Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SOSIO ANTROPOLOGI KESEHATAN

PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN

Dosen Pengampu: Yuliani Winarti, M.PH

Disusun Oleh:

Nama: Yunita

NIM: 2211102413222

Prodi: S1 Kesehatan Masyarakat

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, puja dan puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan kita nikmat dan hidayahnya agar senantiasa dekat
dengan diri-Nya dalam keadaan sehat wal’afiat.
Shalawat serta salam kita haturkan kepada nabi Muhammad SAW yang
mana telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang
benderang dengan iman dan islam.
Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Yuliani Winarti selaku dosen mata
kuliah “Sosio Antropologi Kesehatan” yang telah memberikan tugas ini kepada
saya sehingga saya dapat menambah wawasan dan pengetahuan saya terhadap
mata kuliah ini. Dan juga saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah memberikan sedikit ilmu dan pengetahuannya sehingga saya dapat
menyusun makalah ini. Referensi makalah ini saya mencari sendiri tanpa
mengambil/copas pada mahasiswa lain.
Saya menyadari bahwasanya makalah yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna, maka dari itu saya selaku penulis makalah ini meminta maaf
sebesar-besarnya atas kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Kritik dan
saran akan saya terima agar makalah yang ditulis oleh saya bisa menjadi lebih
baik lagi.
Sekian dan terimakasih

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Samarinda, 23 Mei 2023

Penulis
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perilaku adalah totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang yang
merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Dengan kata lain perilaku manusia
sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

Perilaku sakit, yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
individu yang merasa sakit. untuk merasakan dan mengenalkeadaan
kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk kemampuan atau pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-
usaha mencegah penyakit tersebut.

Pandangan masyarakat terhadap kriteria tubuh sehat maupun sakit.


tidaklah selalu obyektif. Persepsi masyarakat tentang sehat atau sakit
dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu dan unsur sosial budaya.
Pengetahuan dan lingkungan juga dapat sebagai faktor kurangnya respon
masyarakat terhadap suatu penyakit. Misalnya ketika seseorang tersebut
mengalami gejala batuk yang berkepanjangan bahkan hingga mencapai
berbulan-bulan, mereka menganggap bahwasannya bukan suatu penyakit
yang berbahaya namaun mereka beranggapan hanya sakit flu biasa.

Kebanyakan batuk berkaitan dengan penyakit ringan saja, flu, radang


tenggorokan, atau alergi. Misalnya kurang cepatnya tubuh beradaptasi dengan
perubahan cuaca, dan sebagainya.Dengan demikian, ini dapat menimbulkan
terlambatnya pemeriksaan kepada petugas pelayanan kesehatan yang akan
berakibat fatal atau berakibat kematian. Kebiasaan masyarakat yang mau
memeriksakan penyakitnya ketika sudah dalam periode yang berbahaya ini
sangatlah jauh dari apa yang menjadi tujuan pelayanan kesehatan dan menjadi
tujuan masyarakat Indonesia agar menjadi Indonesia sehat. Masalah yang ada
dimasyarakat, terutama di daerah berkembang pada dasarnya menyangkut dua
aspek utama. Yang pertama adalah aspek fisik, seperti misalnya tersedianya
sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan yang kedua adalah aspek non-
fisik yang menyangkut perilaku kesehatan.Faktor perilaku ini berpengaruh
besar terhadap status kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat.

