Anda di halaman 1dari 14

PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN

MAKALAH
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan
 
 

  
 

Kelompok II
Di Susun Oleh
 

1. AINUR ROFIQ NPM 02170200060


2. ANTON NPM 02170200117
3. ESTY PRATIWI NPM 02170200065
4. FAJAR ULFIANA NPM 02170200071
5 INDAH UMUL KHAIRI NPM 02170200112
6. MUHAMMAD ARYADILLAH NPM 02170200107
7 MAHARANI HATUMIYA NPM 02170200068
8. TANIA SAPUTRI NPM 02170200110
9. TUTI SITI NURYAMAH NPM 02170200096
10. TITAN NPM 02170200088
 

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA


TAHUN 2018
 
KATA PENGANTAR 
 

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Promosi Kesehatan. Selain itu, makalah ini juga disusun agar kami
mahasiswa dan mahasiswi Kesehatan Masyarakat STIKIM Jakarta dapat lebih
memahami Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan. Kami menyadari bahwa
sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil karya ini tidak mungkin
luput dari kekurangan.   
Dengan upaya dan semangat peningkatan pemahaman, saya senantiasa
mengharapkan kontribusi pemikiran baik berupa saran, maupun kritik demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
 
 
 
Jakarta,  Mei 2108
 
Penyusun
 
 

 
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku adalah totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang yang


merupakan hasil bersama atau resultanre antara berbagai faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Dengan kata lain perilaku manusia sangatlah
kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas.
Perilaku sakit, yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
individu yang merasa sakit, untuk  merasakan dan mengenalkeadaan
kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk kemampuan atau pengetahuan individu
untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah
penyakit tersebut.
Pandangan masyarakat terhadap kriteria tubuh sehat maupun sakit,
tidaklah selalu obyektif. Persepsi masyarakat tentang sehat atau sakit dipengaruhi
oleh unsur pengalaman masa lalu dan unsur sosial budaya. Pengetahuan dan
lingkungan juga dapat sebagai faktor kurangnya respon masyarakat terhadap
suatu penyakit. Misalnya ketika seseorang tersebut mengalami gejala batuk yang
berkepanjangan bahkan hingga mencapai berbulan-bulan, mereka menganggap
bahwasannya bukan suatu penyakit yang berbahaya namaun mereka beranggapan
hanya sakit flu biasa.
Kebanyakan batuk berkaitan dengan penyakit ringan saja, flu, radang
tenggorokan, atau alergi. Misalnya kurang cepatnya tubuh beradaptasi dengan
perubahan cuaca, dan sebagainya.Dengan demikian, ini dapat menimbulkan
terlambatnya pemeriksaan kepada petugas pelayanan kesehatan yang akan
berakibat fatal atau berakibat kematian. Kebiasaan masyarakat yang mau
memeriksakan penyakitnya ketika sudah dalam periode yang berbahaya ini
sangatlah jauh dari apa yang menjadi tujuan pelayanan kesehatan dan menjadi
tujuan masyarakat Indonesia agar menjadi Indonesia sehat. Masalah  yang ada
dimasyarakat, terutama di daerah berkembang pada dasarnya menyangkut dua
aspek utama. Yang pertama adalah aspek fisik, seperti misalnya tersedianya
sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan yang kedua adalah aspek non-
fisik yang menyangkut perilaku kesehatan.Faktor perilaku ini berpengaruh besar
terhadap status kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat.
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak
merasakan sakit sudah tentutidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya
tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka
baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorangapabila
sakit adalah sebagai berikut : Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan
kegiatan apa-apa. Alasannya antara lain bahwa kondisiyang demikian tidak akan
mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin
merekaberanggapan bahwa tanpa bertindak apapun gejala yang dideritanya akan
lenyap dengan sendirinya.Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-
tugas lain yang dianggap lebih penting daripadamengobati sakitnya. Hal ini
merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas didalam
hidup dan kehidupannya. Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas
kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, parapetugas kesehatan tidak
simpatik, tidak responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut
pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya. Kedua, tindakan mengobati
sendiri, dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahandari
tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada
diri sendiri, dansudah merasa bahwa berdasarkan pengalamangobatan tradisional.
Untuk masyarakat pedesaankhususnya, pengobatan tradisional ini masih
menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang
lain.Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit adalah lebih
bersifat budaya daripadagangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian
pengobatan pun lebih berorientasi kepada social-budaya masyarakat daripada hal-
hal yang dianggap masih asing. Dukun yang melakukan pengobatan tradisional
merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat
dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan
masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter, bidan, farmasis, dan
sebagainya yang masih asing bagi mereka, seperti juga pengobatan yang
dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka. Keempat,
mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat dan
sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan
pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk
dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh
masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah masalah yaitu :
1. Apakah Yang Dimaksud Dengan Konsep Perilaku Kesehatan?
2. Bagaimana Perilaku Masyarakat Sehubungan Dengan Pencarian Pelayanan
Kesehatan?
3. Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempegaruhi Pencarian Pelayanan Kesehatan
Atau Pengobatan?
4. Bagaimana Tipe Umum Dari Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan?
5. Apa Saja Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan Dalam Memberikan Pelayanan
Kesehatan?
6. Siapa Saja Yang Berperan Dalam Pemberian Pelayanan Kesehatan?

