OLEH :
DOSEN PEMBIMBING :
Ns.MARIZKA PUTRI,S.Kep.M,Kep
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat dan limpahan rahmat
nyalah makalah tentang “Asuhan keperawatan pada pasien psikososial kehilangan dan berduka”
ini dapat terselesaikan dengan baik. Meskipun masih banyak kekurangan baik dari isi,
sistematika, maupun cara penyajiannya.
Makalah tentang “Asuhan keperawatan pada pasien psikososial kehilangan dan berduka”
ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan jiwa.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Ns. Marizki Putri,S.Kep, M.Kep, selaku
dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan jiwa ini. Serta bagi semua pihak yang turut
mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari
materi tentang “Konseptual model dalam keperawatan jiwa termasuk prevensi primer,sekunder
dan tersier”. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lain yang akan menulis tentang
tema yang sama, khususnya bagi kami sendiri sebagai penyusun.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehilangan adalah suatu keadaan ketika individu berpisah dengan
sesuatu yangsebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian atau keseluruhan (Riyadi dan
Purwanto,2009). Menangis, memanggil nama orang yang sudah meninggal secara
terus-menerus,marah, sedih dan kecewa merupakan beberapa respon yang tampak
saat seseorangmengalami peristiwa kehilangan, terutama akibat kematian orang
yang dicintai.Keadaan seperti inilah yang menurut Puri, Laking, dan Treasaden
(2011) disebutsebagai proses berduka, yang merupakan suatu proses psikologis dan
emosional yangdapat diekspresikan secara internal maupun eksternal setelah
kehilangan. Individuyang berduka membutuhkan waktu untuk menerima suatu
peristiwa kehilangan, danproses berduka merupakan suatu proses yang sangat
individual. Fase akut berdukabiasanya berlangsung 6-8 minggu dan penyelesaian
respon kehilangan atau berdukasecara menyeluruh memerlukan waktu 1 bulan sampai
3 tahun (Keliat, Helena, danFarida, 2011). Rotter (2009) mengatakan bahwa proses
berduka memiliki karakteristik yang unik,membutuhkan waktu, dapat difasilitasi
tetapi tidak dapat dipaksakan, tetapi pada umumnya mengikuti tahap yang dapat
diprediksi. Proses berduka merupakan suatuproses yang unik dan berbeda pada setiap
individu. Tidak ada yang dapat memastikankapan seseorang dapat melewati semua
tahapan dalam proses berduka, yang dapat dilakukan adalah memfasilitasi sehingga
proses berduka yang dialami individu dapatsampai pada suatu tahap penerimaan.Sanders
dalam Bobak, Lowdermilk, dan Jeasen (2005) mengatakan bahwa intensitas dan durasi
respon berduka bergantung pada banyak hal dan salah satunya adalah usia. Indriana (2012)
mengatakan bahwa perbedaan usia antara orang tua dan anak-anak memengaruhi pola
pikir mereka tentang kematian, dengan perkembangan anak, makamerekapun lebih
matang menghadapi kematian. Seiring dengan meningkatnya usia seseorang maka
seharusnya mereka akan lebih banyak memiliki pengalaman langsungmengenai kematian
ketika teman-teman atau kerabat mereka menderita sakit dan meninggal, sehingga
peristiwa kematian seharusnya tidak lagi menjadi suatu peristiwayang tidak bisa untuk
mereka hadapi. Indikator kepribadian positif yang tampak padausia dewasa akhir atau
lansia adalah siap menerima kematian (Erikson dalam Nasir 1dan Muhith, 2011).
Semakin meningkat usia seseorang maka akan semakin meningkatjuga pemahaman dan
penerimaan orang tersebut akan kematian, yang menyebabkan akan semakin mudah juga
orang tersebut untuk melalui semua tahapan proses berdukayang harus dilalui untuk pada
akhirnya mencapai suatu tahap penerimaan dari suatuperistiwa kematian. Hasil
pengamatan yang dilakukan pada lansia di Kabupaten Ngada pada saat mengalami
peristiwa kehilangan akibat kematian orang yang dicintai,menggambarkan bahwa sangat
sulit bagi mereka untuk menerima peristiwa kematianitu sebagai suatu bentuk kehilangan
yang aktual dan wajar, yang secara perlahan sukaatau tidak suka harus diterima dan
diikhlaskan sebagai sesuatu yang sudah seharusnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kehilangan dan berduka pada pasien gangguan jiwa ?