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak


merasakan sakit sudah tentutidak akan bertindak apa-apa terhadap
penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.
Respon seseorangapabila sakit adalah sebagai berikut: Pertama, tidak
bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa. Alasannya antara lain
bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja
mereka sehari-hari. Mungkin merekaberanggapan bahwa tanpa bertindak
apapun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang
pula masyarakat memprioritaskan tugas- tugas lain yang dianggap lebih
penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa
kesehatan belum merupakan prioritas didalam hidup dan kehidupannya.
Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan
sangat jauh letaknya, parapetugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsif,
dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit,
takut biaya, dan sebagainya. Kedua, tindakan mengobati sendiri, dengan
alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini
adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri
sendiri, dansudah merasa bahwa berdasarkan pengalamang obatan tradisional.
Untuk masyarakat pedesaankhususnya, pengobatan tradisional ini masih
menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang
lain.Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah schat-sakit adalah lebih
bersifat budaya daripadagangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu
pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada social-budaya
masyarakat daripada hal- hal yang dianggap masih asing. Dukun yang
melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada
di tengah-tengah masyarakat dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang
dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat
daripada dokter, bidan, farmasis, dan sebagainya yang masih asing bagi
mereka, seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun
merupakan kebudayaan mereka. Keempat. mencari pengobatan dengan
membeli obat-obat ke warung-warung obat dan sejenisnya, termasuk ke
tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah
obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun
demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat
belum mengakibatkan masalah yang serius.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yaitu:
1. Apakah Yang Dimaksud Dengan Konsep Perilaku Kesehatan?
2. Bagaimana Perilaku Masyarakat Sehubungan Dengan Pencarian
Pelayanan Kesehatan?
3. Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempegaruhi Pencarian Pelayanan
Kesehatan Atau Pengobatan?
4. Bagaimana Tipe Umum Dari Model Penggunaan Pelayanan
Kesehatan?
5. Apa Saja Masalah Yang Terdapat Dalam Perilaku Pencarian Pelayanan
Kesehatan?
6. Siapa Saja Yang Berperan Dalam Pemberian Pelayanan Kesehatan?

C. Tujuan
Tujuan Makalah ini adalah:
1. Memahami dan Menjelaskan Konsep Perilaku Kesehatan
2. Memahami dan Menjelaskan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
3. Memahami dan Menjelaskan Faktor-Faktor Yang Mempegaruhi
Pencarian Pelayanan Kesehatan Atau Pengobatan
4. Memahami dan Menjelaskan Tipe Umum Dari Model Penggunaan
Pelayanan Kesehatan
5. Memahami dan Menjelaskan Masalah Yang Terdapat Dalam Perilaku
Pencarian Pelayanan Kesehatan?
6. Memahami dan Menjelaskan Pemberi Pelayanan Kesehatan
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku Kesehatan


1. Perilaku
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya
suatu stimulus/rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012). Menurut
seorang ahli psikologi. Skiner (1938), beliau mendapati bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar).
Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert
behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup
merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang
dalam bentuk tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan
mudah (Fitriani, 2011).

2. Ilmu-Ilmu Dasar Perilaku


Menurut Notoatmodjo lagi. perilaku pada seseorang individu itu
terbentuk dari dua faktor utama yaitu stimulus yang merupakan faktor
eksternal dan respons yang merupakan faktor internal. Faktor eksternal
seperti faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dan
faktor internal pula adalah faktor dari diri dalam diri orang yang
bersangkutan. Faktor eksternal I yang paling berperanan dalam
membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya, yaitu di
mana seseorang tersebut berada. Sementara itu, faktor internal yang
paling berperan adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi,
sugesti, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga cabang
ilmu yang membentuk perilaku seseorang itu yaitu ilmu psikologi,
sosiologi dan antropologi (Notoatmodjo, 2005).

3. Perilaku Kesehatan
Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku
kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :
A. Perilaku hidup sehat (healthy life style) Merupakan perilaku yang
berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan
dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang,
olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga
perilaku yang positif bagi kesehatan.
B. Perilaku sakit (illness behavior) Merupakan perilaku yang
terbentuk karena adanya respon terhadap suatu penyakit. Perilaku
dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya
pengobatannya.
C. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Merupakan perilaku
seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk
menyembuhkan penyakitnya.

4. Domain Perilaku
Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu
pengetahuan (knowledge), sikap (altitude), dan praktik (practice)
(Notoatmodjo, 2012).
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia. Terdapat intensitas
yang berbeda-beda pada setiap pengetahuan sesorang terhadap objek.
Tingkat pengetahuan dapat dibagi dalam 6 tingkat, yaitu:
a. Tahu (know).
Tahu diartikanhanya hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension).
Memahami sesuatu objek bukan sekadar tahu objek tersebut, tetapi
orang itu harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek
yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application).
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksudkan dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
kompenen yang terdapat dalam sebuah masalah atau objek yang
diketahui.
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen
pengetahuan yang dimiliki. Umumnya, analisis adalah kemampuan
untuk menghasilkan formulasi baru dari formulasi- formulasi yang
telah ada.
f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu,
yang berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau yang
sedang berlaku dalam masyarakat.