C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah:
1. Memahami dan Menjelaskan Konsep Perilaku Kesehatan
2. Memahami dan Menjelaskan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
3. Memahami dan Menjelaskan Faktor-Faktor Yang Mempegaruhi Pencarian
Pelayanan Kesehatan Atau Pengobatan
4. Memahami dan Menjelaskan Tipe Umum Dari Model Penggunaan Pelayanan
Kesehatan
5. Memahami dan Menjelaskan Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
6. Memahami dan Menjelaskan Pemberi Pelayanan Kesehatan

 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku Kesehatan


1. Perilaku
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu
stimulus/rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012). Menurut seorang ahli
psikologi, Skiner (1938), beliau mendapati bahwa perilaku merupakan respons
atau reaksi seorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert
behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan
respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk
tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani,
2011).

2. Ilmu-Ilmu Dasar Perilaku


Menurut Notoatmodjo lagi, perilaku pada seseorang individu itu
terbentuk dari dua faktor utama yaitu stimulus yang merupakan faktor
eksternal dan respons yang merupakan faktor internal. Faktor eksternal seperti
faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dan faktor internal
pula adalah faktor dari diri dalam diri orang yang bersangkutan. Faktor
eksternal yang paling berperanan dalam membentuk perilaku manusia adalah
faktor sosial dan budaya, yaitu di mana seseorang tersebut berada. Sementara
itu, faktor internal yang paling berperan adalah perhatian, pengamatan,
persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa
terdapat tiga cabang ilmu yang membentuk perilaku seseorang itu yaitu ilmu
psikologi, sosiologi dan antropologi (Notoatmodjo, 2005).
 
3. Perilaku Kesehatan
Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012),
perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :
a. Perilaku hidup sehat (healthy life style)
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi
makan menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak merokok,
istirahat cukup, menjaga perilaku yang positif bagi kesehatan.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap
suatu penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang
penyakit serta upaya pengobatannya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup
upaya untuk menyembuhkan penyakitnya.

4. Domain Perilaku
Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice)
(Notoatmodjo, 2012).
1. Pengetahuan(knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia. Terdapat intensitas yang
berbeda-beda pada setiap pengetahuan sesorang terhadap objek. Tingkat
pengetahuan dapat dibagi dalam 6 tingkat, yaitu;
a. Tahu (know).
Tahu diartikanhanya hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension).
Memahami sesuatu objek bukan sekadar tahu objek tersebut, tetapi
orang itu harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek
yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application).
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek
yang dimaksudkan dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
kompenen yang terdapat dalam sebuah masalah atau objek yang
diketahui.
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Umumnya, analisis adalah kemampuan
untuk menghasilkan formulasi baru dari formulasi- formulasi yang
telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek tertentu, yang berdasarkan suatu 
kriteria yang ditentukan sendiri atau yang sedang berlaku dalam
masyarakat.
2. Sikap (Attitude)
Menurut Campbell (19950), sikap dapat didefinisikan dengan sederhana,
yakni : " An individual's attitude is syndrome of response consistency
with regard to object." Dengan kata lain, sikap itu adalah kumpulan
gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.
Sementara itu, Newcomb menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa
sikap terbentuk dari 3 komponen utama,yaitu :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak.
Sikap bisa dibagi menurut tingkat intensitasnya, yaitu:
a. Menerima
Menerima diartikan individu atau subjek mau menerima stimulus atau
objek yang diberikan.
b. Menanggapi
Menanggapi diartikan subjek memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai
Menghargai diartikan apabila subjek dapat memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus.
d. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab diartikan subjek tersebut berani mengambil resiko
terhadap apa yang diyakininya.
3. Tindakan atau Praktik( Practice)