2. Bagainama tahapan respon klien kehilangan dan berduka?
C. TUJUAN
1. Dapat mengetahui konsep kehilangan dan berduka pada pasien gangguan jiwa
2. Dapat mengetahui respon klien yang kehilangan dan berduka
BAB II
PEMBAHAHSAN
Kesehatan Kepemilikan
Kemandirian Keamanan keuangan
Rasa mengontrol kehidupannya sendiri Makna produktivitas dan pemenuhan diri
Privasi Gaya hidup
Kesopanan Rencana atau impian di masa depan
Gambar diri Impian untuk kekal
Hubungan Uang
Peran didalam dan luar rumah yang telah ada Rutinitas sehari-hari
Status sosial Tidur
Kepercayaan diri Fungsi seksual
Aktivitas di waktu luang
Berduka merupakan respons terhadapkehilangan. Berduka dikarakteristikan sebagai
berikut.
1. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidaknyamanan
2. Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingatkembali kejadian
kehilangan
3. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan
menangis,keluhan sesak pada dada, tercekik, dn nafas pendek
4. Mengenng orang yang telah pergi secara terus-menerus
5. Mengalami perasaan berduka
6. Mudah tersinggung dan marah.
Adaptif Maladaptif
Situasi emosi sebagai respons kehilangan dan berduka seorang individu berada dalam
rentang yang fluktuatif, dari tingkat yang adaptif sampai dengan maladaptif.
Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase
awal, pertengahan, dan pemulihan.
1. Fase awal
Pada fase awal seseorang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak percaya,
perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasaan tersebut berlangsung
selama beberapa hari, kemudian individu kembali pada perasaan berduka
berkelebihan. Selanjutnya, individu merasakan konflik dan mengekspresikannya
dengan menangis dan ketakutan. Fase iniakan berlangsung selama beberapa
minggu.
2. Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku
obsesif. Sebuah perilaku yang terus mengukang-ulang peristiwa kehilangan yang
terjadi
3. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu memutuskan
untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan kehidupan.
Pada fase ini individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.
“Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini dan tidak
menanggapi permintaan yang diajukan dengan marah, ia mungkin lebih
berkenan bila aku ajukan permintaan itu dengan cara yang lebih baik.”
D. Bentuk Kehilangan
1. Kehilangan orang bermakna, misalnya seseorang yang dicintai meninggal atau dipenjara
2. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita suatu penyakit, amputasi
bagian tubuh, kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan tentang diri, kehilangan
pekerjaan, kehilangan kedukaan, dan kehilangan kemampuan seksual.
3. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang berharga, uang atau perhiasan.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Faktor Predisposisi
1. Genetik
Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau dibesarkan dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan mengalami ksulitan dalam bersikap optimis dan
menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan fisisk
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup dengan teratur mempunyai kemampuan
dalam menhadapi stres dengan lebih baik dibandinkan dengan individu yang mengalami
gangguan fisik.
3. Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki tingkat kepekaan yang tinggi
terhadap suatu kehilangan dan berisiko untuk kambuh kembali.
4. Pengalaman kehilangan sebelumya
Kehilangan dan perpisahan denganorang berarti di masa kanak-kanak akan memengaruhi
kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.
Faktor presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi individu dan kehilangan yang
bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit, kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri,
kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, dan kehilangan posis di masyarakat.
Perilaku
Mekanisme Koping
1. Denial
2. Regresi
3. Intelektualisasi/rasionalisasi
4. Supresi
5. Proyeksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang sering timbul pada pasien kehilangan dalah sebagai berikut.
Prinsip Intervensi
Tindakan Keperawatan
1. Tujuan
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami pasien
c. Pasien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya
d. Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya
e. Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung.
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial, dan
spiritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa kehilangan serta hubungan antara kondisi
saat ini dengan peristiwa kehilangan yang terjadi)
c. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami.