2. Sikap (Attitude) Menurut Campbell (19950), sikap dapat didefinisikan


dengan sederhana. yakni: "An individual's attitude is syndrome of
response consistency with regard to object." Dengan kata lain, sikap
itu adalah kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek,
sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala
kejiwaan yang lain. Sementara itu, Newcomb menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Allport (1954) dalam
Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa sikap terbentuk dari 3
komponen utama,yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak.

Sikap bisa dibagi menurut tingkat intensitasnya, yaitu:


a. Menerima
Menerima diartikan individu atau subjek mau menerima stimulus
atau objek yang diberikan.
b. Menanggapi
Menanggapi diartikan subjek memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai
Menghargai diartikan apabila subjek dapat memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus.
d. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab diartikan subjek tersebut berani mengambil
resiko terhadap apa yang diyakininya.

3. Tindakan atau Praktik Practice)


Faktor-faktor misalnya adanya fasilitas atau sarana dan prasarana
perlu supaya sikap meningkat menjadi tindakan. Praktik atau tindakan
dapat dikelompokkan menjadi 3 tingkatan mengikut kualitasnya,
yaitu:
a. Praktik terpimpin (guide response). Subjek telah melakukan
sesuatu tetapi masih bergantung pada tuntunan atau menggunakan
panduan.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism). Subjek telah melakukan
sesuatu hal secara otomatis tanpa perlu kepada panduan.
c. Adapsi (adoption). Tindakan yang sudah berkembang yaitu
tindakan tersebut tidak sekadar rutinitas tetapi sudah merupakan
perilaku yang berkualitas.

5. Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan


1. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan kesehatan adalah pengetahuan seseorang mengenai cara-
cara menjaga kesehatan, yakni:
a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular
b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi
kesehatan.
c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan moden maupun
tradisional,
d. Pengetahuan untuk menghindari kecelakan.
2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)
Sikap terhadap kesehatan adalah penilaian individu terhadap hal-hal
yang mencakupi pemeliharaan kesehatan, yaitu:
a. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular.
b. Sikap tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi
kesehatan.
c. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan moden maupun
tradisional.
d. Sikap untuk menghindari kecelakan.
3. Praktik Kesehatan
Praktik kesehatan adalah tindakan seseorang untuk menjaga kesehatan:
a. Tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular.
b. Tindakan tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi
kesehatan.
c. Tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan modern maupun
tradisional.
d. Tindakan untuk menghindari kecelakan.
B. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
 Respon Terhadap Sakit
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak
merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan
bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang
penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam
perilaku dan usah. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:
(Notoatmodjo 2012)
1. Tidak bertindak atau melakukan kegiatan apa-apa ( no action). Alasanya
antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan menganggu kegiatan
atau kerja mereka sehari-hari. Anggapan bahwa tanpa bertindak gejala
yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya, fasilitas kesehatan yang
diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik,
judes, tidak responsive, dan sebagainya, akhirnya alasan takut dokter, takut
pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.
2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment). Alasan orang atau
masyarakat percaya kepada diri sendiri, dan karena pengalaman yang lalu
usaha-usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan.
Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
(traditional remedy). Masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan
tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding masih
menduduki tempat teratas disbanding dengan pengobatan-pengobatan yang
lain. Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit adalah
lebih bersifat budaya dari pada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan
pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada sosial-budaya
masyarakat dari pada hal-hal yang dianggapnya masih asing. Dukun yang
melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian masyarakat, berada
ditengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan
yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh
masyarakat dari pada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih
asing bagi mereka seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obatnya
juga merupakan kebudayaan mereka.
4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat
(chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ketukang-tukang jamu. Obat-obat
yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat yang tidak memakai
resep sehingga sukar untuk dikontrol.
5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang
diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang
dikategorikan kedalam balai pengobatan, Puskesmas, dan Rumah Sakit.
6. Mencari pengobatan kefasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan
oleh dokter praktek (private medicine). Dari uraian-uraian di atas tampak
jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit sangat berbeda pada
setiap individu, kelompok dan masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap
sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan,
berdasarkan perbedan persepsi mempengaruhi atas dipakai atau tidak
dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-
sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas
masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang
diberikan, Notoatmodjo (2007:206)
 Konsep Kerangka kerja Pelayanan Kesehatan
1. Kategori yang berorientasi pada publik (masyarakat)
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kategori publik terdiri dari
sanitasi, Imunisasi, kebersihan air, dan perlindungan kualitas udara.
Notoatmodjo (2007:210)
2. Kategori yang berorientasi pada individu (pribadi) pelayanan kesehatan
ditunjukkan langsung kepada pemakai pribadi (individual consumer).
 Tipe Umum dari Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan. dan
model-model penggunaan pelayanan kesehatan dikembangkan antara lain
Notoatmodjo (2007:210-214)

