Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENCEGAHAN PRIMER,SEKUNDER
DAN TERSIER PADA MASALAH
NEUROBIHAVIER.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1
LARA DELVIA SYAFNITA (20200010)
WIDIA PUTRI (20200001)
INDRA SATRIA (20200010)

DOSEN PENGAMPU :
Ns.Yuli Permatasari,S,Kep.M,Kep

PROD S1ILMUKEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRABARAT


2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang atas rahmat dan bimbingan-Nya berupa kesehatan.Sehingga pada
kesempatan yang ini kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah norma dan
moralitas dalam keperawatan
Makalah ini merupakan tugas kelompok, untuk belajar dan
mempelajari tentang pencegahan primer,sekunder dan tersier pada
masalah neurobihavier.makalah ini bertujuan agar pembaca dapat
mengetahui dan memahami tentang pencegahan primer,sekunder dan
tersier pada masalah neurobihavier.
Dalam penyusunan makalah ini masih belum terlihat sempurna,
maka kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
untuk kesempurnaan makalah ini.Apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan bagi pembaca, kami sebagai penulis meminta maaf yang
sebesar-besarnya.Terimakasih atas perhatiannya dan semoga makalah ini
dapat berguna bagi pembaca.

Bukittinggi, 1 November 2023

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia yaitu sehat secara
jasmani dan rohani. Kesehatan yang perlu diperhatikan selain kesehatan tubuh secara umum,
juga kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari
kesehatan tubuh secara keseluruhan yang memerlukan penanganan segera sebelum terlambat
karena dapat mempengaruhi kondisi seseorang.Masyarakat di Indonesia cenderung
mengabaikan kondisi kesehatan gigi secara keseluruhan. Sebagian besar orang terlambat
datang ke dokter gigi. Perawatan gigi dan mulut dianggap tidak terlalu penting padahal
mempunyai manfaat yang sangat penting dalam menunjang kesehatan dan penampilan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi penduduk
Indonesia yang mempunyai masalah gigi dan mulut termasuk penyakit periodontal yaitu
23,2%.3 Prevalensi tersebut mengalami kenaikan yaitu menjadi 25,9% sesuai dengan hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, oleh karena itu penting untuk mengetahui
upaya pencegahan kesehatan gigi dan mulut.4 Menurut Maslow, kesehatan merupakan bagian
dari kebutuhan fisiologis yang paling mendasar di samping kebutuhan fisiologis lainnya
seperti makan, minum dan perumahan. 2 Universitas Kristen Maranatha Menurut Mills dan
Gilson kesehatan merupakan suatu kebutuhan (need) dan kebutuhan yang dirasakan (felt
need) yaitu kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu, sehingga keputusan untuk
memanfaatkan suatu jasa pelayanan kesehatan merupakan pencerminan kombinasi normatif
dan kebutuhan yang dirasakan.6 Tingkat sosial ekonomi individu dapat mempengaruhi derajat
pengetahuan, nilai kesehatan, gaya hidup, dan akses terhadap informasi kesehatan.7
Rendahnya upaya pencegahan kesehatan gigi dan mulut yang berhubungan dengan tingkat
sosial ekonomi antara lain pengetahuan mengenai pencegahan kesehatan gigi dan mulut, gaya
hidup, status sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan.8 Rata- rata keluarga dengan sosial
ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan
yang baik dan bermutu sehingga pengetahuan yang didapat lebih baik dan berpeluang
memperoleh informasi mengenai tindakan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit.9
Tingkat sosial ekonomi merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi standar
kebersihan mulut dan perilaku terhadap perawatan gigi.10 Penelitian yang dilakukan Celeste
et al. menemukan kemungkinan besar lesi karies yang tidak diobati pada orang berpendidikan
rendah.11 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 persentase
penduduk Indonesia yang bermasalah dengan gigi dan mulut dan mendapat perawatan dari
tenaga medis gigi cenderung pada kelompok pendidikan lebih tinggi .
B. Rumusan Masalah
Bagaimana upayapencegahan primer,sekunder dan tersier pada masalah neurobihavier
C. Tujuan
Untuk mengetahui upaya pencegahan primer,sekunder dan tersier pada masalah
Neurobihavier
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi
Neurologi adalah singkatan dari neuro: syaraf ,logi (logos): ilmu Neurologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang syaraf dan berbagai kelainan yang terjadi.
Sistem saraf adalah pusat komunikasi dan pengambil keputusan. SISTEM SARAFada
3 yaitu SSP (sistem saraf pusat), Sistem saraf tepi ,dan Otak saraf (nervus) Medulla
spinalis(sumsum tl. Belakang) SSP dan saraf tepi bekerja bersama mengatur berbagai
aktifitas sehari-hari manusia: bernafas, berpikir, mengingat, dsb.
Neurobehavior adalah hubungan antara fungsi otak dengan perilaku dan
proses berpikir manusia. Neurobehavior terkait dengan pola perilaku hidup seseorang
yang berhubungan dengan sistem neural (sistem saraf) seperti pola tidur, mood atau
suasana hati, stres, nafsu makan dan kesadaran diri.
Sel Saraf Sistem saraf dibentuk oleh jaringan saraf yang terdiri atas beberapa
macam sel. Komponen utama sistem saraf adalah sel saraf atau Neuron. Neuron atau
sel saraf bertanggung jawab atas reaksi, transmisi, dan proses pengenalan rangsang;
merangsang aktivitas sel-sel tertentu dan melepas neurotransmitter.
penerima rangsang meneruskan rangsang
Neuron motoris (efferent): berfungsi mengontrol organ sasaran Neuron sensoris
(afferent): menerima rangsang dari lingkungan sekitar maupun dari tubuh

B. Perjalanan Saraf
Saraf keluar dari otak menuju organ-organ tubuh seperti mata, telinga, wajah,
hidung, dan medulla spinalis Dari medulla spinalis saraf diteruskan menuju bagian
tubuh yang lebih rendah seperti tangan dan kaki Neuron sensoris menerima
rangsangan dari lingkungan diteruskan ke medulla spinalis dan secara cepat
diteruskan ke otak Otak mengolah pesan dan memberikan respon Respon diteruskan
oleh neuron motoris ke bagian tubuh yang lain respon neuron motoris neuron sensoris
Rangsang dari lingkungan.