1. Cara verbal (mengungkapkan perasaan)
2. Cara fisik (memberi kesempatan ktivitas fisik)
3. Cara sosial (sharing melalui self help group)
4. Cara spiritual (berdoa, berserah diri)
d. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk saling
memberikan pengalaman dengan saksama
e. Membantu pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal harian
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.
1. Tujuan
a. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka
b. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan
c. Keluarga dapat mempraktikan cara merawat pasien berduka disfungsional
d. Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat
2. Tindakan
a. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka dan dampaknya
pada pasien
b. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami oleh pasien
c. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien dengan berduka disfungsional
d. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat dimanfaatkan oleh
keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami oleh pasien
EVALUASI
Ruangan : Nakula
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Ny. M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu perusahaan sebagai
tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami Ibu M meninggal karena kecelakaan. Sejak
kejadian tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum meninggal. Ibu
M terlihat sering mengingkari kehilangan, dan menangis Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi
dengan orang lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Berduka disfungsional
3. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan klien dapat merasa aman
dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat
b. Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya
c. Klien merasa lebih tenang
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri perawat sambil berjabat tangan dengan klien
b. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Dengarkan setiap perkataan
klien. Beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi
c. Ajarkan klien teknik relaksasi
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Tahap orientasi
a. Salam terapeutik:
Selamat pagi Ibu M. Saya Frensya Ibu bisamemanggil saya suster Frensya. Saya perawat
yang dinas pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu.
Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi / validasi:
c. Kontrak:
1) Topik :
“Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar tentang keadaan ibu?
Tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang bu dalam menghadapi keadaan ini, dengan ibu mau
berbagi cerita dengan saya kesedihan ibu mungkin bisa berkurang
2) Waktu :
3) Tempat :
2. Tahap kerja
“Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan Ibu M saat ini?”
“Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi kondisi sebenarnya memang
suami Ibu telah meninggal. Sabar ya, Bu ”
“Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba Ibu pikir, jika Ibu pulang ke
rumah nanti, Ibu tidak akan bertemu dengan suami Ibu karena beliau memang sudah
meninggal. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima kenyataan
ini.”
“Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan. Meninggalnya suami Ibu juga
merupakan kehendak-Nya sebagai Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang
dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
“Ibu sudah bisa memahaminya?”
“Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa mencoba mencari pekerjaan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga Ibu. Saya percaya Ibu mempunyai keahlian yang bisa
digunakan. Ibu juga tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudara-saudara, anak-anak
dan orang lain yang sayang dan peduli sama Ibu.”
“Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti teknik relaksasi yang saya lakukan.
Coba sekarang Ibu tarik napas yang dalam, tahan sebentar, kemudian hembuskan
perlahanlahan.”
“Ya, bagus sekali Bu, seperti itu”
3. Tahap terminasi
a. Evaluasi:
(Subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai memahami kondisi
yang sebenarnya terjadi?”
(Objektif) : “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu dapatkan dari
perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi teknik relaksasi yang telah kita lakukan.”
b. Tindak Lanjut :
“Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu dapat melakukan teknik
tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu dapat
mengingat kembali perbincangan kita hari ini.
Ruangan : Nakula
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pertemuan kedua, Ibu M sudah mulai menunjukkan rasa penerimaan terhadap
kehilangan. Namun, ia masih menarik diri dari lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Ia
juga masih melamun dan merasa gelisah sehingga tidurnya tidak nyenyak.
2. Diagnosa keperawatan
Berduka Disfungsional
3. Tujuan khusus
Klien tidak menarik diri lagi dan dapat membina hubungan baik kembali dengan
lingkungannya maupun dengan orang-orang di sekitarnya
4. Tindakan keperawatan
a. Libatkan klien dalam setiap aktivitas kelompok, terutama aktivitas yang ia sukai
b. Berikan klien pujian setiap kali klien melakukan kegiatan dengan benar
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Tahap orientasi
a) Salam terapeutik:
Selamat pagi Ibu M. Masih ingat dengan saya Bu? Ya, betul sekali. Saya suster Frensya,
Bu. Seperti kemarin, pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan
merawat Ibu.”
b) Evaluasi validasi:
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa sudah lebih baik dari kemarin? Bagus kalau
begitu” “Nah apa saja yang ibu lakukan kemarin? “ coba saya lihat buku kegiatan ibu?