1. Model Demografi (kependudukan)


Model demografi yang dipakai adalah umur, seks, perkawinan, besarnya
keluarga. Variabel ini digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator yang
berbeda, dengan asumsi perbedaan derajad kesehatan dan kesakitan dalam
penggunan pelayanan kesehatan dipengaruhi variabel demografi.
2. Model Struktur Sosial (Sosial Struktur models)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendidikan, pekerjaan,dan
kebangsaan. Variabel ini mencerminkan keadaan sosial dari individu atau
keluarga dimasyarakat. Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu
dari aspek gaya hidup, yang ditentukan lingkungan sosial, fisik,psikologis.
Dengan kata lain pendekatan sruktur sosial dIdasarkan pada asumsi orang
dengan latar belakang struktur sosial yang bertentangan akan mengunakan
pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu.
3. Model Psikologis ( Psycological models)
Model yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan keyakinan individu,
variabel psikologs meliputi kerentanan terhadap penyakit, keseluruhan
penyakit, keuntungan yang diharapkan, pengambilan tindakan.
4. Model sumber keluarga ( family Resousce models)
alam model ini va Variabel yang dipakai adalah pendapatan keluarga,
cakupan asuransi keluarga, model ini adalah kesanggupan individu untuk
memperoleh pelayanan kesehatan bagi anggotanya berdasarkan model
ekonomis.
5. Model Sumber daya masyarakat ( Comunity Resousce models)
Penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber yang ada didalam masyarakat
memindahkan pelayanan dari tingkat individu ke tingkat masyarakat
6. Model Organisasi (Organization models)
Model ini adalah perncerminan perbedaan bentuk sistem pelayanan
kesehatan meliputi gaya praktik pengobatan, sifat pelayanan (membayar
langsung atau tidak) letak pelayanan ( tempat pribadi, klinik, RS) Petugas
kesehatan.
7. Model Sistem Kesehatan
Model yang menggabungkan atau atau mengintegrasikan keenam model
terdahulu kedalam model yang lebih sempurna.
8.Model Kepercayaan Kesehatan (Health belief model) Model yang
menjabarkan dari model sosio psikokogis
9. Model Sistem Kesehatan ( health sistem model) Anderson (1974)
Model kepercayaan kesehatan terbagi dalam 3 kategori
a. Predisposisi bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk
menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda
1) ciri demografi (jenis kelamin, dan umur
2) struktur sosial (pendidikan, pekerjaan ras suku)
3)Manfaat kesehatan, keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat
menolong proses penyembuhan.
b.Karakteristik pendukung (enabling charakteristics) kemampuan konsumen
untuk membayar
c.Karakteristik kebutuhan ( need charakterstics) dirasakan sebagai satu
kebutuhan untuk mencari pengobatan.
 Masalah Pelayanan Kesehatan
1. Konektivitas
Kendala konektifitas menjadi penyebab utama sistem kesehatan digital
(E-Health) tidak berkembang, terutama di daerah-daerah terpencil yang
seharusnya butuh akses kesehatan yang sama dengan masyarakat kota.
2. Kejelasan Regulasi
Menurut sebuah survei sebesar 15,6 persen pengguna masih merasa tidak
puas dengan adanya layanan kesehatan digital. Ketidakpuasaan ini terjadi
karena pengguna mengkhawatirkan keamanan data yang diinput ke
dalam layanan kesehatan digital tersebut. Pun belum adanya aturan
tentang tata cara pengantaran obat agar tidak terkontaminasi benda lain
hingga sampai kepada pasien. Dan adanya ketidak-amanan data
Selain keamanan data, yang masih menjadi masalah utama dalam
perkembangan layanan digital ini antara lain, terjadinya komunikasi yang
kurang baik antara dokter dengan penderita penyakit karena tidak
memeriksa penyakit secara langsung. Apalagi secara pengalaman,
banyak dokter yang tidak terbiasa memeriksa penyakit hanya melalui
telepon.
3. Bonus Demografi
Populasi masyarakat yang banyak didominasi oleh usia muda dan
masyarakat ekonomi kelas menengah. Bonus demografi ini menjadi
kekuatan untuk masyarakat untuk bersaing di kancah global. Sayangnya,
bonus demografi ini tak dibarengi dengan pelayanan kesehatan yang
baik. Anak muda dan masyarakat yang dianggap mampu memajukan
negeri justru jadi tak terlindungi karena tidak ada pelayanan kesehatan
yang baik.
4. Pelayanan Rendah
tingkat pelayanan rumah sakit di Indonesia relatif rendah. Ini tercermin
dari kendala masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan di
beberapa rumah sakit. Pasien yang menderita penyakit berat diminta
menanti pelayanan hingga 1 bulan lamanya di rumah.
5. Teknologi tak dimanfaatkan dengan baik
Teknologi yang ada tak dimanfaatkan dengan baik untuk pelayanan
kesehatan. Padahal, pengguna internet di masyarakat tinggi disetiap
negara lain.
PENUTUP