Faktor-faktor misalnya adanya fasilitas atau sarana dan prasarana perlu


supaya sikap meningkat menjadi tindakan. Praktik atau tindakan dapat
dikelompokkan menjadi 3 tingkatan mengikut kualitasnya, yaitu:
a. Praktik terpimpin (guide response).
Subjek telah melakukan sesuatu tetapi masih bergantung pada tuntunan
atau menggunakan panduan.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism).
Subjek telah melakukan sesuatu hal secara otomatis tanpa perlu kepada
panduan.
c. Adapsi (adoption).
Tindakan yang sudah berkembang yaitu tindakan tersebut tidak
sekadar rutinitas tetapi sudah merupakan perilaku yang berkualitas.
5. Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan
1. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan kesehatan adalah pengetahuan seseorang mengenai cara- cara
menjaga kesehatan, yakni:
a.     Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular
b.     Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi
kesehatan.
c.     Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan moden maupun
tradisional.
d.     Pengetahuan untuk menghindari kecelakan. 

2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)


Sikap terhadap kesehatan adalah penilaian individu terhadap hal-hal yang
mencakupi pemeliharaan kesehatan, yaitu:
a.     Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular.
b.     Sikap tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi kesehatan.
c.     Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan moden maupun tradisional.
d.     Sikap untuk menghindari kecelakan.
3. Praktik kesehatan
Praktik kesehatan adalah tindakan seseorang untuk menjaga kesehatan,
yaitu:
a.     Tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular.
b.     Tindakan  tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi
kesehatan.
c. Tindakan  tentang fasilitas  pelayanan  kesehatan moden maupun
tradisional.
d.    Tindakan untuk menghindari kecelakan.
B. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
1. Respon Terhadap Sakit
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak
merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan
bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang
penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam
perilaku dan usah. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut :
(Notoatmodjo 2012)
a. Tidak bertindak atau melakukan kegiatan apa –apa ( no action). Alasanya
antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan menganggu kegiatan
atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka berangapan
 

 
 

 
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap


stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pencarian pengobatan,
pemulihan kesehatan, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan
tidak merasakan sakit (disease but no illness) tidak akan bertindak apa-apa
terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.
Respons seseorang apabila sakit yaitu tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no
action), tindakan mengobati sendiri (self treatment), mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), mencari pengobatan
dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya,
termasuk ketukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya
adalah obat  yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol, mencari
pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh
pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan kedalam
balai pengobatan, Puskesmas, dan Rumah Sakit, mencari pengobatan kefasilitas
pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).

Dari uraian-uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap


sehat-sakit sangat berbeda pada setiap individu, kelompok dan masyarakat. 
Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku
pencarian pengobatan, berdasarkan perbedan persepsi mempengaruhi atas dipakai
atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-
sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas
masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan.

Oleh karena itu semua orang termasuk tenaga kesehatan  mempunyai


kewajiban untuk melaksanakan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan
kesehatan yang bermutu, dan merata terjangkau oleh masyarakat serta
mewujudkan derajat kesehatan diselenggarakan melalui  pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif),
penyembuhan  (kuratif) dan pemeliharan kesehatan (rehabilitatif) upaya tersebut
diatas dilaksakan secara menyeluruh terpadu, dan berkesinambungan.      

B. Saran

Perlu adanya pengaturan kesetaraan kebijakan antara pusat dan daerah


mengenai penyediaan pelayanan kesehatan dengan mempertimbangkan akses
masyarakat dalam menjangkau pusat pelayanan kesehatan. Pendekatan atau
melakukan mitra kepada key person (tokoh agama, lurah, dukun dan lain
sebagainya) dalam masyarakat memiliki dampak yang cukup besar dalam upaya
meningkatan derajad kesehatan masyarakat.

 
 

DAFTAR PUSTAKA

 Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:


Rineka Cipta
 Tri Kurniawati, Irma. 2008. “ Gambaran Pemanfaatan-Literatur”.
www.lontar.ui.ac.id. Diakses 7 Mei 2018
 Perwira, Eko Ratu. 2013. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan.
http://ekoratuperwira.blogspot.co.id/2013/04/perilaku=pencarianpelayanankes
ehatan.html. Diakases 7 Mei 2018

Anda mungkin juga menyukai