“wah bagus bu, ibu sudah melakukan teknik rileksasi secara mandiri” “Sekarang coba ibu
praktekkan lagi cara teknik rileksasi tersebut” “ bagus sekali bu”
c) Kontrak:
Topik: “Sesuai janji yang kita sepakati kemarin ya, Bu. Hari ini kita bertemu untuk
membicarakan hobi Ibu tujuannya supaya ibu dapat melakukan aktifitas yang sukai dan
ibu dapat berinteraksi dengan orang-orang disekeliling ibu Waktu: ibu maunya berapa
lama kita berbincang-bincang? Tempat: ibu maunya dimana? Bagaimana ditaman depan,
ibu setuju?
2. Tahap kerja
“Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang Ibu senangi?”
“Ternyata Ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua orang bisa bermain voli lho, Bu.”
“Selain bermain voli, apa Ibu mempunyai hobi yang lain lagi?”
“Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti suara Ibu bagus. Bisa Ibu menunjukkan
sedikit bakat menyanyi Ibu pada saya?”
“Wah ternyata Ibu memang berbakat menyanyi, suara Ibu juga cukup bagus.”
“Ngomong-ngomong tentang hobi Ibu bermain voli, berapa sering Ibu biasanya bermain
voli dalam seminggu?”
“Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu dalam bermain voli sudah terlatih.”
“Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata Ibu hebat juga ya dalam bermain
voli. Buktinya, Ibu pernah memenangi lomba voli antarwarga di daerah rumah Ibu.”
“Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak bergabung dengan yang lain untuk
bermain voli? Tampaknya di sana banyak orang yang juga ingin bermain voli. Ibu bisa
melakukan hobi Ibu ini bersama-sama dengan yang lain.”
“Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M. Ibu M juga akan bermain voli bersamasama. Ibu M ini
jago bermain voli, lho.”
“Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik yang baik dalam bermain bola voli?”
“Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.”
“Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak mampu meluapkannya, Ibu bisa
melakukan kegiatan ini bersama-sama yang lain. Selain itu, kegiatan ini juga dapat
membuat Ibu berhubungan lebih baik dengan yang lainnya dan Ibu tidak merasa kesepian
lagi.”
3. Tahap terminasi
a. Evaluasi:
(Subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa sudah lebih baik dibandingkan
kemarin?”
(Objektif): “Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja manfaat yang dapat Ibu dapatkan
dengan melakukan kegiatan yang Ibu senangi.”
b. Tindak Lanjut :
“Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain voli saat Ibu sedang merasa emosi.
“Bu, ibu sudah mempunyai buku kegiatan harian kan?”
“Bagaimana jika kegiatan bermain voli ini juga dimasukkan menjadi kegiatan sehari-
hari
Ibu maunya berapa kali main voli dalam satu minggu?
Kira-kira jam berapa ibu nanti mau main voli?
“Nah nanti kalau ibu melakukan kegiatan ini, ibu jangan lupa mengisi buku kegiatan”
“Caranya sama dengan sebelumnya, jika ibu melakukan sendiri, tanpa diingatkan dan
dibantu oleh perawat atau orang lain ibu tulis “M”, dan jika ibu di bantu dalam
melakukan kegiatan , ibu tulis “B”, dan jika ibu malas atau lupa mengerjakannya ibu
tulis “T”.
Ibu paham bu?
Ruangan : Nakula
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pertemuan ketiga, Ibu M sudah mulai tidak banyak melamun dan mulai membuka dirinya
kepada orang-orang sekitarnya. Ibu M juga mau membalas sapaan ataupun senyuman jika ada
perawat ataupun orang lain yang menyapanya ataupun tersenyum padanya. Namun, Ibu M
mengaku ia masih terbayang akan suaminya saat ia akan tidur. Hal tersebut membuat Ibu M
merasa gelisah, tidur tidak nyenyak, bahkan sulit tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Berduka Disfungsional
3. Tujuan khusus
a. Klien dapat mengetahui aturan yang benar dalam meminum obat
b. Ansietas klien berkurang sehingga klien dapat tidur dengan nyenyak
4. Tindakan keperawatan
a. Ajarkan klien cara meminum obat dengan benar
b. Awasi klien saat minum obat
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Tahap orientasi
a. Salam terapeutik:
b. Evaluasi validasi:
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa semalam Ibu bisa tidur dengan nyenyak?” “Apa
boleh saya lihat buku kegiatan ibu? “Wah bagus bu” “Nampaknya ibu sudah lebih
bersemangat dari yang kemaren”
c. Kontrak:
Topik: “Ibu tidak bisa tidur dengan nyenyak ya? Baiklah, sesuai dengan janji kita yang
kemarin, saya akan memberitahu Ibu obat yang harus Ibu minum untuk mengurangi
kecemasan Ibu dan agar Ibu dapat tidur dengan nyenyak. Waktu: ibu maunya berapa lama
kita berbincang-bincang/Tempat: bagaimana kalau kita berbincang-bincang di kamar ini
saja.”