Kesimpulan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pencarian pengobatan.
pemulihan kesehatan, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan, masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan
tidak merasakan sakit (disease but no illness) tidak akan bertindak apa-apa
terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit. maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.
Respons seseorang apabila sakit yaitu tidak bertindak kegiatan apa-apa (no
action), tindakan mengobati sendiri (self treatment), mencari pengobatan ke
fasilitas- fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), mencari pengobatan
dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya.
termasuk ketukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya
adalah obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol, mencari
pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan olch
pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan kedalam
balai pengobatan, Puskesmas, dan Rumah Sakit, mencari pengobatan kefasilitas
pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).

Dari uraian-uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat


terhadap sehat-sakit sangat berbeda pada setiap individu, kelompok dan
masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap schat-sakit erat hubungannya dengan
perilaku pencarian pengobatan, berdasarkan perbedan persepsi mempengaruhi
atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila
persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka
jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang
diberikan.

Oleh karena itu semua orang termasuk tenaga kesehatan mempunyai


kewajiban untuk melaksanakan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan
kesehatan yang bermutu, dan merata terjangkau oleh masyarakat serta
mewujudkan derajat kesehatan diselenggarakan melalui pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif)
dan pemeliharan kesehatan (rehabilitatif) upaya tersebut diatas dilaksakan secara
menyeluruh terpadu, dan berkesinambungan.

Saran
Perlu adanya pengaturan kesetaraan kebijakan antara pusat dan daerah
mengenai penyediaan pelayanan kesehatan dengan mempertimbangkan akses
masyarakat dalam menjangkau pusat pelayanan kesehatan. Pendekatan atau
melakukan mitra kepada key person (tokoh agama, lurah, dukun dan lain
sebagainya) dalam masyarakat memiliki dampak yang cukup besar dalam
upaya meningkatan derajad kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Notoadmodjo, Sockidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:


Rincka Cipta
Tri Kurniawati, Irma. 2008. Gambaran Pemanfaatan-Literatur",
www.lontar.ui.ac.id. Diakses 7 Mei 2018
Perwira, Eko Ratu. 2013. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan.
http://ekoratuperwira.blogspot.co.id/2013/04/perilaku=pencarianpelayanankes.
https://www.scribd.com/document/389037499/Makalah-Perilaku-Pencarian-
Pelayanan-Kesehatan.
https://money.kompas.com/read/2019/08/19/171503026/6-kendala-ini-
membuat-pelayanan-kesehatan-di-indonesia-tak-maksimal?page=all#page4.
https://pdfcoffee.com/makalah-komunitas-2-pencarian-pelayanan-kesehatan-
pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai