Anda di halaman 1dari 16

FAKTOR SOSIAL BUDAYA TERHADAP PERILAKU KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa hidup sendiri
sehingga membentuk kesatuan hidup yang dinamakan masyarakat. Dengan definisi tersebut,
ternyata pengertian masyarakat masih dirasakan luas dan abstrak sehingga untuk lebih
konkretnya maka ada beberapa unsur masyarakat. Unsur masyarakat dikelompokan menjadi 2
bagian yaitu: kesatuan sosial dan pranata sosial. Kesatuan sosial merupakan bentuk dan susunan
dari kesatuan-kesatuan individu yang berinteraksi dengan kehidupan masyarakat sedangkan yang
dimaksud pranata sosial adalah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada
suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Norma-norma tersebut memberikan
petunjuk bagi tingkah laku seseorang yang hidup dalam masyarakat.
Perilaku adalah aktivitas manusia yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati
yang resultante antara faktor internal dan eksternal dari fisik, psikis, sosial individu. Perilaku
merupakan fungsi dari sikap, norma, kebiasaan, dan harapan individu yang berupa tindakan
nyata yang dapat diamati indera bahkan dapat dipelajari dan merupakan tindak lanjut
pengetahuan, sikap, dan niat seseorang terhadap suatu obyek.
Aspek sosial budaya dalam perilaku kesehatan timbul ketika kalangan medis mulai
mengarah ke “community medicine”, mencangkup kesehatan mental, kesehatan fisik, dan
kesehatan sosial. Tujuan pembangunan sosial memberikan kesempatan pada masyarakat untuk
hidup wajar mental, fisik, dan sosial menuntut peran ilmu sosial yang lebih besar untuk ikut
memecahkan masalah kesehatan. Upaya kesehatan memuat usaha-usaha terencana untuk
merubah tingkah laku individu, kelompok, dan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah melalui pendidikan. Tujuan pendidikan kesehatan adalah merubah perilaku ke arah yang
menguntungkan kesehatan. Perilaku kesehatan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya
di mana individu tersebut hidup. Seperti contoh, petugas kesehatan perlu mengetahui aspek
sosial budayanya agar usaha pendidikan yang dilakukan berhasil.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu
contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu
sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons
terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya.
Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi
juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana
meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

