Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perilaku adalah perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang
sifatnyadapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang
yang melakukannya. Berdasarkan sifatnya perilaku terbagi menjadi dua, yaitu
perilaku perilaku baik dan buruk. Tolak ukurperilaku yang baik dan buruk ini pun
dinilai dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Baik itu norma agama,
hukum, kesopanan, kesusialaan, dan norma-norma lainnya.
Dalam kesehatan hubungan perilaku sangatlah erat sekali. Banyak hal yang
tanpa kita sadari dari perilaku yang kecil dapat menimbulkan efek kesehatan yang
besar bagi seseorang. Salah satu contohnya berupa pesan kesehatan yang sedang
maraknya digerakkan oleh promoter kesehatan tentang cuci tangan sebelum
melakukan aktifitas, kita semua tahu jika mencuci tangan adalah hal yang
sederhana, tapi dari hal kecil tersebut kita bisa melakukan revolusi kesehatan
kearah yang lebih baik. Sungguh besar efek perilaku tersebut bagi kesehatan,
begitu pula dengan kesehatan yang baik akan tercermin apabila seseorang tersebut
melakukan perilaku yang baik.
Maka dari itu dalam makalah ini, penulis hanya membahas tentang hubungan
kesehatan dengan perilaku, faktor-faktor penyebab rendahnya perilaku yang baik,
dampaknya serta kontrol perilaku kearah yang lebih baik, sesuai dengan judul
makalah yaitu hubungan kesehatan dengan perilaku.

1.2  Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa batasan perilaku?
2.      Apa yang dimaksud dengan perilaku kesehatan?
3.      Bagaimana domain perilaku ?

1
1.3  Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui tentang
hubungan kesehatan terhadap perilaku serta hal-hal yang terkait terhadap perilaku
dan kesehatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Perilaku Kesehatan


2.1.1. Batasan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan
atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Manusia sebagai
salah satu makhluk hidup mempunyai aktivitas yang dapat dibagikan menjadi dua
kelompok yaitu aktivitas yang dapat dilihat oleh orang lain dan aktivitas yang
tidak dapat dilihat oleh orang lain. Menurut seorang ahli psikologi, Skiner (1938),
beliau mendapati bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh itu, perilaku manusia terjadi melalui proses:
Stimulus  Organisme  Respons, sehingga teori Skinner ini disebut teori "S-O-
R" (stimulusorganisme-respons). Teori skinner juga menjelaskan adanya dua jenis
respons, yaitu:
a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditunjukkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena
menimbulkan respons yang relatif tetap misalnya makanan lezat akan
menimbulkan nafsu untuk makan da sebagainya. Respondent respons juga
mencakup perilaku emosional misalnya sedih apabila ditimpa berita musibah.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.
Perangsangan yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena
berfungsi untuk memperkuat respons.
Perilaku manusia berdasarkan teori “S-O-R” tersebut dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (Covert behavior) Perilaku ini adalah respons yang masih
belum dapat dilihat oleh orang lain. Respons seseorang masih terbatas dalam
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus
yang bersangkutan. Bentuk "unobservable behavior" atau "covert behavior" yang
dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

3
b. Perilaku terbuka (Overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons
terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati
orang lain dari luar atau "observable behavior".

2.1.2. Ilmu-Ilmu Dasar Perilaku


Menurut Notoatmodjo lagi, perilaku pada seseorang individu itu terbentuk
dari dua faktor utama yaitu stimulus yang merupakan faktor eksternal dan respons
yang merupakan faktor internal. Faktor eksternal seperti faktor lingkungan, baik
lingkungan fisik, maupun non-fisik dan faktor internal pula adalah faktor dari diri
dalam diri orang yang bersangkutan. Faktor eksternal yang paling berperanan
dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya, yaitu di
mana seseorang tersebut berada. Sementara itu, faktor internal yang paling
berperan adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan
sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga cabang ilmu yang membentuk
perilaku seseorang itu yaitu ilmu psikologi, sosiologi dan antropologi
(Notoatmodjo, 2005).

2.1.3. Perilaku Kesehatan


Menurut Notoatmodjo (2005), respons seseorang terhadap rangsangan atau
objek-objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi sehat-sakit adalah merupakan suatu perilaku kesehatan( healthy
behavior ). Ringkasnya perilaku kesehatan itu adalah semua aktivitas seseorang
yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik yang dapat
diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati( unobservable).
Pemeliharaan kesehatan ini meliputi pencegahan dan perlindungan diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari
penyenbuhan apabila sakit. Dengan demikian, perilaku kesehatan bisa dibagi dua,
yaitu:
1. Perilaku orang sehat agar tetap sehat dan meningkat, sering disebut dengan
perilaku sehat (healthy behavior) yang mencakup perilaku-perilaku dalam
mencegah atau menghindar dari penyakit dan penyebab masalah kesehatan

4
(perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan
(perilaku promotif).
2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah. Perilaku ini disebut perilaku
pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup
tindakan-tindakan yang diambil seseorang untuk memperoleh penyembuhan atau
terlepas dari masalah kesehatan yang dideritanya. Pelayanan kesehatan yang
dicari adalah fasilitas kesehatan moden (rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan
sebagainya) maupun tradisional (dukun, sinshe, paranormal).

Menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2005), beliau membagikan perilaku


kesehatan menjadi tiga, yaitu:
1. Perilaku sehat (healthy behavior)
Perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan, antara lain:
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)
b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup.
c. Tidak merokok serta meminum minuman keras serta menggunakan
narkoba.
d. Istirahat yang cukup.
e. Pengendalian atau manajemen stress.
f. Perilaku atau gaya hidup pasitif.
2. Perilaku sakit ( Illness behavior)
Perilaku sakit adalah tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit atau terkena
masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan,
atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Tindakan yang muncul
pada orang sakit atau anaknya sakit adalah:
a. Didiamkan saja, dan tetap menjalankan aktivitas sehari-hari.
b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self
treatment) melalui cara tradisional atau cara moden.

5
c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas
pelayanan kesehatan moden atau tradisional.
3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)
Becker mengatakan hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah
merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran
orang sakit antara lain:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang
tepat untuk memperoleh kesembuhan.
c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien
d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses pnyembuhannya.
e. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya.
2.1.4. Domain Perilaku
Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005), beliau
mendapati terdapat tiga domain perilaku yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ahli pendidikan di Indonesia kemudian menterjemahkan ketiga domain ini ke
dalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri
rasa, dan peri tindak. Untuk kepentingan pendidikan praktis, tiga tingkat ranah
perilaku telah dikembangkan sebagai berikut:
1. Pengetahuan(knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia. Terdapat intensitas yang
berbeda-beda pada setiap pengetahuan sesorang terhadap objek. Tingkat
pengetahuan dapat dibagi dalam 6 tingkat, yaitu;
a. Tahu (know). Tahu diartikanhanya hanya sebagai recall (memanggil)
memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension). Memahami sesuatu objek bukan sekadar tahu
objek tersebut, tetapi orang itu harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan apabila orang yang telah
memahami objek yang dimaksudkan dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

6
d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponenkompenen yang terdapat dalam sebuah masalah atau objek yang
diketahui.
e. Sintesis (syntesis) Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki. Umumnya, analisis adalah
kemampuan untuk menghasilkan formulasi baru dari formulasiformulasi yang
telah ada.
f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu, yang berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau yang sedang berlaku dalam
masyarakat.
2. Sikap (Attitude)
Menurut Campbell (1950), sikap dapat didefinisikan dengan sederhana,
yakni :" An individual's attitude is syndrome of response consistency with
regard to object." Dengan kata lain, sikap itu adalah kumpulan gejala dalam
merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Sementara itu, Newcomb
menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Allport (1954)
dalam Notoatmodjo (2005), pula merumuskan bahwa sikap terbentuk dari 3
komponen utama, yaitu :
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Sikap bisa dibagi menurut tingkat intensitasnya, yaitu:
a. Menerima
Menerima diartikan individu atau subjek mau menerima stimulus atau
objek yang diberikan.
b. Menanggapi

7
Menanggapi diartikan subjek memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai
Menghargai diartikan apabila subjek dapat memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus.
d. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab diartikan subjek tersebut berani mengambil resiko
terhadap apa yang diyakininya.
3. Tindakan atau Praktik( Practice)
Faktor-faktor misalnya adanya fasilitas atau sarana dan prasarana perlu
supaya sikap meningkat menjadi tindakan. Praktik atau tindakan dapat
dikelompokkan menjadi 3 tingkatan mengikut kualitasnya, yaitu:
a. Praktik terpimpin (guide response).
Subjek telah melakukan sesuatu tetapi masih bergantung pada tuntunan
atau menggunakan panduan.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism).
Subjek telah melakukan sesuatu hal secara otomatis tanpa perlu kepada
panduan.
c. Adapsi (adoption).
Tindakan yang sudah berkembang yaitu tindakan tersebut tidak sekadar
rutinitas tetapi sudah merupakan perilaku yang berkualitas.

2.1.5. Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan


1. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan kesehatan adalah pengetahuan seseorang mengenai cara-
cara menjaga kesehatan, yakni:
a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular
b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan
mempengaruhi kesehatan.
c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan moden
maupun tradisional.

8
d. Pengetahuan untuk menghindari kecelakan.
2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)
kesehatan adalah penilaian individu terhadap hal-hal yang mencakupi
pemeliharaan kesehatan, yaitu:
a. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular.
b. Sikap tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi kesehatan.
c. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan moden maupun tradisional.
d. Sikap untuk menghindari kecelakan.
3. Praktik kesehatan
Praktik kesehatan adalah tindakan seseorang untuk menjaga kesehatan,
yaitu:
a. Tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular.
b. Tindakan tentang faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhi
kesehatan.
c. Tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan moden maupun
tradisional.
d. Tindakan untuk menghindari kecelakan.

2.2. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan


Masyarakat yang berpenyakit dan tidak merasakan sakit (disease but no
illness) pasti tidak akan berbuat apa-apa mengenai penyakitnya. Ini berbeda
apabila seseorang itu berpenyakit dan merasakan sakit, maka baru timbul
berbagai macam perilaku dan usaha, misalnya:
1) Tidak melakukan apa-apa tindakan (no action). Ini disebabkan oleh
kondisi yang sakit tersebut tidak menganggu kegiatan mereka sehari-hari.
Selain itu, ada juga yang beralasan bahwa kesehatan bukan prioritas di dalam
hidup dan kehidupannya. Alasan yang lain adalah fasilitas kesehatan jauh,
para petugas kesehatan tidak simpatik, takut pergi ke rumah sakit, tidak
sanggup biaya dan sebagainya.
2) Tindakan berobat sendiri (self treatment).

9
Alasannya juga sama seperti di atas (1). Perkara lain yang bisa dijadikan
tambahan untuk tindakan mengobat sendiri ini adalah mereka percaya kepada
diri sendiri karena pengalaman yang lalu di mana pengobatan sendiri
mendatangkan kesembuhan.
3) Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional
remedy). Bagi masyarakat desa, pengobatan tradisional ini masih menjadi
pilihan utama. Sementara itu, bagi masyarakat sederhana pula, pencarian
pengobatan lebih cenderung ke arah sosial-budaya masyarakat berbanding
hal-hal yang dianngap masih asing.
4) Tindakan berobat melalui pembelian obat-obat di warung obat (chemist
shop) dan sejenisnya. Obat-obat yang dibeli umumnya obat-obat yang tidak
memakai resep dan belum mengakibatkan masalah kesehatan yang serius.
5) Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan moden seperti balai
pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.
6) Tindakan berobat ke dokter praktik (private medicine).
Menurut Lewin dalam Notoatmodjo (2007), apabila individu bertindak untuk
mengobati sesuatu penyakit, ada empat variable yang penting dalam tindakan
tersebut. Variable-variabel tersebut adalah:
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Merupakan suatu tindakan pencegahan terhadap penyakit apabila
seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan pada
penyakit tersebut.
2. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness)
Merupakan suatu tindakan mencari pengobatan dan pencegahan
penyakit karena didorong oleh keseriusan penyakit tersebut pada
dirinya atau masyarakat.
3. Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (perceived benefits
and barriers)
Apabila seseorang merasakan dirinya rentan untuk suatu penyakit, ia
akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung

10
pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan
dalam mengambil tindakan tersebut.
4. Isyarat atau tanda-tanda (cues)
Faktor-faktor seperti pesan-pesan pada media massa, nasihat kawan-
kawan atau individu lain perlu supaya pasien mendapatkan tingkat
penerimaan yang benar mengenai kerentanan, kegawatan dan
keuntungan sesuatu tindakan.

2.2.1. Faktor-faktor yang mempegaruhi pencarian pelayanan kesehatan atau


pengobatan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencarian pelayanan kesehatan
ini misalnya jauhnya letak tempat pelayanan kesehatan dari tempat tinggal
pasien, mahalnya biaya pengobatan, ketidakpuasan terhadap hasil pengobatan,
sikap meremehkan suatu penyakit dan maraknya kasus-kasus malpraktek medis
akhir-akhir ini. Menurut Cockroft dkk. (2004), faktor yang paling berperan dalam
pemilihan sarana pengobatan adalah mahalnya biaya pengobatan. Selain itu,
faktor seperti etnik, usia, tingkat pendidikan, jauhnya letak tempat pelayanan
kesehatan dari tempat tinggal pasien juga berperan dalam menentukan sarana
pengobatan (Ahmed, 2005). Sementara itu, Shaikh dan Hatcher (2004) pula
membagikan faktor determinan pencarian pelayanan kesehatan pada negara
membangun kepada beberapa komponen yaitu faktor demografi, gender,
ekonomi, ketersediaan sarana pengobatan dan tingkat keparahan penyakit.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2005, mendapati persentase penduduk
Indonesia yang berobat ke Puskesmas adalah sebesar 37, 26 persen (21,9 juta
jiwa); ke praktik dokter sebesar 24,39 persen (14,3 juta jiwa); ke poliklinik
sebesar 3,86 persen (2,27 juta jiwa); rumah sakit pemerintah sebesar 6,01 persen
(3,5 juta jiwa); dan ke rumah sakit swasta sebesar 3,32 persen (1,95 juta jiwa)
(Ikatan Dokter Indonesia, 2007). Daripada Depkes RI (2009), didapati 62,65%
penduduk Indonesia yang sakit melakukan pengobatan sendiri dan sisanya ke
pengobatan medis, pengobat tradisional dan tidak berobat. Menurut data yang
diperoleh dari Susenas (2001), persentase penduduk Indonesia yang melakukan

11
pengobatan sendiri cenderung menurun, dalam hal ini penggunaan obat menurun,
tetapi penggunaan obat tradisional dan cara tradisional meningkat. Persentase
penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat lebih
tinggi pada kelompok usia kerja, pendidikan tamat SD, bekerja, pengeluaran
sebulan per orang sampai dengan Rp 300.000, jenis keluhan sakit gigi, sakit
kepala, batuk, pilek, dan demam, lama sakit tak lebih dari 3 hari, persepsi sakit
ringan, dan biaya pengobatan tidak lebih dari Rp 2.000 (Supardi, 2002).

2.2.2. Model sistem kesehatan (health system model)


Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2007), membagikan tiga kelompok
utama dalam pelayanan kesehatan yaitu:
1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics) Karakteristik ini
bertujuan untuk menggambarkan bahwa setiap invidu mempunyai kecenderungan
yang berbeda dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan
karena adanya cirri-ciri individu yaitu:
a. Ciri-ciri demografi seperti jenis kelamin dan usia
b. Struktur sosial seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan
sebagainya.
c. Manfaat-manfaat kesehatan seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan
dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
2. Karakterisrik pendukung (enabling characteristics) Karakteristik ini
menggambarkan seseorang tidak akan bertindak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan, kecuali bila ia mampu untuk menggunakannya misalnya kesanggupan
untuk membayar biaya.
3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics) Kebutuhan merupakan dasar
dan stimulus untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bilamana tingkat
predisposisi dan pendukung itu sudah ada.
Kebutuhan dibagi menjadi dua yaitu dirasa atau perceived (subject assessment)
dan evaluated (clinical diagnosis).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan
dan baik disadari maupun tidak.
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu
keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya
bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Menurut Becker. Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari
konsep perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku
kesehatan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge),
sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktek kesehatan (health practice).
Hubungan kesehatan dengan perilaku sangatlah erat dan saling
berkesinambungan, individu yang sehat akan tercermin dari perilaku yang sehat
pula. Sebaliknya juga begitu perilaku yang sehat akan mencerminkan individu
dengan kualitas hidup baik.

3.2 Saran
Hubungan kesehatan dengan perilaku sangatlah erat dan saling
berkesinambungan, individu yang sehat akan tercermin dari perilaku yang sehat
pula. Sebaliknya juga begitu perilaku yang sehat akan mencerminkan individu
dengan kualitas hidup baik.
Manfaat dari hidup sehat yang paling penting adalah meningkatkan
produktivitas kita dengan segala kemampuan dan potensi diri kita. Untuk itu
konsep hidup sehat seperti tingkatkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
harus dipupuk dari tiap individu untuk dapat meningkatkan kualitas hidup yang
sehat.

13
DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi.Jakarta :
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

14

Anda mungkin juga menyukai