 5) Membantu klien memasukan kegiatan dalam jadwal harian 6) Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas. G. Intervensi untuk keluarga 1. a. Tujuan Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka
14
15
b. c. d. 2. a.
Keluarga memahami cara merawat klien berduka berkepanjangan Keluarga dapat mempraktikan cara merawat klien berduka disfungsional Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat. Tindakan Bina hubungan saling percaya
1) Mengucapkan salam terupetik 2) Berjabat tangan 3) Menjelaskan tujuan interaksi 4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu keluarga. b. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka dan
dampaknya pada klien. 1) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian kehilangan dan berduka. 2) Diskusikan dengan keluarga tentang penyebab kehilangan dan berduka 3) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala kehilangan dan berduka. 4) Diskusikan dengan keluarga tentang dampak kehilangan dan berduka pada klien. c. Diskusikan dan latih keluarga cara mengatasi anggota keluarga dengan
kehilangan dan berduka melalui aktifitas untuk menurunkan kehilangan dan berduka. 1) Cara verbal ( mengungkapkan perasaan ) 2) Cara fisik ( memberi kesempatan aktifitas fisik ) 3) Cara sosial ( sharing melalui self help group ) 4) Cara spiritual ( berdoa, berserah diri ) d. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat dimanfaatkan
15
16
BAB IV DAFTAR PUSTAKA Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC. Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG. http://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/asuhan-keperawatan-kehilangandan-berduka/
16