B. Rumusam masalah
1. Bagaimanakah peran faktor sosial, budaya, yang melatarbelakangi perilaku indibvidu,
populasi, dan masyarakat tentang sehar sakit?
2. Faktor apa sajakah yang menjadi latarbelakang interaksi individu terhadap risiko dan gejala
penyakit, interaksi antar individu, populasi, dan masyarakat serta antara petugas kesehatan
dengan individu, populasi, dan masyarakat?
3. Bagaimankah bentuk kasus interaksi petugas terbukti mempengaruhi perilaku individu,
populasi dan masyarakat atau sebaliknya?
4. Bagaimanakah faktor-faktor sosial budaya dan perilaku yang mempengaruhi keberhasilan
dan kegagalan interaksi antara individu petugas dan resipien serta populasi untuk
pencegahan, proteksi, dan penanggulangan?
5. Bagaimanakah peran nilai, norma, dan kebiasaan dalam interaksi untuk pembentukan-
pembentukan perilaku baru?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran faktor sosial, budaya, yang melatarbelakangi perilaku indibvidu,
populasi, dan masyarakat tentang sehar sakit
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi latarbelakang interaksi individu terhadap
risiko dan gejala penyakit, interaksi antar individu, populasi, dan masyarakat serta antara
petugas kesehatan dengan individu, populasi, dan masyarakat
3. Untuk mengetahui bentuk kasus interaksi petugas terbukti mempengaruhi perilaku individu,
populasi dan masyarakat atau sebaliknya
4. Untuk mengetahui faktor-faktor sosial budaya dan perilaku yang mempengaruhi keberhasilan
dan kegagalan interaksi antara individu petugas dan resipien serta populasi untuk
pencegahan, proteksi, dan penanggulangan
5. Untuk mengetahui bagaimana peran nilai, norma, dan kebiasaan dalam interaksi untuk
pembentukan-pembentukan perilaku baru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perilaku
Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan
perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. . Belajar dapat
didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman. Skinner membedakan perilaku menjadi dua, yakni perilaku yang alami (innate
behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-
refleks dan insting-insting. Perilaku operan (operant behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk
melalui proses belajar. Pada manusia, perilaku operan atau psikologis inilah yang dominan.
Sebagian terbesar perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh,
perilaku yang dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). Timbulnya perilaku
(yang dapat diamati) merupakan resultan dari tiga daya pada diri seseorang, yakni daya
seseorang yang cenderung untuk mengulangi pengalaman yang enak dan cenderung untuk
menghindari pengalaman yang tidak enak (disebut conditioning dari Pavlov & Fragmatisme
dari James); daya rangsangan (stimulasi) terhadap seseorang yang ditanggapi, dikenal dengan
“stimulus-respons theory” dari Skinner; daya individual yang sudah ada dalam diri seseorang
atau kemandirian. Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya.
Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang
pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau
konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret). Perilaku adalah
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.
Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan
makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap
lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang
diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu
rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula.
B. Perilaku Kesehatan
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Menurut Sudarti (2005) yang menyimpulkan pendapat Bloom tentang status
kesehatan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan yaitu; lingkungan yang
terdiri dari lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, perilaku, keturunan, dan pelayanan
kesehatan, selanjutnya Bloom menjelaskan, bahwa lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja
mempengaruhi status kesehatan, tetapi juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Selanjutnya
Sudarti (2005), yang mengutip pendapat G.M. Foster menyatakan, selain aspek sosial yang
mempengaruhi perilaku kesehatan, aspek budaya juga mempengaruhi kesehatan seseorang
antaranya tradisi, sikap fatalisme, nilai, etnocentrism, dan unsur budaya yang dipelajari pada
tingkat awal dalam proses sosialisasi.
Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat
kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan faktor di
luar perilaku (non-behaviour cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor,
yaitu;
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, air bersih dan sebagainya
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Menurut Notoatmodjo (2007), memberikan pandangan bahwa perubahan perilaku atau
adopsia perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif
lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku dalam
kehidupannya melalui tiga tahap, yaitu; pengetahuan, sikap dan tindakan.
C. Pengetahuan Kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui penginderaan mata (melihat) dan telinga (mendengar). Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang dibandingkan dengan perilaku yang
biasa berlaku, pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuk sikap dan tindakan.
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang
terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau
kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga indikator, yaitu;
1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
3) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

D. Sikap Terhadap Kesehatan (health attitude)


Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidak senangan seseorang terhadap
sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat
mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya (Wahid, 2007).
Sikap dapat dipandang sebagai predisposisi untuk bereaksi dengan cara yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang dan konsep apa saja. Ada
beberapa asumsi yang mendasari pendapat tersebut, yaitu:
1) sikap berhubungan dengan perilaku
2) sikap yang berkaitan erat dengan perasaan seseorang terhadap objek
3) sikap adalah konstruksi yang bersifat hipotesis, artinya konsekuensinya dapat diamati,
tetapi sikap itu tidak dapat dipahami.
Adapun ciri-ciri sikap menurut Azwar (2009) adalah sebagai berikut :
1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang,
atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau
stimulus.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal reference) merupakan factor penguat
sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-
pertimbangan individu.
3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif
atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari
pada individu tersebut.
4. Sosial budaya (Culture), berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk
bersikap terhadap objek/stimulus tertentu.
E. Hubungan Antara Sosial Budaya dan Perilaku Kesehatan
Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang
mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan budaya menurut Mitchel merupakan
seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar, pengetahuan, moral hukum, dan perilaku yang
disampaikan oleh individu - individu dan masyarakat, yang menentukan bagaimana seseorang
bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain. Jadi dapat disimpulan bahwa,
sosial budaya adalah semua hal yang tercipta dari akal dan nurani manusia untuk kehidupan
bermasyarakat.
Masyarakat mengembangkan kebudayaaan, karena manusia merupakan makhluk yang
bertransdensi, suatu kemampuan khas untuk meningkatkan dirinya selaku makhluk berakal budi.
Kebudayaan memungkinkan masyarakat memperoleh gerak hominisasi (pemanusiaan manusia)
dilain pihak kebudayaan merupakan proses humanisasi (peningkatan martabat manusia).
Keduanya bermakna spritual bukan fisikal. Tidak ada yang mampu menyangkal bahwa
kebudayaan adalah khas masyarakat sebagai pelaku aktif kebudayaan. Masyarakat menjalankan
kegiatannya untuk mencapai sesuatu yang bernilai baginya dan dengan demikian tugas
kemanusiannya menjadi lebih nyata.
Manusia merupakan makhluk sosial, yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat.
Dalam setiap kelompok masyarakat terdapat aturan, norma, nilai, dan tradisi yang berbeda-beda.
Hal-hal tersebut berkembang bersama masyarakat dan turun temurun dari generasi ke generasi.
Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam bermasyarakat, hal
ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negative. Disinilah kaitannya dengan
kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah menjadi warisan turun temurun dalam sebuah
masyarakat namun ternyata tradisi tersebut memiliki dampak yang negatif bagi derajat kesehatan
masyarakatnya. Misalnya, cara masyarakat memandang tentang konsep sehat dan sakit dan
persepsi masyarakat tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu masyarakat akan berbeda-
beda tergantung dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut.
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat
terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat
dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat
tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib
sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti
pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya
sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib.
Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah dengan
mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan
norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.
Dalam menciptakan kebudayaan yang inovatif di suatu masyarakat setempat, seseorang
harus mengubah persepsi masyarakat agar mereka merasa butuh. Perubahan yang ingin dicapai
harus dipahami dan dikuasai masyarakat sehingga dapat diajarkan dan diterapkan. Selain itu
perubahan yang dilakukan tidak merusak prestise pribadi atau kelompok masyarakat.
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan
atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan
kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari
penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat
dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-
individunya.
F. Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan dan Status Kesehatan
1. Aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku kesehatan
Aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan antara lain adalah :
a. Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan
umur. Misalnya balita lebiha banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usila
lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker,
dan lain-lain.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya
dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak
menderita kanker prostat.
c. Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya dikalangan petani
banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang banyak dilakukan disawah dengan
lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang bekerja diindustri , misal dipabrik
tekstil banyak yang menderita penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan
debu.
d. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita
obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi,
dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang status
ekonominya rendah.

Menurut H. Ray Elling (1970) dan G.M Foster (1973), ada beberapa faktor sosial yang
berpengaruh pada perilaku kesehatan, antara lain :
a. Pengaruh Self Concept terhadap Perilaku Kesehatan
Self Concept ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan
terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita kepada
orang lain. Apabila orang lain melihat kita positif dan menerima apa yang kita lakukan, kita
akan meneruskan perilaku kita. Tetapi apabila orang lain berpandangan negatif terhadap
perilaku kita dalam jangka waktu yang lama, kita akan merasa suatu keharusan untuk
melakukan perubahan perilaku. Self Concept adalah faktor yang penting dalam kesehatan,
Karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan juga perilaku petugas kesehatan.
b. Pengaruh Image Kelompok terhadap Perilaku Kesehatan
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai contoh, keluarga
di pedesaan yang mempunyai kebiasaan untuk menggunakan pelayanan dukun, akan
berpengaruh terhadap perilaku anaknya dalam mencari pertolongan pengobatan pada saat
mereka sudah berkeluarga.
c. Pengaruh Identifikasi Individu kepada Kelompok Sosialnya terhadap Perilaku Kesehatan
Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat penting untuk memberikan keamanan
psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka. Identifikasi tersebut dinyatakan dalam
keluarga besar, di kalangan kelompok teman, kelompok kerja desa yang kecil, dan lain – lain.

2. Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan


1. Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit. Masyarakat mempunyai batasan sehat atau
sakit yang berbeda dengan konsep sehat dan sakit versi sistem medis modern (penyakit
disebabkan oleh makhluk halus, guna-guna, dan dosa)
2. Kepercayaan. Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku kesehatan,
beberapa pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-kadang memberi pengaruh
negatif terhadap program kesehatan. Sifat fatalistik atau fatalism adalah ajaran atau paham
bahwa manusia dikuasai oleh nasib. Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan
menganggap bahwa penyakit adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian adalah kehendak
Allah. Jadi, sulit menyadarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan saat sakit.
3. Pendidikan. Masih banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah, petunjuk-petunjuk
kesehatan sering sulit ditangkap apabila cara menyampaikannya tidak disesuaikan dengan
tingkat pendidikan khayalaknya.
4. Nilai Kebudayaan. Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang
mempunyai perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu. Nilai kebudayaan
ini memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi masyarakat terhadap kebutuhan dan
pilihan mereka untuk bertindak.
Contoh :
- Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan menjadi amis
- Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini menyerang susunan
saraf otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita hanya terbatas pada anak-anak
dan wanita. Setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena
adanya tradisi kanibalisme
Sifat Etnosentris merupakan sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik
jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Etnosentrisme merupakan sikap atau
pandangan yg berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan
sikap dan pandangan yg meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Seperti contoh,
Seorang perawat/dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga
merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak. Selain itu, budaya
yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya mulai diajarkan sejak awal
atau anak-anak karena nantinya akan menjadi nilai dan norma dalam masyarakat.
5. Norma, merupakan aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dalam masyarakat,
dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan diterima oleh
masyarakat. Terjadi perbedaan norma (sebagai standar untuk menilai perilaku) antara satu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Masyarakat menetapkan perilaku yang normal
(normatif) serta perilaku yang tidak normatif. Contohnya, Bila wanita sedang sakit, harus
diperiksa oleh dokter wanita dan masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada
beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah
daripada diberas putih.
6. Inovasi Kesehatan. Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu
perubahan selalu dinamis. artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan
seterusnya. Seorang petugas kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku kesehatan
harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas
kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini bahwa
perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.
Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan seseorang
antara lain adalah :
a. Pengaruh tradisi
Banyak tradisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan misalnya tradisi
merokok bagi orang laki2 maka kebanyakan laki2 lebih banyak yang menderita penyakit
paru dibanding wanita. Tradisi wanita habis melahirkan tidak boleh makan ikan karena ASI
akan berbahu amis, sehingga ibu nifas akan pantang makan ikan.
b. Sikap fatalistis
Sikap fatalistis arti sikap tentang kejadian kematian dari masyarakat Hal lain adalah sikap
fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh : Beberapa anggota
masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa
anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang
berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
c. Sikap ethnosentris
Sikap ethnocentris yaitu sikap yang memandang bahwa budaya kelompok adalah yang paling
baik, jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-orang barat merasa
bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya,dan selalu beranggapan
bahwa kebudayaannya paling maju, sehingga merasa superior terhadap budaya dari
masyarakat yang sedang berkembang. tetapi dari sisi lain,semua anggota dari budaya lainnya
menganggap bahwa yang dilakukan secar alamiah adalah yang terbaik. Oleh karena
itu,sebagai petugas kesehatan kita harus menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas
adalah orang yang paling pandai,paling mengetahui tentang masalah kesehatan karena
pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat setempat sehingga tidak perlu
mengikut sertakan masyarakat tersebut dalam masalah kesehatan masyarakat.dalam hal ini
memang petugas lebih menguasai tentang masalah kesehatan,tetapi masyarakat
dimana mereka bekerja lebih mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri. Contoh lain :
Seorang perawat/ dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga
merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Sikap perasaan bangga atas perilakunya walaupun perilakunya tidak sesuai dengan konsep
kesehatan. hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnosentrisme. Contoh : Dalam upaya
perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun singkong,
walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat
bernaggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya
karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
e. Pengaruh norma
Norma dalam masyarakat sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dibidang kesehatan,
karena norma yang mereka miliki diyakininya sebagai bentuk perilaku yang baik. Contoh :
upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena
ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan
bumil sebagai pengguna pelayanan.
f. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan
perilaku individu masyarakat, kerena apa tidak melakukan nilai maka dianggap tidak
berperilaku “ pamali” atau “ Saru “. Nilai yang ada dimasyarakat tidak semua mendukung
perilaku sehat. Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan kesehatan.
Nilai yang merugikan kesehatan à arti anak yang banyak akan membawa rejeki sendiri
sehingga tidak perlu lagi takut dengan anak banyak.
Nilai yang mendukung kesehatan à tokoh masyarakat setiap tutur katanya harus wajib ditaati
oleh kelompok masyarakat, hal ini tokoh masyarakat dapat di pakai untuk membantu sebagai
key person dalam program kesehatan. RRT kalau punya anak lebih satu didenda
Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal
mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap
perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang
ketika ia dewasa. Misalnya saja, anak harus mulai diajari sikat gigi, buang air besar di kakus,
membuang sampah ditempat sampah, cara makan/ berpakaian yang baik sejak awal, dan
kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi
tua.kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk
diubah ketika dewasa.
h. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan selalu
dinamis artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan seterusnya.
apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan
masyarakat,maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika
melakukan perubahan,menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh terhadap
perubahan,dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan
tersebutapabila ia tahu budaya masyarakat setempat dan apabila ia tahu tentang proses
perubahan kebudayaan,maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang
mempengaruhi outcome dari perubahan yang telah direncanakan.
Artinya seorang petugas kesehatan kalau mau melakukan perubahan perilaku kesehatan harus
mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas
kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini bahwa
perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.

G. Perubahan Sosial Budaya


Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa
yang mempunyai latar budaya yang beraneka ragam.lingkungan budaya tersebut sangat
mepegaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut,sehingga dengan
beranekaragam budaya,menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk
dalam perilaku kesehatan.
Dengan masalah tersebut,maka petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dangan latar budaya yang beraneka ragam, perlu sekali mengetahui budaya
dan masyarakat yang dilayaninya,agar pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat
akan memberikan hasil yang optimal,yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat.
Karena perilaku dipengaruhi budaya, maka untuk merubah perilaku juga harus dirubah
budayanya. Bentuk perubahan sosial budaya:
1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat
2. Perubahan yang pengaruhnya kecil dan yang pengaruhnya besar
3. Perubahan yang direncanakan dan yang tidak direncanakan
Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka waktu pendek disebut inovasi, Syarat
inovasi:
1. Masyarakat merasa membutuhkan perubahan
2. Perubahan harus dipahami dan dikuasi masyarakat
3. Perubahan dapat diajarkan
4. Perubahan memberikan keuntungan di masa yang akan datang
PUSTAKA

Irwan. 2017. Etika dan Perilaku Kesehatan. CV. Absolute Media. Yogyakarta.
Maulana. 2002. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi Offset.
Yogyakarta.

Nugroho,dkk., 2010, Perilaku Kesehatan Dan Proses Perubahannya Dinas Kesehatan


Polewali mandar, Sulawesi tengah.

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo Perkasa.


http://redesain.poltekkes-malang.ac.id/index.php/rumah/cetak/217.

Yetti Wira Citerawati SY, 2012, Aspek Sosiobudaya Berhubungan Dengan Perilaku Kesehatan.
Universitas Brawijaya, Malang.

Anda mungkin juga menyukai