C. Penyakit Sistem Saraf


1. Cedera kepala
2. Cedera medula spinalis
3. Stroke
4. Epilepsi
5. Migrain
6. Nyeri kepala klaster
7. Nyeri kepala tipe tegang
8. Nyeri kepala pasca trauma
9. Neuralgia trigeminus
10. Arteritis temporalis
11. Neuritis vestibularis
12. Vertigo posisionl benigna
13. Herniasi diskus lumbal
14. Spondilosis
15. Spondilitis tuberkulosis
16. Spondilolistesis
17. Penyakit parkinson
18. Meningitis
19. Ensefalitis

Risk Assesment & Risk Intervention v Banyak orang yang beranggapan bahwa dokter
dan sistem kesehatan lainnya identik dengan pengobatan penyakit v Sehingga
pencegahan penyakit bukanlah hal yang utama. v Mungkin itu sebabnya mengapa
orang baru datang ke dokter atau pusat kesehatan lainnya hanya bila mereka sudah
mempunyai masalah dengan kesehatannya.

D. Implementasi Pencegahan Dalam Praktek Dokter Keluarga


Kondisi kesehatan sebagai suatu kontinum, yaitu:
1. Keadaan sehat ( Wellness ) Di sini berperan promosi kesehatan melalui
selfimprovement
2. Keadaan bebas penyakit (absence of the disease) Pada keadaan ini kita perlu
melakukan identifikasi dari faktor-faktor resiko yang mungkin ada pada orang
tersebut, dan tindakan ini disebut pencegahan tingkat primer.
3. Keadaan dimana seseorang mempunyai penyakit tetapi belum menunjukkan
gejala secara klinis (asimptomatik) Early detection melalui skrining perlu
dilakukan. Hasil skrining dapat dilakukan intervensi farmakologis maupun
nonfarmakologis pada tahap awal kasus. Hal ini tentu saja akan memberikan
hasil yang lebih memuaskan daripada kita melakukan intervensi setelah
penyakit tersebut berada pada tahap lanjut. Kegiatan ini disebut pencegahan
tingkat sekunder.
4. Keadaan dimana seseorang sudah didiagnosa menderita suatu penyakit dan
simptomatik (clinically ill) Pencegahan terhadap timbulnya komplikasi dengan
melakukan antisipasi terhadap masalah-masalah yang dijumpai dan juga
melakukan rehabillitasi untuk meningkatkan kualitas hidup dari penderita.
Tindakan ini disebut pencegahan tingkat tertier.
E. Pencegahan pada masalah neurobihavier
1. Pencegahan Primer
Terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor, meliputi : promosi
kesehatan dan mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer mengutamakan
pada penguatan Hlexible lines of defense (garis pertahanan yang fleksibel)
dengan cara mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi
dilakukan jika resiko atau masalah sudah diidentihikasi tapi sebelum reaksi
terjadi. Strateginya mencakup : immunisasi, pendidikan kesehatan, olah raga
dan perubahan gaya hidup.
2. Pencegahan Sekunder
Meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala dari
stressor. Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal lines of
resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten
sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat
sesuai gejala. Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan sistem secara
optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan sekunder tidak berhasil dan
rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat mendukung sistem
dan intervensi-intervensinya sehingga bisa menyebabkan kematian.
3. Pencegahan Tersier
Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategistrategi pencegahan
sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah
stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk
memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul
kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi. Pencegahan
tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.
Dalam mengimplementasikan pencegahan di praktek sehari-hari dibutuhkan - data
riwayat penyakit pasien, - data pemeriksaan fisik, - prioritas dalam merancang
tindakan, - meluangkan waktu untuk edukasi dan konseling pasien serta menggunakan
sebuah sistem kartu/ rekam medis yang berorientasi pencegahan (prevention-oriented
charting system), sehingga kita perlu berfikir secara sistematis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum pencegahan dapatdiartikan sebagai tindakan yang dilakukan
sebelum peristiwa yang diharapkan akan terjadi sehinggaperistiwatadi dapat dihindari
Pencegahan atau prevention dapat diartikan bertindak mendahului atau mengantisipasi
yang menyebabkan suatu proses tidak mungkin berkembang lebih lanjut. Jadi yang
namanya pencegahan akan memerlukan tindakan antipatif berdasarg tentang
penguasaan kita tentang model riwayat alamiah penyakit .
B. Saran
Penyusun senantiasa mengharapkan kritik saran yang membangun guna
menyempurnakan makalah kami selanjutnya,selain itu penyusun juga menyarankan
kepada rekan rekan calon perawat untuk memahami pencegahan primer, sekunder dan
tersier pada masalah neurobehavior
DAFTAR PUSTAKA

https://docplayer.info/47647998_pencegahanprimer,sekunder,tersierpada
neurobihavier

Anda mungkin juga menyukai