2. Tahap kerja
“Nah, kita langsung mulai saja ya Bu. Ini ada beberapa macam obatobatan yang harus
Ibu minum.”
“Ini obatnya ada dua macam ya Bu. Yang warna putih ini namanya BDZ. Fungsi dari
obat ini agar pikiran Ibu bisa lebih menjadi tenang. Kalau pikiran Ibu tenang, Ibu bias
tidur dengan nyenyak.”
“Kemudian, yang warna kuning ini adalah HLP. Ini juga harus Ibu minum agar
perasaan Ibu bisa rileks dan Ibu tidak lagi merasakan cemas yang berlebihan.”
“Nah Bu, semua obat ini diminum tiga kali sehari ya Bu, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan
jam 7 malam. Masing-masing obat satu butir saja. Obatobatan ini juga harus diminum
setelah Ibu makan.”
“Apa Ibu mempunyai keluhan dalam meminum obat?”
“Ooh, jadi Ibu tidak tahan dengan rasa pahitnya ya? Kalau begitu, setelah Ibu minum
obat Ibu bisa memakan permen agar rasa pahitnya dapat berkurang.”
“Jika setelah minum obat ini mulut Ibu menjadi terasa kering sekali, Ibu bisa minum
banyak air untuk mengatasinya agar mulut Ibu tidak kering.”
“Tapi jika ada efek samping yang berlebihan seperti gatal-gatal, pusing, atau mual, Ibu
bisa panggil saya atau perawat lain yang sedang bertugas.”
“Nah, sebelum ibu meminum obatnya, pastikan dulu ya Bu, obatnya sesuai atau tidak.
Ibu juga jangan lupa perhatikan waktunya agar obat tersebut dapat diminum tepat
waktu.”
3. Tahap terminasi
a. Evaluasi:
(subjektif): “Apa Ibu sudah mengerti apa saja obat yang harus Ibu minum dan
bagaimana prosedur sebelum meminumnya?”
(objektif): “Bagus. Kalau Ibu sudah mengerti, coba ulangi lagi apa saja obat yang harus
Ibu minum dan apa saja prosedur meminum obatnya.”
b. Tindak Lanjut :
“Seperti yang sudah saya katakan tadi ya Bu, jika setelah minum obat mulut Ibu
terasa kering, Ibu dapat meminum air yang banyak. Dan kalau Ibu merasa gatal-
gatal, ousing, atau bahkan muntah, Ibu dapat menghubungi saya atau perawat lain
yang sedang bertugas.”
“Bu, ibu sudah mempunyai buku kegiatan harian kan?”
“Bagaimana jika kegiatan minum obat ini juga dimasukkan menjadikegiatan sehari-
hari
Jangan lupa, ibu juga membuat jam minum obatnya ya bu
“Caranya mengisi buku kegiatan ini juga sama dengan sebelumnya, jika ibu
melakukan sendiri, tanpa diingatkan dan dibantu oleh perawat atau orang lain ibu
tulis “M”, dan jika ibu di bantu dalam melakukan kegiatan , ibu tulis “B”, dan jika
ibu malas atau lupa mengerjakannya ibu tulis “T”.
Ini tujuannya untuk melihat kemandirian ibu, jika ibu sudah bisa mandiri dalam
melakukan sesuatu dan ibu juga sudah dapat memenuhi kebutuhan ibu sehari-hari,
ibu akan dapat segera di pulangkan.
Ibu paham Bu?”
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika